Kamis, 22 Mei 2014

Masih seputar BLACK CAMPAIGN

Kalau dipikir-pikir ...kasihan banget Joko Widodo ya...? Entah apa salahnya, dia juga tentu sama sekali tidak menyangka bila sejak dia masuk ke dalam kancah pemilihan gubernur DKI Jakarta lalu memang dan terpilih menjadi gubernur DKI Jakarta, black campaign ternyata tidak berhenti juga. Apalagi sejak dia terpilih dan ditugaskan, ini mengutip ucapan Megawati Soekarnoputri" partai yang menaunginya menjadi calon presiden RI pada pemilihan raya 2014 black campaign terhadap dirinya semakin menggila.

Joko Widodo juga pasti sama sekali tidak menduga bahwa jalan hidupnya berputar dan berjalan ke arah yang sama sekali tidak diduganya. Setelah konon kabarnya dia di"gadang-gadang" Jusuf Kalla, melihat prestasi kerjanya selama menjadi walikota Solo, sebagai salah seorang calon gubernur DKI Jakarta yang potensial. Joko Widodo kemudian "didorong" oleh Prabowo Subianto untuk dipasangkan dengan Basuki T Purnama kader Gerindra dalam perebutan kursi gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta. Wilayah kecil yang paling prestigeous di Indonesia.

Siapa pula yang menyangka bila kemudian Prabowo menjadi pesaingnya yang paling kuat dan sekarang menjadi satu-satunya pesaing dalam perebutan kursi RI1. Pasti dia tidak pernah menyangka dan bahkan sebagai anak pengusaha mebel "kampungan, bermimpipun untuk menjadi calon presidenpun dia takkan berani. Tapi itulah rahasia alam dan kehidupan manusia.

Nah ......
Tadi sore, usai menunaikan shalat Ashar, salah seorang staff di kantor, masuk ruangan. Di tangannya ada 3 lembar kertas yang sepertinya baru selesai di print. Dengan wajah "sok tahu" dia menyodorkan ke 3 lembaran kertas tersebut pada saya. 
"Ini saya dapat dari teman ..."
"Oh ... dari sumber mana ...?"
"Banyaklah ....!!!", sahutnya sambil menyebut beberapa social media yang memang agak bawel melakukan black campaign

Saya melihat ada lebih dari 50 butir berbagai isu yang bisa dikategorikan sebagai  "pembantaian" pasangan Jokowi - Jusuf Kalla. Dari mulai hal-hal remeh temeh yang terasa masuk akal hingga isu-isu bombastis yang sangat tidak masuk akal ...

Saya sama sekali tidak tertarik untuk membacanya satu demi satu. Bukan karena saya pendukung pasangan Joko Widodo - Jusuf Kalla, karena sampai hari ini saya sama sekali belum berminat menentukan pilihan pasangan calon presiden yang akan saya pilih, tetapi saya memang merasa sangat muak dengan model-model black campaign kepada calon presiden siapapun juga. Termasuk juga kalau black campaign itu ditujukan kepada Prabowo Subianto.

"Saya tertarik pada 2 butir ini bu ....!!", seraya menunjuk 2 butir yang tertera di halaman ke dua.
"Oh itu .... Nggaklah ..... itu isu lama yang pernah muncul sekitar 10 tahun yang lalu. Yang bersangkutan sama sekali tidak berminat pada posisi itu. Saya tahu pasti itu"
"Ah masaaaa ......?" jawabnya dengan mimik sedikit melecehkan
"Ya sudah ... Nggak percaya juga nggak apa kok ..."
"Lalu, kalau yang ini ....?" tanyanya sambil kembali menunjuk lembar pertama dari 3 lembar kertas tersebut.
"Hhhhmmmm ..... OK, kita bahas satu-satu, apa yang saya tahu...."

