Rabu, 26 November 2008

Haruskah memilih kontak?

Pagi-pagi banget, karena koran belum datang, sambil nungguin anak mandi, saya sempatkan buka mailboxes, MP dan FB.Nah, di FB ternyata ada friend request dari seorang perempuan cantik.

Saya nggak kenal dia, tapi tahu namanya karena profesi yang disandangnya beberapa tahun yang lalu. Pada waktu kampanye PEMILU 2004 wajah perempuan cantik ini mulai muncul lagi ke permukaan. Mencalonkan diri menjadi anggota DPD dari DKI Jakarta. Entah kiprah apa yang dilakoninya sehingga yang bersangkutan merasa layak mencalonkan diri menjadi wakilnya penduduk DKI Jakarta di Senayan. Saya yang selama ini (minimal sejak tahun 1984) tinggal di Jakarta tidak pernah mendengar sepak terjangnya di dunia sosial - kemasyarakatan. Apalagi di ranah politik.

Rupanya, gagal di tahun 2004 tidak membuatnya putus asa. Nah, pada masa kampenye pemilu 2009 yang akan datang ini, si empunya wajah cantik ini kembali merasa terpanggil untuk "mendarmabaktikan" kemampuannya, entah dalam bidang apa, kepada nusa bangsa dengan kembali menkampanyekan diri menjadi calon anggota DPD DKI Jakarta.

Mungkin terinspirasi dengan kemenangan Barack Hussein Obama yang konon katanya juga melakukan kampanye melalui FB, si cantik juga mengkampanyekan diri melalui FB. Bisa jadi friend request yang masuk ke FB saya merupakan upayanya untuk mengkampanyekan diri. Sayangnya, sejak awal saya meniatkan diri bahwa FB hanya untuk menjalin tali silaturahim dengan teman lama dan atau teman yang betul-betul saya kenal. Supaya komunikasinya lebih enak dan manusiawi.

Jadi Friend Request tersebut di DECLINED. Salahkah saya?

Minggu, 23 November 2008

Nasi Goreng Joker

Anda yang selalu pulang malam hari dan melewati Jl. RS Fatmawati menuju ring road pada penggalan antara Jl. Cipete Raya dan jalan Terogong, ada baiknya melayangkan pandangan ke sebuah tenda lusuh bertuliskan Joker. Lokasi persisnya di halaman parkir ruko Serenity Musik yang di depannya (kalau dari arah jl. Panglima Polim - di sebelah kanan) ada neon sign bertuliskan MAGNA.

Ini adalah satu warung amigos - agak minggir got sedikit, di antara sekian banyaknya tenda penjual nasi goreng di sepanjang jalan Panglima Polim hingga Jl. RS Fatmawati ujung alias Pondok Labu - UPN. Karena lokasinya amigos ..... jangan heran bila disela nikmatnya makanan yang tersaji, terkadang mampir juga parfum natural dari sisa-sisa pembuangan manusia yang bisa mendadak mematikan nafsu makan. Apalagi, kalau lihat taplak meja bermotif kotak-kotak merah yang, walaupun mungkin sering dicuci, tetapi penuh bercak hitam.

Seperti penjual nasi goreng di kaki lima lainnya, mereka menawarkan nasi goreng yang isinya cukup kreatif. Di lembar menunya tertulis nasi goreng ayam, baso, telur, kornet lalu disajikan dengan irisan kol dan mentimun. Lalu ada Indomie rebus dan Indomie goreng dengan campuran yang sama. Roti bakar coklat, keju, selai dan kacang/pindakas dan tidak ketinggalan roti bakar.

Minumannya, standar ... teh dan kopi tubruk, lalu minuman ringan botol dan tidak ketinggala air jeruk panas atau es jeruk peras yang segar. Masih ada juga juice. Biasanya juice buah semusim. Yang standar dan pasti ada juice alpukat.

Harganya, tentu standar kakilima. Juice dan es jeruk hanya berharga 4ribu satu gelas. Nasi goreng berharga antara 8ribu hingga 10.500 untuk isi komplit. Roti bakarnya sekitar 8 ribu dan cukup dimakan berdua.

Bandingkan dengan harga nasi goreng di restoran. Jangankan diresto/cafe. Nasi goreng ayam di resto Akoen saja sudah berharga 25 ribu. Padahal, porsinya sama banyak. Memang, kalau kenyamanan yang dicari, warung amigos tentu tidak masuk kategori ini.
***

Sejak masa pacaran dulu, kami memang penggemar makan di warung kakilima. Dulu biasanya makan nasi uduk Cikini atau makan sate ayam/kambing di warung dekat rumah. Asyik ... 1.500 sudah dapat 15 tusuk, dua piring nasi dan 2 botol/gelas minuman. Tapi itu memang tahun 70an. Kadang, suka makan di Blok M, di jalan depan SMPN 56 yang sudah ditutup itu. Tapi makan di Blok M agak kurang nyaman karena banyak pengamen.

