Rabu, 03 Januari 2007

Mencoba bertahan dari gempuran virus DENGUE.

Minggu tanggal 18 – 22 Desember 2006 seharusnya menjadi minggu terakhir menuntaskan segala kegiatan kantor sebelum menutup tahun 2006. Itu sebabnya, sejak hari Senin 18 Desember 2006 hingga Jum’at 22 Desember, nyaris tak ada waktu yang terluang dari acara rapat koordinasi ini dan itu. Buat saya sendiri, usai kesibukan akhir tahun itu, acara akan disambung dengan acara liburan keluarga yang sudah disusun untuk mengunjungi objek-objek wisata di Bandung dan sekitarnya, sampai dengan hari Rabu 27 Desember 2006. Begitu rencana semula. Gayanya seperti orang sibuk betul ….. Gaya hidup yang banyak diidap penduduk Jakarta.

Itulah takaburnya manusia. Seringkali melupakan bahwa manusia hanya mampu merencanakan, namun ada tangan yang lebih berkuasa yang mengatur alur hidupnya.
***


Hari ke 1, 17 desember 2006.
Minggu 17 Desember 2006, masih belum puas menikmati kelembutan bantal, usai shalat subuh, saya meneruskan tidur kembali sekitar 1 – 2 jam. Malam minggu itu, kami memang tidur agak terlambat, karena terlalu asyik ngobrol sambil menonton acara tv. Hari minggu, saya memang tidak berencana kemanapun dan sesuai dengan kesepakatan, bapak yang akan menemani Lulu melihat acara Spongebob di Pondok Indah Mall.


Setelah mereka berangkat, saya mulai membuka-buka koran dan menyiapkan setumpuk buku untuk dibaca sebagai pengisi waktu. Menjelang waktu makan siang, saya merasa badan agak demam, otot-otot nyeri namun tidak ada tanda-tanda batuk atau pilek. Makin lama, perasaan tidak nyaman itu semakin nyata ditambah dengan mual dan sakit kepala yang semakin lama semakin berat. Saya mulai curiga akan gejala penyakit ini ... DEMAM yang disertai dengan SAKIT KEPALA yang menghebat serta MUAL (bisa sampai muntah) ... konon ini gejala khas dari DEMAM BERDARAH DENGUE - DBD, seperti yang pernah saya dengar.


Menjelang Ashar, saya mulai agak yakin akan terserang DBD. Di samping ketiga gejala khas yang sudah menyerang hebat dalam waktu kurang dari 24 jam, saya ingat betul bahwa seminggu sebelumnya, saat membaca buku di ruang keluarga, tangan kiri saya digigit nyamuk. Dua kali. Nyamuk itu, dua-duanya saya pukul, mati ... berdarah-darah ... dan yang terpenting, saya ingat persis, kedua nyamuk itu, hitam berbintik putih. Waktu itu, sebetulnya dalam hati saya sudah membatin....:


”Duh ... digigit Aedes Agepty ....bakalan kena demam berdarah nih...”
Tapi, sisi otak saya yang lain berpikiran positif saja .... semoga tidak terjadi apapun juga. Toh, bukan sekali itu saja saya digigit nyamuk belang. Apalagi kalau sedang mengamati tanaman di halaman atau mengambil daun melinjo dan sejauh ini, semua berjalan baik-baik saja. Tapi gejala berat itu membuat saya teringat pada peristiwa digigit nyamuk belang. Belakangan baru adik saya cerita bahwa hari jum’at, dua hari sebelum saya terserang demam, lingkungan disekitar rumah baru saja dilaksanakan fogging. Tanda  bahwa dalam radius 500 m ada penderita DBD. 

Usai shalat ashar, saya meminta suami ke apotik Melawai untuk membeli thermometer lagi (kebiasaan buruk ... suatu yang penting, begitu dibutuhkan, pasti menghilang) dan jamu – kaplet cap bunga siantan[1]. Konon banyak orang terselamatkan kadar trombositnya karena meminum jamu ini. Begitu info yang banyak beredar dari tahun ke tahun di berbagai komunitas milis.


