Senin, 29 Desember 2008

Jalan-jalan ke Bandung


Kawah putih

Bandung sekarang sudah menjadi kawasan tujuan wisata setelah Jalur Puncak menjadi padat sekali. Apalagi setelah jalan bebas hambatan Jakarta - Purwakarta - Padalarang - Cileunyi beroperasi. Jadi penduduk Jakarta bisa melenggang dengan bebas hambatan langsung menuju Bandung hanya dalam waktu 2 jam saja.

Dampaknya? tentu saja banyak ...
Yang positif, tentunya karena kedatangan penduduk Jakarta ke Bandung akan menggerakkan roda ekonomi di Bandung. Hotel terisi penuh, FO, Distro, industri makanan kecil untuk oleh2 berkembang pesat apalagi ditunjang oleh kreatifitas yang tidak habis-habisnya dari penghuni Bandung.

Bandung kini juga menjadi tujuan wisata kuliner tanpa melupakan wisata alamnya yang memang indah. Sebut saja Kawah Tangkuban Parahu di utara, Kawah putih di selatan berikut dengan wisata kebun stroberi ... wah nggak ada habis2nya menyebutkan alasan Bandung sebagai tujuan wisata.

Negatifnya...?
Bandung menjadi super macet, gersang dan menjadi tidak nyaman lagi ... Ah dilematis ya..

Apa yang bisa dilihat di Bandung? Mestinya sih banyak... Ada Kawah Tangkuban Parahu, pemandian air panas di Ciater, Maribaya dan Observatorium Boscha di kawasan Lembang. Lalu masih ada Situ Patenggang, Kawah Putih dan perkebunan stroberi di Ciwidey Bandung Selatan. Masih ada wisata produk susu di Pangalengan dengan kebun teh nya. Pokoknya banyak deh....

Jadi tidak hanya bermacet ria di FO dan Distro di kawasan Jl Riau dan Cihampelas saja atau berwisata kuliner. Tapi... Bandung memang menarik berkat kreatifitas penduduknya.

Minggu, 28 Desember 2008

Bandung, ketika liburan tiba

Libur akhir tahun tiba. Penduduk Jakarta, kemana lagi berlibur kalo bukan ke Bandung? Jaraknya nggak terlalu jauh, hanya 2 jam via tol Cipularang. Apalagi buat kami yang tinggal tidak jauh dari JORR, wuah…. asyik deh … hanya + 1km dari tumah langsung masuk toll – keluar toll sudah sampe di Bandung.

Makanan dan jajanan di Bandung, asyik. Udaranya lumayan sejuk, walau Bandung sekarang tambah gersang seperti banyak kota-kota di Indonesia yang wawasan pimpinan daerahnya hanya berpikir bahwa pembangunan berarti membangun fisik kota tapi melupakan keseimbangan elemen perkotaannya lainnya.

Maka, jadilah kota-kota itu gersang. Pohon peneduh yang umurnya sudah lebih dari umur Negara ini karena umumnya ditanam oleh Belanda yang sangat peduli dengan keseimbangan lingkungan, habis ditebang demi yang namanya pembangunan kota.

Dan… jadilah kota di Indonesia tidak memiliki trottoir alias tempat pejalan kaki yang nyaman di bawah naungan dan keteduhan pohon. Tidak lagi memiliki selokan yang memadai dalam arti lebar, cukup dalam dan alirannya lancar.

Maka terjadilah perebutan secuil wilayah di pinggiran jalan yang gersang antara pengendara mobil yang tidak menemukan tempat parkir yang layak, sehingga harus memparkir mobilnya di badan jalan yang kosong dengan pejalan kali, pengendara motor yang selalu ingin cepat-cepat tiba di tempat tujuan, penunggu kendaraan umum yang tidak mempedulikan lokasi shelter pemberhentian serta para pedagang kaki lima yang memanfaatkan kerumunan manusia.

Maka …. segala macam buangan dari yang sopan (mana ada buangan yang sopan… hiks … hiks…), maksudnya kertas Koran, kertas pembungkus, kertas semen dan lain-lain ….. sampai dengan buangan air sisa pencuci sayur dan piring para pedagang kaki lima serta sampah sayur mayur busuk yang akhirnya menyebarkan aroma tak sedap.

Nah, kembali ke Bandung lagi ….. Kedatangan penduduk Jakarta untuk menghabiskan liburan tentu membawa segala dampak ikutannya. Di satu sisi, mereka membawa dampak positif. Ada pergerakan uang dari Jakarta ke Bandung. Semacam pemerataan pendapatan.

Penghasilan penduduk Jakarta dibawa ke Bandung dalam bentuk pengeluaran biaya penginapan, belanja-belanji di FO, Distro, tempat-tempat makanan dan oleh-oleh, tempat-tempat wisata di sekitar kawasan Bandung. Ada gairah ekonomi yang bertumbuh. Klop dengan kreatifitas orang Bandung.

Itu sebabnya, walau Brownies kukus Amanda banyak dijual di Jakarta, Soes Merdeka buka cabang di Jakarta begitu pula pisang molen Kartika Sari mudah ditemui atau bahkan sudah pula ada tiruannya, tapi outlet nya di Bandung tetap saja penuh pengunjung yang memborong untuk dibawa sebagai oleh-oleh pulang ke Jakarta.

Ke Bandung tanpa membawa kue-kue dari toko Bawean atau batagor kingsley, surabi enhai dan banyak lagi makanan yang sebetulnya mudah ditemui di Jakarta, tapi menjadi trade mark nya wisata kuliner Bandung. Belum pas. Rasanya kalau ke Bandung tidak mencicipi dan membawa oleh-oleh makanan …Itu positifnya.

Pagi ini Pikiran Rakyat, Koran tua dari Bandung memberitakan bahwa tingkat hunian hotel di Bandung pada liburan akhir tahun ini mencapai 100%. Kemarin, saat berwisata ke Kawah Putih, lahan parkir seluruh restoran di sepanjang jalan Ciwidey terlihat penuh terutama yang bertulisan boelh sambil petik strawberry.

Bahkan Kawah putih memberlakukan system buka tutup setiap 20 menit karena begitu padatnya pengunjung walau akibatnya terjadi antrian dan kemacetan luar biasa di mulut gerbang Kawah Putih. Jalan-jalan pusat belanja FO dan Distro sudah sangat macet dan tidak nyaman dilalui.

Begitu pula saat makan malam di resto Atmosphere di kawasan Cikawao, kami cukup kesulitan mendapatkan tempat yang nyaman dan relaxing. Nyaman dalam arti dapat tempat lesehan karena kalau makan di resto di Bandung yang sejuk,  sambil duduk di kursi, sedikit mengurangi kenyamanan tubuh 

Melihat kenyataan tersebut, sulit terbantahkan bahwa Bandung sudah menjadi kawasan wisata akhir pekan dan musim liburan bagi penduduk Jakarta yang paling mudah dan terjangkau.

Tapi lihat dampak negatifnya …. Memang, bukan tanpa alasan kalau penjajah Belanda menjuluki Bandung sebagai Parijs van Java. Paris di jantung Eropa memang kota yang udaranya cukup nyaman termasuk pada musim dingin, tentu bila dibandingkan dengan Belanda. .

Bandung di akhir tahun 60an hingga akhir 70an terkenal nyaman dan penuh bebungaan. Rumah - rumah besar dengan halaman luas dan asri tanpa pagar. Membingkai jalan raya yang sangat teduh menciptakan suasana kota yang akrab lingkungan dan akrab pula bertetangga. Wewangian bunga baik dari pohon peneduh jalan seperti Tanjung atau perdu kemuning harus mengelus indra penciuman saat menyusuri jalan pada malam hari yang sejuk.Rasanya romantis sekali.

Kawasan perumahan elite yang asri dan nyaman seperti di Jl. Dago, Jl. Cipaganti, Jl. Cihampelas, Jl Riau dan jalan–jalan di sekitarnya begitu nyaman, teduh dan asri. Atau jalan Pasteur dengan jejeran palem rajanya yang khas. Begitu juga juga wilayah yang kata Lita Koeswandi “Kawasan Bandung lama” seperti Jl. Braga, Jl. Suniaraja dan bahkan alun-alun Bandung. Kesemuanya sekarang sudah berubah sangat total.