Setelah punya anak dan kembali ke Indonesia, kami tidak lagi makan di warung. Kebetulan sudah ada KFC dan TFC. Apalagi, anak kami yang masih balita terbiasa tinggal di apartemen terbiasa dengan lantai yang bersih dan kering sehingga selalu menolak bila diajak ke tempat-tempat yang dianggapnya kotor.

Belakangan ini sesekali kami kembali makan di kaki lima dan selalu di Joker, karena terpikir.... ah, andai semua orang makan untuk mencari kenyamanan dan gaya hidup, alangkah kasihan mereka yang bersusah payah mengais rejeki di tengah belantara beton dan kekejaman Jakarta.

Sesekali, kita perlu turun dari standar kenyamanan orang kota sekaligus untuk menghargai keuletan mereka. Kerja keras yang jauh lebih bermakna dibandingkan dengan perilaku para preman kota.

----
Update 28.11.08
Taplaknya udah ganti pake taplak plastik. Jadi lebih nyaman kelihatannya di mata dan lebih mudah bersihinnya

Kamis, 20 November 2008

oleh-oleh dari rapat proyek

Hari selasa, sesudah makan siang, kami biasa kumpul di lantai 10 suatu gedung perkantoran di kawasan Mega Kuningan. Untuk membahas perkembangan pembebasan tanah, serta pernak-pernik masalah lainnya dari suatu proyek di kawasan Jakarta Barat.

Rapat yang dijadwalkan jam 14, seperti biasa molor. Pimpronya tentu nggak berani mulai karena memang banyak masalah yang harus diambil keputusan dan karena statusnya masih calon proyek, maka salah satu dari pemegang saham mayoritaslah yang memimpin rapat, seperti biasa. Nah… hari itu dia tidak berada di kantornya di lantai 9, tapi berada di luar.

Saya sudah kenal, tepatnya tahu pak HS ini sejak lama. Saat boss melengserkan jabatannya sebagai ketua umum salah satu organisasi profesi. Orangnya terlihat sangat serius dan tegas. Beberapa kali kami ketemu untuk bermitra dalam mengembangkan proyek tetapi selalu tertunda.Rapat hari selasa siang itu akhirnya baru dimulai pada jam 3.

Seperti biasa pak HS memimpin rapat dengan tegas dan jelas. Terlihat sekali bahwa dia sangat menguasai lapangan, hingga hal yang sangat detail. Bahkan komposisi bahan untuk pembuatan 1m3 turap batu kalipun masih diingatnya dengan baik sehingga membuat Dian, sang quantity surveyor tersipu-sipu, karena dia sendiri tidak hafal di luar kepala.

Entah sedang mimpi apa, dia yang selalu sibuk, hari itu terlihat relax dan kemudian terlibat obrolan ringan bernuansa nostalgia. Mengenang hari – hari pertama bekerja di suatu perusahaan milik mantan menteri di era Suharto.
“Saya ingat sekali, saat itu LGY yang menjabat sebagai manager Teknik bilang gini …. Saya ngak butuh insinyur. Saya cuma butuh lulusan STM”

Saya yang juga pernah bekerja di perusahaan tersebut tidak heran dengan jawaban ketus LGY. Memang begitulah LGY.

Pak HS lalu melanjutkan ceritanya ….“Kemudian, saya bertekad bahwa dalam waktu yang tidak terlalu lama saya akan duduk di kursi LGY.”Impiannya tercapai. Dua tahun kemudian HS menempati posisi sebagai manager Teknik sementara LGY dipindahkan ke Lit-bang yang sering diplesetkan menjadi sulit berkembang. Pada tahun ke 4 pak HS memutuskan berhenti dari perusahaan tersebut.Pemilik perusahaan yang sudah mengenal kualitas kerjanya, berusaha menahan agar dia tidak keluar.

“Saya akan jadi pecundang kalau saya menarik kembali resign letter tersebut. Jadi… apapun yang terjadi, saya harus keluar dan menjadi pengusaha seperti cita-cita semula”, begitu katanya.

Waktu terus berlalu … HS menjadi pengusaha yang cukup dikenal dan disegani di bidang property. Dia sekarang memiliki tidak kurang dari 30 proyek yang terdiri dari perumahan sederhana hingga perumahan mewah serta beberapa gedung perkantoran di lokasi yang sangat prestigious. Sementara LGY menjabat direktur di salah satu anak perusahaan kelompok tersebut selain sebagai pemegang saham. LGY memang merupakan salah satu pendiri perusahaan tersebut.

