Selasa, 07 April 2015

Curhat seorang anggota DPR kepada Tim Luhut Panjaitan.

Saya mendapat kiriman text di melalui WA. Sepertinya dikirim simultan entah oleh siapa. Karena isinya cukup menarik, maka saya copy paste saja tulisan ini, sedngan sedikit editing agar tidak ada singkatan kata.

Curhatan Akbar Faisal thd Tim Luhut Panjaitan.

Yth. Pak Yanuar Nugroho, 

Saya Akbar Faizal. Alumni IKIP Ujung pandang jurusan sastra (S1) dan Komunikasi Politik (S2) UI. Sekarang anggota DPR-RI. Saya ucapkan selamat atas jabatan mentereng sebagai deputinya Jendral Luhut. Pak Luhut dulu bagian dari tim kampanye Jokowi-JK dan juga Tim Transisi.

Ada beberapa peran Pak Luhut yang cukup layak untuk dicatat dalam pemenangan Jokowi meski menurutku tidak sebesar peran Megawati yang memerintahkan PDIP hingga ke akar rumput untuk memenangkan Jokowi. Sesungguhnya Jokowi tak akan jadi Presiden jika PDIP atawa Mega tidak merekomendasikan Jokowi.

Hal yang sama juga terjadi pada Surya Paloh, Muhaimin Iskandar, Wiranto dan belakangan Sutiyoso. Selanjutnya bergabung berbagai relawan seperti Projo, Bara JP,  Seknas, dll. Tak boleh dilupakan sayap2 partai pengusung seperti PIR dari Nasdem dalam Komando Martin Manurung dan Relawan Cik Ditiro dalam komando kawan2 PDIP. Pasukan PKB terutama Marwan Jafar berjibaku dengan kami di Timkamnas dlm komando Cahyo Kumolo dan Andi Wijayanto berkeliling Indonesia meneriakkan "Pilih Jokowi karena bla...bla...bla...".

Tak ada anak Harvard di tim pemenangan kami. Yang agak jauh kuliahnya itu paling Eva K. Sundari yang pernah sekolah di Inggris entah di mana. Saya tak terlalu paham pula apakah di Inggris sana dia menemukan suaminya yang orang Timor Leste dan membuatnya dimaki setiap hari oleh tim Prabowo sebagai katholik sejati atau pengkhianat bangsa dst.

Rieke Pitaloka setahu saya kuliah di UI, namun berkeliling dari kampung ke kampung sepanjang Jawa untuk meyakinkan Ibu2 memilih Jokowi dan berakibat dia disumpahi sebagai keturunan PKI di semua media sosial. Ada pula yang bernama Teten Masduki yang setahu saya hanya alumni IKIP Bandung namun fokus ke Jawa Barat dan meyakinkan semua seniman2 bermartabat untuk mendukung Jokowi seperti Slank atau Iwan Fals atau Bimbo.

Jika Anda tahu tentang "Konser 2 Jari" yang menjadi pamungkas kampanye dan membalikkan persepsi publik tentang besarnya dukungan massa terhadap Jokowi dan Prabowo di masa2 krusial saat itu, itu adalah kerjaan Teten. Pak Luhut sendiri setahu saya (dan sesungguhnya saya sangat tahu masalahnya) banyak menghabiskan waktu di kantor pemenangan yang dibentuknya di Bravo 5 Menteng dan berdiskusi or menelepon banyak orang yang saya dengar sebagai "orang LBP" entah di mana saja.

Beberapa kali saya rapat dengan tim mereka di mana hadir para pensiunan Jendral yang --mohon maaf-- masih merasa sebagai komandan pasukan dengan berbagai kewenangan. Juga proposal beliau tentang sistem IT beliau yang --cukup memarkir mobil di depan KPU dan seluruh data2 bisa tersedot. Kami di Jl. Subang 3A --itu markas utama pemenangan Jokowi Mas-- terkagum2 membayangkan kehebatan teknologi Pak LBP sekaligus mengernyitkan dahi tentang proses kerja penyedotan data tadi. Saya yang pernah menjadi wartawan senyum2 saja sebab sedikit paham soal IT. Senyumanku semakin melebar saat membaca jumlah dana yg dibutuhkan untuk pengadaan teknologi sedot-menyedot tadi. Dalam hal massa, tercatat 2 kali LBP mengumpulkan masyarakat Batak di Medan dan Jakarta untuk mendukung Jokowi-JK.