Daerah yang tadinya asri, sejuk penuh dengan pepohonan sekarang sudah menjadi  daerah yang super duper muaaaceeettttt…. Pohon-pohon peneduh yang berumur ratusan tahun sudah menghilang dari tepi jalan. Rumah-rumah asri berhalaman luas telah berubah menjadi FO lalu distro. Trottoir yang dulu kala menjadi tempat duduk sambil menikmati suguhan bandrek/bajigur di jalan Braga, persis seperti di kawasan Champs Elysees Paris, seperti juga di jalan–jalan lainnya sudah berubah menjadi lahan parkir yang juga dipenuhi oleh pedagang kaki lima.

Mall demi Mall dibangun di Bandung tanpa memikirkan jangkauan area layanannya serta dampaknya pada pasar tradisional, sementara bagian pusat kota lama dibiarkan terlantar menjadi kumuh sesak dan gersang. Sementara jalan–jalannya dibiarkan berlubang. Palem Raja yang menjadi ciri khas jalan Pasteur telah berganti dengan jembatan layang pasopati yang angkuh, tidak bersahabat dan sangat tidak manusiawi.

Sepertinya, aliran uang yang menggerakkan roda perekonomian kota Bandung menguap tak berbekas. Tidak membuat pemerintah daerah kemudian memiliki pemasukan tambahan yang membuat mereka kemudian mampu membangun dan menata kota. Yang terlihat malah kebalikannya … pemerintah kota Bandung malah seolah tertimpa beban berat dan kewalahan memikulnya sehingga tidak mampu menata kotanya.

Padahal…. Di Bandung ada ITB dengan program study perencanaan kota, arsitektur, teknik lingkungan, planologi dan lain–lain yang tergabung di Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan. Atau ada Arsitektur di Universitas Parahyangan yang sangat terkenal atau Universitas Pajajaran dan bahkan di sini pula pusatnya pendidikan para pamong praja.

Kelihatannya para pakar dari berbagai institusi pendidikan, yang notabene merupakan “para pendidik” para calon birokrat pemerintahan tersebut tidak bisa bersinergi dengan pemerintah daerah untuk memecahkan berbagai masalah sosial, ekonomi dan budaya perkotaan di Bandung yang sudah akut.

Masing-masing berjalan sendiri dengan visi dan misinya masing-masing. Yang satu, mungkin dianggap “keras kepala”, mentang-mentang tahu segala sehingga dianggap terlalu “idealis” dan mengada-ada, sementara yang lain sebagai “penguasa wilayah” yang menganggap diri “maha tahu” atas segala problematika daerahnya menjadi keminter tidak mau mendengar. Belum lagi kalau sudah bicara mengenai kepentingan politik atau uang….!!! Berraaattt …!!!

Akhirnya, masyarakat awam cuma tinggal berharap kapan tiba waktunya semua komponen bangsa ini melupakan kepentingan sesaat nya untuk mulai berpikir tentang bagaimana memajukan kehidupan rakyat untuk kemakmuran dan kesejahteraan kita semua. Mimpi, kali ye…???

Selasa, 23 Desember 2008

Evaluasi Kerja...???

Hari ini, 23 Desember 2008 adalah hari terakhir kerja di tahun 2008. Tahun ini sepertinya, sektor swasta kompak untuk menikmati libur yang cukup panjang. Rata-rata libur sekitar 12 hari mulai 24 Des 08 s/d 4 Januari 09.

Entah karena memang sedang tidak banyak pekerjaan akibat krisis global sehingga berusaha untuk mengurangi OHC yang biasanya mbludak akibat lembur menyelesaikan pekerjaan dan laporan-laporan akhir tahun. Ataukah pekerjaan sudah terselesaikan jauh hari sehingga semua karyawan bisa menikmati liburan akhir tahunnya. Lihat deh .... jam 09.45 pagi ini ... ruang kerja ini masih kosong. Suasana proyek juga masih sepi .... Padahal libur resmi baru mulai besok, rabu 24 Desember 08. Mungkin anak-anak itu lagi ngrumpi di lobby, merencanakan acara libur panjang akhir tahun.

Yang pasti.... boss nya sudah mulai cuti bahkan ke luar negeri sejak hari Sabtu 20 Des 08. Sementara anak buahnya masih sibuk berkutat dengan laporan keuangan baik laporan keuangan perusahaan ataupun lap-keu si boss dalam rangka SUNSET POLICY. Sambil senyum-kecut, mereka saling meledek.... "eh... elo kan digaji buat kerja lembur sampe jungkir balik di akhir tahun...". Masih untung kalo enggak pake dimarahin....

Belum lagi dengan anak-anak di rumah. Mereka sudah mulai uring-uringan karena ibu/bapaknya masih saja sibuk ke kantor sementara mereka sudah memasuki liburan akhir tahun. Juga sampai tanggal 4 Januari 2009.

Kalau ada TV channel yang bagus seperti National Geography, masih mendinglah... Tapi anak-anak belum tentu suka. Bisa jadi mereka lebih suka dengan film cartoon, tapi film kartun pun tidak semuanya bagus ditonton anak. Apalagi film anime dari Jepang.... Padahal justru animee itu yang lagi digemari anak-anak.

Aduh serba susah juga ya... Nonton TV kebanyakan, nggak bagus. Program TV di Indonesia nggak banyak yang bagus. Sinetron yang vulgar dan norak, animee ... sama aja. Talkshow dan infotainment.....? Sami mawon ... padahal acara-acara itu yang mendominasi keseharian acara TV di Indonesia.

 Berinternet ria di rumah... walaupun ada first media yang lumayan murah, belum tentu juga bagus. Iya kalo yang dikunjungi dan dibaca anak-anak adalah situs ensiklopedi online Wikipedia... lha kalo anak-anak masuk ke situs pornografi atau games-online? Waduh... yang terakhir ini bisa bikin jebol komputer. Sudah 2 kali notebook anak saya jebol gara-gara dipake game-online.

Aduh......., untuk hari rabu sudah mulai libur, jadi sudah bisa ke luar kota. DI Bandung sudah ada adik ipar dan ponakan yang jauh-jauh hari sudah menyiapkan acara berwisata di sekitar Bandung ... Ke Kawah Putih, antara lain. Semoga hari-hari di Bandung tidak kelabu alias hujan. Kalo mendung aja sih, malah lebih enak....

Tapi, di kantorku... ada beberapa orang yang "harus" kerja jungkir balik menyiapkan laporan keuangan/kinerja perusahaan tanpa boleh mengeluh... karena mereka sudah libur duluan ke Malaysia dan SIngapore selama satu minggu.

So..... Selamat libur akhir tahun ..... Semoga tahun 2009 membawa keberuntungan bagi kita semua. dan.... yang penting dan seringkali dilupakan.... SEMOGA Allah SWT masih memberikan kita kesempatan untuk menikmati mentari dan harapan-harapan baru di tahun 2009.


Selasa, 16 Desember 2008

Tongkat Ali; oleh-oleh dari Malaysia

Temanku baru balik dari Malaysia-Singapore nemenin rombongan kantor yang dapat hadiah akhir tahun jalan-jalan ke Malaysia dan Singapore selama 1 minggu sekalian study banding .... Tiru-tiru anggota DPR.

Untuk oleh-oleh, dia ngasi 1 kotak coklat. Kemasannya keren, dan coklatnya seperti gaya Belgium Chocolate yang terkenal enak. Cuma.... mereknya itu lho, nggak enak banget bacanya dan malah bikin orang mengerenyit keningnya.... TONGKAT ALI.

Di kotaknya ada gambar akar, seperti akar ginseng. terus ada keterangannya eurycoma longifolia. Saya pikir, mungkin itu nama latinnya ginseng. OK, 1st impression, coklat itu mengandung ginseng. Bolehlah .... kreatifitas yang patut diacungi jempol. Bikin healthy choco. Jadi ada kekhasannya.