Sebagai orang yang memulai karier dari bawah, HS memang sanat menguasai pekerjaannya secara sangat detail. Rapat dengannya selalu memberikan pengetahuan tambahan. Bukan hanya sekedar memerintah, tetapi juga memberikan masukan atau jalan keluar dari masalah yang dihadapi staffnya. Yang terpenting, keberanian mengambil keputusan dan keteguhannya dalam mengembangkan usaha membuatnya menjadi pengusaha yang berhasil.

Minggu, 16 November 2008

Pepes daun labu + asin jambal


Description:
Pepes daun labu + jambal ini, makanan favorit kalo lagi pengen makanan tradisional yang menggugah selera. apalagi kalo makannya pake nasi hangat + krupuk sagu, wuih, ditanggung, mertua lewat gak dilirik

Ingredients:
1 ikat daun labu muda, diiris sepanjang 2 cm
100 grm cabe hijau iris serong,
5 butir bawang merah iris
3 siung bawang putih iris
3 buah tomat hijau (kecil) iris
1 batang sereh ambil bagian putihnya, iris serong
3 lembar daun salam
100 grm asin jambal roti potong dadu,
1 sendok makan minyak sayur
1 ikat daun kemangi, petik daunnya
daun pisang untuk pembungkus

Directions:
campur semua bahan jadi satu (kecuali daun salam), lalu di bagi 3
bungkus masing2 dengan daun pisang, lipat. kalau perlu sematkan lidi atau ikat dengan tali rafia
kukus 30 menit

Ayo, kembali ke pasar tradisional

Seperti layaknya masyarakat kota besar, sejak awal menikah saya tidak pernah menginjakkan kaki ke pasar tradisional di Indonesia. Saat masih kuliah dulu dan tinggal di Slipi, saya masih suka ikut ke pasar tradisional di Grogol. Kemudian saat tinggal di Kampung Ambon Jakarta Timur, saya selalu belanja ke pasar, yang kebetulan berada tidak jauh dari rumah. Kebetulan pasar tradisional itu kondisinya lumayan bersih.

Selama 4 tahun tinggal di Eropa, saya selalu belanja di pasar tradisional atau pasar kaget di plasa/tempat parkir linkungan yang bersih dan teratur. Minimal setiap hari minggu, lalu masak-masak bikin gado2 atau soto ayam, mengundang bujangan-bujangan yang tentunya jarang makan masakan indonesia.

Kembali ke Indonesia, belanja ke pasar dilakukan oleh ibu saya, karena selama 4 tahun saya tinggal dengan ibu sambil mengumpulkan uang pembayar uang muka rumah.

Saat tinggal di Kemang Pratama, selama 12 tahun saya lebih sering belanja di tukang sayur, setiap pagi sebelum berangkat ke kantor, atau menitipkan uang kepada pembantu. Satu minggu sekali saya ke pasar swalayan, saat itu ada Goro yang letaknya tidak jauh dari Kemang Pratama, untuk belanja ikan dan daging. Jadi praktis tidak lagi menginjakkan kaki ke pasar tradisional.

Tahun 2000 saat saya kembali tinggal serumah dengan ibu, saya tidak juga kembali ke pasar tradisional. Malas..... Kondisi pasar yang becek dan bau sampah menghilangkan keinginan saya untuk belanja ke sana. Apalagi ibu saya masih cukup kuat untuk belanja ke pasar. Tugas saya paling hanya beli keperluan "kering" di Makro atau Carrefour. Lebih menyenangkan karena bisa dilakukan kapan saja dan yang penting bisa dilakukan bersama dengan anak dan suami. Usai belanja bisa nongkrong di food court sambil ngobrol. Belanja jadi acara keluarga.

Masalah timbul saat ibu saya sering jatuh sehingga membahayakan bila beliau harus ke pasar dan naik tangga. Mau tidak mau, saya harus belanja ke pasar. Warung sayur dekat rumah tidak selalu lengkap isinya. Kalau harus ke Carrefour, tidak selamanya saya punya waktu usai pulang kantor, karena seringkali baru tiba di rumah sesudah jam 20.00. Jadi pilhannya mau tidak mau, pasar tradisional di Pondok Labu dengan gunungan sampah yang baunya minta ampun, lengkap dengan lalat hijau yang besarnya juga minta ampun.

Untuk menyiasatinya, saya berbagi dengan pembantu. Saya membeli sayur-mayur, telur dan lain-lain di kios langganan ibu saya, di pasar atas istilah yang digunakan untuk gedung pasar Jaya. Lalu membeli buah-buahan di pinggir jalan. Sedangkan pembantu saya membeli ayam potong (segar), bumbu-bumbu dan lainnya di pasar bawah, kios yang becek dan baunya minta ampun itu. Biasanya sambil menunggu pembantu, saya membeli majalah atau tabloid
dan membacanya di tempat parkir.