Satu demi satu saya baca dan komentari. Beberapa hal saya jawab berdasarkan pengetahuan saya dari berbagai sumber yang bisa dan sangat terpercaya untuk itu karena sumber itu adalah orang yang kenal dengan tokoh-tokoh yang sedang menjadi korban black campaign dan atau terlibat dalam kejadian dan peristiwa yang tercantum dalam tulisan tersebut. Beberapa hal lain saya komentari berdasarkan personal reasoning. Logika berpikir yang saya usahakan tidak berpihak kepada siapapun karena memang sampai saat ini saya belum berminat menentukan pilihan.

Ada satu pernyataan yang menurut saya merupakan dan bisa dikategorikan sebagai a very stupid black campaign dimana hanya orang yang tidak punya akal sehat saja yang percaya isu tersebut. Isinya begini ...:

Jusuf Kalla memberi 10T, dibaca sepuluh trilyun, angka satu ditemani 12 angka nol dibelakangnya alias 10.000.000.000.000,- agar ditunjuk sebagai calon wakil presiden RI yang akan mendampingi Joko Widodo dalam ajang pemilihan presiden 2014

Saya betul-betul terperangah membaca tulisan itu. Rupanya, apapun yang berkaitan dengan Jokowi menjadi sasaran empuk untuk diobok-obok. 

Memang ... isu itu sudah pernah saya baca di salah satu social media, tapi sungguh mati saya sama sekali tidak menyangka bahwa isu itu demikian massif disisipkan untuk menjatuhkan salah satu calon presiden dan wakilnya.

Tulisan itu tentu sangat tidak masuk akal dan menurut saya sangat melecehkan martabat Jusuf Kalla. Kenapa ....?

Sebagai orang Bugis yang sebelum masuk ke dalam elit pemerintahan negeri ini, Jusuf Kalla dan keluarganya sudah dikenal sebagai keluarga saudagar kaya dari tanah Bugis dengan beragam usaha. Hitung menghitung ekonomi terutama untu melakukan investasi sudah betul-betul ngelotok... kata orang Betawi. Jadi ... JK pasti sudah bisa membayangkan bahwa dengan uang sebanyak itu, dia bisa membangun kerajaan bisnis yang sangat luar biasa besarnya dan dalam beragam bidang.

Karenanya, saya amat sangat yakin bahwa bila permintaan itu ada, JK akan tegas menolak, walau seandainyapun ada ribuan sponsor yang siap membayarinya. 
Kenapa ...? 
Pertama karena bila dia dan pasangannya kelak terpilih, maka mereka akan ditagih balas budi dan yang kedua, JK sudah pernah jadi wakil presiden ... jadi, kalau harus keluar uang sebesar itu ...  maka logikanya, posisi Presidenlah yang pantas disandang. Kalau tidak .... "alangkah tololnya JK" kalau mau ditempatkan sebagai wakil saja ...!!! Ini sama dengan meremehkan bargaining power  dan kemampuannya.

Begitulah ....
Black campaign dilakukan, entah oleh siapa, secara membabi-buta. Sangat di luar nalar dan sangat membodohi masyarakat.
Rupanya kita masih belum siap untuk bisa berkampanye secara sehat, benar dan santun
Pola dan cara Kampanye Pemilihan Umum, baik pemilihan legislatif, pemilihan kepala daerah dan pemilihan presiden masih sangat memprihatinkan. Masih dengan cara-cara pembodohan




Rabu, 21 Mei 2014

Ecek-ecek jadi pengamat politik

Capres - cawapres 2014
Sejak awal, saya bukan pendukung Jokowi sebagai calon presiden RI, apalagi setelah deklarasi pasangan calon presiden Joko Widodo–Jusuf Kalla. Tapi juga bukan berarti saya mendukung Prabowo Subianto sebagai calon RI1, apalagi setelah dipasangkan dengan Hatta Rajasa. Wah ….. enggak banget deh ….!!! Saya hanya merasa sangat muak dengan cara berkampanye yang vulgar ...  terutama serangan pada Jokowi yang terjadi bahkan sejak Joko Widodo masuk ke dalam kancah pemilihan gubernur DKI Jakarta berhadapan gubernur incumbent Fauzie Bowo yang berpasangan dengan Nachrowi Ramlie.