Coklat kan sudah mendunia banget. Coklat Belgia yang bergaya praline, terkenal enaknya. Coklat swiss terkenal karena ada White Choco. Di Italia ada Ferero Rocher. Hampir semua negara punya produk Choco nya. Kalau nggak ada sesuatu yang khas, mana mau kita beli coklat dari suatu negara untuk oleh-oleh.

Di mobil, karena hari ini saya di antar-jemput, setelah menawarkan suami makan coklat tersebut, karena dia memang maniak coklat, saya sempat baca-baca ingredients nya. Barulah terbaca di kotak bagian bawah, ternyata....... Eurycoma Longifolia itu adalah natural herbal yang di Indonesia dikenal sebagai Pasak Bumi......

Walah ........, langsung mules perutku. Udah sih bukan penggemar coklat, aku makan coklat kalo lagi pengen aja dan itu juga pilih-pilih yang enak banget, eh masih mesti ngebayangin bahwa tu coklat mengandung pasak bumi.

Aduh duh ....... Tanpa pasak bumi aja, konon coklat/cacao itu sudah mengandung zat yang bersifat aprodisiak atau meningkatkan gairah seksual. Apalagi kalo ditambah dengan pasak bumi, walah.......!!!

Akhirnya kuteliti bolak-balik kotaknya, kubaca lagi kotak bagian depan. Di bagian bawah.... ada tulisan kecil IMPROVES ENERGY - RAISES ENDURANCE - REDUCES STRESS & ANXIETY.

Tulisan yang di pinggir, improves energy dan reduces stress & anxiety sih, OK lah... seperti yang sudah diduga. Kan ginseng khasiatnya memang begitu, tapi ... Raises Endurance itu lho...... Endurance apaan....? emangnya lomba ketahanan bermotor.....

AYA - AYA WAE....!!!!

update Kamis 18 Des 08,
Kotak coklatnya dibawa suami ke kantor. Katanya dibagi ke dosen DTK - FTUI yang ikutan nguji prakualifikasi S3. Biar dicoba, apa memang ada khasiatnya...

Senin, 15 Desember 2008

Kampanye PEMILU - Politisi gak PEDE

Jakarta dan mungkin juga seluruh kota hingga pelosok desa di Indonesia belakangan ini jadi kumuh. Bukan sekedar kumuh karena semakin banyak kakilima lengkap dengan sampah-sampahnya, tapi juga karena tebaran spanduk, umbul-umbu, bendera dan baliho dari berbagai partai politik yang sedang mengkampanyekan diri menjelang pemilu 2009.

Coba bayangkan, kalau ada 34 partai peserta pemilu dengan ribuan caleg tingkat nasional (DPR) plus DPD. Belum lagi caleg tingkat daerah (DPRD). Ada yang menghitung (kalo nggak salah di Kompas Minggu), konon, panjang bendera/spanduk kampanye tersebut kalau dijejerkan sambung-menyambung akan mencapai panjang 223.000 km. Kalau jarak dari Sabang di ujung pulang Sumatera sampai Merauke di ujung bawah Irian hanya sejauh 5.000km. Maka bendera/spanduk kampanye pemilu setara dengan 44,6 kali jarak Sabang Merauke.

Repotnya, itu bendera, spanduk, umbul-umbul dipasang tanpa "rasa". Sembarangan, tumpang tindih dan sama sekali tidak ada estetikanya. Sudahlah desainnya standar... ada foto, lambang partai, no urut partai dan nama. Pesannya juga juga standar, nggak kreatif banget. Yang mencolok dan ini paling "digemari" adalah tulisan... MOHON DOA RESTU". Seperti undangan kawin.

Tapi bukan itu yang jadi masalah.... Mau ditulis apapun, saya sih nggak peduli. Lha nggak kenal... apalagi semua calon yang menggelar kampanye itu nggak pernah kedengeran kiprahnya di masyarakat. Saya sering baca baca kiprah Toto Sugito dengan B2W nya. Baru-baru ini Toto Sugito mendapat penghargaan melalui kiprahnya mengkampanyekan penggunaan sepeda untuk mengurangi polusi udara. Atau Ahmad Rizali dengan klub guru, sepeda untuk sekolah dan CFBE nya baik di milis maupun di koran-koran. 

Bahkan nama Butet Manurung, Baby Jim Aditya, Ade Sitompul rasanya lebih pantas mewakili Jakarta di DPD, karena saya memang nggak pernah tahu apa yang dilakukan oleh seorang Vivi Effendi  atau kontribusinya di masyarakat khususnya di Jakarta. Padahal dia ingin mewakili masyarakat Jakarta melalui DPD. Atau juga kiprah salah satu anaknya bang Ali Sadikin, seorang tokoh, mantan gubernur DKI yang sangat saya kagumi. Kontribusi dan kiprah bang Ali, di Jakarta tidak ada satu orangpun yang bisa mengabaikannya. Tapi anaknya? 

Sungguh mati.... saya belum pernah mendengar kiprah dan kontribusinya bagi masyarakat. Andaikan dia tidak mencantumkan nama Sadikin di belakang namanya, mungkin tidak ada orang yang tahu siapa dia. Tetap anonim seperti rakyat jelata biasa. Bahkan pencantuman nama Ali Sadikinpun belum tentu membuat orang melirik. Ali Sadikin adalah masa lalu Jakarta. Generasi muda yang berusia kurang dari 31 tahun tidak hidup pada era selama Ali Sadikin menjadi Gubernur DKI Jakarta yang sangat dicintai rakyatnya.

Itu mungkin sebabnya, para calon yang "gamang" dengan rasa percaya diri atas kemampuannya merasa perlu mencari "DUKUNGAN" tambahan. Maka, muncullah foto bang ALI melatar belakangi foto anaknya. Saya tidak bisa membayangkan apakah bang ALI "suka" dengan hal itu, karena sepanjang yang saya tahu, bang ALI adalah orang yang sangat percaya diri dan berani menentang apapun yang tidak disetujuinya. Bukan orang yang senang mencari dukungan kiri-kanan dan saya yakin begitulah juga beliau mendidik anak-anaknya

Di samping spanduk anaknya bang Ali yang saya temui di sampin PIM I, ada juga foto buya Hamka. Baik buya Hamka maupun bang Ali adalah tokoh-tokoh langka yang sangat independen.
Agaknya si calon legislatif lupa, bahwa jaman sudah berubah. Tidak banyak generasi muda jaman sekarang yang "kenal" dengan Bang Ali dan buya Hamka. Bagaimana kedua tokoh tersebut mewarnai jagat politik Indonesia di masa kekuasaan Suharto bertahun-tahun yang silam. Menampilkan ke dua tokoh tersebut pada materi kampanye hanya menyiratkan ketidakpercayaan sang calon pada dirinya sendiri.

Dan.... sayangnya, kenapa MEGAWATI SUKARNOPUTRI yang pernah menjadi presiden RI  masih memerlukan "dukungan" sang bapak. Padahal tanpa memasang foto bung Karnopun, menilik namanya, orang sudah tahu bahwa ibu satu ini adalah anak biologis bung Karno.

Kalau dibilang bahwa si ibu tidak percaya diri, saya yakin barisan PDIP di seluruh Indonesia akan marah dan tersinggung habis-habisan. Tapi please deh ah ...... jangan bawa-bawa lagi gambar bung Karno apalagi gambar sang suami seperti yang terpampang di pojok TMP Kalibata. Seorang MEGAWATI SUKARNOPUTRI harus mampu mengkampanyekan diri sendiri tanpa "endorsement" dari siapapun.... Jangan jadi politisi yang nggak PEDE .... Kalo nggak pede, itu artinya memang dia belum banyak "berbuat" untuk rakyat atau dia juga tahu bahwa kiprahnya belum "diakui" rakyat. Kalau begitu adanya, ya jangan maju-lah...!!!

Atau, berkiprah dulu dalam kegiatan masyarakat, melalui LSM, lembagai sosial kemasyarakatan  atau kegiatan lainnya, supaya dikenal orang. Baru kemudian mencalonkan diri. Jadi nggak perlu lagi bawa-bawa tokoh lain, apalagi yang sudah almarhum untuk "men-endorse" diri, di materi-materi kampanye..

