Kamis, 29 September 2005

Ego kita, salah satu penyebab maraknya pungli

Bulan Depan, SIM (surat Izin Mengemudi) saya habis masa berlakunya, dan ini berarti harus mengurusnya pada bulan Ramadhan. Berurusan dengan pelayanan publik di bulan Ramadhan atau menjelang Lebaran, bukanlah suatu hal yang menyenangkan. Pertama, karena selama Ramadhan, gairah kerja manusia cenderung menurun. Jadi, biasanya jam kerja menyusut drastis alias kurang effisien. Kedua, kebutuhan hampir semua orang cenderung meningkat, sehingga berbagai cara digunakan untuk mencukupinya. Salah satunya dengan "mengutip" dari berbagai sumber dengan dalih untuk THR. Dengan pertimbangan dua hal tersebut, maka saya memutuskan untuk mengurus perpanjangan SIM satu minggu sebelum masuk bulan Ramadhan.

Lima tahun yang lalu, kala memperpanjang SIM di Samsat Polda Jaya - Jl. Daan Mogot, saya merasa beruntung karena saat itu, sedang ada penertiban calo. Jadi, saat itu, semua orang wajib antri dan tertib. Bahkan yang tidak berkepentingan mengurus SIM tidak boleh masuk ke lobby gedung. Karenanya kitapun membayar biaya perpanjangan SIM sesuai "banderol" alias biaya resmi. Semua berjalan dengan tertib dan dalam waktu 1 1/2 jam perpanjangan SIM sudah di tangan.

Sudah beberapa bulan, saya mendapat kabar, bahwa Proses Perpanjangan SIM dapat dilakukan di Polres setempat. Sedangkan pembuatan SIM baru masih tetap di Jl. Daan Mogot yang gersang itu. Dengan demikian antrian menjadi berkurang sehingga waktu pemrosesan perpanjangan SIM bisa diperpendek. Apalagi Polda Jaya juga memberikan layanan perpanjangan SIM keliling yang digelar di pusat-pusat keramaian. Begitu yang saya baca di koran. 

Sebelum D day, saya mulai mengumpulkan berbagai informasi dari kiri-kanan mengenai lokasi loket, biaya, lama pengurusan, kepadatan orang dan bahkan hingga kenyamanan di ruang tunggu. Maklum saja, sebagai "kuli", tentu saya merasa jengah bila baru masuk kantor kala jam makan siang sudah mendekat. Apalagi, pada hari yang sama, saya diminta big boss untuk ikut rapat di luar kantor.

Berbekal informasi seperti itu, maka tekad sudah dipancang. Tahun ini, saya akan mengurus perpanjangan SIM sendiri, maksudnya tanpa calo. Toh letak Polres Jakarta Selatan tidak terlalu jauh dari kantor. Malah selalu dilewati setiap hari. Bukan soal keberatan dengan biayanya. Kita harus punya komitmen untuk memberantas pungli dan mulai berdisiplin, menertibkan diri sendiri. Kalau tidak, kapan lagi kita membenahi kesemrawutan negeri ini. Jangan lagi kita memberi peluang untuk terjadinya pungli/kkn. Kalau kita tidak memulai dari diri sendiri, maka.... pungli tidak akan pernah bisa diberantas. Toh, lima tahun yang lalu saya sudah merasakannya. Jadi mengapa tidak mengulanginya tahun ini. Antri 1 jam setiap 5 tahun tentu tidak terlalu merugikan. Jadi sama rasa dengan orang lain ...

Nah, ... pada D day, setelah mengantar suami ke pemberhentian Busway di Al Azhar, saya memutar balik kendaraan ke arah Jl. Darmawangsa, lokasi Polres Jakarta Selatan. Saya pernah berkunjung sekali sewaktu membuat proses verbal peristiwa perampokan uang sekitar 4 tahun yang lalu (kalau tidak salah). Namun demikian, kembali mengunjungi Polres Jakarta Selatan, memang agak "senewen" juga. Maklum saja, selama ini dalam benak saya sudah terpatri erat, bahwa berurusan dengan polisi, berarti harus siap "kehilangan" lebih besar lagi dari apa yang telah hilang. Orang bilang... lapor ke polisi kehilangan kambing, keluar dari kantor polisi, malah kehilangan sapi. Apalagi petunjuk arah/ruang sama sekali minim. Jadi mesti tanya sana sini. Kondisi ini malah semakin memperkuat persepsi "ada jebakan" untuk harus melalui oknum perantara dulu.

Tiba di Polres, jam baru menunjukkan pukul 8.15. Di gerbang, kaca mobil diturunkan, dan penjaga menanyakan keperluan. Saya tanya :

" Dimana letak loket perpanjangan SIM?"

"Ibu parkir saja mobilnya di depan situ" jawab  polisi penjaga pos. Dia tidak menjawab pertanyaan saya. Entah sengaja atau memang tidak mendengar jelas suara saya.

"Saya hanya ingin tahu lokasi untuk memperpanjang SIM" katasaya lagi.

"Bu ... parkir saja dulu, nanti saya bantu", begitu ujarnya sekali lagi.

Takut menghalangi orang yang mau masuk ke halaman polres, saya memarkir mobil di halaman yang relatif lengang. Di halaman polres, terlihat puluhan orang sedang senam pagi. Entah apakah polisi atau petugas administrasi atau mungkin para purnawirawan. 

Keluar dari mobil, si polisi sudah menunggu.
"Bu, mari saya bantu ... 15 menit selesai. Tidak lebih dari itu. Ibu tidak perlu antri." Begitu penawarannya.

Gila ..., dari bayangan harus mengantri selama 1 1/2 jam, saya digoda dengan tawaran hanya 15 menit saja... Duh ....
“Berapa biayanya?”, tanya saya, mulai tergoda sekaligus ingin membandingkan dengan ancer-ancer biaya yang diperoleh dari teman/adik, bila kita mengurus sendiri. 
“Seratus lima puluh ribu untuk orang dalam dan upah dua puluh ribu”, sahutnya lagi.
"Lho kok mahal ... bukan Rp.150 ribu all in?", tawar saya.
“Berikan SIM dan KTP ibu. Yang di dalam nggak bisa di tawar-tawar bu...” lanjutnya lagi, tidak memberikan kesempatan saya untuk berpikir ataupun menolak.

Otak saya langsung menghitung. Adik ipar saya bilang, biaya perpanjangan SIM A all ini kira-kira Rp. 120 ribu dan menunggu selama + 90 menit. Saya ditawari Rp.170 ribu untuk 15 menit saja. Selisih Rp.50 ribu untuk menunggu 15 menit tentu cukup signifikan bila dibandingkan dengan nilai setiap jam kerja saya yang hilang karena harus antri di polres. Apalagi masa berlakunya 5 tahun … Jadi, anggaplah saya membayar jasa pengurusan SIM sebesar Rp.10 ribu per tahun. Anggaplah saya berbagi rejeki dengan para calo …. Toh yang diperolehnya hanya seujung jarum dibandingkan dengan komisi yang diterima oleh para penggede Polri dalam kasus pengungkapan “rekening bank” oleh KPATK. Saya juga khawatir terlambat menuju tempat rapat, di luar kantor pada jam 11. Berbagai pembenaran terpaksa dicari …. Duh godaan !!! Walhasil, batallah tekad saya untuk mengurus perpanjangan SIM tanpa calo.

Demikianlah, saya menyerahkan SIM+KTP disertai uang sebesar Rp.151.000,-. Uang Rp.1.000,- adalah ongkos fotokopi 1 lembar KTP di Polres. Bayangkan …. Ini pasti ongkos fotokopi termahal di Indonesia. Usai membuat fotokopi KTP, saya mengikuti lelaki yang ditunjuk oleh polisi untuk mengurus perpanjangan SIM.

Tiba di depan ruang foto SIM, sudah ada kira-kira 10 orang sedang menunggu. Di dalam ruang foto, ada sekitar 5 orang duduk sambil memegang kertas contoh tandatangan, menunggu giliran diambil foto dan sidik jari. Lelaki itu langsung menuju loket, tidak sampai 5 menit, saya dipanggil, diminta menggoreskan tandatangan lalu langsung diambil foto dan sidik jari. Seluruh prosesnya tidak lebih dari 5 menit saja. Lalu saya keluar untuk menunggu SIM card yang baru.

Sambil menunggu, saya melongok ke ruang foto, melihat orang-orang yang sedang duduk menunggu. Sementara itu, petugas keluar masuk memanggil orang-orang yang akan diambil foto dan sidik jari, tanpa sekalipun mengacuhkan orang-orang yang sedang duduk menunggu di dalam ruang. Satu .. dua …tiga orang berpakaian rapi di belakang saya, satu demi satu masuk ruang foto. Sementara menunggu, mata saya terpaku dengan pandangan salah satu penunggu di dalam ruang. …. Lelaki berpeci dan berjanggut itu menatap tajam ke arah saya…..

Saya tercekat ….. bukan …. Bukan karena matanya yang tajam bak elang itu atau bahkan tergoda oleh gantengnya wajah orang itu. Tidak, sama sekali bukan karena itu …!!! Dalam pandangan tajamnya, yang setajam mata pisau itu, saya merasa dituduh ….. :

“Dengan uang yang kamu miliki, kamu telah mendzalimi kami yang menunggu bermenit-menit di dalam ruangan ini. Kamu sombong ….. kamu egois….”

Duh … tak tahan merasakan pandangan tajam itu, saya langsung meninggalkan ruang tunggu, menuju tempat parkir. Saya terduduk lemas …. Istighfar ... Menyadari, betapa keleluasaan uang yang saya miliki telah membuat saya menganiaya mereka. Membiarkan mereka menunggu berlama-lama. Saya menyerobot hak mereka .....Bukan itu saja ….. ego saya yang terlalu besar, membuat saya lupa. Lupa pada niat semula untuk tidak memberikan peluang terjadinya pungli. Diam-diam, saya memohon ampun pada Allah SWT … Istighfar berulang kali dan sepanjang hari …. Semoga Allah SWT menguatkan niat baik, dan muali dari saat ini hingga di kemudian hari, menjauhkan saya dari godaan-godaan duniawi baik yang kecil-kecil apalagi godaan yang lebih besar dari itu …. Semoga perbuatan mendzalimi orang lain seperti ini adalah perbuatan yang terakhir kali saya lakukan….

Duh … ternyata berat juga menerapkan kiatnya Aa Gym ….
Mulai dari diri sendiri …
Mulai dari hal yang kecil …
Mulai dari hari ini …..

Buat mereka yang merasa terdzalimi pada saat itu di Polres Jakarta Selatan, dari lubuk hati terdalam, saya meminta maaf disertai janji untuk tidak mengulangi hal yang sama di kemudian hari

Senin, 26 September 2005

5/5 Anugerah Allah yang Tak Terhingga


Akhirnya Keajaiban itu Datang dan Datang lagi...
Sudah satu minggu kloter rombongan kami menetap di Makkah Al Mukarramah. Tidak seperti penginapan di Madinah yang kumuh, di Makkah, kloter kami beruntung mendapatkan bangunan baru berjarak sekitar 1 km dari Masjidil Haram. Musim haji tinggal 2 minggu lagi, sementara itu, belum terlihat tanda-tanda menstruasi akan berhenti. Tidak ada yang bisa dilakukan selain do’a dan pasrah. Saya sudah memutuskan untuk tidak menggunakan obat-obatan. Apalagi sudah tiba di Tanah Haram, maka segala kuasa Allah SWT bisa saja terjadi. Secara mengejutkan, sesudah pemerintah Arab Saudi mengumumkan jadwal wukuf, menstruasi kemudian mulai mereda, dan berhenti 24 jam kemudian. Tanpa intervensi obat apapun, hanya doa dan kepasrahan kepada Allah SWT semata. Alhamdulillah... semoga niat berhaji ini diridhoi Allah.