Sudah sejak semula, serangan kampanye hitam kepada Jokowi terasa sudah terlalu vulgar. Segala macam issue diketengahkan. Dari mulai soal asal–usul, kedaerahan, masalah agama yang dianutnya, tentu karena pasangan Joko WIdodo dalam pemilihan gubernur DKI Jakarta adalah Basuki T Purnama yang beragama Kristen dan berasal dari etnis Cina, sampai hal–hal lain yang terasa sangat keterlaluan.

Usai terpilih sebagai gubernur DKI Jakarta, ternyata cercaan masih tetap berlangsung. Masyarakat banyak dibuta-tulikan oleh black campaign. Banyak permainan kotor politisi busuk yang menguasai DPRD Jakarta terjadi untuk men down grading kinerja pasangan gubernur dan wakil gubernur yang mengusung slogan Jakarta Baru.

Rancangan APBD terhambat, upaya menertibkan dan merapikan kesemrawutan Jakarta dihadang. Bahkan segala masalah yang ada di DKI Jakarta ditimpakan pada Jokowi–Ahok, begitu nama pasangan ini disebut orang seolah mereka berdualah biang keladi dari segala keruwetan yang ada di DKI Jakarta. Padahal sebagai segelintir orang yang memiliki wawasan lebih baik dari kebanyakan rakyat seharusnya kita tahu bahwa berbagai masalah di DKI Jakarta adalah akumulasi dari berbagai masalah yang selama puluhan tahun sejak bang Ali Sadikin, gubernur legendaris itu lengser, tidak pernah terselesaikan atau mungkin tidak pernah diperhatikan dan diniatkan untuk diselesaikan.

Pasangan gubernur DKI Jakarta, Jokowi–Ahok baru mulai membenahi Jakarta. Hasilnya  …. Kalau kita mau jujur dan tidak membuta-tulikan hati–nurani, sudah mulai terasa. Dimulai dari pembenahan kawasan Tanah Abang yang banyak ditentang bahkan oleh salah satu pentolan di DPRD Jakarta yang …. eh …. ternyata, dia memang “jawara” yang hidup dari kutipan pada pedagang liar yang memenuhi dan membuat ruwet kawasan Tanah Abang.

Lalu pembenahan kawasan waduk Pluit di Jakarta Utara dan waduk Ria–rio di Jakarta Timur, pelapisan jalan raya, perbaikan kampung dengan membuat kampung deret dan saya yakin banyak lagi yang saya tidak bisa menuliskan karena saya memang bukan pengamat, apalagi berkepentingan atas prestasi kerja mereka kecuali sebagai penduduk DKI Jakarta yang memiliki akar nenek moyang etnis Betawi.

Paling tidak … saya merasa betul perubahan itu karena jalan dari depan rumah hingga ke kantor sejauh + 8 km sudah dilapisi aspal yang tebalnya bukan basa–basi. Padahal sudah 14 tahun saya tinggal di kawasan tersebut dan baru pada era Jokowi–Ahok inilah ada perbaikan jalan yang bukan sekedar tambal sulam setempat.

Tentu, tidak semua cerita sukses saja. Masalah kronis banjir dan kemacetan masih belum teratasi, apalagi dengan terbitnya kebijakan “tolol” pemerintah pusat berupa ijin penjualan low cost green car–LCGC yang sesungguhnya juga sudah sejak awal ditentang Jokowi-Ahok.

Sewajarnyalah bila kita berpikir jernih … banjir adalah masalah kronis yang sudah ada sejak jaman Belanda. Itu sebab bila kita mau berbesar hati memeriksa dokumentasi tata kota, maka kita bisa melihat betapa rancangan pembuatan “banjir kanal Barat dan Timur” sudah ada sejak dulu. Sejak jaman penjajahan Belanda! Begitu juga dengan berbagai sodetan untuk mengalirkan air hujan.