Senin, 08 Desember 2008

Katakan ......

Katakan
Pada angin
Pada awan hitam
Pada hujan
Atau pada halilintar sekalipun

Katakan
Pada matahari
Pada senja
Pada rembulan
Bahkan pada pekat malam sekalipun

Bahwa
Dia telah melangkah
Menjauh lalu sirna
Di kemuraman senja
Ditelan pekat malam

Maka
Pejamkan mata
Tajamkan mata hatimu
Maka desah anginpun menjadi samar
Bahkan rembulanpun enggan menyapamu

Minggu, 07 Desember 2008

Ketika kenyamanan terusik

Nggak ada angin, nggak ada hujan... karena memang selama dua hari ini matahari memanggang Jakarta. Paling tidak itu yang saya rasakan... dua orang asisten rumah tangga yang ngurus dapur dan cuci strika jatuh sakit. Demam, berbarengan....

Sabtu pagi, karena jadwal saya biasanya ke CCF dan saya melihat bubur ayam sudah terhidang di atas meja, saya tidak sadar bahwa sang asisten sudah mulai merasa tidak enak badan. Makan siang tidak jadi masalah karena saya, suami dan anak sudah merencanakan belanja ke Makro. Seperti biasa belanja ke Makro selalu ditutup dengan makan nasi goreng.

Masalah mulai timbul karena tidak seperti biasa, jalur ke Makro macet luar biasa. Acara belanja yang diprediksi selesai dalam waktu maksimal 2 1/2 jam, jadi mulur. Alhasil, setiba di rumah, saya harus tergesa-gesa shalat ashar dan mulai menyiapkan makan malam.

Makan malam apa yang harus disiapkan oleh perempuan yang "sok sibuk" dan nggak suka masakan yang ribut dengan bumbu? So pasti yang enteng-entang saja, tanpa bumbu yang ribet tapi mengundang selera anak-anak... tapi juga bukan masakan instan. Jadi pilihan jatuh untuk menyiapkan kentang-brocoli-cheese, lalu tumisan champignon-buncis-jagung muda dan panggang ayam. Bumbunya simple banget ... cuma bawang putih, bawang bombay, lada, oregano, celery seed, yang tentu keju, smoke beef dan susu... Yummy deh pokoknya, walau kurang cocok buat orang yang lagi diet.

Pagi ini, minggu, saya terpaksa mengeret suami menemani ke pasar tradisional, dan terlambat pula. Pedagang yang menjadi langganan merasa "salah tingkah" karena sayur-mayur yang biasa saya beli sudah ludas dijual setelah mereka menunggu sampai jam 08.30. Biasanya saya ke pasar jam 06.00. Jadi pantaslah kalau mereka berpikir saya tidak akan belanja hari ini.

Sore ini, saya terpaksa juga memutar otak, mencari resep simple dan gak repot. Pilihannya adalah bikin gado-gado siram a la Boplo dan sate panggang oven. Bumbunya cukup sejenis untuk dua macam masakan ini. Bumbu gado-gadonya campuran bumbu pecel dengan pindakas.... Hehehe ... ini kiat saya dulu sewaktu di Perancis. Bikin gado-gado dengan bumbu pindakas dan rasanya nggak kalah kok.

Duh .... ternyata runyam juga ya kalo sang assisten mendadak sakit. Bayangan istirahat selama long week-end jadi berantakan. Tapi... terima saja dengan ikhlas... supaya kita bisa menghargai keberadaan mereka di rumah sehingga kita mampu memperlakukan mereka dengan manusiawi

Jumat, 05 Desember 2008

Mungkin aku ......

Mungkin aku salah .....
Salah menduga
Mengira mawar merah harum mewangi
Ternyata sekam membara dalam genggaman

Mungkin aku salah
Tak mampu menduga ...
Menduga cinta dipersembahkan
Ternyata nafsu bersalut madu

Mungkin aku salah
Tak mampu berpikir
Berangan dalam fatamorgana
Dan terlena terlalu jauh

Namun ...

Aku sudah berjalan terlalu jauh
Tak terbilang riak dan ombak
Tak terurai lelah dan dahaga
Tak tersisa lagi airmata

Aku lelah ...
Tak mampu menapak kembali
Karena
Telah tampak batas akhir
HIdupku

Senin, 01 Desember 2008

Maryamah Karpov


Rating:★★★
Category:Books
Genre: Literature & Fiction
Author:Andrea Hirata
Maryamah Karpov, bisa jadi merupakan buku yang paling ditunggu penerbitannya di Indonesia selama tahun 2008.

Sihir buku Laskar Pelangi telah membius para pecinta buku Indonesia. Tidak heran, filmnya, yang merupakan kolaborasi antara Riri Reza dan Mira Lesmana serta menampilkan anak-anak asli Belitong sebagai pemain, mampu meraup jumlah penonton lebih dari 4 juta orang. Mengalahkan film Ayat-ayat Cinta yang sangat digandrungi remaja.

Maryamah Karpov merupakan buku pamungkas dari tertalogi karangan Andrea Hirata yang terdiri dari Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, Edensor dan tentu Maryamah Karpov yang diterbitkan dengan tag line Mimpi-mimpi Lintang.

Masih bercerita tentang tentang kehidupan Ikal, alur cerita dalam Maryamah Karpov tersusun dari mozaik - mozaik perjalanan hidup Ikal, setelah menyelesaikan studynya di Eropa, lalu kembali ke kampungnya di Belitong sebelum bekerja dan meniti karier.

Mozaik pertama, mungkin dipersembahkan kepada bapaknya. Orang yang sangat dicintainya. Mozaik ini merupakan satu penggalan yang sangat mengharukan yang menjadi tonggak Ikal dalam melepaskan diri dari kemiskinan.

Cerita kemudian melompat pada penggalan hidupnya di hari-hari terakhirnya di Eropa, menjelang ujian thesis master telekomunikasi. Keberuntungannya dalam "menaklukkan" hati La Plagia dosen penguji yang "kejam" atau lebih tepat pengaruh dan kebaikan hati dosen pembimbingnya Hopkins Turnbull sehingga La Plagia yang semula siap membantainya lalu berubah dengan demikian mudah menerima thesis yang diajukannya.

Usai menyelesaikan ujian, Ikal mengunjungi beberapa kota di Eropa yang memberikan kesan mendalam baginya dan salah satunya tentu Edensor. Desa kecil di Inggris yang menjadi obsesinya sejak dia menerima buku kecil dari A Ling kekasih masa remajanya yang hilang tak tentu rimbanya.

Perjalanan kembali ke Indonesia tepatnya ke kampung halamannya diwarnai dengan kengerian saat harus menuruni tali-temali setinggi 30 meter, di tengah perairan Laut Cina Selatan karena kapal yang membawanya ke Belitong tidak dapat merapat ke dermaga.

Kembali ke Belitong, setelah memberikan kebanggaan kepada bapaknya melalui seragamnya sebagai doorman di Paris, Ikal kembali ke dalam rutinitas kehidupan Melayu kampung yang menurutnya sarat dengan "pembualan dan taruhan.

Obsesi mencari A Ling ternyata juga tidak pernah lekang dari ingatan, apalagi setelah penduduk kampungnya menemukan mayat-mayat bertato kupu-kupu hitam di lengan. Tato mana, pernah dilihatnya juga di lengan A Ling.

Keinginannya untuk menemukan A Ling dilakukannya dengan usaha yang sangat keras yaitu dengan membuat perahu kayu snediri yang sempat menjadi bahan taruhan orang sekampung. Berkat bantuan Lintang sang jenius yang dijulukinya Isaac Newton, Ikal akhirnya berhasil membuat perhau yang kemudian dinamakan Mimpi-mimpi Lintang.

Apakah Ikal berhasil menemukan A Ling dan bagaimana kelanjutan kisah cintanya? Ada baiknya para penyuka karya Andrea Hirata membeli dan membacanya.