Setelah ”bersih” dan mandi, dengan ditemani suami, saya berangkat ke Tan’im untuk miqot dan melaksanakan umroh yang menjadi rangkaian ibadah haji. Rombongan kami, memang mengambil Haji Tamattu. Beruntung, dua tahun sebelumnya, suami saya sudah melaksanakan ibadah haji. Kegemarannya membaca, juga sangat membantu untuk memahami ritual haji. Jadi kondisi saya yang harus melaksanakan umroh di luar jadwal, tidak merepotkan ketua rombongan.

Setelah melaksanakan umroh, segalanya berlangsung dengan sangat lancar. Wukuf di Arafah, jumroh di Mina dan tawaf ifadha semua dilaksanakan dengan lancar. Kalaupun ada hambatan, itu sangat manusiawi. Jumlah jamaah haji yang datang dari berbagai penjuru dunia demikian banyaknya. Tidak pernah ada prosesi apapun di dunia ini yang selama + 5 hari, mulai dari persiapan wukuf sampai berakhirnya jumroh (bagi yang mengambil nafar tsani), melibatkan sedemikian banyak manusia. Jadi pantaslah bila banyak terjadi hambatan. Bisa disebabkan karena banyaknya jumlah manusia yang berhaji, bisa juga karena sifat-sifat jelek manusia yang sombong, takabur sehingga seperti yang sangat dipercaya orang, Allah menyegerakan untuk membalasnya di tanah Haram ini.

Hari ke delapan setelah wukuf di Arafah, kami sudah tiba di tanah air. Setelah menyelesaikan segala urusan di Pondok Gede, kami tiba di rumah jam 8 pagi yang tenang. Alhamdulillah... semoga perjalanan ini membawa berkah bagi kehidupan kami selanjutnya. Usai beristirahat, saya bermaksud untuk menunaikan shalat dhuhur .... dan ... Masya Allah....... Menstruasi datang kembali, tidak ada jeda sama sekali setelah tiba di tanah air. Saya hanya diberi kesempatan shalat sunat pagi tadi di mesjid Babuut Taubah, dekat rumah. Luar biasa .... Allah memperlihatkan kuasaNya! Siapa yang bisa menduga keajaiban itu? Bukan atas intervensi obat-obatan! Namun semata-mata karena doa dan kepasrahan atas Kuasa Illahi. Kondisi kali ini sudah lebih baik ... Menstruasi hanya berlangsung selama 10 hari dan langsung berhenti tanpa intervensi apapun.

Hari berjalan sebagaimana biasanya... Tapi, tidak demikian dengan kondisi ”penyakit” ini. Bila semula, saya direpotkan dengan tumpukan sanitary napkins, maka saat ini problem lain mulai datang. Entah apa sebabnya ... rupanya berhentinya siklus perdarahan itu berlanjut. Bila tadinya menstruasi datang tanpa henti, maka satu tahun setelah saya dinyatakan sembuh oleh ibu G, maka siklus menstruasi menjadi jarang... Mula-mula, siklus menstruasi berlangsung 3 bulan sekali .... lalu hanya satu tahun sekali ...... itupun hanya satu hari. Untuk akhirnya menjadi sangat tidak menentu dengan kuantitas hanya kira-kira 5 ml setiap periode. Sampai akhirnya terhenti sama sekali.

Menopause dini?? Saya sudah tidak mampu lagi berpikir .... lelah, jenuh dengan pengobatan.... Saya hanya ingin berserah diri saja pada Allah SWT. Terjadilah apa yang diinginkanNya. Anggaplah absennya menstruasi kali ini sebagai bonus dan pengganti hari-hari lalu yang berdarah-darah ... Anggaplah bahwa kali ini Allah memberi anugerah bagi saya agar mempunyai waktu yang banyak untuk shalat dan berpuasa tanpa jeda. Menebus kewajiban ibadah yang terbengkelai dan ”kotor” selama bertahun-tahun.

Jalani saja hidup... tidak usah dipusingkan. Bukankan Allah SWT yang memberikan cobaan berupa penyakit. Dia pula yang akan memberikan kesembuhan dan penggantian atas prahara yang kita terima. Kita hanya anak wayang... hanya, kadang kita tidak mengerti dan tidak sadar bahwa apa yang kita anggap buruk ternyata terkandung hikmah dan rencana Allah yang sangat luar biasa.

Seperti halnya gelombang di lautan yang selalu datang dan pergi. Begitu pula dengan hidup manusia. Susah senang silih berganti. Setelah selesai dengan satu masalah maka datang masalah lain. Selesai dengan penyakit yang saya alami, maka kali ini suami terkena hepatitis sehingga harus dirawat di rumah sakit. Walaupun secara medis, hepatitis bersumber pada virus, tetapi banyak orang mempercayainya hepatitis banyak diderita orang yang bekerja terlalu berat. Benarkah demikian...?

Tapi, inilah perjalanan hidup manusia yang penuh keterbatasan. Di dalam kesulitan selalu ada kemudahan seperti yang tersirat dalam surat al Insyirah. Di dalam penderitaan akan selalu ditemukan hikmah yang membahagiakan. Kita seringkali memendam rasa benci, dendam, sakit hati atau perasaan lain yang merusak keikhlasan kita. Itu pula mungkin yang menyebabkan bencana dan halangan dari seluruh usaha manusia. Jadi jangan menggugat atas apapun yang kita alami. Sadari bahwa kita hanya anak wayang yang dikendalikan oleh sang Pencipta, yang Maha Mengetahui atas segala kehidupan di dunia ini. Begitulah kehendak Allah SWT. Dalam segala cobaan dariNya sebagaimana kesibukan pekerjaan yang tinggi karena harus mengurus suatu kegiatan regional, Allah SWT ternyata mempunyai rencana yang lain, yang tak terduga.

Kala itu, di tengah kesibukan bekerja yang luar biasa, saya seringkali merasa menggigil kedinginan saat bersentuhan dengan air. Selain itu, perut selalu kembung seperti orang yang terkena maag. Selama dua bulan saya merasakan ketidak nyamanan itu. Sama sekali tidak merasa adanya kehamilan. Apalagi menstruasi terakhir, datang 6 bulan sebelumnya. Memang ada tanda-tanda kehamilan seperti payudara membengkak. Tetapi, karena selama ini setiap bulan melihat sedikit bercak berwarna creme, saya tidak pernah berpikir terlalu jauh. Mungkin hanya akibat menstruasi yang tidak jadi datang.

Saya mengkonsultasikan kondisi ini melalui telpon kepada adik saya. Dia menganjurkan saya untuk mengkonsumsi Polycrol ... obat maag. Maklum saja, setahun terakhir, saya memang selalu mengisi perut saat makan siang di kantor dengan ketroprak, rujak nanas dan es doger. Kenapa memilih makanan itu? Bukan untuk menekan biaya makan siang. Konon, nanas dipercaya dapat menurunkan berat badan dan ketoprak (campuran toge dan tahu) dipilih karena tidak terlalu berat dicerna. Bisa jadi komponen makan siang itu yang menyebabkan lambung teriritasi. Beruntung, saya termasuk manusia yang cerewet dan sangat tidak suka mengkonsumsi obat-obatan, sehingga saat 2 butir tablet diminum dan sama sekali tidak ada perubahan, saya mulai protes kepada adik dan berhenti minum polycrol. Dia menganjurkan untuk pergi saja ke penyakit dalam, memastikan apa yang terjadi.

Saat itu, suami sedang mengikuti seminar di Yogya, sehingga saya mendapat sedikit kemewahan, memakai supirnya untuk antar-jemput ke kantor. Dalam perjalanan pulang dari kantor untuk menuju rumah sakit, sambil termangu-mangu, saya mencoba introspeksi diri terhadap apa-apa yang dialami selama beberapa bulan ini. Hingga ..... sampai pada dugaan-dugaan dan mencoba mendapat kesimpulan .... Jangan-jangan... saya hamil....!!! Masya Allah.... hamil dalam usia hampir 41 tahun ....? Dalam kondisi sudah mengalami menopause dini?? Bukankah itu suatu hal yang sangat luar biasa?? Antara penasaran dan ragu-ragu, saya akhirnya membatalkan kunjungan ke rumah sakit dan langsung ke apotik membeli test pack dan pulang ke rumah. Tidak menunggu esok hari untuk mendapat air kemih pertama, malam itu juga saya mencoba test pack.. Cemas dan penasaran, saya tunggui perubahan tanda .... Satu menit ... dua.... dan ... ternyata, tanda ”+” terpampang ... Positif .... Saya terperangah ... kaget ... apa tidak salah penglihatan saya?? Untung saat itu suami sedang di Yogya, jadi saya bisa memendam rahasia itu sendiri. Aneh, bingung dan merasa lucu ... bagaimana kalau ini benar ... Bagaimana saya memberitahukan anak pertama saya yang sudah duduk di kelas 3 SMP itu, bahwa dia akan mempunyai adik?

Saya tidak segera menelpon suami dan masih memendam rahasia. Masih tidak yakin dengan test pertama. Keesokan hari, sepulang dari kantor, penasaran dan tidak percaya dengan hasil test pertama, saya membeli lagi test pack dengan merek lain.. Sampai di rumah, malam itu juga, saya lakukan lagi test ... Saya perhatikan dan tunggui perubahan tanda ... satu menit ... dua menit ..... dan ... masih tetap positif. Tidak salah lagi ...., saya hamil !!! Keluar dari kamar mandi, saya pandangi wajah anak lelaki yang sedang asyik nonton televisi. Menduga-duga, apa reaksinya bila secara mengejutkan, dia diberitahu akan mendapatkan adik. Ah .... biar, bapaknya saja yang memberitahukan berita ini. Jujur saja ... saya merasa jengah untuk memberitahukan kehamilan ini apda anak lelaki yang sudah akil baligh.

Saat suami mengabarkan rencana kepulangannya dari Yogya per telpon, saya memberitahukan hasil test pack. Dia hanya menarik napas lega ...” Allah menjawab do’a saya”, katanya pendek. Rupanya, sudah dua kali perjalanan umroh yang dilakukannya sendiri saat akhir Ramadhan, dia selalu berdo’a di Multazam, agar dikaruniaNya seorang anak lagi.

