Rabu, 28 Agustus 2013

Life Style - Hedonisme a la masyarakat Indonesia

logo TWG Tea
Awal minggu lalu, setelah libur panjang Idul Fitri yang sangat melelahkan karena harus menggantikan hampir semua pekerjaan para asisten rumah yang sedang ambil cuti tahunan, big boss di kantor mendekati saya. Di tangannya ada tas kertas berwarna kuning, yang kelihatannya cukup eksklusif dengan label TWG tea. Di dalamnya ternyata ada satu dus yang lumayan berat terbungkus rapi dengan kertas juga berwarna kuning. Pita hitam berlogo twg tea, membingkai manis dus tersebut. Ini khas kemasan belanjaan dari berbagai benda yang dijual pada toko-toko eksklusif di seluruh dunia.

Tiba di rumah, seperti kebiasaan saya, pita dan kemasan kertas saya lepas dengan sangat hati-hati. Seperti kebanyakan benda eksklusif, bahkan perekatnyapun tidak menggunakan cello tape biasa tetapi dengan kertas berlabel mungil yang cantik. Di dalam bungkusan terdapat kotak berwarna navy blue ... juga terlihat sangat eksklusif berukir label TWG Tea berwarna perak, paduan warna cantik, yang cukup berat. Isinya ...... ada 3 buah, yaitu 1 pot berisi Jelly Tea, 1 pot isi gula (batu) dan kemasan dus berwarna biru cerah yang cantik dan di dalamnya berisi kaleng teh seberat 100gr. Juga berwarna biru dan tertulis disana French Earl Grey Tea.

French - France - Perancis, adalah negara yang terkenal dengan berbagai benda bercitarasa tinggi, terutama bila kita bicara tentang hasil pekerjaan tangan (artisanale)nya. Melihat kemasannya dan berbagai asesori yang menyertainya, saya sudah bisa membayangkan bahwa bingkisan tersebut pasti tidak akan murah harganya. Berapa? .... Entahlah .... Aucun ide ....

Penasaran .... saya memperhatikan kembali tas kertasnya ... Di situ tertera cabang-cabang TWG tea. Kesemuanya berlokasi di luar negeri dan ....., ini yang agak aneh .... sebagai penyandang label French tea, TWG tea justru berpusat di Singapore. Nah lo .... ? Ya sudahlah .... Singaporean memang ahli dagang. Sepertinya mereka benar-benar bertangan dingin, terutama untuk "mengelabui" sebagian masyarakat Indonesia yang "gila" dengan segala macam berlabel "luar".

Saat makan malam malam, salah satu pot saya ambil ... Jelly tea, dengan aroma citrus yang, menurut saya adalah citrus kimiawi atau minimal sudah terkontaminasi dengan bahan pengawet dan aroma kimia. Teksturnya lebih lembut dari Nutrijel, salah satu merek lokal. Hehe ... ketahuan banget masih selera lokal. Yang pasti, Jelly tea ini agak manis. Anak gadis saya ternyata suka banget dan dia segera menghabiskan satu pot Jelly tea tersebut.

"Apa tuh ...", tanya suami
"Oleh2 dari boss ... baru pulang dari Tasmania. Agak aneh ... libur ke Tasmania kok yang dibawa malah TWG tea asal Singapore",
Tapi saya ingat ..., si boss memang langganan SQ hampir untuk seluruh perjalanan pribadi ke luar negeri. Bisa jadi karena lupa beli oleh2 buat para krucil di kantor, sang nyonya, seperti biasa, membeli berbagai macam makanan di duty free di Changi. Begitu pikiran yang sangat praktis.
"Enak ma .... Ada di Jakarta nggak ya? Kalau ada, besok malam ke situ yuk...!" si gadis menimpali.
TWG Tea oleh2 boss
"Nggak ah .... Bisa tekor kalo tiap malam makan di luar terus ...! Selama kamu libur, tagihan kartu kredit meledak nih! "
"Sekali aja deh ... cuma pengen tahu aja kok...!", rayunya...
"Lihat gimana nanti aja...! Belum tentu ada di Jakarta. Atau .... semoga nggak ada cabang di Jakarta", sahut saya nggak yakin juga. Maklum .... apa sih yang nggak ada di Jakarta, dengan pola hidup hedonis sebagian penduduknya?

Penasaran, malam itu saya browsing, ingin tahu apa dan bagaimana TWG Tea dan apakah ada cabang di Jakarta. Ternyata .... ada di suatu Mall atau tepatnya Plaza. Baru 4 bulan beroperasi dan .... ternyata sudah banyak yang mengulasnya di blog masing-masing. Semua memuji eksklusifitas tempat, interior dan peralatannya.

