Kamis, 16 Agustus 2007

Juragan Jengkol vs miss Jengki.

Selama satu minggu ini, saya mendadak jadi juragan jengkol. Tahu, kan jengkol? Itu jenis buah berkulit tebal dan keras berwarna coklat kehitaman. Buah yang masih muda, oleh orang Sunda, seringkali dimakan sebagai salah satu bahan lalapan mentah. Orang Sumatera barat lebih suka makan jengkol balado atau dibuat gulai pedas yang bersantan pekat. Mereka menyebut jengkol sebagai “jariang




Entah bagaimana rasanya makan nasi berlauk jengkol. Konon, bagi yang suka jengkol, nikmatnya …. Bukan main!!!. Ibaratnya, mertua lewatpun lupa ditegur, saking asyiknya makan jengkol. Yang pasti … pemakan buah yang mengandung kadar asam oksalat tinggi ini, saat buang air kecil akan berbau tidak enak. Konon pula bagi yang tidak tahan atau terlalu banyak makan jengkol bisa terkena radang kandung kemih karena kristal asam oksalat akan menyumbat saluran air kemih.
*****

Awalnya, saya tidak sadar bahwa di balik tembok samping yang membatasi pekarangan dengan tanah kosong di sebelah, berdampingan dengan pohon petai di halaman samping, ada pohon jengkol. Selama lebih dari 15 tahun tinggal di lebak bulus, kami semua hanya tahu bahwa di halaman samping rumah ada pohon petai yang enak sekali. Buahnya bulat, padat dan sama sekali tidak pernah berulat. Petai ini menjadi idaman bagi kerabat dan teman-teman yang mengetahuinya. Setiap tahun menjelang akhir bulan Oktober, mereka sudah sibuk mengingatkan untuk minta disisihkan beberapa papan petai, kalau kami memanennya.

Tahun lalu, saat saya sedang menghitung-hitung petai yang sudah layak diturunkan, terlihat banyak “untaian” buah berwarna coklat kehitaman dengan bentuk melingkar-lingkar disela-sela daun petai. Buahnya terlihat ranum dan padat. Belum pernah saya melihat untaian buah seperti itu. Bolak-balik, saya amati buah yang berada pada dahan-dahan yang cukup tinggi. Sampai saat mata saya focus pada satu “mata” buah tersebut, sadarlah bahwa buah yang menarik perhatian saya itu adalah untaian jengkol. Untaian utuh jengkol yang masih berada pada dahannya. Baru sekali itu saya melihat jengkol utuh pada dahannya. Karena saya bukan penggemar jengkol, jadi buah itupun utuh tak terganggu.

Di keluarga kami, selain almarhum bapak, hanya adik lelaki terkecil dan ibu saya yang suka gulai atau balado jengkol. Yang lain tak ada yang suka. Baunya itu lho. Selagi mentah, baunya langu sekali … Kalau sudah matang dimasak …, sama saja. Karena itu, sama sekali tidak timbul keinginan untuk mencicipinya. Jadi sejak bapak saya meninggal dunia dan adik-adik menikah semua, jengkol tidak lagi terhidang di meja makan, kecuali kalau ada kerabat ibu  saya dari kampong menginap di rumah.
*****

Sabtu di minggu pertama bulan Agustus adalah semester break di CCF. Jadi saya punya cukup waktu di pagi hari untuk keliling halaman rumah. Melihat-lihat tanaman dan bebungaan yang tumbuh. Mengecek apakah stek adenium sudah tumbuh tunasnya, hingga sampailah saya di bawah pohon petai yang tumbuh berdampingan dengan pohon jengkol.

Wah… ada jengkol. Banyak sekali…………..  Entah kenapa terbersit tiba-tiba untuk memanggil Yana (Mulyana) si tukang kebun. Memintanya menurunkan jengkol yang terlihat sudah cukup tua. Dalam sekejap, diambilnya bamboo dan diikatkan pisau di ujungnya untuk pengerat batang untaian jengkol. Hanya beberapa untai jengkol saja yang diturunkan, ternyata sudah memenuhi setengah kantung kresek ukuran besar. Tidak terpikir sama sekali untuk apa jengkol-jengkol tersebut. Saya hanya tertarik pada untaiannya yang unik melingkar-lingkat.

Malam hari, tiba-tiba muncul ide … Kenapa tidak ditawarkan saja pada teman kantor? Siapa tahu ada yang suka makan jengkol. Walau dalam hati, agak ragu juga… heree geenee doyan jengkol…???? Nggak salah tuh…??? Ini jamannya keju…!!!