Sambil menungu suami pulang dari apotek, saya mengirim sms ke Ina, meminta bantuannya rescheduling acara di hari Senin dan Selasa, sambil menginformasikan kemungkinan saya terkena DBD. Walaupun gejalanya sudah begitu jelas, itu kan baru perkiraan saya, (yang diharapkan)  yang masih mungkin salah. Siapa tahu, itu Cuma gejala kena virus biasa, jadi hanya perlu istirahat cukup di rumah selama 1 – 2 hari saja, sehingga hari Rabu atau Kamis, saya sudah bisa masuk kantor kembali.

Usai Maghrib, suami pergi ke rumah Yugo, acara keluarga The Professor’s. Saya sejak awal memang sudah mengatakan tidak ikut. Setelah menyiapkan sop buntut yang akan dibawa suami, saya langsung masuk kamar. Sakit kepala dan mual hampir tidak tertahan. Tidak sanggup lagi untuk makan malam. Temperatur badan naik turun antara 36,6 – 38,5 derajat Celcius. Selera makan sudah hilang karena mual. Bau soto yang biasanya mengundang selera, kali ini malah melenyapkan selera makan. Saya memaksakan diri untuk memakan buah. Itu satu-satunya yang masih bisa masuk dan tidak memancing rasa mual. Untung masih ada anggur di kulkas, yang kemudian saya ambil dan menemani saya di jangkauan tangan setiap terjaga tidur.

Hari ke 2, 18 Desember 2006.
Hari Senin, saya tidak ke kantor. Panas badan masih turun naik ... mual belum berkurang walaupun sudah minum jamu cap bunga siantan. Selera makan betul-betul hilang. Tadi sudah dibelikan 4 botol pocary sweat yang akhirnya lebih banyak diminum Lulu. Hari Senin ini lebih banyak dihabiskan dengan tidur atau nonton tv dan baca koran, kalau sakit kepala sedang mereda, sambil berharap besok saat bangun pagi, badan sudah agak terasa lebih baik sehingga pada hari Rabu sudah bisa memulai aktifitas kantor.


Rasanya tidak nyaman sekali. Saat semua orang sibuk menyelesaikan tugas akhir tahun, saya malah tidur di rumah. Untuk meredakan sakit-sakit di badan, saya meminta tolong untuk dipijat dan disediakan rebusan jahe+daun pandan+gula batu. Ini terapi rutin kalau saya demam. Sejak lama, saya memang mengharamkan obat kimiawi masuk ke dalam tubuh.

Malam hari, saya menelpon adik di Bandung, menceritakan keadaan saya;
”Gejalanya memang khas DBD. Tapi untuk pastinya, coba cek darahnya. Kapan mulai demam?”
“Hari Minggu kemarin. Langsung sakit kepala dan mual”.
”Besok di test deh ... kita lihat hasilnya”.

Hari ke 3  Selasa 19 Desember 2006.
Hari ke dua di rumah, sakit kepala sudah sedikit berkurang begitu juga dengan mual, kecuali panas badan yang masih naik turun. Setelah Lulu dan bapak berangkat, saya meminta dipijat kembali untuk meredakan rasa sakit di badan dan kepala, lalu mandi dengan air hangat 2 jam kemudian. Nafsu makan masih menghilang. Jadi cuma bisa minum juice strawberry, mangga dan anggur. Lumayan... yang penting perut ada isinya. Kemarin sudah minta dicarikan jambu biji merah. Tetapi ternyata tidak ada yang jual. Mungkin belum musim jambu biji.


Sore, usai shalat ashar, saya berangkat ke Prodia di Bona Indah. Masih mampu setir mobil sendiri, walaupun badan terasa nggak keruan. Toh jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah. Di Prodia, saya bilang ingin test darah rutin karena curiga dengan gejala DBD. Petugas menawarkan untuk sekaligus melakukan test Imunologi anti Dengue. Saya menerima usulan itu. Tindakan saya meminum jamu cap bunga siantan akan menyebabkan kadar trombosit saya bertahan tinggi. Kalau saya tidak melakukan test anti Dengue, maka kemungkinan mendeteksi DBD dari kadar Trombosit saja, tidak akan terpenuhi. Usai di ambil sample darah, saya langsung pulang. Biar nanti, sesudah makan malam, saya akan minta suami mengambil hasil lab.