Makanan atau kue-kuenya sih, konon, umumnya standard saja ... Dari ulasan di blog yang disertai foto-foto dan komentar2nya berikut kemasan oleh2 boss, saya sudah bisa menduga seberapa "murah" harga sepoci atau bahkan secangkir teh. Minimal sama atau bisa jadi lebih mahal dari kopi di Starbuck atau cafe/tea shop sejenis.

Penasaran dan untuk meredakan rengekan si gadis, jadi ... kami memutuskan untuk mencicipi TWG tea, dengan kesepakatan makan malam di rumah dulu. Makan malam di plaza/mall di malam minggu, sama saja dengan "bunuh diri" kelaparan atau harus mulai keluar dari rumah jam 17.00. Ribetlah .... mesti mikir dimana shalat maghrib, terus kalau kebetulan masjidnya jauh dari Mall/Plaza, kebayang susahnya dapat parkir di Mall/Plaza saat kami tiba. Sementara shalat di Mall/Plaza di Jakarta, belum tentu nyaman. Saya belum pernah menemukan Mall/Plaza yang menyediakan tempat shalat yang nyaman.

Dengan bekal hasil browsing, lokasi TWG tea, dengan sangat mudah kami temukan. Agak jengah juga rasanya saat melihat penampilan TWG Tea salon tersebut. Dari kejauhan terlihat betapa para pelayannya berpakaian dengan sangat rapi, sepatu pantofel hitam mengkilat. Tersadar tiba-tiba betapa kami berpenampilan sangat seadanya. Sangat berbeda jauh dengan penampilan para pelayan dan suasana di dalam yang terlihat.

Masuk ke ruangan, ternyata beberapa meja terisi penuh dan hanya 1 yang sedang dirapikan. Sambil menunggu meja disiapkan, saya mengedarkan mata... menyapu seluruh isi boutique alias toko tersebut. Ada ratusan "kaleng" kuning berisi TWG tea dengan berbagai ragam aroma, Kabarnya ada sekitar 300an aroma teh. Ini betul-betul teh, dalam arti bahwa yang diseduh adalah daun teh yang sudah diberi beragam macam aroma. Ratusan aroma itulah. Selain itu ada berbagai kaleng dengan berbagai design (exterior finishing) dan beragam warna termasuk juga beragam poci yang rupanya digunakan untuk menyajikan teh.

Semua terasa berkelas .... dan kesemuanya "diawasi" mungkin oleh store manager yang saya yakin dari penampilannya adalah pria berkewarganegaraan atau berasal dari Perancis. Penampilannya khas sekali dan mudah "terbaca" dari bentuk tubuh,  gesture, maupun caranya bicara walau saya hanya melihatnya dari jauh.

Dalam tradisi Perancis, yang disebut minuman teh adalah seduhan dengan bahan dasar daun teh baik black tea maupun green tea. Dengan rasa asli maupun yang sudah diberi aroma. Yang penting bahan dasarnya adalah daun teh, maka sah disebut teh. Sedangkan dedaunan lain yang diseduh dan sekarang lebih dikenal sebagai "herbal tea", disebutnya sebagai infusion. Berbeda dengan di Indonesia, semuanya disebut teh. Pembedanya, seduhan non daun teh disebut jamu atau herbal tea.


salah satu kemasan cookies eksklusif dari teman
Nah sambil menunggu itulah saya memperhatikan display kemasan teh dalam kaleng/dus warna-warni yang menutup hampir seluruh dinding boutique. Kesemuanya sangat cantik dan ditata dengan sangat  artistik. Perancis gitu loh....! Cuma ..... begitu lihat harga yang tertera ..... alamak .......!!! Harga 1 kaleng teh bisa menghabiskan jatah bensin saya selama 10 - 30 hari. Teh dalam kemasan 50 gram ternyata dihargai 350K dan beberapa jenis dalam kemasan 100 gram diberi label 750K. Jadi ... saat ditawari untuk membeli, saya "terpaksa" jawab masih ada satu dus di rumah. Ini betul .... nggak bohong, karena justru dari satu dus oleh2 boss itulah, saya "kenal" TWG Tea,

Sambil lalu, sempat saya tanyakan juga berapa harga 1 pot Jelly tea yang disukai anak saya itu. Jelly tea dalam kemasan sekitar 100 ml dan ternyata berlabel 80K. Haduh ...... terbayang deh, nutrijel yang walau kelembutan dan aromanya memang jauh berbeda tetapi harganya sangat jauh. Memang nggak bisa dibandingkan antara lokal dan "luar". Ini masalah gengsi dan eksklusifitas!!!

Karena memang sudah diniatkan untuk mencicipi TWG tea, maka rombongan sirkus mini ini tetap sabar menanti tempat duduk. Kemudian sempat kebingungan memilih aroma apa yang ingin dicicipi dari ratusan jenis teh beraroma yang ditawarkan dengan harga rata-rata sekitar di atas 40K per tea pot. Rasanya ingin mencoba seluruh aroma yang ada disitu.