Kembali dari Yogya, dia ”memaksa” saya untuk ke rumah sakit, memastikan kondisi saya. Untungnya, rumah sakit di Bekasi, memiliki dokter wanita sehingga saya tidak bersusah payah untuk melakukan pemeriksaan. Setelah memeriksa melalui ultrasonograpgy, dokter memastikan ...... bahwa kehamilan telah memasuki minggu ke 9. Saya bertambah kaget, bingung dan bengong ... sampai akhirnya dokter menyadarkan saya dengan ucapannya : ”Jangan khawatir bu ..., sekarang banyak perempuan yang hamil di usia lanjut. Mari kita rawat dengan kesungguhan dan Insya Allah, kehamilan ini akan berlangsung lancar”.

Subhanallah ...... Allah sungguh Maha Besar. Siapa yang mengira? Pada usia sudah di atas 40 tahun dengan kondisi ”kesuburan” yang meragukan karena sudah mengalami menopause dini, hampir selama 2 tahun, dan ditengah kesibukan pekerjaan ... ternyata saya hamil! Ini betul-betul anugerah yang tidak terduga. Hamil di usia lewat empat puluh tahun setelah menunggu lebih dari 10 tahun, sejak kehamilan pertama? Subhanallah...!!! 

Setelah melewati kehamilan yang relatif tidak bermasalah (kecuali kelelahan yang masih dalam batas normal), maka lahirlah bayi perempuan dengan berat 3.050 gr dan panjang 49 cm, melalui operasi caesar di pagi hari di bulan Syawal, melengkapi anggota keluarga kami dengan jarak 15 tahun dengan kakak lelakinya.

Begitulah cara Allah menunjukkan kuasaNya tepat sebagaimana tercantum dalam Asy Syura 49 - 50 (tafsir): "Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi. Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dia memberikan anak anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak laki laki kepada siapa yang Dia kehendaki, atau Dia menganugerahkan kedua jenis laki laki dan perempuan, dan Dia menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa."

Wallahu ’alam
Salam
Diselesaikan di Lebak bulus pada tanggal 20 agustus 2005
Ps :
·         Ada 2 kenalan saya, yang mempunyai kesulitan memiliki anak, mencoba ”terapi”  memakan kurma muda yang sepet, sambil (suami+istri tersebut) berdoa di Multazam dan Alhamdulillah, keduanya memiliki anak setahun kemudian.
·         Dalam salah satu buku pengobatan tradisional yang saya baca, konon kombinasi makanan yang mengandung  toge dan nanas, yang dikonsumsi secara rutin dapat meningkatkan kesuburan perempuan. Wallahu ’alam.

Jumat, 23 September 2005

Chicken cream Soup


Description:
Mudah disiapkan, bisa disajikan untuk anak-anak yang kurang suka minum susu

Ingredients:
1 ltr chicken stock (kaldu ayam)
200 ml susu full cream
2 sendok makan maizena
1 buah bawang Bombay (kecil) dicincang halus
1 siung bawang putih dicincang halus
150 gr daging ayam giling (bisa diganti dengan smoke beef diiris spt korek api)
100 gr champignon segar diiris tipis
½ sendok teh merica halus
¼ sendok teh pala halus
1 sendok teh gula pasir
¼ sendok teh oregano (bila suka)
1 sendok makan mentega


Directions:
1. Panaskan mentega, bila sudah cair, masukkan bawang Bombay dan bawang putih. Masak hingga harum
2. Masukkan daging giling dan champignon. Masak hingga matang (berubah warna), lalu tambahkan dengan chicken stock.
3. Tambahkan bumbu-bumbu (merica, garam, pala, oregano dan gula), sesuaikan rasa dengan selera. Masak hingga mendidih
4. Larutkan maizena ke dalam susu. Bila sup sudah mendidih, masukkan larutan susu+maizena ke dalam sup, aduk hingga merata.
5. Hidangkan panas dengan sepotong French bread (baguette). Bisa diberi taburan keju parmesan.

Mozarella's croque


Description:
Kadang kita bingung, menyiapkan sarapan pagi. Roti tawar pasti membosankan. Nah, coba yang satu ini. Mudah disiapkan. Bisa disiapkan salam jumlah banyak, simpan di freezer. Keluarkan dari freezer 1 jam sebelum digoreng.


Ingredients:
100 gr keju mozzarella di parut
1 lbr smoke beef potong seperti korek api
10 lembar roti tawar
¼ buah bawang Bombay cincang halus
¼ sendok teh garam halus
1 butir telur ayam – kocok lepas
Tepung roti
Minyak goreng


Directions:
1. Campurkan keju parut, bawang Bombay dan garam, aduk rata
2. Roti dikukus selama 5 menit agar lunak, lalu ditipiskan, hingga setebal 2 mm saja.
3. Ambil 1 lembar roti tawar yang telah ditipiskan, tambahkan 1 - 2 sendok makan campuran keju+daging asap. Jaga agar seluruh bagian keju tertutup dengan roti tawar, agar keju tidak meleleh keluar saat di goreng
4. Gulingkan ke dalam telur kocok, lalu digulingkan pada tepung roti hingga rata.
5. Goreng hingga kuning. Sajikan panas

Selasa, 20 September 2005

Hapuskan Subsidi - Biarkan Harga BBM mengikuti Harga Pasar


Belakangan ini, banyak orang mempermasalahkan rencana kenaikan BBM yang katanya diberlakukan pada awal bulan Oktiber 05. Bahkan demonstrasipun sudah mulai marak di seluruh penjuru negeri. Sebetulnya apakah para demonstran itu mengerti betul masalah bbm ini? Jangan-jangan, seperti seperti biasa, ada cukongnya ...


Masalah kenaikan BBM itu bukan melulu mengurangi subsidi saja, tetapi lebih komplek dari itu. Sampai saat ini pemerintah/pertamina tidak pernah mau membuka secara transparan kepada masyarakat tentang:
  • berapa sebetulnya production cost dari mulai penambangan sampai ke pengilangan dan diedarkan ke masyarakat. 
  • bagaimana komposisi penggunaan bbm per % jumlah penduduk (golongan miskin/bawah - menengah - atas).
  • berapa besar penggunaan bbm dalam negeri, produksi (berapa yang di export) dan kebutuhan (import)
Secara kasar, feeling saya mengatakan bahwa komposisi penggunaan bbm buat golongan miskin/bawah (penggunaan minyak tanah + premium untuk motor) amat sangat rendah dibandingkan dengan penggunaan bbm untuk industri dan kendaraan beroda 4 sehingga sebetulnya sebagian besar subsidi bbm itu dinikmati oleh golongan menengah dan atas (pemilik mobil).

Banyak yang tidak menyadari atau tidak mau mengakui bahwa kebijakan subsidi ini, mengakibatkan :
  • Subsidi sebagian besar dinikmati oleh pemilik kendaraan beroda 4, jadi bukan rakyat kebanyakan (pengguna motor - bukan moge lho!!, pengguna kendaraan umum dan konsumen minyak tanah).
  • Perbedaan harga (karena subsidi), ditunjang dengan permainan oknum (pertamina dan aparat keamanan), menyebabkan adanya penyelundupan baik keluar negeri maupun pembelian besar-besaran oleh industri. Ini yang menyebabkan berapa besarpun supply bbm, tidak akan pernah mencukupi, karena jatah rakyat tersedot oleh industri (di darat) dan jatah kapal nelayan diborong untuk diselundupkan ke luar (singapore dll).
  • Pola hidup masyarakat Indonesia menjadi "tidak hemat energy". Bbm sebagai non renewable energy dikonsumsi secara semaunya (karena murah)
  • Tidak ada usaha yang serius untuk mengembangkan bahan bakar alternatif yang murah, ramah lingkungan dan renewable
Selain menuntut transparansi dari pemerintah, adalah lebih baik bila harga bbm dipatok sesuai dengan harga pasar agar masyarakat lebih berhemat dengan energy dan diharapkan bisa meniadakan penyelundupan/penyalahgunaan wewenang dalam pengelolaan bbm.

Rencana pemerintah untuk memberikan subsidi langsung kepada rakyat (dalam bentuk uang) perlu didukung. Secara teoritis (kalau semua bersih) hal ini akan sangat mudah dilakukan. Apalagi (lagi-lagi kalau dilakukan dengan betul), kita baru saja mensensus penduduk dewasa untuk kepentingan pemilu yang baru lalu. Jangan lupa, pola subsidi langsung seperti ini, sudah biasa dilakukan di negara maju (yang saya tahu, di Perancis melalui Caisse d'Allocation Familliale). Daripada menggunakan dana pengganti subsidi bbm melalui pendidikan/kesehatan yang nantinya hanya akan di "proyek" kan oleh segelintir orang. Tinggal nilainya yang mesti dihitung secara cermat agar adil dan terasa manfaatnya bagi yang membutuhkan. Bukan hanya sekedar basa basi yang sudah sangat basi. Kalaupun saat awal masih tersendat, bisa dimaklumilah, yang penting ada visi nya yang jelas dan disertai dengan niat yang ikhlas dan bersih dari seluruh pelaksana, untuk secara perlahan diperbaiki.

Pemerintah juga perlu segera mengubah pola transportasi nasional terutama di kota-kota besar. Sudah saatnya kepemilikan dan tahun kendaraan dicermati kembali. Coba kita hitung, bila setiap tahun 300.000 kendaraan beroda 4 terjual, itu rata-rata sama pertambahan kendaraan sepanjang 1.500 km/tahun. Padahal jumlah kendaraan tua yang dimusnahkan belum tentu ada 10% saja dari pertambahan kendaraan per tahun. Nah coba hitung kemudian berapa panjang pertambahan jaringan jalan per tahunnya? Jangan-jangan tidak sampai 10 thn yg akan datang, Jakarta tidak lagi bisa dilalui mobil, karena begitu mobil keluar rumah, kita langsung berhenti. Teman saya kemarin harus menempuh 3 jam dari Bekasi ke Blok M untuk jarak +/- 30 km saja. Bayangkan betapa besar kerugiannya, waktu dan bensin yang dihamburkannya. Masih mending kalau naik kendaraan umum, kalau itu kendaraan pribadi yang isinya hanya 1 atau 2 orang saja?

Mestinya, pola transportasi massal yang murah/nyaman dan aman (busway, monorail, subway dll) harus dibangun segera terutama di Jabodetabek (ini juga sudah terlambat 30 tahun, karena awal tahun 1970an ban Ali sudah punya masterplan MRT), sehingga masyarakat bisa bergerak dengan mudah ke seluruh penjuru. Jadi, kalau mau pakai kendaraan pribadi, ya bayar mahal-lah. Jujur saja, saya tidak rela mereka yang menggunakan sedan mewah Toyota Camry ke atas, Innova - Harrier - Alphard, Honda - apalagi Audi, Bmw, Mercy, Jaguar, Maserati dll) ikut menikmati harga bbm yang murah. Melihat nya saya sudah nggak habis pikir, kok ada, orang yang enak-enakan pake mobil mewah (Jaguar - Mercy seri terbaru dll) sliweran di tengah kemiskinan rakyat? 

Penyelesaian saat ini (membangun tol, jembatan layang/underpass) cuma penyelesaian sesaat yang sama sekali kurang bermanfaat dalam menyelesaikan problem transportasi, khususnya di kota besar. Lihat saja kasus pembangunan jalan tol Cipularang yang baru diresmikan sekitar 4 bulan yang lalu. Pada awal pembukaannya, Jakarta - Bandung dapat ditempuh dalam waktu hanya 2 jam saja. Sekarang .....? Mungkin kita harus berangkat di tengah malam untuk menikmati kenyamanan perjalanan ke Bandung, karena waktu tempuh Jakarta - Bandung di akhir pekan sudah kembali ke 4 jam lagi.