19.00 – 20.30
Saya meminta suami ke Prodia mengambil hasil lab. Betul saja, Hb 15,6 Trombosit 213 Hematokrit 47. Semua masih berada di batas Normal, tapi test anti Dengue +. Saya langsung mengirim hasil lab via sms ke adik. Dia langsung menelpon ;


”Hasilnya masih bagus... Berapa kadar Hb normal? Kalau biasanya memang di kisaran angka itu, sih nggak apa-apa, tapi kalau tidak, mungkin ada kebocoran plasma. Mungkin ini cuma kena virus biasa saja”.
”Aku lupa berapa kadar Hb biasanya. tapi.... anti dengue nya positif lho!”
“Kan baru mulai demam hari minggu, nggak mungkin bisa terdeteksi secepat itu”
“Bisa saja! Siapa tahu serum anti denguenya canggih. Jadi, dalam 1 – 2 hari saja bisa mendeteksi anomali yang ada”, jawab saya agak ngotot.
“Gini deh .... kita anggap aja, hasil anti dengue itu betul... saya kena DB, walaupun Trombonya masih bagus... so, what should i do?”
“Test darah setiap waktu yang ditentukan, istirahat dan banyak minum. DBD Ini nggak ada obatnya. Yang harus dilakukan hanya menjaga agar darah tidak mengental dan tidak shock.”
”Apa indikasi shock?”
”Temperatur badan turun di bawah 36 derajat, kaki dingin, bintik-bintik darah menyebar, mimisan, nadi tak teraba.... banyak lagi kemungkinannya! Masih ambil temperatur badan? Berapa? ”
”Selama ini berkisar antara 36,6 – 38,5 derajat”.
”Ya sudah, besok test darah lagi. Jangan lupa banyak minum!”


Hari ke 4 Rabu 20 Desember 2006.
Hari ini, seperti orang ngidam, saya minta dibelikan lontong sayur. Maklum, sejak hari minggu perut hanya diisi oleh buah-buahan dan jamu bunga siantan. Rasa lapar yang mulai menyerang, membuat saya agak optimistis. Merasa sudah lebih baik. Siang ini Mus dan Yuli datang. Kebetulan bisa minta tolong di reiki.

Menjelang tengah hari, Leny, Adhe dan Patricia datang. Ada yang harus di tandatangan dan koreksi/revisi perjanjian JEC. Sambil ngobrol, menceritakan kronologis penyakit, saya merasa yakin hari Jum’at – minimal – sudah bisa masuk kantor. Itu hari kerja terakhir menjelang akhir tahun. Usai shalat Ashar, saya kembali ke Prodia. Kali ini hanya meminta 4 items untuk di test. Jadi hasilnya bisa ditunggu.


Hb 14,9 Trombosit 173 Hematokrit 44 .... hasil lab langsung saya kirim via sms.
”Kemarin berapa kadar Hbnya?”
”15,6... kenapa?
”Gak apa-apa. Lain kali kalo kirim hasil lab, jangan lupa nulis hasil sebelumnya ya, biar trendnya terlihat.”
”Ok .... gimana kesimpulannya?
”Masih panas, sakit kepala, mual, nggak?”
”Panas masih turun naik. Sakit kepala masih suka datang tapi nggak permanen lagi dan mual sudah mulai hilang”.
”Banyak minum, jangan masuk kantor ya ... istirahat yang banyak. Tidur aja! Jaga supaya darah tidak mengental. Ini cukup baik walau Trombositnya mulai turun, Tapi Hb dan hematokritnya menurun juga. Jadi kekentalan darah berkurang. Jaga jangan sampai shock. Tapi biasanya orang dewasa sih jarang yang sampai shock...!”


”Ya .....!
Duh, nasib ... padahal ada banyak rencana saya minggu ini. Kalaupun di rumah, mana pernah saya diam di rumah tanpa sesuatu yang dikerjakan? Minimal menjahit. Ini, jangankan menjahit .... shalat aja, terpaksa dilakukan sambil duduk. Suami yang saya keluhkan tentang hal ini cuma bergumam pendek .....;
”Allah SWT memilihkan waktu istirahat buatmu dengan caraNya sendiri”.

Hari ke 5, 21 Desember 2006.
Seperti biasa, jam 9 pagi setelah mandi air hangat, saya membereskan peralatan di tempat tidur, meletakkan telpon supaya mudah dijangkau tanpa harus turun dari tempat tidur. Lalu masuk ke dalam selimut. Hari ini, badan yang tadinya selalu panas, mulai terasa dingin. Setiap pori-pori rasanya seperti di tusuk-tusuk jarum, jadi terpaksa masuk ke dalam selimut. Entah berapa lama saya tertidur, saat telpon rumah berdering ....