****

Menurut saya, buku Maryamah Karpov menjadi antiklimaks. Tidak kita temu lagi episode-episode yang mampu membawa pembaca tertawa, tersenyum atau tanpa sadar menitikkan airmata seperti dalam karya Andrea sebelumnya, kecuali mungkin pada mozaik pertama yang menceritakan tentang kegagalan sang Bapak memperoleh rapel kenaikan pangkat serta saat Mahar yang kesal mendengar rencana Ikal menyumpah serapahinya, lalu dia bersuit memanggil burung elang yang seketika menyerang Ikal hingga dia lari tunggang langgang.

Buku ini juga tidak menggambarkan relevansi judul dengan isinya. Sama sekali tidak ada episode atau mozaik yang menceritakan tentang siapa, apa dan mengapa aja julukan Maryamah Karpov atau mungkin, saya kurang teliti membacanya.

Kalau tidak salah, hampir 2 tahun yang lalu, bersamaan dengan beredarnya Edensor, saya sempat melihat buku Maryamah Karpov dengan cover yang sama namun lebih tipis, di Gramedia PIM I. Sayang saat itu, suami saya melarang membelinya, karena saat itu saya memang belum tertarik membaca Laskar Pelangi. Entah kenapa, 1 bulan kemudian saat saya kembali ke Gramedia untuk membelinya, buku Maryamah Karpov sudah tidak ditemukan lagi.

Konon, Andrea pernah menyampaikan bahwa Maryamah Karpov didedikasikan kepada kaum perempuan dan menceritakan perjuangan perempuan-perempuan perkasa. DAN ....... kisah itu tidak ditemukan dalam Maryamah Karpov (yang menurut saya) versi baru.
.
Tapi dengan kekurangannya Maryamah Karpov cukup menjadi hiburan di akhir pekan. Nggak ada salahnya kita mencintai buku hasil karya anak negeri
(reedit 5 Desember 2008)

Rabu, 26 November 2008

Haruskah memilih kontak?

Pagi-pagi banget, karena koran belum datang, sambil nungguin anak mandi, saya sempatkan buka mailboxes, MP dan FB.Nah, di FB ternyata ada friend request dari seorang perempuan cantik.

Saya nggak kenal dia, tapi tahu namanya karena profesi yang disandangnya beberapa tahun yang lalu. Pada waktu kampanye PEMILU 2004 wajah perempuan cantik ini mulai muncul lagi ke permukaan. Mencalonkan diri menjadi anggota DPD dari DKI Jakarta. Entah kiprah apa yang dilakoninya sehingga yang bersangkutan merasa layak mencalonkan diri menjadi wakilnya penduduk DKI Jakarta di Senayan. Saya yang selama ini (minimal sejak tahun 1984) tinggal di Jakarta tidak pernah mendengar sepak terjangnya di dunia sosial - kemasyarakatan. Apalagi di ranah politik.

Rupanya, gagal di tahun 2004 tidak membuatnya putus asa. Nah, pada masa kampenye pemilu 2009 yang akan datang ini, si empunya wajah cantik ini kembali merasa terpanggil untuk "mendarmabaktikan" kemampuannya, entah dalam bidang apa, kepada nusa bangsa dengan kembali menkampanyekan diri menjadi calon anggota DPD DKI Jakarta.

Mungkin terinspirasi dengan kemenangan Barack Hussein Obama yang konon katanya juga melakukan kampanye melalui FB, si cantik juga mengkampanyekan diri melalui FB. Bisa jadi friend request yang masuk ke FB saya merupakan upayanya untuk mengkampanyekan diri. Sayangnya, sejak awal saya meniatkan diri bahwa FB hanya untuk menjalin tali silaturahim dengan teman lama dan atau teman yang betul-betul saya kenal. Supaya komunikasinya lebih enak dan manusiawi.

Jadi Friend Request tersebut di DECLINED. Salahkah saya?

Minggu, 23 November 2008

Nasi Goreng Joker

Anda yang selalu pulang malam hari dan melewati Jl. RS Fatmawati menuju ring road pada penggalan antara Jl. Cipete Raya dan jalan Terogong, ada baiknya melayangkan pandangan ke sebuah tenda lusuh bertuliskan Joker. Lokasi persisnya di halaman parkir ruko Serenity Musik yang di depannya (kalau dari arah jl. Panglima Polim - di sebelah kanan) ada neon sign bertuliskan MAGNA.

Ini adalah satu warung amigos - agak minggir got sedikit, di antara sekian banyaknya tenda penjual nasi goreng di sepanjang jalan Panglima Polim hingga Jl. RS Fatmawati ujung alias Pondok Labu - UPN. Karena lokasinya amigos ..... jangan heran bila disela nikmatnya makanan yang tersaji, terkadang mampir juga parfum natural dari sisa-sisa pembuangan manusia yang bisa mendadak mematikan nafsu makan. Apalagi, kalau lihat taplak meja bermotif kotak-kotak merah yang, walaupun mungkin sering dicuci, tetapi penuh bercak hitam.

Seperti penjual nasi goreng di kaki lima lainnya, mereka menawarkan nasi goreng yang isinya cukup kreatif. Di lembar menunya tertulis nasi goreng ayam, baso, telur, kornet lalu disajikan dengan irisan kol dan mentimun. Lalu ada Indomie rebus dan Indomie goreng dengan campuran yang sama. Roti bakar coklat, keju, selai dan kacang/pindakas dan tidak ketinggalan roti bakar.

Minumannya, standar ... teh dan kopi tubruk, lalu minuman ringan botol dan tidak ketinggala air jeruk panas atau es jeruk peras yang segar. Masih ada juga juice. Biasanya juice buah semusim. Yang standar dan pasti ada juice alpukat.

Harganya, tentu standar kakilima. Juice dan es jeruk hanya berharga 4ribu satu gelas. Nasi goreng berharga antara 8ribu hingga 10.500 untuk isi komplit. Roti bakarnya sekitar 8 ribu dan cukup dimakan berdua.

Bandingkan dengan harga nasi goreng di restoran. Jangankan diresto/cafe. Nasi goreng ayam di resto Akoen saja sudah berharga 25 ribu. Padahal, porsinya sama banyak. Memang, kalau kenyamanan yang dicari, warung amigos tentu tidak masuk kategori ini.
***

Sejak masa pacaran dulu, kami memang penggemar makan di warung kakilima. Dulu biasanya makan nasi uduk Cikini atau makan sate ayam/kambing di warung dekat rumah. Asyik ... 1.500 sudah dapat 15 tusuk, dua piring nasi dan 2 botol/gelas minuman. Tapi itu memang tahun 70an. Kadang, suka makan di Blok M, di jalan depan SMPN 56 yang sudah ditutup itu. Tapi makan di Blok M agak kurang nyaman karena banyak pengamen.

Setelah punya anak dan kembali ke Indonesia, kami tidak lagi makan di warung. Kebetulan sudah ada KFC dan TFC. Apalagi, anak kami yang masih balita terbiasa tinggal di apartemen terbiasa dengan lantai yang bersih dan kering sehingga selalu menolak bila diajak ke tempat-tempat yang dianggapnya kotor.

Belakangan ini sesekali kami kembali makan di kaki lima dan selalu di Joker, karena terpikir.... ah, andai semua orang makan untuk mencari kenyamanan dan gaya hidup, alangkah kasihan mereka yang bersusah payah mengais rejeki di tengah belantara beton dan kekejaman Jakarta.

Sesekali, kita perlu turun dari standar kenyamanan orang kota sekaligus untuk menghargai keuletan mereka. Kerja keras yang jauh lebih bermakna dibandingkan dengan perilaku para preman kota.

----
Update 28.11.08
Taplaknya udah ganti pake taplak plastik. Jadi lebih nyaman kelihatannya di mata dan lebih mudah bersihinnya

Kamis, 20 November 2008

oleh-oleh dari rapat proyek

Hari selasa, sesudah makan siang, kami biasa kumpul di lantai 10 suatu gedung perkantoran di kawasan Mega Kuningan. Untuk membahas perkembangan pembebasan tanah, serta pernak-pernik masalah lainnya dari suatu proyek di kawasan Jakarta Barat.

