Rabu, 30 Oktober 2013

Belajar bahasa Inggris ..... Dimana dan untuk apa?

The Union Jack
Jum'at minggu lalu, anak saya telpon. Minta ijin mengunjungi expo salah satu lembaga pendidikan bahasa asing di WTC Jakarta sepanjang siang hingga sore hari. Karena kunjungan ke Expo itu dilaksanakan pada hari Minggu, maka saya memintanya untuk memberitahu pengawas asrama bahwa dia baru akan kembali ke asrama hari Senin pagi, seperti biasa, harus sudah hadir sebelum jam 06.30. Minggu sore adalah jadwalnya kembali ke asrama.

Maka ..... Minggu pagi, saya mengantarnya ke rumah salah satu temannya. Cucu seorang pengacara Indonesia yang cukup kondang dan sering wira-wiri di layar kaca. Konon, mereka akan berangkat sama-sama ke gedung WTC. Sore hari, setelah mereka "bosan" melihat expo, baru saya menjemputnya kembali di meeting point yang akan ditentukan kemudian. Ini salah satu bentuk "penjajahan" anak kepada orangtua. Si anak, seenaknya mengatur acara dan orangtua "pasrah" melaksanakan "perintah" antar jemput.

Memang ada kendaraan umum atau taxi, tapi kemacetan luar biasa di Jakarta dan terutama, yang lebih penting adalah keamanan saat perempuan muda "jalan" sendiri, membuat kami harus meluangkan waktu antar - jemput anak gadis kami kemanapun dia akan pergi. Transportasi umum dan kondisi ruang publik Jakarta dan kota-kota besar di Indonesia bukanlah tempat yang aman bagi perempuan. Itu menurut kami ... Entahlah... Bisa jadi kami over protective pada anak. Tetapi, sudah banyak kejadian mengerikan yang di alami perempuan muda saat naik taxi. Mulai dari "sekedar" pelecehan seksual hingga yang berakhir dengan pembunuhan.
***

Menjelang sore, sekitar jam 16.00, si anak membunyikan "ping" pada perangkat blackberry;
"Ma ... aku boleh daftar program mereka gak?", tanyanya
'Program apa...?"
"Macam-macamlah..."
"Boleh aja... Berapa lama?", tanyaku
"Minimal 2 minggu, tapi ada yang 2 - 4 bulan"
"Oh .... daftar sih boleh aja, selama nggak ada ikatan!"
"Iya ... cuma kalau mau ikut, pendaftarannya dikasih waktu sampai hari Kamis, supaya dapat diskon lho .... Lumayan gede ma...!"
"Oh ...., Boleh aja daftar. Nanti kita bicarakan di rumah, apa dan bagaimana kelanjutannya ya! Jam berapa dijemput?"
"Agak sore ya ma, supaya aku bisa ikut testnya dulu... Nanti kalau sudah mau pulang, aku telpon atau ping lagi"
"OK ........!!!"

Tidak berapa lama sesudahnya, ibu salah seorang temannya, mengirim pesan melalui blackberry messenger. Rupanya, anak saya memberikan pin kepadanya agar bisa berkomunikasi dengan saya berkenaan dengan program yang ditawarkan dalam expo tersebut. Saya katakan, bahwa saya sama sekali tidak berkeberatan mengikutsertakan anak dalam kegiatan apapun selama tidak mengganggu urusan sekolah dan programnya sesuai dengan kriteria yang kami terapkan dalam "mendidik" anak.

Sore itu, menjelang maghrib, kami menjemput si anak di Kuningan city yang terletak di jalan Prof Dr Satrio. Sepertinya, itu adalah mall yang baru dibuka, atau ada salah satu toko yang baru dibuka. Ada banyak bunga papan di halaman depan gedung tersebut. Kami hanya sempat makan malam di salah satu resto di lantai teratas mall. Lalu, langsung pulang dan tidak sempat membahas mengenai program belajar bahasa tersebut.