Pembangunan di Jakarta memang sangat tidak terkendali. Aturan tata kota terutama yang berkaitan dengan tata guna tanah dan koefisien dasar bangunan–KDB banyak dilanggar. Wilayah resapan air di wilayah Jakarta Selatan dengan KDB 20% ternyata, secara massif, dilanggar melalui kongkalikong antara masyarakat dengan pejabat/aparat pemerintah yang koruptif.

Jokowi RI1?
Rawa, situ, hutan kota, perkebunan, sawah dan lahan pertanian lainnya semua berubah jadi hunian dan komersial. Jadi wajar saja kalau banjir menjadi tidak terkendali karena permukaan tanah tidak lagi cukup mampu menyerap curahan hujan. Salahkah pasangan gubernur DKI Jakarta ini? Bagi sebagian orang ….. pasti akan menjawab YA … pasangan gubernur DKI tidak mampu menyelesaikan masalah kronis di Jakarta.

Mereka lupa bahwa proses perusakan alam yang berjalan massif selama puluhan tahun, begitu juga dengan kesalahan kebijakan transportasi tidak akan bisa diselesaikan dengan segera. Butuh waktu yang cukup panjang bukan saja dari pemerintah daerah saja tetapi juga harus didukung selain oleh pemerintah pusat yang turut membebani kinerja DKI Jakarta dengan tugas sekaligus sebagai ibukota Negara, juga oleh seluruh masyarakat Jakarta dari berbagai lapisan sosial itu sendiri.

Kuncinya .... patuh pada aturan tata kota !!! Ada berbagai peraturan daerah dan banyak hal harus dipatuhi guna tercapainya tujuan memperbaiki kualitas kehidupan di Jakarta.  

Kalau perusakan ini sudah terjadi sejak berakhirnya masa jabatan bang Ali Sadikin pada tahun 1977, berarti sudah berjalan selama 37 tahun. Maka wajar saja kalau hasil perbaikannya belum terlihat karena pasangan gubernur DKI ini baru memerintah selama + 19 bulan saja.

Gaya kepemimpinan Jokowi yang menjungkirbalikan gaya komunikasi dan penampilan pejabat pemerintah membuat Jokowi menjadi “media darling” sekaligus menjadi sasaran empuk lawan politik yang sepertinya melihat Jokowi sebagai ancaman bagi ambisi berkuasa segelintir elit politik negeri ini. Penetapan Joko WIdodo sebagai calon presiden RI dari PDIP memang semakin membuat runyam sosok Joko Widodo. Penampilan “lugu” dan merakyat yang didukung dengan wajah “ndeso” …., wajah rakyat kebanyakan, ternyata semakin membuat runyam.

Ada pendapat pragmatis bila Jokowi terpilih jadi RI1 pada pemilihan presiden bulan Juli 2014 yang akan datang, maka koordinasi penyelesaian masalah DKI-pusat menjadi lebih mudah sehingga perbaikan kualitas hidup di Jakarta akan lebih lancar. Benarkah begitu…? Kita lihat saja karena ini memang baru asumsi ...
***

Semangatnya masih tinggi
Lalu …., bagaimana dengan Prabowo Subianto?
Konon … andai Prabowo menjadi presiden RI ke 9, maka TNI–RI akan memasuki babak baru yang "aneh bin ajaib". Akan tercatat dalam sejarahnya serta mungkin hanya satu-satunya di dunia. Bisa masuk MURI atau bahkan Guinness book of record, yaitu ······ TNI akan "diperintah" oleh Presiden RI sebagai panglima tertinggi TNI yang adalah jenderal yang sudah dipecat.