Lalu mulailah ada permintaan dari ibu untuk membeli kue-kue kecil, semisal cenil, lupis atau lapek bugis. Setiap minggu, para penjual langganan itu selalu menghampiri saya dan mengingatkan .... "Bu... jangan lupa lupis/cenilnya... Biasa kan...? Maksudnya biasa jumlah bungkusannya, yaitu 5 buah seharga total 10 ribu.

Atau... si loper koran dan majalah, langsung menghadang saya di tempat parkir dan menaruh 3 sampai 5 buah tabloid untuk dipilih. Lalu pergi lagi menjajakan dagangannya. Sepertinya dia sudah yakin sekali bahwa saya memang akan membeli.

Sungguh, awalnya, saya merasa jengkel dan terganggu dengan ulah mereka. Saya merasa di fait accompli untuk membeli. Pernah sekali saya menolak dengan tegas tawaran mereka. Tapi melihat wajah dan sorot matanya yang menyiratkan kekecewaan.. Ah saya merasa sangat berdosa. Memang, akhirnya saya jadi menambah alokasi belanja rutin dengan hal yang tidak terlalu perlu, yaitu pembeli kue2 tradisional dan tabloid. Nilainya memang sangat relatif, tapi dari keuntungan itulah, penjual/pedagang kecil itu menyambung hidup. Akhirnya ... saya hanya bisa berharap, semoga niat saya membeli dagangan mereka bisa membantu mereka dan Insya Allah, "keborosan" saya tidak membuat saya menjadi miskin.

Dari interaksi rutin tersebut, menjelang lebaran saya mendapat bingkisan kue kampung dari penjual langganan tersebut. Rasanya terharu, dalam kekurangannya mereka masih berpikir untuk menyenangkan para pelanggannya.

Selasa, 11 November 2008

Facebook .... Manfaatnya apa sih?

Hari Kamis dan Jum'at minggu lalu, karena demam dan badan sakit-sakit sampe nggak bisa bangun, saya terpaksa bolos kantor, dengan pesan kalau ada yang urgent, saya bisa diminta kerja via internet. Yang penting di sms/telpon dulu sebelumnya.

Karena aktifitas selama bolos kantor alias a very long week-end holiday itu hanya tidur dan pijat saja, maka saya punya banyak waktu luang untuk browsing. Dari buka-buka email yang lama di outlook, ternyata ada banyak undangan untuk bergabung di Facebook-FB yang saya diamkan.

Seperti biasa, saya selalu "ketinggalan". Bukan apa-apa ... setelah pernah nyangkut di FS lalu Yahoo360 yang keduanya sudah di delete, saya merasa males untuk banyak ikut ini-itu di dunia maya. Merasa nggak enak aja kalo kehilangan privasi terlalu banyak. Tapi karena penasaran dengan kemenangan Obama yang konon salah satunya karena dukungan social networking via FB, saya jadi penasaran juga untuk akhirnya menerima undangan yang pernah masuk.

Usai sign up dan sign in, saya mulai browsing ... ingin tahu bagaimana profil jaringan sosial a la FB ini. Wah... ternyata heboh banget... (hihihi.... norak deh gue...!!!)

Ternyata, Social Networking a la FB itu, menurut saya bisa di kategorikan 4;

  1. jaringan untuk mengumpulkan anggota keluarga yang tercerai berai untuk membentuk Family tree. Yah... bagus-bagus ajalah.... Kenapa enggak? Kan dalam Islam juga kita dianjurkan untuk membentuk dan menautkan tali silaturahmi terutama dengan keluarga.
  2. Untuk membangun jaringan pertemanan (reuni) dengan teman-teman lama yang berasal dari satu daerah, satu sekolah atau satu organisasi.
  3. Untuk membangun jaringan baru dengan orang-orang yang memiliki kepentingan, hobby yang sama.
  4. Nah... ternyata ada juga yang ternyata jaringannya berisi selebrities. Apakah itu berasal dari kalangan dunia hiburan, model, artis bahkan kalangan penggiat LSM, politikus dll.... Entah apakah mereka betul-betul saling kenal atau ......
Jujur saja, saya belum tahu apakah FB ini akan terus berlanjut atau nasibnya akan berakhir seperti FS ... di delete setelah beberapa waktu. Sementara ini saya cuma ingin ketemu teman-teman lama dengan niat menautkan kembali tali silaturahmi yang selama ini sempat terputus.

Adakah yang bisa menjelaskan manfaat lain dari keikutsertaan dalam FB?

BUKAN KARANGAN BUNGA🌺🌺

 Dapat kiriman tulisan yang bagus, untuk refleksi diri DICARI Teman yg bisa  Mensholatkan kita...   Ketika KITA WAFAT... BUKAN KARANGAN BUNG...