Mestinya kita jangan manja dengan subsidi bbm ... karena sesungguhnya yang paling banyak menerima subsidi bbm adala golongan menengah, dan sebagian besar dari kita, secara tidak sadar, sedang mendzalimi hak rakyat kecil (konsumen minyak tanah dan pengguna kendaraan umum), bila membiarkan bbm tetap disubsidi. Biarlah subsidi dicabut dan mengalihkannya dalam bentuk subsidi langsung (berupa uang) bagi mereka yang membutuhkan agar bisa meningkatkan "buying power" mereka. Tugas kita adalah mengawasi pelaksanaannya, mengevaluasi sistem dan terus memperbaikinya, agar perbedaan antara yang kaya dan miskin (semoga) secara perlahan menjadi semakin kecil.

Soal kenaikan harga yang mengikuti kenaikan BBM? ini juga mental masyarakat kita yang "aji mumpung". Jangankan harga BBM naik, baru denger-denger kabarnya aja, harga sudah naik. Apa hubungannya? Ini menunjukkan memang masyarakat kita masih suka "mendzalimi" sesamanya, dan tidak suka orang lain menikmati keberuntungan. Jadi ... daripada orang-orang kaya itu menikmati subsidi, biar saja "orang miskin" menikmati subsidi langsung (dalam bentuk uang tanpa potongan) supaya mereka mampu meningkatkan daya belinya. Masyarakat lainnya ... mari kita nikmati kendaraan umum ... atau naik motor ... lebih irit kan?? Atau ... kalau mau lebih nyaman, silahkan naik mobil pribadi ... tapi jangan minta subsidi dong ... Subsidi cuma buat orang miskin, kecuali kalau kita nggak malu ikut menadahkan tangan minta subsidi dari pemerintah .... (padahal ... dalam Islam diajarkan bahwa tangan yang di atas - memberi, lebih mulia dari tangan yang dibawah  - menadahkan minta subsidi lho)

Juga jangan takut industri mobil jadi bangkrut, itu kan akal-akalan investor asing untuk menekan pemerintah. Kalau kita bersatu, Indonesia tidak akan mati, hanya karena industri mobil bangkrut. Mari belajar dari Lybia, Iran dan bahkan Iraq (sebelum kejatuhan Saddam) yang sekian lama di embargo, dan toh ... tenyata negara tersebut masih saja exist hingga saat ini. dan Amerika tetap tidak bisa menggulingkan Khadaffi atau para Mullah. Percaya deh ... kalau kita semua punya niat baik, pasti tidak ada sesuatu yang susah ... (repotnya ... kita sekarang sudah terbiasa "aji mumpung' ya...??!!)

salam

Jumat, 16 September 2005

4/5 - Anugerah Allah yang Tak Terhingga


Pasrah dan Berserah Diri
Lebih dari enam bulan saya berobat ke tempat ibu G, setiap hari sabtu jam 8 pagi, saya menjadi pelintas batas kota. Berangkat dari rumah di Bekasi menuju pos pengumben – Jakarta Barat. Beruntung sekali, teman yang memperkenalkan saya kepada ibu G itu adalah HRD manager di perusahaan real estate tempat saya bekerja. Begitu perhatiannya pada masalah yang saya hadapi, dia memerintahkan supir kantor untuk siap mengantar saya setiap hari sabtu, sampai suatu kali ibu G memberitahukan bahwa pengobatan yang saya jalani sudah cukup dan saya dianggap sembuh. Sebagai penutup ritual pengobatan, saya diminta untuk menyembelih satu ekor kambing dan memberikan masakan matangnya pada kaum duafa.

Agak terperangah, mendengar syarat akhir itu. Sempat juga terbersit kebimbangan untuk menjalankan persyaratan itu. Tapi, saya sudah berada di ujung jalan dan tidak dapat lagi mundur. Akhirnya, dengan berbagai pertimbangan, pemotongan kambing jadi juga dilaksanakan. Walaupun merasa aneh dengan cara pengobatannya, sejak awal saya berprinsip, asalkan tidak disuruh macam-macam yang jelas-jelas bertentangan dengan ajaran agama, akan saya jalani. Pengobatan dengan berdzikir selama perawatan, sudah saya lakukan dengan senang hati. Lalu dengan memakan kuning telur seperti yang dianjurkan oleh ibu G. Semua dilakukan demi sebuah harapan untuk sembuh. Jadi, jangan tanyakan apa hubungan antara kesembuhan dengan penyembelihan kambing? Entahlah... saya tidak ingin berpanjang-panjang lagi dengan pertanyaan seperti itu. Kala kita memutuskan mencari pengobatan alternatif, kita sudah harus siap dengan segala keanehan-keanehan cara pengobatan yang ditempuh. Demikian juga dengan ritual potong kambing. Anggap saja itu sebagai wujud syukur dan berbagi kebahagiaan kepada kaum duafa atas kesembuhan.  Begitu, lebih baik.

Usai pengobatan dengan ibu G, kondisi saya memang belum 100% normal, dalam arti kembali kepada siklus menstruasi normal 28 hari. Tetapi minimal, menstruasi, walaupun masih berlangsung hingga 3 minggu, sudah bisa berhenti dan berlangsung seperti sedia kala secara regular, tanpa obat-obatan. Begitu berlangsung berbulan-bulan hingga akhirnya berkurang dari 3 minggu menjadi 2 minggu. Alhamdulillah..... itupun sudah jauh lebih dari cukup. Saya memang tidak kembali memeriksakan kondisi rahim kepada dokter. Malas ... mungkin juga terselip rasa takut bila ditemukan suatu yang abnormal, berbentuk kanker di rahim. Pokoknya selama badan  terasa fit, maka semua dianggap baik-baik saja. Toh menstruasi, walaupun tidak normal sebagaimana yang dialami wanita lainnya, sudah mulai berlangsung dengan jadwal teratur.

Hari-haripun mulai kembali normal ... hubungan dengan suami yang sempat terganggu, secara berangsur mulai membaik. Syukur alhamdulillah, menghadapi problematika perempuan selama hampir 7 tahun, suami mendampingi dengan ikhlas dan pasrah. Tidak sekelumitpun ada kesangsian dalam hati bahwa dia melakukan penyelewengan badani dengan perempuan lain. Memang ada dampaknya, suami menjadi ”dingin” dan kurang bereaksi. Dan ini adalah reaksi normal, kala seorang lelaki harus menahan birahi selama + 7 tahun, tentu akan ada bekasnya dan untuk mengembalikan kehangatan rumah tangga diperlukan upaya dan kesabaran dari kedua belah pihak.

Di tengah-tengah usaha untuk memulihkan hubungan pasutri, saya sempat memeriksakan diri ke Lembaga Deteksi Kanker Dini di bilangan Lebak Bulus Jakarta Selatan. Dari pemeriksaan Ultrasonography, ditemukan kista sebesar kacang tanah di rahim bagian kiri. Tepat dimana saat dilakukan penyinaran, terlihat bulatan merah. Mungkin ini yang menyebabkan perdarahan yang saya alami selama 7 tahun itu. Namun, menilik dari besaran kista dan perjalanan panjang perdarahan, dokter berpendapat bahwa kista tersebut bukanlah kanker ganas dan tidak perlu diangkat. Syukurlah.... Dokter memang menyarankan untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk memastikan jenis kista. Saya yang sudah jenuh dengan pemeriksaan dan pengobatan medis, mengabaikan anjuran tersebut. Rasanya... pasien berhak menentukan jenis pengobatan/terapi apa yang akan kita jalani dengan segala konsekuensinya. Apalagi bila kita percaya .. Allah SWT yang memberi cobaan dan Dia pula yang mempunyai hak prerogatif untuk menghentikan cobaanNya pada saat yang dianggapNya tepat dengan cara apapun yang dianggapNya baik.

Tahun 1994, genap 7 tahun sejak terjadi ”dugaan aborsi spontanae”, pada bulan yang sama, saya berkesempatan duduk bersimpuh di hadapan Ka’bah ... memohon ampun atas segala dosa-dosa yang telah dilakukan sepanjang hidup. Bersyukur atas limpahan rejeki dan anugerah yang luar biasa telah dilimpahkan kepada kami. Saya tidak peduli bahwa kami masih mempunyai kewajiban melunasi rumah yang kami tinggali .... Saya tidak terlalu berhitung-hitung berapa sisa tabungan di tangan dan siapa yang mengurus anak tunggal kami di rumah selama kami berdua absen selama + 45 hari menunaikan ibadah haji. Yang penting ... ada ongkos cukup untuk membayar ONH reguler untuk dua orang, ada uang yang cukup untuk anak di rumah dan uang selama satu bulan setelah kami kembali ke rumah hingga mendapat gaji lagi.

Sebelum berangkat, sempat terbersit kekhawatiran akan datangnya kembali gangguan perdarahan selama menunaikan ibadah haji. Hampir seluruh dokter yang dikonsultasikan, menganjurkan untuk membekali diri dengan obat pengatur menstruasi. Namun saya pasrah, tidak ingin lagi bersentuhan dengan obat-obatan. Seorang teman dekat suami asal India (yang menjadi mualaf), selalu mengingatkan tentang kepasrahan kepada Allah SWT, jadi bila Allah SWT meridhoi niat manusia, maka terjadilah hal-hal di luar akal manusia.  

Segera setelah mendaftar dan membayar ONH ke bank, saya berusaha mempersiapkan mental/spiritual dengan cara mengisi waktu berdzikir setiap saat dan permohonan kepada Allah SWT..... ”Ya Allah, bila perjalanan ini memang karena panggilanMu ...., bila ibadah ini memang Kau ridhoi dan bila asal usul rejeki yang kami gunakan telah Kau halalkan... Maka, mudahkanlah perjalanan ini .... Lancarkanlah ibadah kami ini .... Hanya Engkau yang Maha Tahu dan Maha Pengatur... kami serahkan segala urusan ini kepadaMu.. Kami tunduk kepada takdirMu .....”

Kami berangkat awal, dalam kloter yang sebagian besar jamaahnya berasal dari golongan majlis taklim di perkampungan Jakarta. Terenyuh melihat betapa mereka mengalami banyak ”cultural shock” sejak masuk ke pesawat terbang. Bila dulu, saya hanya merasa kesal mendengar ”kejorokan” jamaah menggunakan lavatory di pesawat, maka mengalami langsung bersama jamaah haji yang berasal dari perkampungan, perasaan kesal itu berubah menjadi rasa prihatin. 

Selama ini, bimbingan manasik haji, hanya ditujukan pada ritual ibadahnya. Para pembimbing lupa, bahwa untuk golongan masyarakat pengguna ONH regular yang mayoritas berasal dari perkampungan, diperlukan bimbingan extra berupa simulasi menggunakan lavatory atau peralatan modern lain yang tidak biasa ditemui dalam kehidupan mereka sehari-hari. Ketidak mengertian itulah yang menjadi sebab lavatory menjadi kotor/jorok dan banjir dan berbagai masalah non teknis.