Mas Yanuar, saya merasa perlu menulis seperti ini sebab saya merasa kantor Anda terlalu jauh mendeskripsikan diri akan tugas dan kualifikasi staff sebuah kantor Kastaf Presiden. Sebenarnya saya tak perlu terlalu menanggapi soal Harvard ini. Saya juga pernah ke sana tapi sebagai turis. Otak saya memang tak akan mampu kuliah di sana. Lha wong saya orang desa. Bahasa Bugis saya juga jauh lebih lancar dari Bahasa Inggris saya. Namun soal Harvard ini membuat saya merasa "koq kalian menghina bangsamu sendiri?" Merendahkan kualitas pendidikan bangsamu yang kabarnya akan kau katrol kualitasnya dengan cara memasukkan orang Harvard atau entah dari mana lagi di luar negeri sana? Mengapa kalian semakin jauh dari 'kesepakatan awal kita di tim dulu untuk menghormati bangsamu sendiri'? Mengapa kalian makin kurang ajar saja?" Saya sebenarnya pernah ingin mempersoalkan lembaga bernama Kastaf ini sebab sejujurnya "tak ada" dalam perencanaan kami di Tim Transisi dulu. Sekadar menginfokan kepada Anda Mas, bahwa Tim Transisi itu dibentuk Pak jokowi untuk merancang pemerintahan yang akan dipimpinnya. Tapi saya sungguh tak nyaman mempersoalkan itu sebab akan dituding macam2. Misalnya, "Akh...karena AF kecewa tidak jadi mentri dll".

Masih banyak lagi sebenarnya yang ingin saya pertanyakan. Termasuk surat presiden ke DPR tentang Budi Gunawan yang disusul kontroversi2 lainnya. Kemana para pemikir Tata Negara di sekitar Pak Jokowi sekarang? Yang aku dengar selanjutnya malah pengangkatan Refly Harun sebagai Komisaris Utama Jasa Marga. Mungkin Bu Rini anggap Refly sangat paham soal Jalan-Tol karena setiap hari melalui macet. Persoalan yang Pak Jokowi katakan dulu akan lebih mudah menyelesaikannya sebagai presiden ketimbang sebagai Gubernur DKI, dari rumahnya di Buaran sana. 


Mas Yanuar, sebagai anggota DPR pendukung pemerintah dan insya Allah punya peran (meski sangat kecil) terhadap kemenangan Jkw -JK, saya ingin kalian di istana fokus pada tugas yang lebih membumi. Misalnya, jangan biarkan kami di DPR dihajar bagai sansak oleh orang2 Prabowo dalam kasus kebijakan tunjangan mobil pejabat, misalnya. Hanya karena kalian tak mampu berkomunikasi dengan kami di DPR (atawa parpol pendukung, ini juga satu soal sendiri karena terbaca dengan kuat kalau kalian di Ring 1 Presiden kini sukses melakukan deparpolisasi). Atau karena gagal meyakinkan publik akan seluruh keputusan2 presiden/pemerintah. Soal sesepele ini tak perlu kualitas Harvard. Saya merasa mengenal beberapa orang di istana negara tempat Anda berkantor sekarang. Entah apa mereka (masih) mengenal saya sekarang. Tapi saya nggak memikirkannya. Saya hanya minta kalian di sana berhenti melakukan hal2 yang tak perlu spt deklarasi soal Harvard yang akan masuk Istana itu.

Sekali lagi, saya sebenarnya tak perlu menulis panjang lebar seperti ini hanya untuk menanggapi soal Harvard ini. Tapi saya harus lakukan sebab menurutku kalian makin jauh dari seluruh rencana awal kita. Dan sayangnya, seluruh rencana awal itu saya pahami dan terlibat di dalamnya. Saya sekuat mungkin berusaha menghindari kalimat2 keras untuk memahami apa yang kalian lakukan disana. Tapi sepak terjang kantor Mas Yanuar bernama Kastaf Kepresidenan itu makin jauh. Terakhir, saya sarankan agar menahan diri dalam memberikan masukan ke Presiden. Jangan racuni pikiran Presiden yang polos ini dengan permainan yang dulu kami hindarkan Beliau melakukan meski kadang gregetan lihat langkah2 tim Prahara.

Terkhusus dengan Pak JK, saya minta kalian berikan rasa hormat. Tanggal 9 Juli lalu, 63% penduduk Indonesia memilih Jokowi - JK dan bukan Jendral Luhut Binsar Pandjaitan, apalagi Anda2 yg bergabung belakangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BUKAN KARANGAN BUNGA🌺🌺

 Dapat kiriman tulisan yang bagus, untuk refleksi diri DICARI Teman yg bisa  Mensholatkan kita...   Ketika KITA WAFAT... BUKAN KARANGAN BUNG...