Akhirnya ... setelah pusing bolak-balik kartu menu, saya memilih Creme Brulee tea ..., Namanya agak berbau Perancis. Jadi penasaran juga gimana rasanya. Saya lupa apa yang dipilih anak & suami. Untuk cemilannya, saya memilih paket 3 pcs muffin yang disajikan dengan whipped cream dan jelly tea sementara anak saya memilih green tea ice cream. Kalau nggak salah. Belakangan si gadis menyesal karena dia tidak menyatakan dengan jelas berapa scoops yang diinginkan sehingga hanya tersaji 1 scoop. Kami hanya menyantap makanan ringan karena hari sudah menunjukkan jam 21.00. Sudah lewat jam makan malam kami, yaitu jam 18.30.

Bagaimana dengan rasa TWG tea ... menurut saya, rasa tehnya sangat ringan. Sama sekali tidak terasa aroma dan rasa tehnya. Kalah dengan aromanya.

Sambil minum dan ngobrol, iseng juga saya lirik kiri-kanan memperhatikan pengunjung yang silih berganti memenuhi sedikit meja yang ada. Mungkin tidak lebih dari 8 meja. Kesemuanya manusia-manusia gaul yang chic .... Dari penampilannya, pasti semua dari golongan atas.

Iyalah ..... mana ada yang mau bayar ratusan K untuk sekedar minum teh dengan sedikit kue2 di tempat chic kalau bukan kalangan atas. Pantas jugalah kalau TWG Tea punya potensi menjadi tempat hang out eksklusif yang cepat atau lambat mengalahkan pamor Starbuck. Atau mungkin juga TWG Tea mengambil kelas yang lebih tinggi dari Starbuck. Selama 4 bulan mereka beroperasi saja, mereka sudah berani mengambil ancang-ancang untuk membuka satu lagi gerainya di salah satu Mall yang prestigious di Jakarta.


Kaleng warna-warni di rak atas itu seharga 15jt/pcs
Hari beranjak sangat cepat dan pada jam 22, kami memutuskan meninggalkan lokasi. Sambil memasukkan kartu hutang alias kartu kredit yang saya gunakan untuk membayar 3 pot teh beserta penganannya, iseng saya lemparkan pertanyaan kepada vendeur alias pelayan toko tentang kaleng teh warna-warni yang terpajang di sepanjang dinding gerai di bagian atas;
" Boleh tanya ... berapa harga kaleng teh yang di atas itu?"
"Lima belas bu .....", jawabnya singkat.
"Maksudnya....?"
"Lima belas juta rupiah..."
Gubraks........., sempat kaget dan terhenyak mendengar harga kaleng teh warna-warni yang cantik itu, tapi saya nggak mau kelihatan kaget ... alias sok jaga gengsi juga hehe....

"Kok mahal banget ya....?"
"Ya bu .... kaleng itu hand made dan di import langsung dari Perancis...!"
"Oh ...............".

Iya sih ...... seperti yang sempat saya katakan, Perancis memang sangat menghargai kerja manual. Design, komposisi warna selalu digarap dengan sangat teliti. Pengerjaannyapun sangat halus dan terasa sangat berkelas.... Tapi ..... "Kaleng krupuk" seharga 15 juta...? Walau dibuat dengan design khusus, hand made dan impor langsung dari Perancis....? Rasanya sangat tidak masuk akal dan sangat berlebihan.

Tapi .... ya sudahlah!!! Saya mungkin memang belum masuk golongan kelas atas, sehingga masih shock dengan hal-hal seperti itu.

Begitulah gaya hidup di kota besar Indonesia.... Hedonisme dengan kata kunci eksklusif ternyata menjadi jurus ampuh para pemasar alias pakar pemasaran untuk menaklukkan dan mendikte kaum OKB Indonesia.

Sambil melangkah meninggalkan TWG tea boutique menuju tempat parkir, terbayang tambahan tagihan kartu kredit saya di bulan yang akan datang... Menyesalkah..? Nggaklah ... cuma dalam hati saya agak nggrendeng juga .... Saya ternyata seringkali jadi "korban" oleh-oleh dari boss dan nyonya saat mereka pulang dari perjalanan ke luar negeri ....

2 komentar:

  1. he, he, he. Pemiliknya sudah dapat dipastikan 0rang yang sangat piawai memamfaatkan situasi ... dimana ada sekelompok Warga Negara Indonesia kaya yang bingung membelanjakan uangnya.

    BalasHapus

BUKAN KARANGAN BUNGA🌺🌺

 Dapat kiriman tulisan yang bagus, untuk refleksi diri DICARI Teman yg bisa  Mensholatkan kita...   Ketika KITA WAFAT... BUKAN KARANGAN BUNG...