Walau begitu, saya tetap mengirim sms ke beberapa teman … Ada sambutan atau tidak, hari Senin, saya mau bawa jengkol-jengkol ini ke kantor. Syukur kalau ada yang mau. Kalau nggak, berikan ke Uzair saja. Biar istrinya jualan jengkol di warungnya. Nggak perlu bagi hasil …. Gratis deh….  Hitung-hitung beramal….

“Ada yang mau jengkol, nggak? Kalau mau …. hari Senin saya bawa deh…!!! Lumayan banyak lho…!!!, begitu kira-kira isi sms yang saya kirim ke 5 orang teman perempuan di kantor.
Minggu pagi, ada satu jawaban masuk.
“Pipiet mau bu…!!! Buat dibikin semur. Asyik …. Makan semur jengkol!!!”.
Yang lain masih bungkam… entah karena enggak suka jengkol, atau malu-malu Sore hari, ada sms masuk. Kali ini dari Ina..
“Nggak ah, mbak…!!! Nggak suka dan nggak tahu gimana masaknya…!!!” begitu isi sms nya. Yang lain masih tetap bungkam.
Ya sudah…... Jadi cuma Pipiet yang terang-terangan berminat sama jengkol gratis ini.

Senin pagi, sambil setir mobil, saya sempatkan kirim sms ke Pipiet.
“Saya bawain jengkol pesananmu. Nanti minta pak Utjen ya…!!!”
“OK …., thanks ya. Tapi aku baru bisa datang sekitar jam 15.00 lho”

Sampai di kantor, Ina minta beberapa untaian jengkol yang masih utuh. Kokon katanya karena bentuk untaian jengkol yang unik.
“Lucu bentuknya, mbak …!!! Anak-anakku belum pernah lihat jengkol utuh lho!”
“Iya tuh …. Bisa digantung di depan pintu…. Buat mainan angin”, yang lain menimpali, sambil mengamati untaian jengkol.
“Lha… terus, nanti mau diapain tu jengkol?”, tanyaku pada Ina.
 “Kalo anak-anak sudah liat, dikasiin ke tetangga aja. Rasanya, mereka doyan jengkol deh”.

Sambil memilih beberapa untaian jengkol yang panjang dan utuh, saya mengingatkan pak Utjen;
“Pak…. Si Pipiet mau. Jadi tolong dipisahkan ya… dia baru bisa datang siang nanti. Kalau ada yang tidak kebagian, bilang saja. Besok saya bawa lagi deh…! Yang penting, sisihkan untuk Pipiet dulu”, pinta saya pada pak tua yang sudah sedikit pikun ini.

Sore hari, usai shalat ashar, saya berpapasan dengan Pipiet yang agak manyun…
“ Pipiet nggak kebagian bu…”
“Ha….? Kok bisa sih? Kan tadi saya sudah pesan ke pak Utjen, sisihkan jengkol buat kamu”
“Eh … si Pipiet doyan jengkol…? Ngak salah lu…? Mau dibikin apaan”
“Ih …. Enak lho…. Dibikin semur, tahu…?!!”
“Gilee…. Miss Jengki …
Gayanya cewek Mall, makanannya semur jengkol” ramai gurauan di ruang keuangan sore itu. Meledek Pipiet yang kontan dapat julukan miss Jengki. Sarjana Arsitektur yang masih lajang ini, cuek saja mendengar ledekan teman-temannya. Dia, anaknya sangat helpful, dan karenanya selalu heboh dan panik, kalo ada sesuatu yang tidak beres.
 “Udah deh …. Nggak usah sedih. Nanti saya minta orang di rumah untuk nurunin jengkol lagi. Besok Pipit dapat prioritas milih jengkol deh….!!!”, saya menyahut sambil menekan tust, menelpon ke rumah.
*****

Begitulah, selama tiga hari berturut-turut, bak seorang juragan, saya membawa jengkol rata-rata satu kantung kresek ukuran besar. Mungkin sekitar 5 – 6 kg, karena terasa berat diangkat. Siapa dan kemana saja jengkol itu beredar, saya nggak perduli. Yang penting itu jengkol bermanfaat.