”Kamu mesti membeli kesembuhanmu....”, suara suami menelpon.
”Ya ..... tolong bantu, nanti saya ganti....”
“Kemana?”
“Terserah ... di atur saja bagaimana baiknya”.

Sore hari, setelah makan malam, saya, Lulu dan suami berangkat ke Prodia. Sayang, layanan lab sudah tutup. Terpaksa besok pagi saja kembali. Dari Bona Indah, saya meminta Lulu dan bapak mampir dulu ke Citos. Ingin makan donut. Saya menunggu sambil tidur di mobil.

Duh .... J-co nya manis. Terlalu manis malah. Nasib deh! Padahal, sudah terbayang nikmatnya makan donut lembut. Tapi rasa manis yang keterlaluan membuat hilang selera saya. Ya sudah deh, agar tidak mengecewakan yang sudah berbaik hati membeli J-co, saya makan juga J-co crown. Malam ini saya tidur dengan bekal anggur dan satu botol besar rebusan angkak[2] sebagai bekal malam hari. Dedeh yang mengingatkan saya untuk meminum angkak. Kebetulan, saya pernah membelinya beberapa bulan yang lalu, disimpan sebagai cadangan bila suatu saat diperlukan untuk menaikkan stamina tubuh. Kegunaan angkak ini dikatakan dr. Ratna, dokter cina tua yang praktek di dapur susu.


Hari ke 6, Jum’at 22 Desember 2006.
Jam sembilan saya kembali ke Prodia. Duh ... rame banget!
“Jam berapa hasilnya bisa diambil?”
”Jam 12 siang. ”
”Nggak bisa ditunggu ya? Biasanya cuma 30 menit!”
”Nggak bisa bu ...Minimal 2 jam lagi!”


Duh.... cape banget kalo harus balik lagi. Badan juga rasanya agak kurang fit. Lebih lemas dan agak kurang bisa fokus terhadap apa yang ada di depan saya. Apa ini tanda-tanda saya mulai shock? Ah ..., semoga bukan! Sampai di rumah, saya meminta tolong mengingatkan adik saya mengambil hasil test secepatnya dan saya sendiri langsung masuk kamar. Tidur! Takut dengan bayang-bayang shock.

Ternyata, hasil baru diperoleh jam 4 sore. Dan hasilnya ........ Hb 15,6 Trombosit 100 Hematokrit 46. Duh.... lemas rasanya membaca hasil lab. Keadaan bertambah jelek... Trombosit makin turun. Sekarang sudah di bawah batas minimum 150. Hb dan Hematokrit naik lagi ... berarti darah mengental lagi....


”Ini hasil lab pagi tadi jam 09.00 ... apa yang harus dilakukan?”
”Kenapa naik lagi? Kurang minum ya?”
”Aduh ... kalau malam dan lagi nyenyak tidur, kan nggak ingat minum!”
”Ya, mesti bangun dong ... Ini konsekuensinya kalo nggak mau di rawat di rumah sakit! Coba test lagi sore ini.... terus cepat kirim hasilnya”


Usai shalat maghrib dan makan sedikit, dengan badan yang terasa lebih lemas dari biasanya, saya berangkat ke Prodia. Suami belum pulang dari Depok. Kalau mesti menunggu dia pulang, ini alamat Prodia tutup lagi. Hasil test ke 4 saya peroleh sesudah menunggu sekitar 30 menit. Saya langsung pulang dan membuka hasil lab sambil menulis sms. Hb 14,5 Trombosit 92 Hematokrit 44.


“Trombositnya turun terus .... gimana nih?”
”Gak apa-apa .... yang penting kondisi hb dan hematokritnya menurun. Belum tentu perlu di transfusi selama tidak ada perdarahan. Aku pernah nangani DB dengan trombo hanya 15 saja. Ini masih 92. Masih aman selama nggak ada perdarahan/ mimisan. Nggak usah takut, yang penting banyak minum. Beli Pocary gih! Besok pagi test lagi”


”Sampe kapan test darah terus? Bosen nih, tau nggak sih?”
”Ini resiko kalo nggak mau di rawat! Minimal observasi selama 7 hari atau sampai trombonya naik ....! Itu prosedur penanganan DB ... Kalau besok keadaannya baik ... mungkin setiap 12 jam aja testnya, kalau makin jelek, bisa lebih sering. Setiap 3 jam misalnya, supaya dokter bisa memutuskan penanganan yang lebih baik. Begitu standar prosedur yang dilakukan kalau pasien di rawat di RS!”