Hari Minggu itu, saya memang terlalu lelah untuk kesana-kemari lagi. Sejak pukul 6.30, saya sudah kluyuran keluar rumah. Ke pasar tradisional, lalu antar anak ke rumah temannya. Kembali ke rumah, lalu bersiap-siap melaksanakan rutinitas belanja bulanan, setiap akhir bulan. Tiba di rumah, hanya sempat istirahat sebentar, sudah masuk "panggilan" si anak untuk menjemputnya. Padahal .... Senin pagi sudah harus mengantarnya kembali ke asrama, dan itu berarti sudah harus eluar rumah pada jam 05.30. Badan yang sudah uzur ini, seringkali tidak bisa mendukung aktifitas yang seabreg, mengikuti kegiatan dan kemauan si anak remaja.
***

Senin pagi, selagi berangkat kantor, ibu teman anak saya, mengirim pesan melalui blackberry, berkenaan dengan rencana keikutsertaan anak-anak remaja tersebut dalam program belajar bahasa.
"Nanti saya telpon ya .... Masih di jalan dan setir mobil", sahut saya, mengetik cepat saat terhambat oleh traffic light.

Usai menyelesaikan beberapa pekerjaan pagi itu, saya sempatkan menelpon si ibu. Sepertinya, dia begitu tergesa-gesa ingin mendapat jawaban kami akan keikutsertaan anak-anak dalam program yang ditawarkan pada expo tersebut.

"Aku kemarin ikut hadir mendengar penjelasannya. Programnya menarik lho mbak ....! Jadi bukan sekedar home-stay. Anak-anak belajar bahasa selama 2-4 bulan. Itu waktu minimal yang dibutuhkan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas bahasa si anak. Aku usul agar anak-anak ambil program bulan Januari 2014 nanti dengan pilihan belajar di Brisbane" begitu penjelasannya.

"2-4 bulan apa nggak terlalu lama? Bagaimana dengan sekolah anak-anak dan juga, kenapa di Brisbane? Bukankah belajar bahasa Inggris yang baik ya seharusnya di UK atau minimal di USA. Yang pasti, bukan Australia", tanya saya

"Saya sudah telpon direktur sekolah. Beliau sangat mendukung dan bersedia memberikan pelajaran tambahan kepada siswa yang ikut program ini, supaya mereka tidak tinggal kelas dan Brisbane jadi pilihan, supaya dekat dari Jakarta. Jadi kalau mau nengok, bisa lebih mudah dan cepat", jawabnya.


Agak tercenung juga saya mendengar antusiasmenya. Antusiasme yang khas dari ibu-ibu "muda" dari golongan berduit. Mereka yang sama sekali tidak memiliki masalah dengan keuangan. Saya katakan muda karena umur mereka memang rata-rata 10 - 15 tahun di bawah umur saya.

"Menurut saya, peningkatan kemampuan bahasa anak atau siapapun tidak akan tercapai hanya dalam waktu 2 bulan saja. Ada banyak faktor penyebabnya. Salah satu yang paling penting adalah kepribadian si anak. Kalau dia talkative, tanpa harus belajar ke "luar"pun, in sha Allah dia akan berbahasa asing dengan sangat baik. Saya punya pengalaman pribadi belajar bahasa asing 20 jam/minggu selama 1 tahun dan toh setelah upaya keras itu, saya tetap berkeringat dingin kalau harus bicara dengan penutur asli bahasa tersebut. Sebaliknya ... anak saya yang besar, tanpa pernah ikut les bahasa Inggris sedikitpun, dia mampu melalui test IELTS pada kesempatan pertama kali dengan hasil yang sangat baik saat dia akan melanjutkan kuliah".

"Mungkin mbak belajar bahasanya di Jakarta....", bantahnya.

"Saya belajar di negeri asal bahasa tersebut. Di kota kecil yang saat itu hanya dihuni 5 orang asal Indonesia. Dan saya satu-satunya orang Indonesia di kelas. Kami, saat itu tinggal di sebuah studio milik penduduk asli. Kecuali ketika suami ada di rumah, praktis saya harus berkomunikasi dengan penduduk setempat dengan bahasa yang seadanya. Bisa jadi, hal itu disebabkan karena saya memang kurang berbakat dalam bahasa asing... Tapi hasil ujian saya dan ini tercantum dalam sertifikat yang saya peroleh, adalah nilai tertinggi di angkatan tersebut. Dan toh ... hingga saat ini, saya tidak atau belum menjadi penutur yang fasih dari bahasa tersebut", sahut saya.