Konon kabarnya, Leny memberikan jengkol jatahnya ke ibu RT, tetangga depan rumahnya yang kemudian membuat balado jengkol. Usai memasaknya, ibu RT memanggil para tetangga untuk makan jengkol ramai-ramai. Jadi, usai pilkada hari rabu 8 Agustus…, para tetangga langsung pulang ke rumah, mengambil sepiring nasi panas untuk dibawa ke rumah RT dan makan balado jengkol beramai-ramai.

Adhe meminta pembantunya membagi-bagikan jengkol pada para tetangga. Ketika dilihat jengkol jatah tetangganya hanya sedikit, dia lalu bertanya;
“ Lho, kok sedikit sih? Rasanya tadi bawa jengkol cukup banyak. Sisanya mana?
“Ini bu ….”, kata sang pembantu menyerahkan kantung kresek berisi sebagian besar jengkol sambil malu-malu. Lebih banyak dari jatah untuk para tetangga.
“ Saya suka jengkol bu …. Jadi sisanya boleh saya minta, kan bu…?”
“Ya boleh… tapi jangan banyak-banyak dong….! Yang makan jengkol di rumah ini, kan cuma kamu sendiri!”

Cerita Pipiet, lain lagi. Keesokan hari setelah dia mendapat jatah jengkol yang ditunggu-tunggu, dia kirim sms, pagi-pagi;
“Bu… Pipiet datangnya agak siang ya… Mesti nganter bapak ke rumah sakit dulu…”
Wah… gawat…!!! Jangan-jangan si bapak kolaps gara-gara jengkol! Merasa sedikit berdosa, saya langsung menelpon Pipiet.
“Piet… kenapa bapakmu? Kebanyakan makan jengkol ya…?”
“Ah, nggak kok..!! Memang bapak sering kumat. Sejak kena stroke, hampir setiap tiga bulan sekali beliau kena serangan ayan”
“Beneran bukan karena jengkol ya…?!”, tanya saya untuk meyakinkan diri.
“Bener kok …, bapak, gak apa-apa..”
*****

Begitulah, cerita lain dari salah satu sudut Jakarta yang metropolitan. Mall dan apartment boleh dibangun untuk memenuhi Jakarta dan jadi bagian dari gaya hidup kaum urban. Pizza+pasta, sushi+sashimi, beefsteak, hamburger dan barbeque boleh jadi makanan orang-orang, terutama kaum muda di masa kini, menggantikan rujak cingur, karedok, tongseng, gudeg, rendang dan lain-lain.

Ternyata…………., makan jengkol rame-rame dengan tetangga masih tetap mengasyikkan. Dan ….. jadi juragan dadakan untuk memberikan jengkol serta mendengar cerita bagaimana teman-teman kantor berbagi dan menikmati kebersamaan yang guyub sambil menikmati kengkol balado dengan para tetangganya ternyata mengasikkan juga.

Ternyata…. sekantung jengkol bisa memberi kebahagian bagi banyak orang. Jadi, saya sudah berjanji pada teman-teman. Kalau tahun depan masih ada umur dan panen jengkolnya masih banyak, saya akan bawa jengkol lagi ke kantor. Hidup jengkol ……!!!!

Lebak bulus, 14 Agustus 2007 jam 22.45

8 komentar:

  1. aku doyan, apalagi kalo mama yang masak .....

    BalasHapus
  2. WAAA telat bacanya. Mau juga padahal lho... ihik (sambil malu2 kucing)

    BalasHapus
  3. kamu pasti orang Minang deh.....Doyan jengkol!!!

    BalasHapus
  4. Udah dikirim ke rumah kan? Asyik, gak...???

    BalasHapus
  5. bukan mbak. beberapa kawanku orang sunda (cewek lagi) doyan juga kok hehe.....

    BalasHapus
  6. wah aku juga suka, disini mahal kali. 10 pound per kilo, udah gitu jualnya sama cangkangnya, jadi kalau sudah dikupas paling banter dapat 500 gr. Jadi deh Jengkol makanan mewahku, cuma kalau lagi ngebet banget baru beli....

    BalasHapus
  7. Hehehe, maklum ....
    Masih untung ada jengkol.. jadi kalo kangen masih ada yang bisa dibeli dan dimakan

    BalasHapus
  8. Wah kesukaan saya nih apalagi kalo disemur

    BalasHapus

BUKAN KARANGAN BUNGA🌺🌺

 Dapat kiriman tulisan yang bagus, untuk refleksi diri DICARI Teman yg bisa  Mensholatkan kita...   Ketika KITA WAFAT... BUKAN KARANGAN BUNG...