Entah sugesti atau memang kondisi saya memburuk, saya merasa tidur dalam keadaan setengah sadar, kedinginan di dalam selimut tetapi badan saya berkeringat deras. Jamu cap bunga siantan sudah saya hentikan. Saya memang tidak akan pernah mengkonsumsi obat-obatan lebih dari lima hari. Sebagai pengganti, saya meminum rebusan angkak saja.


Hari ke 7, 23 Desember 2006.
Sabtu.... duh, biasanya ini hari rumpian di ccf. Saya selalu merasa rugi untuk bolos dari ccf. Tapi hari ini, keinginan untuk pergi ke ccf terpaksa dipendam dalam-dalam. Saya mengirim sms ke Isna, mengabarkan ketidakhadiran hari Sabtu ini. Apa boleh buat.


Jam 09.00, saya kembali ke Prodia melakukan test darah ke 5. Semoga hasilnya lebih baik. Apalagi ini sudah hari ke 7. Secara teoritis, masa kritis DBD sudah lewat. Kalaupun masih lemas atau belum pulih, ini hanya tinggal sisa-sisa penurunan kondisi buruk darah yang terserang virus dengue saja.

Finally .... i got my result! Hb 14,6 Trombosit 98 Hematokrit 44 ….. Alhamdulillah, trombositnya sudah mulai naik walaupun cuma 6 point.
“Sudah …. Boleh istrirahat dulu …. Hari selasa pagi, cek lagi ya darahnya.”
Itu sms terakhir adik saya, saat saya melaporkan hasil lab hari Sabtu.


Hari ke 8, 24 Desember 2006.
Adik saya dengan anak/istrinya datang dari Bandung. Siang ini kami keliling Jakarta naik panther. Kalau tidak begini, tentu tidak akan melihat Jakarta terutama yang berada di wilayah utara. Ternyata Jakarta tetap saja macet, walaupun hari Minggu. Badan saya masih terasa lemas. Tapi rasa bosan ”bertapa” di rumah selama satu minggu memaksa saya menahan diri dari rasa lemas dan letih. Acara jalan-jalan ditutup dengan shalat Ashar di Istiglal dan makan mie ayam di Gondangdia Lama.


Hari ke 9, 25 Desember 2006.
Siang ini, ditemani suami saya memberanikan diri untuk belanja bulanan ke Makro. Beras di dapur sudah habis, nanti tamu dari Bandung nggak bisa makan, kalau tidak disempatkan belanja.

Hari ke 10, 26 Desember 2006.
Hari ini Lulu dan bapak sudah memulai aktifitas rutin. Kantor saya mulai tutup masal akhir tahun dan baru akan beroperasi kembali hari Selasa 2 Januari 2007. hari ini sebetulnya ada rapat di Kedoya. Tapi saya sudah kirim sms ke Yana dan Mutya, mengabarkan tidak bisa hadir. Badan saya masih agak lemas. Test darahnya nanti sore saja. Jadi tidak perlu menunggu terlalu lama. Saya mengisi waktu dengan tidur-tiduran saja.


Usai mandi sore, saya ke Prodia lagi. Tidak menunggu terlalu lama, saya langsung pulang dengan hasil test darah. Hari ini hasil testnya ……… Hb 13.3 Trombosit 185 Hematokrit 40 ….. Alhamdulillah. Akhirnya pergi juga virus dengue itu.
***
Saya memang nekat ... bukan karena sok tahu, tapi karena saya kurang percaya dengan sistem penanganan kesehatan masyarakat. Entah rumah sakit atau dokter mana yang masih berpegang erat pada sumpah dan etika jabatan. Saya beruntung punya adik yang mau diganggu dengan telpon/sms setiap saat dibutuhkan. Kebanyakan dokter di Jakarta sudah terbelenggu dengan konsumerisme. Ah sudahlah ... nggak ada gunanya dipertentangkan Yang penting, atas ridho dan perkenan Allah SWT, saya mampu bertahan dari serangan virus dengue. Terasa betul nikmatnya sehat.