Usai mejalani pemeriksaan imigrasi dan menunggu giliran pemberangkatan selama + 10 jam di bandara khusus haji - Jeddah, kami langsung menuju Madinah Al Munawaroh dengan bus. Tidak terbayang sama sekali, bahwa akhir saya sempat mengunjungi rumah Rasulullah ... shalat dan berdoa di taman surgawi Raudhah .. Dan yang terpenting ... saya berhasil menepiskan keraguan dan ketakutan akan balasan langsung atas dosa yang pernah diperbuat dan menggantinya dengan kesadaran bahwa karena dosa itulah, maka sewajarnya, manusia lebih mendekatkan diri kepada sang Pencipta. Saya menetapkan niat, selain ibadah wajib, juga mengisi waktu selama + 42 hari di tanah Haram dengan melaksanakan shalat sunat Takbir di seluruh tempat yang dikunjungi, Masjid Nabawi, Masjidil Haram, Arafah dan bahkan di tempat pemukiman sementara selama menunaikan ibadah haji. Memohon ampun atas segala dosa-dosa yang pernah diperbuat, yang disengaja maupun tidak dan meminta ridho Allah SWT agar perjalanan ibadah itu berlangsung dengan lancar.

Setelah sempat menunaikan janji shalat sunat Takbir di Nabawi, pada hari ke 3 di Madinah, menstruasi kembali datang ... deras...!! Saya merasa lemas, perasaan terasa kecut ... sedih, bila Allah SWT ternyata tidak mengabulkan harapan yang telah menggunung dalam hati. Doa dipanjatkan, dzikir dilantunkan setiap saat ” Ya Allah... bila memang ini yang telah kau gariskan, maka saya akan berusaha menerimanya dengan ikhlas ... namun ijinkanlah saya memohon agar diberikan anugerah untuk menyempurnakan ibadah haji ini ....”

Saya tidak dapat merampungkan shalat arbain di Nabawi. Saat semua jamaah haji berangkat menunaikan shalat wajib di Nabawi, saya hanya bisa mengiringi mereka dan duduk di pelataran masjid Nabawi yang luas, hingga akhirnya seluruh jamaahpun berangkat menuju Makkah al Mukarramah. Hati terasa agak gundah, tatkala harus berangkat dengan bus dan mengiringi jamaah satu kloter melaksanakan shalat sunnat Ihram untuk kemudian melafazkan niat umroh dan miqot dari Bir Ali untuk melaksanakan ibadah umroh. Saya tidak dapat melaksanakan Umroh bersama-sama dengan rombongan, karena saya memasuki Makkah masih dalam keadaan ”kotor” Walaupun sedih dengan kondisi ini, saya berusaha ikhlas menerima keadaan ini. Mungkin Allah belum memberikan izin pada saya untuk menunaikan ibadah haji saat itu. Semoga, lain kali, Dia berkenan mengundang saya lagi menunaikan ibadah haji dalam suasana yang lebih baik lahir dan bathin. Walaupun demikian, dzikir dan doa selalu dipanjatkan. Bukankan semua itu merupakan rahasia Allah. Dia yang memberikan penderitaan, dia juga yang memiliki hak untuk mencabutnya.....,

Rabu, 14 September 2005

Long week end ke Bandung..??? Waduh .... nggak lah yaw!!!


gedung SATE
Bandung  - Parijs van Java... ceunah...!!!
Itu dulu kali ya....

Perkenalan saya dengan Bandung pertama kali, konon pada tahun 1957, masih bayi... Jadi nggak inget apa2. Kunjungan ke dua di tahun 1965. Saat itu, bapakku ditugaskan untuk membuka cabang pembantu suatu bank di Garut yang berada + 60 km di tenggara kota Bandung. Perjalanan Jakarta - Bandung ditempuh dalam waktu 4 jam melalui puncak yang masih berkabut dan lembah jembatan Rajamandala. Asyik ..... nggak ada kemacetan. Walaupun belum ada aspal hotmix yang licin, jalan raya yang dibalut dengan aspal goreng itu lumayan mulus. Jadi empat jam dalam Toyota canvass - jeep pun ditempuh dengan nyaman.

Bandung, sejak jaman dulu memang menjadi kota tujuan wiasata akhir pekan. Di tahun 60an itu, Bandung sangat nyaman dan masih layak menyandang nama Paris van Java. Rumah-rumah jarang yang berpagar besi. Biasanya antar tetangga hanya dibatasi dengan pagar kawat ayam yang ditutupi tanaman berbunga. Bunga dahlia dan gerberas/herbras menjadi pilihan utama penghias halaman rumah. Udara di Bandung pun masih sejuk. JAngan harap kita sanggup mandi di pagi hari tanpa air panas... Ditanggung, badan akan menggigil kedinginan ..

gedung UPI
Konon .. jaman pembangunan yang hebat dan meriah sejak tahun 1970 an hingga sekarang ini mampu menyulap Bandung menjadi kota modern yang lagi-lagi masih menjadi kota tujuan wisata akhir pekan. Namun, yang menjadi pertanyaan ..., masih layakkah Bandung di sebut Parijs van Java? 

Bandung di tahun 2005 sudah berubah total ... Maklum, sudah 40 tahun berlalu sejak perkenalan pertama saya dengannya. Dahlia dan gerbera sudah jarang ditemui di halaman rumah. Pagar tanaman berbunga telah berganti dengan jeruji besi yang tinggi. Kabut yang mampu membuat kita meninggikan keras jaket tebal di malam hari telah menyingkir digantikan oleh penyejuk ruangan. Bukit Dago yang rindang telah berganti dengan hutan beton. Bahkan kerimbunan pohon di jalanan kawasan pasteur - dago - cihampelas - cipaganti dan sekitarnya yang menjadi kawasan elite Bandung telah coreng moreng dengan maraknya factory outlet, distro, cafe dan berbagai label gaya hidup instant masa kini.

Dengan berfungsinya jalan bebas hambatan CIPULARANG, Bandung, kini dapat ditempuh dalam waktu "katanya" hanya 2 jam dari Jakarta. Sejak beroperasinya Cipularang, sudah 3 kali saya mengunjungi Bandung. 2 kali kunjungan di hari kerja karena tugas kantor, memang mebuktikan"bualan" Jakarta-Bandung 2 jam. Maka pada "long week end" baru-baru ini, saya mengajak suami dan anak menghabiskan liburan di Bandung. Maklum, sejak issue batuknya gunung Tangkuban Parahu, anak gadis saya merasa enggan untuk pergi ke Bandung. Takut meletus, katanya.

Kawah Putih - Ciwidey
Nah ... rencana berangkat ke Bandung pada hari Kamis malam 1 september, terpaksa diundur karena suami harus latihan dengan the Professor-nya. Jadi, kami memutuskan berangkat jam 8 pagi hari Jum'at dan memperkirakan akan tiba di perumahan Gading Regency yang terletak di depan Makro - Sukarno Hatta pada jam 11 siang. Jadi, suami punya cukup waktu untuk bersiap melaksanakan shalat Jum'at. 

Demikianlah ... tepat pada waktu yang ditentukan, kami berangkat dari rumah di kawasan lebak bulus - Jakarta Selatan, menuju jalan tol Cawang - Cipularang tepat jam 8.00 pagi. BAru lepas dari Cawang Interchange ... kemacetan sudah membayang. Jadilah, mobil beringsut tanpa tahu apa yang terjadi dan ini berlangsung hingga lepas dari exit Cibitung. Rupanya tersendatnya arus mobil disebabkan oleh menyempitnya jalur dari 4 lajur menjadi 2 lajur setelah Cibitung (bottle neck) ... Waduh ..... walhasil, jam 11.00 kami baru mencapai kawasan Bukit Indah - Cikampek.

Timbul keraguan, apakah akan keluar di Sadang - Purwakarta untuk makan siang sekaligus shalat jum'at dulu atau langsung ke Bandung. Hitung punya hitung, akhirnya kami memutuskan untuk langsung ke Bandung saja. Beruntung, kami memonitor arus kendaraan melalui El Shinta dan membatalkan kunjungan ke rumah adik di kawasan Setra Duta (exit Pasteur) yang sudah macet sejauh 5 km menjelang toll gate dan langsung menuju exit Buah Batu.

Kawah Gn Tangkuban Parahu
Alhamdulillah ... tepat saat adzan Dhuhur, mobil berada di mesjid perumahan Gading Regency. Jadi suami masih sempat ikut shalat Jum'at. Keesokan harinya (sabtu), saat berwisata ke gn Tangkuban Parahu, kami harus bermacet ria sejak di exit Pasteur hingga Lembang pulang - pergi. Masuk kota Bandung dan menyusuri Dago - Cihampelas dan sekitarnya....??? Wah, nggak lah yaw.....Kami sudah bukan remaja lagi yang bisa menikmati kemacetan luar biasa kota Bandung saat week end.

Masih mau menghabiskan long week end ke Bandung????

Mungkin ya.... Untuk beli batagor bungsu, bolen apel di Prima Rasa/Kartika Sari atau Brownies  kukusnya Amanda  .. yoghurt Cisangkuy. Tapi.. pesan dulu sebelumnya ya, biar nggak kehabisan. Maklum... orang Jakarta hobbi ngabisin duit ke Bandung sih....!!!

Selasa, 13 September 2005

3/5 - Anugerah Allah yang Tak Terhingga.


Berusaha dan terus berusaha.
Hari itu, adalah hari ke 14 menstruasi ... Masih sederas hari pertama dan tidak ada tanda-tanda mereda. Saya sudah lelah kembali ke dokter kandungan. Apalagi harus membuka aurat di hadapan lelaki bukan muhrim. Satu tahun sudah cukup, dan saya tidak ingin lagi melanjutkan pengobatan ini dan membiarkan tubuh, apalagi bagian yang paling intim ditelisik dan diamat-amati, untuk alasan apapun juga, oleh seorang lelaki. Sejak kecil, nenek saya selalu wanti-wanti untuk tidak berperilaku sembarangan. Walaupun jaman itu jilbab belum dipakai orang, tetapi nenek yang aktifis Aisyiah dan tak lepas dari dzikir itu, akan marah besar bila cucu-cucunya memakai baju gaya ”you can see”. Kami, cucu-cucunya diwajibkan memakai baju lengan panjang dan rok sedikit di bawah lutut.

Dulu, saat saya menjalani kehamilan pertama, tahun 1982 - 1983, seluruh dokter yang menangani kehamilan hingga melahirkan adalah dokter perempuan. Padahal itu terjadi di jantungnya Eropa ... di negara, di mana para muslimin menjadi minoritas. Masakan di negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, saya tidak dapat menemui perempuan yang berprofesi sebagai dokter kandungan? Ini betul-betul tidak masuk akal. Setelah bertanya kesana-kemari, akhirnya saya mendapatkan nama seorang dokter wanita di bilangan otista - Jakarta Timur. Kesanalah, kemudian saya berobat.

Seperti robot, saya mengulangi lagi cerita panjang mengenai ”penyakit” ini serta tahapan-tahapan pengobatan yang pernah dijalani selama + satu tahun. Usai mendengar keluhan saya, dan memeriksa bola mata, dokter mendiagnosa bahwa akibat perdarahan yang berlebihan selama hampir satu tahun itu, sesungguhnya saya hanya kekurangan vitamin (???!!!) saja. Tidak ada sesuatu yang perlu dikhawatirkan.....