Itu sebabnya dalam berbagai kesempatan Agum Gumelar berulangkali meminta Prabowo Subianto untuk mengingat sejarah

Prabowo Subianto yang kita tahu adalah anak kandung Sumitro Djojohadikusumo, dan cucu Margono Djojohadikusumo. Keduanya, bapak dan kakeknya adalah tokoh yang sangat berpengaruh dalam tatanan perekonomian Indonesia pada jamannya. Prabowo Subianto kemudian menikah dengan salah satu anak penguasa negeri ini. Tentu saja, kehidupan Prabowo sangat nyaman. Jauh dari perih penderitaan hidup yang diderita rakyat jelata.
Saya sangat menghargai keluarga Prabowo Subianto. Sebagai orang yang lahir dari keluarga terpandang di kalangan intelektual, tumbuh dan besar di luar negeri, Prabowo Subianto tentu sudah biasa bergaul dengan kalangan atas. Kalangan “terhormat” di berbagai bidang. Para pengusaha, kalangan militer dalam dan luar negeri, diplomat dari berbagai negara asing dan sebagainya. Ditunjang dengan kemampuannya berbicara dalam berbagai bahasa asing serta lingkungan pergaulannya ini akan menjadi modal kuat bagi Prabowo Subianto untuk membawa Indonesia masuk dalam kancah pergaulan diplomasi internasional dengan penuh percaya diri. Kita sama tahulah ... bahwa kebanyakan orang Indonesia, langsung menjadi "bisu" saat harus berbicara, berdiplomasi, bernegosiasi apalagi harus berdebat dengan bule....
***

keren ya, dulu, waktu masih jadi jendral
Melihat profil kedua calon presiden Indonesia 2014, kita seperti diajak melihat persaingan dan pertarungan antara seorang ksatria melawan seorang dari golongan sudra. Perlawanan rakyat jelata melawan kaum intelektual. Antara golongan orang kota dan intelek, yang diwakili oleh Prabowo Subianto yang sudah terbiasa bergaul di kalangan masyarakat kelas atas melawan Joko Widodo  yang "cuma" anak pengusaha mebel "kampungan" yang lekat dengan kesulitan hidup rakyat.

Sayangnya, politik Indonesia pada era demokrasi saat ini, sudah mengarah pada pembodohan rakyat. Pemilihan umum kini sarat dengan praktek Money politic. Bahkan penguasa Negara memanfaatkan kekuasaannya “menjarah” APBN untuk digunakan sebagai alat money politic berbalut program pemerintah untuk meredam turunnya pendapatan rakyat akibat kenaikan BBM.

Gara–gara money politic ini pula, maka ongkos pribadi untuk pencalonan diri sebagai calon legislatif maupun eksekutif menjadi sangat tinggi. Maka tidak mengherankan kalau korupsi mejadi semakin massif dan merata demi “mengembalikan” modal yang sudah dikeluarkan.

Kampanye pemilihan juga semakin vulgar dan membabi buta. Etika dan sopan santun sudah semakin hilang. Caci maki semakin kerap dilakukan dan diumbar. Sayang sekali hal ini juga dilakukan oleh orang–orang yang relatif berpendidikan tinggi. 

Kalau sudah begini, siapa yg akan anda pilih...?

Tentu yang sesuai dengan hati nurani dan harapan2 yg kita inginkan
Jangan ikut-ikutan ....

Vote for new era Indonesia 2014

Jumat, 02 Mei 2014

PLINTIRAN WARTAWAN atau KEDANGKALAN PENGETAHUAN?

Monumen Nasional di malam hari
Hari ini, Jum'at 2 Mei 2014, dalam harian Kompas halaman 26, di bawah judul "DKI Ambil Alih Proyek Bank Dunia, M Sanusi, salah satu anggota dprd dki Jakarta dan Ucok Sky Khadafi, Direktur Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran mengemukakan tanggapan yang lebih berisi keberatan-keberatan tentang rencana pemda dki Jakarta mengambil alih/refinancing (?) 2 dari 7 paket pekerjaan pengerukan sungai di wilayah dki Jakarta.

Pekerjaan pengerukan sungai tersebut didanai dari pinjaman bank dunia senilai +/- Rp.1,5 trilyun melalui proyek yang dinamai Jakarta Emergency Dredging Initiative. Masih menurut harian tersebut, sebagian dana pinjaman tersebut disalurkan melalui pemda dki Jakarta dan sebagian lagi disalurkan melalui Kementrian Pekerjaan Umum. Pemda dki menginginkan agar penyelesaian proyek dipercepat dari 5 tahun menjadi hanya 2 tahun saja dengan pola pendanaan yang akan diatur oleh pemda dki sendiri.