Rapat yang dijadwalkan jam 14, seperti biasa molor. Pimpronya tentu nggak berani mulai karena memang banyak masalah yang harus diambil keputusan dan karena statusnya masih calon proyek, maka salah satu dari pemegang saham mayoritaslah yang memimpin rapat, seperti biasa. Nah… hari itu dia tidak berada di kantornya di lantai 9, tapi berada di luar.

Saya sudah kenal, tepatnya tahu pak HS ini sejak lama. Saat boss melengserkan jabatannya sebagai ketua umum salah satu organisasi profesi. Orangnya terlihat sangat serius dan tegas. Beberapa kali kami ketemu untuk bermitra dalam mengembangkan proyek tetapi selalu tertunda.Rapat hari selasa siang itu akhirnya baru dimulai pada jam 3.

Seperti biasa pak HS memimpin rapat dengan tegas dan jelas. Terlihat sekali bahwa dia sangat menguasai lapangan, hingga hal yang sangat detail. Bahkan komposisi bahan untuk pembuatan 1m3 turap batu kalipun masih diingatnya dengan baik sehingga membuat Dian, sang quantity surveyor tersipu-sipu, karena dia sendiri tidak hafal di luar kepala.

Entah sedang mimpi apa, dia yang selalu sibuk, hari itu terlihat relax dan kemudian terlibat obrolan ringan bernuansa nostalgia. Mengenang hari – hari pertama bekerja di suatu perusahaan milik mantan menteri di era Suharto.
“Saya ingat sekali, saat itu LGY yang menjabat sebagai manager Teknik bilang gini …. Saya ngak butuh insinyur. Saya cuma butuh lulusan STM”

Saya yang juga pernah bekerja di perusahaan tersebut tidak heran dengan jawaban ketus LGY. Memang begitulah LGY.

Pak HS lalu melanjutkan ceritanya ….“Kemudian, saya bertekad bahwa dalam waktu yang tidak terlalu lama saya akan duduk di kursi LGY.”Impiannya tercapai. Dua tahun kemudian HS menempati posisi sebagai manager Teknik sementara LGY dipindahkan ke Lit-bang yang sering diplesetkan menjadi sulit berkembang. Pada tahun ke 4 pak HS memutuskan berhenti dari perusahaan tersebut.Pemilik perusahaan yang sudah mengenal kualitas kerjanya, berusaha menahan agar dia tidak keluar.

“Saya akan jadi pecundang kalau saya menarik kembali resign letter tersebut. Jadi… apapun yang terjadi, saya harus keluar dan menjadi pengusaha seperti cita-cita semula”, begitu katanya.

Waktu terus berlalu … HS menjadi pengusaha yang cukup dikenal dan disegani di bidang property. Dia sekarang memiliki tidak kurang dari 30 proyek yang terdiri dari perumahan sederhana hingga perumahan mewah serta beberapa gedung perkantoran di lokasi yang sangat prestigious. Sementara LGY menjabat direktur di salah satu anak perusahaan kelompok tersebut selain sebagai pemegang saham. LGY memang merupakan salah satu pendiri perusahaan tersebut.

Sebagai orang yang memulai karier dari bawah, HS memang sanat menguasai pekerjaannya secara sangat detail. Rapat dengannya selalu memberikan pengetahuan tambahan. Bukan hanya sekedar memerintah, tetapi juga memberikan masukan atau jalan keluar dari masalah yang dihadapi staffnya. Yang terpenting, keberanian mengambil keputusan dan keteguhannya dalam mengembangkan usaha membuatnya menjadi pengusaha yang berhasil.

Minggu, 16 November 2008

Pepes daun labu + asin jambal


Description:
Pepes daun labu + jambal ini, makanan favorit kalo lagi pengen makanan tradisional yang menggugah selera. apalagi kalo makannya pake nasi hangat + krupuk sagu, wuih, ditanggung, mertua lewat gak dilirik

Ingredients:
1 ikat daun labu muda, diiris sepanjang 2 cm
100 grm cabe hijau iris serong,
5 butir bawang merah iris
3 siung bawang putih iris
3 buah tomat hijau (kecil) iris
1 batang sereh ambil bagian putihnya, iris serong
3 lembar daun salam
100 grm asin jambal roti potong dadu,
1 sendok makan minyak sayur
1 ikat daun kemangi, petik daunnya
daun pisang untuk pembungkus

Directions:
campur semua bahan jadi satu (kecuali daun salam), lalu di bagi 3
bungkus masing2 dengan daun pisang, lipat. kalau perlu sematkan lidi atau ikat dengan tali rafia
kukus 30 menit

Ayo, kembali ke pasar tradisional

Seperti layaknya masyarakat kota besar, sejak awal menikah saya tidak pernah menginjakkan kaki ke pasar tradisional di Indonesia. Saat masih kuliah dulu dan tinggal di Slipi, saya masih suka ikut ke pasar tradisional di Grogol. Kemudian saat tinggal di Kampung Ambon Jakarta Timur, saya selalu belanja ke pasar, yang kebetulan berada tidak jauh dari rumah. Kebetulan pasar tradisional itu kondisinya lumayan bersih.

Selama 4 tahun tinggal di Eropa, saya selalu belanja di pasar tradisional atau pasar kaget di plasa/tempat parkir linkungan yang bersih dan teratur. Minimal setiap hari minggu, lalu masak-masak bikin gado2 atau soto ayam, mengundang bujangan-bujangan yang tentunya jarang makan masakan indonesia.

Kembali ke Indonesia, belanja ke pasar dilakukan oleh ibu saya, karena selama 4 tahun saya tinggal dengan ibu sambil mengumpulkan uang pembayar uang muka rumah.

Saat tinggal di Kemang Pratama, selama 12 tahun saya lebih sering belanja di tukang sayur, setiap pagi sebelum berangkat ke kantor, atau menitipkan uang kepada pembantu. Satu minggu sekali saya ke pasar swalayan, saat itu ada Goro yang letaknya tidak jauh dari Kemang Pratama, untuk belanja ikan dan daging. Jadi praktis tidak lagi menginjakkan kaki ke pasar tradisional.

Tahun 2000 saat saya kembali tinggal serumah dengan ibu, saya tidak juga kembali ke pasar tradisional. Malas..... Kondisi pasar yang becek dan bau sampah menghilangkan keinginan saya untuk belanja ke sana. Apalagi ibu saya masih cukup kuat untuk belanja ke pasar. Tugas saya paling hanya beli keperluan "kering" di Makro atau Carrefour. Lebih menyenangkan karena bisa dilakukan kapan saja dan yang penting bisa dilakukan bersama dengan anak dan suami. Usai belanja bisa nongkrong di food court sambil ngobrol. Belanja jadi acara keluarga.

Masalah timbul saat ibu saya sering jatuh sehingga membahayakan bila beliau harus ke pasar dan naik tangga. Mau tidak mau, saya harus belanja ke pasar. Warung sayur dekat rumah tidak selalu lengkap isinya. Kalau harus ke Carrefour, tidak selamanya saya punya waktu usai pulang kantor, karena seringkali baru tiba di rumah sesudah jam 20.00. Jadi pilhannya mau tidak mau, pasar tradisional di Pondok Labu dengan gunungan sampah yang baunya minta ampun, lengkap dengan lalat hijau yang besarnya juga minta ampun.

Untuk menyiasatinya, saya berbagi dengan pembantu. Saya membeli sayur-mayur, telur dan lain-lain di kios langganan ibu saya, di pasar atas istilah yang digunakan untuk gedung pasar Jaya. Lalu membeli buah-buahan di pinggir jalan. Sedangkan pembantu saya membeli ayam potong (segar), bumbu-bumbu dan lainnya di pasar bawah, kios yang becek dan baunya minta ampun itu. Biasanya sambil menunggu pembantu, saya membeli majalah atau tabloid
dan membacanya di tempat parkir.

Lalu mulailah ada permintaan dari ibu untuk membeli kue-kue kecil, semisal cenil, lupis atau lapek bugis. Setiap minggu, para penjual langganan itu selalu menghampiri saya dan mengingatkan .... "Bu... jangan lupa lupis/cenilnya... Biasa kan...? Maksudnya biasa jumlah bungkusannya, yaitu 5 buah seharga total 10 ribu.