Walaupun agak terkejut dengan diagnosanya, saya hanya manggut-manggut. Percaya sajalah...., masa dokter mau menipu pasiennya?? Jadi, keluar dari ruang praktek, saya hanya dibekali dengan 2 lembar kertas resep untuk ditukar sekantung vitamin yang harus dikonsumsi selama satu bulan.

Mulailah pengobatan dengan hanya meminum vitamin. Logika dokter masih bisa diterima. Bagaimana tidak, kalau hampir satu tahun terjadi perdarahan hebat dengan hanya jeda 1 minggu saja setiap bulannya? Tentu tubuh akan kekurangan banyak haemoglobin dan sekarang dokter berusaha meningkatkan kembali kadar haemoglobin, dengan harapan bila kondisi tubuh prima, maka secara alamiah tubuh itu sendiri yang akan mengembalikan fungsi-fungsi organ tubuhnya seperti semula.

Alhamdulillah, pada hari ketiga setelah meminum berbagai macam vitamin plus obat penghenti perdarahan, menstruasi mulai berkurang dan berhenti total. Tepat satu minggu setelah meminum vitamin atau saat obat penghenti menstruasi tersebut habis. Lega sudah, rasanya ..... Ternyata penyakit ini hanya disebabkan kekurangan vitamin. Bukan sesuatu yang menakutkan ....

Bulan selanjutnya, kala menstruasi datang, saya berharap kondisi tubuh sudah mulai membaik sehingga tidak perlu bersusah payah lagi mengkonsumsi vitamin. Maklum, walaupun pengobatan tersebut mendapat 75% penggantian dari kantor, namun ada juga rasa sungkan kala harus mengajukan permohonan penggantian. Bayangkan .... selama satu tahun, sudah berapa besar biaya yang dihamburkan untuk obat dan kunjungan dokter. Namun harapan tinggal harapan...... Menstruasi tidak kunjung selesai dalam waktu satu minggu. Terpaksa harus kembali ke dokter dan meminum vitamin yang sama ditambah dengan obat penghenti perdarahan yang semakin tinggi dosisnya..... 

Begitu berulang hingga bulan kelima. Pada bulan ke enam .... vitamin dan obat yang sama sudah tidak mempan lagi ... Perdarahan berlangsung selama satu bulan nonstop. Walaupun saya tidak pernah pingsan karenanya, perasaan sudah mulai tidak nyaman .... tidak lagi bisa membayangkan bagaimana perasaan suami menghadapi masalah ini. Kondisi fisik seperti ini sudah tentu menghambat hubungan pasangan suami istri. Saya tidak pernah sempat memikirkannya apalagi menanyakan. Walaupun saya percaya penuh pada kesetiaan suami tapi kadangkala terbersit juga kekhawatiran. Apalagi bila membaca cerita tentang sebab-sebab perselingkuhan dan kiat-kiat mempertahankan rumah tangga yang banyak ditulis dalam majalah wanita. Betapa, untuk suami, hubungan seksual pasangan suami istri merupakan salah satu elemen penting dalam mempertahankan keharmonisan rumah tangga.

Saya memang beruntung, memiliki teman-teman kantor, baik lelaki maupun perempuan, yang penuh perhatian. Mereka yang mengetahui masalah ini, mulai menganjurkan untuk mendatangi seorang dokter kandungan, lelaki tua yang dianggap ”mumpuni” di bilangan Menteng. Walaupun agak judes, lelaki tua ini sangat teliti dan konvensional dalam menangani pasiennya. Konon, dokter inilah yang diberi kepercayaan untuk menangani kehamilan para anggota keluarga cendana.

Cape-cape mencari dokter kandungan perempuan, kok malah balik lagi ke dokter lelaki. Tapi, kemana lagi harus mencari kesembuhan secara medis? Teman-teman setiap hari menanyakan kapan saya mau memeriksakan diri dan mereka bersedia untuk mengantar.  Dengan agak enggan, saya akhirnya terpaksa berangkat menemui dokter, karena sudah tidak tahan dengan darah yang mengalir hampir selama 6 minggu. Betul saja .... setelah mendengar kronologis seluruh pengobatan yang sudah saya jalani selama 18 bulan, panjang lebar, dia mengomel dan mengomentari pengobatan yang sudah saya terima. Saya hanya diam pasrah, walaupun kesal. Sudah sakit, eh malah diomeli. Kesalahan pengobatan kan bukan salah saya, tapi bisa jadi karena metode pengobatan yang berbeda, atau bisa jadi karena berbeda pengalaman. Pokoknya, itu kan salah rekan sejawatnya, bukan salah pasien. Tapi karena sebelumnya sudah diingatkan oleh teman-teman, saya pasrah saja mendengar omelannya.

Begitulah, walau agak sebal,  saya berusaha mengikuti cara penanganannya. Saya dianjurkan untuk mengikuti terapi pemanasan (maaf lupa apa namanya) pada kandung telur bagian kiri, selama 15 sesi @ 10 kali, yang dijalani seminggu 2 kali, di samping dengan obat-obatan dan vitamin yang diberikannya. Demikianlah, sesi demi sesi pemanasan dijalani. Obat ditenggak ... Entah sudah berapa ribu butir obat yang masuk melalui kerongkongan selama ini. Juga entah sudah berapa juta rupiah biaya pengobatan yang sudah keluar dari kantong pribadi maupun dari kantor.  Tidak pernah lagi berhitung dan dihitung.

Pada saat pemanasan, terlihat ada bulatan dengan diameter + 5 cm di bagian kiri perut bawah. Konon, di bagian itulah terjadi infeksi pada luka, yang diduga sebagai akibat kuret yang terlalu dalam, yang saya alami satu tahun sebelumnya. Memang pada bagian itu seringkali terjadi rasa ”senut2” saat perdarahan terjadi. Untung saja physioteraphist nya perempuan, jadi saya agak rajin melaksanakan terapi itu.

Bulan demi bulan dijalani .... perdarahan demi perdarahan berulang dan berulang. Obat demi obat silih berganti.... mulai dari dosis rendah hingga dosis tinggi .... Dimulai dari hanya mengkonsumsi obat secara oral hingga ditambahkan dengan suntikan... Dari mulai hanya satu suntikan setiap kali datang hingga dua kali di paha kiri dan kanan setiap kali datang. Dari mulai antibiotic ringan hingga antibiotic kelas berat yang super mahal untuk ukuran saat itu. Sementara tiap sesi pemanasan dijalankan tanpa absen .... Semua sudah dijalani, dan toh harus berakhir pada keputus-asaan.

Tepat satu tahun setelah pengobatan dokter tua ini saya jalani, saya memutuskan berhenti. Lelah dengan kunjungan-kunjungan rutin di ruang praktek dan tempat terapi pemanasan.... Muak dengan obat-obatan yang harus ditenggak. Juga sebal dengan waktu yang harus terbuang dalam perjalanan berangkat dan pulang dari kunjungan ke ruang praktek dokter. Apalagi, saat itu, saya baru saja pindah bekerja dari konsultan perencana di bilangan Tebet ke sebuah perusahaan real estate di bilangan Rawamangun. Sungkan untuk selalu minta ijin pulang cepat dengan alasan ke dokter.

Saya sudah betul-betul lelah lahir batin. Berbagai teori kedokteran dijejali ke dalam otak, tetapi tak satupun yang terbukti. Semua upaya dokter terasa dilakukan dengan cara coba-coba. Saat segala teori telah dipraktekkan tanpa membawa hasil, dokter dengan enteng angkat tangan. Mengapa tidak dijelaskan pada pasien sejak awal, proses yang harus dilalui, resiko-resiko, biaya-biayanya sekaligus kemungkinan keberhasilan dari metode pengobatan yang akan dijalankan, agar pasien tidak merasa dibohongi dan dicurangi...?

Saya merasa beruntung, secara fisik, masalah kesehatan yang parah ini tidak terlalu terlihat. Saya selalu berusaha untuk tidak bolos kantor, apalagi hanya untuk bermanja-manja di rumah karena perdarahan yang dialami. Bekerja di lapangan juga masih dilakukan. Mengapa tidak, secara fisik, saya merasa sehat wal afiat, tidak merasa sakit. Hanya saja merasa cepat lelah kala harus naik tangga. Wajar saja ... perdarahan yang terus menerus tentu mempengaruhi kebugaran tubuh. Jadi wajar saja bila setiap naik tangga saya merasa terengah-engah dan harus memberi jeda yang cukup setelahnya, sebelum memulai aktifitas fisik lainnya. Orang juga melihat saya agak pucat.

Bersamaan dengan kepindahan ini, saya memutuskan untuk menghentikan pengobatan modern karena tidak lagi percaya dan merasa jenuh dengan pengobatan modern/medis. Perut saya bukan gudang anti biotik dan saya tidak ingin ginjal menjadi rusak karena beban yang berat dari resido obat-obatan kimiawi. Maka, mulailah saya beralih pada pengobatan alternatif. Inipun dilakukan dengan pilih-pilih. Maklum ada keraguan dalam menjalani pengobatan alternatif. Saya tidak ingin terjatuh pada tindakan syirik.

Pengobatan alternatif pertama adalah melalui seorang Cina muslim sederhana yang dibawa teman kantor untuk membantu. Mungkin sekarang dikenal dengan nama accupressur. Dia mengobati dengan memijat jari kaki, betis lalu dengan kop/bekam pada punggung (cupping – yang dilakukan oleh istrinya) dan diakhiri dengan pemijatan. Memang pengobatan ini, pada awalnya, seperti biasa memberikan hasil. Perdarahan bisa dihentikan dalam waktu 3 hari sesudah dilakukan pemijatan. Tetapi sejarah selalu berulang. Setelah tiga kali periode menstruasi, maka perdarahan kembali keluar tidak terkendali. Setelah satu tahun dijalankan, saya memutuskan untuk mengganti cara pengobatan. Apalagi, untuk pengobatan selanjutnya, saya harus datang ke rumahnya, yang letaknya agak jauh, yaitu di bilangan tanah abang yang kumuh. Jujur saja, agak jengah melakukan pengobatan dengan diintip tetangga yang tinggal di kawasan kumuh dimana letak rumahnya saling berhimpitan.

Dalam kebingungan, seorang teman ibu saya merekomendasikan untuk berobat dengan metode dzikir dan air putih yang dibimbing oleh seorang alumni IPB yang di Bogor itu. Dia berpraktek komplek Pertamina di bilangan Rawamangun – Jakarta Timur. Pasiennya banyak sekali, datang dari berbagai kalangan dan berbagai daerah, juga dari sebrang, Sumatera dan Kalimantan. Bahkan juga dari berbagai agama, Kristen/katholik, budha dan tentu saja dari kalangan mayoritas Islam. Apalagi, pengobatannya dilaksanakan dengan cara berdzikir, yang sebaiknya dilakukan sendiri oleh penderita sakit dan meminum air putih. Entah bagaimana cara orang-orang non muslim itu melaksanakan dzikir tersebut. Yang pasti pasien dari kalangan non muslim ini cukup banyak.