Mungkin dia sebal juga mendengar cerita saya yang panjang lebar itu..
"Jadi ... bagaimana? Apa anakmu akan ikut? Kita harus segera daftar. Batas waktunya hanya sampai hari Kamis. Idealnya, pesertanya genap, supaya masing-masing bisa tinggal di host parent yang sama", desaknya

"Saya harus bicara dulu dengan suami, malam ini karena ini menyangkut kondisi meninggalkan sekolah dalam waktu yang relatif lama. Besok saya kabari ya...."

Coincidence, suami menelpon saya ... satu hal yang sangat jarang dilakukan. Kesempatan itu saya gunakan untuk menceritakan seluruh percakapan telpon tadi.
***

Sore hari menjelang jam pulang kantor, petugas marketing lembaga pendidikan tersebut menelpon saya. Pasti anak gadis saya mencantumkan nomor telpon genggam saya di formulir yang harus diisinya. Panjang lebar dia menjelaskan keunggulan program-programnya. Cape juga mendengar penjelasannya. Toh saya sudah sempat membaca booklet tebal yang dibawa anak saya.

"Program kami ada diberbagai kota dunia. Ibu bisa memilih kota mana saja yang diinginkan. Bisa juga di Singapore, kalau di tempat lain terasa terlalu jauh, misalnya", begitu tuturan pamungkasnya.


the very known RED Bus of London
"Menurut saya ...., tempat terbaik belajar bahasa dan budaya Inggris hanya ada satu. Di negeri asalnya, yaitu UK, tidak ditempat lain, apalagi negara-negara yang anda sebutkan tadi. Alternatif ke 2 adalah USA dan bukan Australia", sahut saya.

"Kalau begitu ... ke UK saja bu ..., tapi tidak bisa Januari yang akan datang. Untuk UK, kami hanya ada summer program. Berat bagi siswa kalau mereka ikut winter program. Cuaca di UK pasti sangat tidak mendukung", sambarnya, sama sekali tidak mau kehilangan kesempatan dalam memasarkan produknya.

"Nah ... itu dia ... Kami hanya mengijinkan anak pergi selama libur sekolah. Jadi hanya home stay antara 2-3 minggu saja. Libur sekolah yang akan datang dan tentunya Summer program 2014 dan 2015 bertepatan dengan bulan Ramadhan. Jadi, sudah tentu kami tidak akan mengijinkannya pergi selama bulan Ramadhan tersebut. Lagi pula, home stay berlangsung setiap waktu, jadi tidak harus disegerakan. Kami akan cari waktu yang tepat bagi semuanya".

"Tapi bu ....., kalau ibu daftar sekarang, anak ibu akan mendapat diskon USD 250 lho....! Penawaran ini sudah diperpanjang dan hanya berlaku hingga hari Kamis 31/10 saja. Sayang kalau tidak dimanfaatkan....!!!", rayunya lagi... Khas cara kerja para marketer.

"Come on .... Orang yang sudah mau mengeluarkan uang sebesar itu, minimal USD 5.000 hanya untuk membiayai anaknya belajar bahasa selama 2-3 minggu saja, rasanya sudah tidak perlu tergiur iming-iming diskon deh...!", bantah saya sambil tertawa.

Bukan karena sombong ... tapi begitulah seharusnya, minimal menurut saya, logika berpikir orangtua yang sudah dengan ringan hati "membuang uang" membiayai anaknya ikut program belajar bahasa asing hanya untuk waktu singkat. Kalau masih hitung-hitungan diskon begitu, lebih baik belajar di tempat kursus di Indonesia saja.
***

Ada banyak contoh anak-anak yang belajar bahasa Inggris hanya di Indonesia saja dengan biaya yang relatif murah dan toh mereka mampu berbicara dengan sangat baik. Saya ingat di salah satu episode acara Kick Andy beberapa bulan lalu, ada seorang wanita, dari kalangan kurang beruntung, tetapi mampu berbicara dalam 6 bahasa asing dan istimewanya........, dia belajar secara otodidak.

Dan seperti yang sudah saya ceritakan, anak lelaki saya sama sekali tidak pernah les bahasa Inggris, toh dia mampu melalui test IELTS dengan hasil yang sangat baik hanya dalam 1 kali kesempatan test saja. Entah bagaimana cara dia belajar. Bisa jadi melalui tontonan film kartun yang pada jamannya kecil dulu tidak di dubbing dengan bahasa Indonesia. Bisa juga melalui lagu-lagu berbahasa Inggris yang selalu kami pasang di mobil dan dimanapun kami memasang radio/compact disk... Yang pasti dia mampu berbahasa Inggris dengan cukup baik. Bahkan karena apa yang didengarnya adalah produk USA, maka teman2nya di Australia sana, mendengar aksen bahasanya sangat American.