Atau... si loper koran dan majalah, langsung menghadang saya di tempat parkir dan menaruh 3 sampai 5 buah tabloid untuk dipilih. Lalu pergi lagi menjajakan dagangannya. Sepertinya dia sudah yakin sekali bahwa saya memang akan membeli.

Sungguh, awalnya, saya merasa jengkel dan terganggu dengan ulah mereka. Saya merasa di fait accompli untuk membeli. Pernah sekali saya menolak dengan tegas tawaran mereka. Tapi melihat wajah dan sorot matanya yang menyiratkan kekecewaan.. Ah saya merasa sangat berdosa. Memang, akhirnya saya jadi menambah alokasi belanja rutin dengan hal yang tidak terlalu perlu, yaitu pembeli kue2 tradisional dan tabloid. Nilainya memang sangat relatif, tapi dari keuntungan itulah, penjual/pedagang kecil itu menyambung hidup. Akhirnya ... saya hanya bisa berharap, semoga niat saya membeli dagangan mereka bisa membantu mereka dan Insya Allah, "keborosan" saya tidak membuat saya menjadi miskin.

Dari interaksi rutin tersebut, menjelang lebaran saya mendapat bingkisan kue kampung dari penjual langganan tersebut. Rasanya terharu, dalam kekurangannya mereka masih berpikir untuk menyenangkan para pelanggannya.

Selasa, 11 November 2008

Facebook .... Manfaatnya apa sih?

Hari Kamis dan Jum'at minggu lalu, karena demam dan badan sakit-sakit sampe nggak bisa bangun, saya terpaksa bolos kantor, dengan pesan kalau ada yang urgent, saya bisa diminta kerja via internet. Yang penting di sms/telpon dulu sebelumnya.

Karena aktifitas selama bolos kantor alias a very long week-end holiday itu hanya tidur dan pijat saja, maka saya punya banyak waktu luang untuk browsing. Dari buka-buka email yang lama di outlook, ternyata ada banyak undangan untuk bergabung di Facebook-FB yang saya diamkan.

Seperti biasa, saya selalu "ketinggalan". Bukan apa-apa ... setelah pernah nyangkut di FS lalu Yahoo360 yang keduanya sudah di delete, saya merasa males untuk banyak ikut ini-itu di dunia maya. Merasa nggak enak aja kalo kehilangan privasi terlalu banyak. Tapi karena penasaran dengan kemenangan Obama yang konon salah satunya karena dukungan social networking via FB, saya jadi penasaran juga untuk akhirnya menerima undangan yang pernah masuk.

Usai sign up dan sign in, saya mulai browsing ... ingin tahu bagaimana profil jaringan sosial a la FB ini. Wah... ternyata heboh banget... (hihihi.... norak deh gue...!!!)

Ternyata, Social Networking a la FB itu, menurut saya bisa di kategorikan 4;

  1. jaringan untuk mengumpulkan anggota keluarga yang tercerai berai untuk membentuk Family tree. Yah... bagus-bagus ajalah.... Kenapa enggak? Kan dalam Islam juga kita dianjurkan untuk membentuk dan menautkan tali silaturahmi terutama dengan keluarga.
  2. Untuk membangun jaringan pertemanan (reuni) dengan teman-teman lama yang berasal dari satu daerah, satu sekolah atau satu organisasi.
  3. Untuk membangun jaringan baru dengan orang-orang yang memiliki kepentingan, hobby yang sama.
  4. Nah... ternyata ada juga yang ternyata jaringannya berisi selebrities. Apakah itu berasal dari kalangan dunia hiburan, model, artis bahkan kalangan penggiat LSM, politikus dll.... Entah apakah mereka betul-betul saling kenal atau ......
Jujur saja, saya belum tahu apakah FB ini akan terus berlanjut atau nasibnya akan berakhir seperti FS ... di delete setelah beberapa waktu. Sementara ini saya cuma ingin ketemu teman-teman lama dengan niat menautkan kembali tali silaturahmi yang selama ini sempat terputus.

Adakah yang bisa menjelaskan manfaat lain dari keikutsertaan dalam FB?

Jumat, 31 Oktober 2008

Ulang tahun... Bahagia atau sedih?

Hari ini, 31 Oktober, ada dua orang teman di kantor berulang tahun. Maka, sejak pagi meja makan terlihat penuh panci. Yang berulang tahun sengaja memasak di rumah. Walaupun menunya sederhana, tapi pasti mengundang selera teman sekantor yang biasanya hanya makan di warteg.

Coba bayangkan, ada sayur asem, balado telur, ayam panggang, oseng tempe, ikan asin dan ditutup dengan puding coklat. Untungnya lagi, satu teman yang berulang tahun sedang bertugas ke Bali, jadi teman yang lain masih punya kesempatan untuk makan gratis lagi. Yang satu ini janjinya mau makan udang galah - madu di Mang Engking, cabang dari Yogya yang ada di Kampus UI Depok.

Ulang tahun ... Bahagia atau Sedih?
Konon katanya, saat kita kecil, remaja, dan mulai masuk usia dewasa, ulang tahun selalu disambut gegap gempita. Ada pesta, kado dan perhatian dari lingkungan dan kerabat dekat. Bertambah umur saat kita melewati "batas" yang ditentukan baik secara agama maupun UU, dalam kehidupan bermasyarakat berarti bertambah "hak dan kewenangan". Punya hak untuk mendapatkan KTP, SIM dan memilih anggota legislatif dan presiden dan secara biologis, memiliki hak untuk menikah.

Lewat di usia 30 tahun kita (semoga) sedang menapaki masa menuju kemapanan. Mapan dalam karier, rumah tangga dan tentu saja keuangan.

Umur 40 tahunan saat kita menikmati masa kemapanan. Sudah meraih segala apa yang dicita-citakan dan diidamkan sejak masa muda. Kebanyakan orang "terdidik" di perkotaan sudah mampu menikmati segalanya. Makan di restoran mewah dengan menu yang sama sekali tak terbayangkan saat masih jadi mahasiswa. Mengendarai mobil super mewah atau duduk tenang di jok belakang sambil menikmati alunan musik di dalam kendaraan yang dilengkapi audio super canggih. Tinggal di rumah yang sejuk oleh pendingin udara, di tengah pemanasan global dan lupa atau mungkin tidak peduli lagi bahwa dia sudah menambah elemen kerusakan ozon.

Makan enak dan kenyamanan dan kemapanan hidup ternyata membawa dampak buruk. Suami saya selalu bilang.... Kita mampu membeli segalanya saat kita tidak bisa atau tidak mampu lagi menikmatinya. Kita tidak lagi bisa makan enak saat kita sudah mampu membeli makanan yang lezat. Itu semua karena terlena oleh kenikmatan hidup shingga kita terpenjara oleh penyakit yang terjadi karena akumulasi kebiasaan hidup.

Menjelang usia 50,  kita sering mendengar berita kematian mendadak dari teman atau minimal kabar mengenai "jatuh sakit"nya mereka. Serangan jantung, stroke, gagal ginjal, kanker ... menjadi santapan telinga. Mungkin, ulang tahun sudah harus menjadi refleksi diri .. Seberapa panjang lagi Allah memberikan kesempatan kita untuk menikmati dan memanfaatkan kenikmatan dunia. Memanfaatkan waktu dari sisa-sisa jatah hidup kita didunia yang selama ini tidak pernah dihitung. Semoga masih ada waktu untuk memupuk tabungan, bekal hidup kita di akhirat.

Selamat Ulang Tahun, bagi semuanya.

Kamis, 30 Oktober 2008

misteri hidup

"Mbak, tanggal 18 Oktober yl, Deasy menikah dengan DH"
"Hah ... Doddy maksudnya? Kok bisa...? Kamu malem-malem gini jangan bikin gosip dee....!"
"Masya Allah ... bener kok, aku hadir. Memang sebetulnya itu acara keluarga, tapi aku datang"
Langsung, kukirim sms, malam itu juga buat Deasy. Ucapan selamat disertai doa agar pernikahan yang ke dua buat keduanya membawa berkah.