Pasien masuk 5 orang sekaligus, jadi bisa saling mengintip. Toh bukan pengobatan yang luar biasa. Pak Haji hanya memegang bagian yang diperkirakan sakit dengan salah satu tangannya dan tangan satu lagi memegang jemari kaki. Tetapi, bila tepat mengena bagian yang diperkirakan sakit, maka pasien akan berteriak sekeras-kerannya merasakan sakit pada jemari kaki yang dipijatnya. Begitu juga yang saya alami.

Usai di”obati”, saya dibekali dengan sederet surat pendek yang mesti dibaca tanpa henti (dzikir), diawali dengan Al Fatihah, lalu beberapa surat pendek seperti At Takatsur, Al Kafirun, Al Kautsar, Al Ikhlas dan An Nas. Kesemua surat pendek itu harus dibaca berulang kali dengan jumlah yang telah ditetapkan pak Haji. Kalau dijumlah, bisa mencapai ribuan kali dan memakan waktu antara 2 – 3 jam setiap kali dzikir. Setiap orang mempunyai komposisi bacaan yang berlainan, sesuai dengan penyakit yang didieritanya. Apakah ini bid’ah, syirik atau apa....? Entahlah ... saya hanya berprinsip ingin mencari kesembuhan. Selama yang dibaca adalah surat-surat dan ayat-ayat yang tercantum dalam Al Qur’an, lalu tidak ditambah-tambahkan dengan mantera-mantera atau bacaan tertentu, maka akan saya jalani dengan ikhlas.

Hari pertama melaksanakan dzikir, badan saya terasa seperti dibakar ... panas dan gelisah. Terpaksa dzikir dijalani sambil memasang kipas angin, berdiri, berjalan, jongkok dan duduk berpindah-pindah tempat. Dari kamar, menuju ruang makan, lalu ke ruang tamu dan kembali ke kamar lagi, meredakan rasa panas dan gejolak yang tanpa sadar terasa di sekujur badan. Dzikir tidak dapat dihentikan karena bila tidak selesai dalam satu putaran, maka prosesi dzikir harus diulang dari awal.

Tiga hari setelah dzikir dan meminum air putih dilaksanakan, perdarahan mulai mereda. Namun demikian, pengobatan tetap dilakukan hingga pasien dianggap telah sembuh. Hari ketiga setelah melaksanakan dzikir, saya kembali ke tempat prakteknya dan menceritakan apa yang saya alami selama berdzikir. Lalu dia mulai memijat jemari kaki seperti biasanya. Namun berbeda dengan pertama kali, saya tidak sanggup menahan rasa sakit yang amat sangat akibat pemijatan sehingga pak Haji meminta asisstennya untuk memegang jemari tangan saya sambil membaca surat Yasin sebanyak 3 kali untuk meredakan rasa sakit yang teramat dahsyat itu, baru pemijatan jemari kaki dilanjutkan. Pengobatan kali itu benar-benar melelahkan dan memakan waktu yang lebih panjang dari biasanya. Beruntung, saya mendapatkan prioritas untuk tidak mengantri bersama pasien lainnya. Bila tidak, butuh waktu berjam-jam untuk sampai pada giliran.

Entah apa yang sebenarnya terjadi, saya betul-betul pasrah menjalani apa yang diperintahkannya. Bahkan ketika pak Haji meminta untuk dibawakan kembang setaman dan jeruk purut untuk dibacakan doa-doa dan menggunakan rendaman kembang setaman dan jeruk untuk mandi. Entah doa apalagi yang dilakukannya, saya sudah tidak peduli. Hanya satu tujuan yang ada di kepala .... ingin sembuh, dan toh, satu-satunya ritual yang langsung saya lakukan langsung hanya berdzikir setiap malam dengan surat dan jumlah yang sudah ditentukan. Saya berpendapat tidak ada yang salah dengan ritual itu, apalagi, disamping surat-surat pendek, tidak ada mantra-mantra yang mengiringinya. Yang lainnya, saya pasrahkan pada Allah semata. Kelihatannya pengobatan itu berhasil, saya tentu merasa gembira dan sangat bersyukur, bahwa tanpa obat-obatan, hanya dzikir dan air putih perdarahan yang sudah saya alami bertahun-tahun mulai mereda.

Suatu malam pada siklus kedua, saat menjelang tidur saat saya berdzikir, terdengar suara letusan dan diiringi dengan padamnya seluruh lampu rumah. Saya pikir, itu dikarenakan korsleting pada lampu kamar. Memang, saat letusan kecil itu, terlihat sedikit pijaran api dari bola lampu kamar. Perlahan, lampu kamar dimatikan, baru kemudian sekring utama dinyalakan kembali. Keesokan harinya, saat bangun tidur, lampu kamar secara otomatis dinyalakan kembali dan anehnya, tidak terjadi apa-apa. Bola lampu tidak putus seperti biasa bila terjadi korsleting.

Malamnya, letusan yang sama terjadi sekali lagi. ... Kali ini bersumber dari kolong tempat tidur, persis pada posisi badan saya terbaring. Letusan itu cukup keras dan bukan saya saja yang mendengarnya. Suami yang sedang berada di ruang dalampun, masuk ke kamar, menanyakan apa yang terjadi. Tadinya sempat terpikir, lantai keramik terangkat, seperti yang biasa terjadi bila pemasangannya tidak benar. Tetapi tidak ada keramik yang terangkat. Entahlah... saya tidak ingin terjebak pada prasangka buruk yang berkaitan dengan guna-guna dan sejenisnya. Seumur hidup, walaupun sering mendengar tentang praktek guna-guna, saya termasuk orang yang tidak percaya, bahwa ada manusia yang tega menempuh jalan pengecut untuk ”menghabisi lawannya”. Lagipula, siapa yang menjadi lawan saya ataupun suami? Kami berdua bukan orang-orang yang patut menjadi seteru bagi siapapun. Tidak memegang jabatan penting apalagi kekayaan yang melimpah yang menjadi sebab kedengkian orang. Tetapi, mungkin saja ada orang yang sakit hati atas perbuatan tidak sadar/tidak sengaja yang kami lakukan.

Walaupun ada beberapa selingan seperti itu, saya merasa bahwa pengobatan melalui dzikir ini memberikan hasil yang baik dan berharap bahwa ini menjadi akhir dari penyakit ”aneh” yang selama ini dirasakan. Namun sayang sekali... kegembiraan itu hanya berlangsung sekejap.... pada bulan ke empat sejak pertama kali mengunjungi pak haji, Perdarahan kembali tak terkendali.

Apa yang harus dilakukan? Kembali ke pengobatan modern/secara medis dengan cara mengunjungi dokter atau meneruskan melalui pengobatan alternatif? Sungguh bukan pilihan yang mudah.

Dalam kadaan bimbang, seorang rekan kantor merekomendasi pengobatan alternatif lain pada seorang perempuan berdarah Minang di bilangan pos pengumben – Jakarta Barat. Ke sanalah saya pergi setiap hari sabtu pagi ditemaninya, dengan berbekal 5 butir telur ayam kampung dan jeruk nipis untuk pengobatan serta uang sebesar Rp.10.000,- (saat itu) ditambah dengan 1 kg beras dan 1 pak rokok. Konon uang dan beras digunakan ibu tersebut untuk makanan anak asuhnya. Sedangkan sumbangan uang akan diserahkan kepada kaum duafa. Rokok, entah untuk apa, saya tidak pernah menanyakannya. Telur ayam kampung itu, selain digunakan sebagai medium pengobatan sebanyak 1 butir, sisanya harus dimakan mentah, bagian kuningnya oleh penderita, 1 kali sehari.

Rupanya, bermacam-macam penyakit orang diobati. Yang terbanyak adalah penderita pengapuran. Dengan mata kepala, saya melihat ada ibu tua yang tadinya tidak bisa berjalan sama sekali karena pengapuran pada sendi lututnya, lalu setelah 3 kali pengobatan, dia sudah bisa berjalan, walaupun perlahan. Pengobatannya dilakukan dengan cara mengusap sebutir telur ayam kampung ke tempat yang diduga bermasalah. Sementara si pasien diminta untuk membaca al Fatihah sepanjang pengobatan dilakukan. Setelah itu, telur dipecahkan untuk dilihat perubahan pada kuning telurnya lalu dibuang. Konon, dia bisa mengetahui apakah penyakit yang diidap itu karena guna-guna atau penyakit biasa. Jadi berbagai hal aneh yang terlihat dan terdengar dari ruang prakteknya.

Pada pengobatan pengapuran itu, setelah diusapkan telur pada bagian yang bermasalah, kemudian terlihat keluar kristal putih seperti gula pasir dari pori-pori kulit. Itu katanya, kristal pengapurannya. Wallahu ’alam, tapi saya melihatnya dengan jelas. Subhanallah...!!!! Allah Maha Besar ... sesungguhnya, bila kesembuhan diinginkanNya, maka akan selalu ada jalannya. Tidak harus melalui dokter dengan pengobatan modern tetapi apapun dapat digunakan sebagai alternatif pengobatan. Bahkan hanya dengan air zam-zam pun, asal sabar, tawakal disertai kepasrahan pada Illahi, bukan tidak mungkin akan diperoleh kesembuhan.

Senin, 12 September 2005

Fettucine


Description:
Paduan antara pasta dan saus bechamel yang legit, sangat disukai anak2. Enak dihidangkan panas.

Ingredients:
1 pak fettucine (isi 227 gr)
1 sendok teh garam
1 sendok makan minyak goreng

Saus béchamel
1 siung bawang putih dicincang halus
¼ bh bawang bombay cincang halus
5 buah fresh champignon diiris tipis
1 lembar smoke beef diiris bentuk korek api
250 ml susu segar
¼ sendok teh merica
sejumput teh pala
½ sendok teh gula pasir
¼ sendok teh oregano bila suka
1 sendok makan maizena dicairkan dalam 2 sendok makan air
Perasa kaldu ayam
Garam sesuai selera.
50 gr keju cheddar di parut
1 sendok makan mentega untuk menggoreng


Directions:
1. Masak air dalam panci, tambahkan minyak goreng dan garam. Bila telah mendidih, masukkan fettucine, masak hingga fettucine lunak (kira-kira 15 menit) sambil diaduk agar tidak lengket. Tiriskan dan taruh di atas mangkuk/piring saji
2. Panaskan mentega, masukkan bawang putih dan bawang Bombay, aduk hingga harum.
3. Masukkan champignon, masak hingga champignon layu, lalu masukkan susu dan bumbu-bumbu (merica, pala, gula, oregano,perasa kaldu ayam dan garam).
4. Masukkan juga smoke beef
5. Setelah mendidih, masukkan larutan maizena, daging asap dan keju parut. Aduk hingga rata dan mengental.
6. Tuangkan saus béchamel ke atas fettucine

Kamis, 08 September 2005

2/5 Anugerah Allah yang tak terhingga


2/5  Masalah itu datang
Hidup ini memang misteri. Kita tidak mengetahui kapan dimulai dan kapan diakhiri. Berdasarkan teori Ilmu Kedokteran, awal terciptanya manusia adalah ketika sel telur bertemu dengan sperma lalu terjadi pembuahan. Sel telur dipercaya hanya matang satu buah saja setiap masa subur. Sementara, pada saat ejakulasi, tersembur berjuta-juta sel sperma ke dalam rahim perempuan, yang kesemuanya berlomba-lomba untuk membuahi sel telur. Lalu, mengapa Allah menciptakan berjuta-juta sel telur bila hanya satu sel saja yang diperlukan untuk membuahi sel telur. Lalu, bagaimana Allah menentukan sel telur yang berhak membuahi di antara berjuta-juta sel sperma itu. Padahal, kita tahu bahwa dalam sel sperma terdapat 22 pasang chromosom yang menentukan jenis kelamin, bentuk tubuh, warna kulit/rambut dan bahkan sifat-sifat dasar manusia. Bahkan dalam proses pembuahan in vitro pun, manusia tak kuasa untuk hanya memilih satu sel sperma yang diperlukan. Tetap saja jutaan sel yang harus dipertemukan dengan satu buah sel telur yang telah matang. Bahkan untuk dapat dikategorikan subur dan mampu membuahi sel telur, dalam 1 cc cairan sperma seorang lelaki harus mengandung minimal 20 juta sperma. Kurang dari jumlah tersebut, bisa jadi lelaki dikategorikan sebagai ”steril” Mengapa .......? Hingga saat ini, mungkin manusia belum mampu menguak rahasia Illahi berkenaan dengan penciptaan manusia. Subhanallah ... ini adalah kebesaranNya yang tidak mampu ditandingi oleh ilmu secanggih apapun juga.