Mereka, anggota dprd tersebut dan Ucok berdalih bahwa pengalihan pendanaan proyek tersebut harus seijin dprd. Lebih jauh lagi, mereka berpendapat bahwa pengambil-alihan tersebut mencederai komitmen pada bank dunia. M Sanusi juga mengatakan bahwa kepercayaan bank dunia kepada pemda dki bakal hilang. Ditakutkan, pemda dki bakal kesulitan bila kelak suatu saat membutuhkan pinjaman dari bank dunia.

Jakarta, ternyata cantik juga
Pemerintah dki sendiri, tentu memiliki alasan mengapa mereka berani mengambil keputusan tersebut. Termasuk juga sudah memperhitungkan darimana sumber dana pengganti pinjaman bank dunia.
Butir pertama dari keberatan kedua orang tersebut, entah merupakan pendapat instansinya masing-masing atau pendapat pribadi, yaitu  tentang persetujuan dprd dki, sangat bisa dimengerti dan diterima akal sehat.

Persetujuan dprd tentu dimaksudkan agar pemda dki Jakarta tidak gegabah dalam mengambil keputusan. Agar pengambil-alihan pinjaman (refinancing?) menjadi lebih terarah sumber dan penggunaan dananya serta syarat-syarat pengalihan pinjaman, yaitu bila dana pengganti berasal dari pinjaman institusi bank lainnya, tidak memberatkan. Akan lebih baik lagi bila prasyaratnya lebih ringan dan menguntungkan bagi pemda dki serta seluruh pemangku kepentingan (stake holder) di wilayah dki Jakarta. Intinya supaya tidak gegabah dan merugikan.

Ini praktek biasa yang berlaku juga di perusahaan swasta. Wewenang eksekutif dibatasi dalam hal meminjam dan menjaminkan aset perusahaan, yaitu harus dan wajib ada persetujuan dewan komisaris perusahaan atau para pemegang saham. Jadi .... kalau kedua orang tersebut mewajibkan agar pemda dki meminta persetujuan dprd, wajarlah .... Asal dalam permintaan persetujuan tersebut, dprd tidak mempersulit dan merongrong dengan segala macam "amplop" seperti yang konon biasa dilakukan.
Jakarta di malam hari
Butir ke 2, yaitu pendapat bahwa refinancing bakal mencederai komitmen kepada peminjam dan ketakutan suatu waktu kelak akan mendapatkan kesulitan saat memerlukan pinjaman bank dunia. ini betul-betul pendapat yang sangat aneh bin ajaib ·····

Mungkin, pemberi komentar, tidak paham atau tidak pernah berurusan dengan bank terutama dalam hal pinjam meminjam. Maklum ... anggota dprd memang umumnya kaya raya berlimpah uang. Jadi secara pribadi tentu tidak memerlukan pinjaman uang. Apalagi kalau latar belakangnya bukan pengusaha. Bisa jadi urusannya cuma buka deposito saja. Atau bahkan sama sekali enggan berurusan dengan bank, takut transaksi keuangannya terendus PPATK dan kemudian berujung ke KPK.

Sebagai peminjam, pemda dki mempunyai hak mengevaluasi syarat-syarat pinjaman. Kalau pada saat awal pinjaman, untuk suatu alasan tertentu yang kita semua sama sekali tidak tahu, pemda "terpaksa" menerima syarat berat dari bank dunia, maka seiring dengan waktu berjalan, saat harus memperpanjang perjanjian pinjaman yang umumnya dilakukan setiap tahun, peminjam bisa meminta perubahan syarat/kondisi pinjaman sebelum menandatangani perpanjangan pinjaman. Kalau tidak ada titik temu atas permintaan perubahan syarat dan kondisi, tentu ..... boleh saja pemda/peminjam mencari sumber dana lain/pinjaman dari bank lain yang persyaratannya lebih ringan/baik untuk men "take over/refinancing" pinjaman tersebut. Kondisi ini juga merupakan praktek yang biasa dan sangat umum di dunia usaha/perbankan. Jadi .... dimana letak kesalahannya?