Sebaliknya... saya juga banyak menemui orang yang bertahun-tahun tinggal di "luar" tetapi kemampuan berkomunikasi dalam bahasa Inggris/asingnya sangat parah. Tidak sebanding dengan lamnya waktu tinggal di negeri "asing" tersebut. Jadi ... sudah sangat bisa dipastikan ... belajar bahasa Inggris hanya 2 bulan, walau di negeri aslinya sekalipun, tidak menjamin akan meningkatkan kualitas kemampuan berbahasa kita.
***


UK Map
Malam hari ... menjelang tidur, saya sempatkan menulis pesan di perangkat blackberry. Rencananya, akan saya kirim menjelang berangkat kantor, untuk memenuhi janji saya, memberitahukan isi dan keputusan hasil pembicaraan dengan suami.

Isinya begini (edited):

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Maaf saya menyampaikan via blackberry™, takut lupa ☎ kalau sudah di kantor nanti.

Saya sudah bicara dengan suami tentang program belajar bahasa untuk anak2. Tadi sore marketingnya juga ☎ & kami sudah bicara panjang lebar.

Kesimpulannya; saya+suami sepakat bahwa tempat belajar bahasa+budaya Inggris yang ideal & pas adalah di UK, bukan negara lainnya. Suami saya juga keberatan kalau anak2 meninggalkan sekolah, walau nantinya ada pelajaran tambahan utk mengejar pelajaran yang tertinggal. Anak harus belajar pada jadwal regular & berproses secara normal.

Menurut pengalaman kami, belajar bahasa dalam waktu singkat (beberapa bulan) tidak akan memberi kemajuan luar biasa untuk anak, kecuali kalau tujuannya hanya penyesuaian diri dengan lingkungan setempat sebelum kuliah di negeri terkait. Kalaupun anak kami akan ikut serta, maka sifatnya hanya untuk "melepas dia" belajar beradaptasi di lingkungan asing. Jadi hanya program Home stay 2 - 3 minggu saja. Sementara itu, karena untuk UK, program mereka hanya ada pada musim panas & mengingat libur sekolah tahun 2014 & 2015 adalah Ramadhan, maka kami pikir anak kami tidak akan ikut program ini.

Terima kasih informasinya ya. Wassalam
***

Ternyata ..... saya kalah set juga hehe ....... Pagi-pagi sekali, saat BB saya dinyalakan, sudah masuk pertanyaannya untuk memastikan rencana keberangkatan anak-anak. Maka langsung saja saya kirim jawaban yang sudah disiapkan tersebut.

Jawaban yang hilang begitu saja, tanpa tanggapan apapun juga sebagai tanda bahwa dia sudah menerima konfirmasi saya. Tapi sudahlah ... sayapun tidak memerlukan jawaban apapun lagi... Stand point nya sudah sangat jelas.

Saya hanya teringat lagi akan perbincangan seorang psikolog, dalam suatu talk show di radio yang selalu saya dengar saat berangkat ke kantor. Dia bilang begini:

"Seorang marketer/tim pemasaran menginterpretasikan penelitian laboratorium/akademis  sedemikian rupa sehingga menimbulkan kecemasan bagi yang membacanya. Kemudian mereka memanfaatkan kecemasan itu dalam  sebuah strategi untuk memasarkan suatu produk. Tujuannya adalah mempermainkan & menjebak perasaan konsumen ke dalam perasaan cemas yang mereka (para marketer) ciptakan agar calon konsumen merasa bahwa tanpa menggunakan produk (apapun juga bentuk produknya) terkait, hidup (konsumen yang dituju) akan terasa menjadi kurang sempurna"


So parents ... be a smart consumer in any case

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BUKAN KARANGAN BUNGA🌺🌺

 Dapat kiriman tulisan yang bagus, untuk refleksi diri DICARI Teman yg bisa  Mensholatkan kita...   Ketika KITA WAFAT... BUKAN KARANGAN BUNG...