Demikianlah, setelah tiga bulan menghentikan konsumsi pil kontrasepsi, saya mendapati tanda-tanda awal kehamilan pada tubuh. Tentu saja kondisi ini disambut dengan sukacita sehingga dengan penuh percaya diri, ditemani suami, kami berangkat ke dokter spesialis kandungan yang berpraktek tidak jauh dari kantor, agar lebih praktis. Dokter meng-amini praduga kehamilan tersebut, namun meminta kami bersabar dulu dan kembali satu bulan lagi untuk pemeriksaan lebih lanjut. Tanpa perasaan negatif, kami pulang yang sebagaimana kehamilan pertama, kami berharap segalanya akan berjalan lancar.

Keesokan harinya, saya berangkat kantor dan bekerja seperti biasa, tanpa ada tanda-tanda yang luar biasa. Siang hari, kala buang air kecil, saya terkejut karena keluar darah segar agak banyak dengan gumpalan-gumpalan darah sebesar jempol. Kejadian ini sangat mengejutkan, karena baru semalam keluar dari ruang praktek dokter dan sama sekali tidak ada gejala apapun sebelumnya.Tapi saya masih berpikir positif saja. Mungkin tanda-tanda kehamilan yang saya alami itu hanya tanda semu, karena pengharapan yang terlalu besar.

Baru dua hari kemudian saya kembali ke dokter. Dokter memang agak terkejut mendengar laporan saya, tapi karena sebelumnya, dia baru mendiagnosa melalui rabaan luar dan belum melakukan ”periksa dalam”, maka dia sependapat dengan saya. Dokter, kemudian memberikan pil yang mempunyai effek mampu ”menggelontorkan” sisa dinding rahim yang diperkirakan sudah menebal.

Dengan mengkonsumsi pil tersebut, ”menstruasi” kali itu memang luar biasa derasnya. Bayangkan dalam waktu 12 jam, saya dapat menghabiskan 1 pak sanitary napkins isi 12 buah. Itu belum termasuk cucuran darah segar dan gumpalan yang keluar berbarengan dengan buang air kecil. Kondisi ini berlangsung selama satu minggu walaupun belum membuat saya ”terkapar” di rumah. Sayapun masih merasa sehat-sehat saja, tidak kurang suatu apapun. Jadi masih bekerja seperti biasa.

Lepas dari perdarahan tersebut, menstruasi saya terhenti selama tiga bulan. Naif atau memang tidak terlalu peduli dengan kondisi tubuh, saya menganggap bahwa mungkin pendarahan tersebut merupakan abortus spontan. Sehingga, seperti seringkali saya dengar, katanya, sehabis abortus perempuan umumnya tidak mendapat menstruasi selama beberapa bulan seperti masa nifas. Entah benar atau hanya mitos, saya memang tidak yakin dengan kondisi ini. Malah cenderung sok tahu Yang pasti, saya berusaha untuk tidak terlalu mengkhawatirkan kondisi ini.

Bisa juga karena kemalasan saya berurusan dengan dokter kandungan yang pada umumnya berjenis kelamin lelaki. Risi untuk masuk kamar prakteknya ... apalagi kalau sudah disuruh ”periksa dalam”. Saya jadi stress dan tegang, tidak suka bagian ”intim” dilihat-lihat oleh lelaki lain, walaupun untuk alasan medis sekalipun. Akibatnya, berhari-hari saya mengalami kejang perut. Ini tentu sangat menyiksa. Tetapi mungkin juga karena ketakutan saya untuk menerima hal-hal negatif yang terjadi pada tubuh saya, bila dokter melakukan pemeriksaan lebih menyeluruh dan dalam.

Di Jakarta, saat itu memang masih sukar mencari dokter kandungan yang perempuan. Ada satu orang perempuan yang berpraktek sebagai dokter kandungan di bilangan Menteng, tapi banyak orang bilang, dokternya galak sekali. Sialnya, keponakan sang dokter yang kebetulan teman sekantor, membenarkan ”cerita miring” tersebut. Jadi apa boleh buat, dari pada di ”galakin” sama perempuan lain, saya selalu menunda-nunda kunjungan pada dokter kandungan. Lagi pula secara fisik, saya merasa aman-aman saja. Masih bisa berolah raga, jogging atau tennis.

Lepas tiga bulan, sang tamu bulanan absen berkunjung, pada bulan ke empat setelah ”penggelontoran” itu, menstruasi datang kembali. Kalau selama menggunakan kontrasepsi, darah menstruasi keluar daram kuantitas yang normal, maka kali ini keluar secara abnormal. Persis sebanyak kala diduga abortus spontan empat bulan sebelumnya. Bukan itu saja ... lewat satu minggu, yaitu waktu normal perempuan mengalami menstruasi, darah tidak kunjung berkurang jumlahnya, apalagi berhenti. Mau tidak mau, saya harus kembali mengunjungi dokter kandungan yang biasa.

Setelah memeriksa, dia berkata bahwa ada penebalan dinding rahim, yang terjadi selama tiga bulan tidak menstruasi. Hal ini mengakibatkan darah dan gumpalan keluar luar biasa banyaknya dan sukar berhenti. Dia memberikan obat untuk menghentikan menstruasi. Saya lupa apa namanya. Alhamdulillah setelah 15 hari, menstruasi berhenti dan saya menjalani kehidupan seperti biasa.

Dua minggu kemudian (atau 28 hari setelah hari pertama menstruasi sebelumnya), saya mendapat menstruasi kembali. Ternyata, pengalaman menstruasi sebelumnya terulang kembali..... Darah dan gumpalan mengalir tanpa henti dan terjadi hingga lebih dari 15 hari. Itupun berhenti setelah ada intervensi obat-obatan dari dokter. Ini adalah bulan ke dua saya mengalami perdarahan hebat, namun masih bisa berhenti dengan mengkonsumsi jenis obat yang sama dengan bulan sebelumnya.

Bulan ke tiga (atau tepatnya minggu ke 9 – saya mempunyai siklus menstruasi 28 hari), menstruasi keluar sebagaimana sebelumnya. Kali ini luar biasa hebatnya. Obat sejenis yang diberikan dokter sudah tidak mempan lagi. Minggu ke 12, saya kembali ke dokter untuk mengeluhkan keadaan ini. Dokter kemudian mengganti jenis obat dengan dosis yang lebih tinggi. Akhirnya setelah selama satu bulan mengalami perdarahan yang luar biasa, reda juga. Sehingga ”bendera merah” bisa diturunkan kembali.

Kejadian ini berulang kembali, yaitu setelah menggunakan jenis obat yang sama, maka pada siklus ke 3, maka obat tersebut tidak mampu lagi meredam si ”jago merah” itu. Dokter merasa agak putus asa dengan kondisi ini. Diam-diam dia menghubungi ipar saya, yang juga dokter dan teman seangkatannya, untuk mendiskusikan kondisi saya.

Dia mengatakan bahwa secara teori kedokteran, maka apabila telah 3 siklus pengobatan dijalankan, namun perdarahan tidak dapat juga berhenti, maka mau tidak mau harus diambil tindakan ”pembersihan” rahim dengan curetage. Kuret inipun juga tidak dapat berlangsung terus menerus. Apabila setelah tindakan kuret dilaksanakan dan tidak membawa perubahan apapun, maka terpaksa dilakukan pengangkatan rahim. Alternatif pengangkatan rahim ini yang dikhawatirkan dokter, karena saat itu usia saya masih dalam batas usia subur, apalagi baru memiliki satu anak. Entah apa sebenarnya penyakit yang saya derita. Dokter tidak memberikan keterangan secara mendetail. Sayapun, masih bego, tidak mengejar jawaban yang memuaskan hati agar mendapatkan penjelasan yang gamblang mengenai penyakit yang diderita.

Demikianlah, enam bulan setelah mengalami perdarahan tiap bulan, saya terpaksa naik ”ke meja operasi” untuk menjalani proses kuret. Selama proses tersebut, dalam keadaan setengah sadar karena pembiusan, lamat-lamat terdengar suara dokter mengatakan bahwa penebalan dinding rahinm saya terjadi dengan luar biasa. Entah apa yang menyebabkannya. Dokter memprediksi bahwa kejadian ini sebagai akibat ketidak seimbangan hormonal setelah selama hampir 3 tahun mengkonsumsi pil kontrasepsi, lalu dihentikan seketika. Biasanya, dinding rahim yang tidak digunakan oleh sel telur yang telah dibuahi, akan rontok dalam bentuk menstruasi. Namun dalam kasus saya, proses penebalan dinding rahim itu tetap berlangsung dan tidak dapat terhenti secara alamiah. Ini menyebabkan juga menstruasi terjadi tanpa henti.

Usai menjalani kuret, saya dianjurkan untuk menginap di rumah sakit dan baru kembali ke rumah keesokan harinya. Saya menjalani hari-hari dan bekerja seperti biasa. Saya beranggapan, masalah perdarahan itu sudah selesai, apalagi setelah menjalani kuret, perdarahan langsung berhenti selama 3 bulan.

Tepat satu tahun sejak saya mengalami perdarahan atau tiga bulan setelah menjalani kuret, menstruasi datang kembali. Saya menjalaninya dengan biasa saja karena memang sejak sebelum menikah, menstruasi saya memang keluar agak berlebihan, namun masih dalam batas waktu normal, yaitu satu minggu. Namun .... rupanya, penderitaan ini belum selesai dan ini adalah awal dari penderitaan yang tak kunjung selesai selama bertahun-tahun kemudian.

BUKAN KARANGAN BUNGA🌺🌺

 Dapat kiriman tulisan yang bagus, untuk refleksi diri DICARI Teman yg bisa  Mensholatkan kita...   Ketika KITA WAFAT... BUKAN KARANGAN BUNG...