Lebak bulus 26-12-2006 jam 19.25

[1] Jamu cap bunga siantan terdiri dari 2 macam untuk DBD dan typus berbentuk kaplet. Satu  strip terdiri dari 12 kaplet. Bisa dibeli di apotek Melawai. Minum selama +  5 hari.
[2] Angkak bentuknya seperti beras berwarna merah. Biasa digunakan dalam dapur masakan cina, sebagai pewarna. 1 sendok makan angkak direbus dengan 1 liter air. Minum saat sudah mencapai suhu ruang/dingin. Bisa dibeli di pasar Mayestik, agak mahal sekitar Rp.65ribu/kg. Beli 100 gr saja untuk persediaan di rumah.

13 komentar:

  1. alhamdulillah, udah sembuh ya mba....
    untung punya adik yg bisa dikonsul ttg penyakitnya ini

    BalasHapus
  2. Ya..., tapi ini nggak boleh di contoh kok. Apalagi kalo penderitanya anak-anak. Berat dan "menyakitkan" banget saat kena serangan dengue.

    BalasHapus
  3. Sukurlah kalo udah beres urusan DBnya..Dulu, gw kena DB, trombo drop ampe skitar 42,000(normalnya 200ribu deh kayaknya..)..trus disumpelin pocari banyak-banyak ampe mual..Lengan sampe biru karena tiap hari tes darah...

    BalasHapus
  4. Waduh ... drop banget ya? Untung saya cuma sampe 92.000 aja. Mungkin karena dari awal sudah minum jamu bunga siantan itu.

    BalasHapus
  5. Alhamdulillah udah sembuh. saya setuju ama kata suami mba Lina, ini cara Allah utk bikin Mba istirahat :) lumayan kan mba, istirahat beberapa hari ;) Btw, aduuh..Mba ngomongin ccf(ccf mana nih, wijaya ato salemba?), jadi kangen nih ma ccf...Mr Tanamal, Mme Salma...kangeeeenn..

    BalasHapus
  6. saya sekarang di ccf wijaya (Budi - Hapsari - Elisabeth), tapi pernah di ccf - salemba juga, long time ago... (sama mlle Talha Bachmid dan Deddy)

    BalasHapus
  7. Waduh, kena DBD ya. Alhamdulillah sekarang udah sembuh, semoga jangan kambuh ya Mbak. Dan terima kasih udah sharing, ada info yang berguna juga di tulisan ini. Saya jadi tahu ini dan itu tentang DBD. Salam

    BalasHapus
  8. alhamdulillah dah sehat kembali, cerita mbak lina bagus banget saya jadi tahu lebih detail gimana gejala DBD...cuma ngga kebayang aja klo ada dr keluarga tdk mampu yg kena, gimana mau tes darah nyampe 7 kali klo tiap mo tes yg ditanya biayanya dulu? semoga program pengobatan gratis segera terlaksana ya mbak. selamat istirahat mbak...

    BalasHapus
  9. Alhamdulillah, kalau tulisan ini bermanfaat.
    Semoga nggak ada nggota keluarga yang terkena DBD ya.

    BalasHapus
  10. Iya... biaya memang jadi constraint buat semua orang. di RS maupun di rumah. DB memang belum ada obatnya dan test darah cuma untuk mengetahui kondisi kekentalan darah dan kadar trombo untuk memastikan apakah pasien perlu ditransfusi atau tidak. Di RS, kalau RS swasta yang mahal mungkin prosedur itu dijalankan tapi kalau RSUD/RSCM saya nggak yakin apakah prosedur itu dijalankan dengan ketat, apalagi kalau pasiennya gakin.

    BalasHapus
  11. waduh.....untung sembuh gak sampai opname....., cuma mondar mandir test darah aja,

    BalasHapus
  12. sebetulnya, kalo yang jadi dokter tempat konsultasi bukan adik sendiri, pasti sudah harus masuk RS hehehe

    BalasHapus
  13. Pengalamanku dng DB, sembuh dng daun jambu & angkak.
    di.....http://demam-berdarah.blogspot.com

    BalasHapus

BUKAN KARANGAN BUNGA🌺🌺

 Dapat kiriman tulisan yang bagus, untuk refleksi diri DICARI Teman yg bisa  Mensholatkan kita...   Ketika KITA WAFAT... BUKAN KARANGAN BUNG...