mungkin ini salah satu lokasi proyek
Takut kalau suatu saat pemda dki memerlukan pinjaman akan mendapat kesulitan...? Pendapat ini rasanya menyiratkan ketidaktahuan "komentator" atas praktek pinjam-meminjam di dunia perbankan. Bank manapun juga, sangat takut kehilangan nasabah terutama nasabah dengan track record yang baik. Antara lain .... peminjam memiliki sumber-sumber pengembalian pinjaman yang jelas serta collateral alias jaminan yang memadai. Dengan demikian yang bersangkutan mampu serta patuh membayar pokok pinjaman dan bunga. Bank hidup dan berkembang dari bunga dan provisi pinjaman .... Kehilangan nasabah, pasti akan merugikan bank.

Jadi jelas .... untuk pinjaman kelas berat yaitu yang nilai pinjamannya luar biasa besarnya, justru bank yang ketakutan. Kemacetan pengembalian pinjaman (non performing loan) pasti akan sangat mengganggu operasional bank. Percayalah .... Bank akan bersikap sangat lunak pada nasabah premium semacam itu.

Ketakutan paling besar dari bank adalah kalau pinjamannya tidak dilunasi ... Jadi, daripada macet ... bank akan melakukan penjadwalan kembali pembayaran hutang. Yang penting nasabah mampu mencicil pinjaman beserta bunga. Jadi kalau pinjaman dilunasi lebih cepat ... tentu akan lebih baik, terutama kalau nasabahnya agak "nakal". Daripada kreditnya dikemplang ... dibawa kabur....

Banjir yang selalu dikeluhkan
Kalau nasabah premium yang patuh dan punya kemampuan bayar yang tinggi ... justru bank takut kehilangan ... Takut kalau sang nasabah pindah ke lain hati ... Maka ... mati-matian bank akan berusaha agar si nasabah tidak melunasi pinjamannya. Malah, bukan tidak mungkin peminjam akan diiming-imingi bunga rendah dan tenggat waktu pengembalian yang sangat panjang. Istilah umumnya adalah pinjaman lunak.
Bukankah dalam skala kecil, kita juga sering mendapat tawaran langsung melalui telpon, surat atau sms, untuk mengalihkan tagihan kartu kredit kita ke bank lain dengan iming-iming bunga lebih rendah, berbagai kemudahan serta mungkin juga hadiah. Sekali lagi····· ini praktek lumrah dalam dunia perbankan.
Menjadi aneh bila anggota dprd dan direktur investigasi dan advokasi forum Indonesia untuk transparansi anggaran tersebut seperti mencurigai dan mungkin mempersulit rencana pemda dki mengambil alih/refinancing tersebut dengan dalih menyalahi komitmen dengan bank dunia. Apakah mereka tidak mengerti praktek umum perbankan atau ada plintiran wartawan atas masalah ini. Kalau melihat media yang mewartakannya, rasanya mustahil ada plintiran wartawan dalam pemberitaannya.

Seharusnya .... baik dprd dan forum Indonesia untuk transparansi anggaran meminta pemda dki menjelaskan rencana tersebut sekaligus menanyakan plus/minusnya refinancing. Dukung kalau hal itu memang lebih menguntungkan ······ Yang begini lebih cerdas .... dan memang seharusnya begitu ...!!!
Jangan menjegal tanpa alasan yang jelas dan malah memperlihatkan betapa konyolnya pendapat mereka.

BUKAN KARANGAN BUNGA🌺🌺

 Dapat kiriman tulisan yang bagus, untuk refleksi diri DICARI Teman yg bisa  Mensholatkan kita...   Ketika KITA WAFAT... BUKAN KARANGAN BUNG...