Pagi tadi, saat pulang mengantar anak ke sekolah, Deasy membalas sms. Langsung saya telpon. Dia dan juga Doddy. Suara keduanya terdengar agak salah tingkah. Usai bicara segera kukirim begitu banyak sms memberitakan kabar gembira ini buat teman-teman yang kenal keduanya. Semua terkejut dengan berita itu. Siapa yang sangka kalau keduanya, staff dan direktur, 12 tahun kemudian menjadi suami istri.

Sekitar 12 tahun yang lalu, keduanya bekerja di kantor yang sama. Deasy yang cantik dan lembut, saat itu baru berpisah dengan suaminya. Dia dipindahkan dari kota tempatnya bermukim ke Jakarta. Untuk menghilangkan kenangan buruk. Dia bekerja di bagian saya. Sedangkan Doddy adalah Direktur di perusahaan tempat kami semua bekerja. Punya istri cantik dan kalau tidak salah punya 3 orang jagoan hasil pernikahannya.

Setelah krisis tahun 1997, kami semua berpisah. Doddy merintis usaha sendiri, Deasy bekerja di apartemen dekat rumahnya di Jakarta Selatan dan kemudian bekerja sebagai free lance property marketing. Saya sendiri masih sempat berhubungan kembali secara profesional dengan Doddy, sekitar awal tahun 2001. Saat itu kami bermitra dan karenanya dia sempat bermukim di Batam. Tapi kemudian berpisah lagi 3 tahun yang lalu.

Sejak itu saya tidak pernah bertemu dengan Doddy, namun mendengar kabar bahwa Doddy sudah berpisah dengan istrinya dan kembali ke Jakarta. Dia kemudian tinggal di bagian timur Jakarta. Dengan Deasy, terakhir saya bertemu untuk meminta bantuannya memasarkan apartemen sekitar 1,5 tahun yang lalu.

Rupanya beberapa bulan yang lalu, mereka secara tidak sengaja bertemu di PIM. Begitu cerita si pembawa berita semalam. Cerita selanjutnya... sayang saya gak sempat tanya. Pasti seru ... seperti kata salah satu staff di kantor tadi...:

"Bu ... gak kebayang gimana mbak Deasy yang biasanya manggil PAK Doddy ... terus jadi berubah MAS Doddy...!!!

Selamat buat kedua mempelai. Semoga bisa menikmati hari tua dengan tenteram.

Selasa, 28 Oktober 2008

80 tahun SUMPAH PEMOEDA; betulkah kita sudah bersatu?

beberapa hari lagi, kita akan memperingati Sumpah Pemuda saat 80 tahun yang lalu, para pemuda dari berbagai organisasi indische yang saat itu dikenal sebagai Jong Java, Jong Ambon, Jong Sunda, Jong Celebes, Jong_Batak, Jong_Sumatranen_Bond, Jong_Islamieten_Bond dan lainnya menyelenggarakan Kongres Pemoeda.Pada hari ini pula, di sebuah gedung yang sekarang dinamakan Gedung Joeang yang terletak di Jl Menteng Raya no 31–Jakarta, dibacakan SOEMPAH PEMOEDA.

Saat itu, tidak ada atau belum ada negara atau wilayah bernama Indonesia. Namun para pemuda–pemudi tersebut yang sudah merasakan pahit getirnya dibawah penjajahan asing merasakan betul bahwa “bersatu kita kuat, bercerai kita runtuh”. Mungkin, semangat dan visi kebersamaan itu pula yang menyatukan mereka sehingga terjadilah apa yang dinamakan Kongres Pemoeda 1928 yang merupakan tonggak persatuan Indonesia.

Hari ini 80 tahun kemudian, agaknya kita harus merefleksikan dan mengevaluasi kembali semangat dan misi yang dibawa oleh para pemuda dari berbagai suku dan daerah dari sebuah wilayah luas di kawasan khatulistiwa jajahan Belanda bernama Indische.Benarkah Indonesia sudah bersatu?Ini pula yang selalu menggelitik dalam pikiran. 

Indonesia merupakan Negara kepulauan yang sangat luas dan terdiri dari 17.508 pulau, 8.844 buah pulau di antaranya telah memiliki nama. Di antara sedemikian banyaknya pulau yang dimiliki, hanya 6.000 pulau yang dihuni. selebihnya tentu menjadi pulau tak berpenghuni dan bisa jadi dianggap “tak bertuan” yang bisa jadi rawan penjarahan oleh Negara tetangga, terutama pulau–pulau yang terletak di lautan lepas. Kasus “penjarahan” pulau oleh Negara tetangga ini, seperti telah terjadi beberapa waktu yang lalu atas pulau Sigitan dan Sipadan bisa menjadi contoh nyata.

Pulau–pulau berpenduduk dihuni oleh masyarakat yang kemudian menyebut diri suku, tribu dengan bahasa, tradisi dan budayanya masing-masing. Di antara 2 bahasa yang paling banyak digunakan di Indonesia yaitu bahasa Jawa dan Melayu, masih terdapat bahasa daerah dan dialek. Bayangkan ada ratusan bahasa daerah yang seringkali menjadi bahasa utama penduduk setempat. Bahkan di Irian–Papua, ada sekitar 500 an bahasa lokal untuk hanya sekitar 3 juta penduduk.

Bisa dibayangkan betapa repotnya mengurus Indonesia apabila tidak disepakati sebuah bahasa yang diterima secara universal.Tidak mudah pula menyatukan pendapat, menyatukan visi dan misi. Apalagi untuk membagi kekayaan tanah air ini secara adil bagi kemakmuran dan kemajuan Negara. Bagaimana “memberi pengertian” kepada daerah “kaya” sumber alam agar mau berbagi dengan saudaranya yang hidup di wilayah “miskin” sumberdaya alam agar satu tidak merasa lebih rendah dari yang lain.

Mungkin itu sebabnya, sejarah Indonesia mencatat para pemimpin Negara ini lama kelamaan cenderung menjadi otoriter dalam menjalankan pemerintahannya. Kekayaan alam Indonesia yang luar biasa ini memang menjadi godaan yang luar biasa bagi para pemimpin dalam menjalankan amanah dari rakyat.

Otoritas Daerah yang semula di”gadang–gadang” salah satu sarana untuk melakukan pemerataan dalam berbagai bidang, pada kenyataannya cenderung diselewengkan untuk “menjadikan” kembali kepala daerahnya sebagai “raja kecil” di daerah. Kekuasaan yang berlebih di tangan “orang yang salah” bisa menjadi boomerang bagi maksud dan tujuan yang baik. Power tends to corrupt.

Mulai dari diri sendiri.
Kemajemukan Indonesia yang tercermin dalam bahasa–dialek, suku bangsa, tradisi mau tidak mau mempengaruhi tata cara kehidupan sehari-hari. Benarkah Indonesia sudah bersatu, meleburkan diri menjadi yang satu; satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa?
Pada kenyataannya, kebanggaan sebagai “anak daerah” dengan segala embel – embel tradisi, kekayaan budaya dan bahasa menjadikan “seseorang” atau suatu suku “merasa” lebih dari yang lain. Mitos yang banyak dipercayai masyarakat turut “menghambat” pembauran dan penghapus sekat kedaerahan. Sebut saja adanya larangan pernikahan antara perempuan Jawa dengan lelaki Sunda yang dikaitkan dengan peristiwa Perang Bubat.

Seorang kawan wanita yang berasal dari Madura bercerita, bahwa keluarga besarnya berpesan dan meminta dengan sangat agar tidak menikah dengan suku–suku tertentu. Atau yang paling konyol adalah pesan orangtua agar anak-anaknya hanya menikah dengan pasangan yang sesuku. Andaikan anjuran tersebut hanya anjuran agar anak-anak menikah dengan pasangan seagama, maka hal ini masih dapat diterima karena agama merupakan pedoman hidup.

Dalam bidang politik, pemilihan kepala daerah selalu diramaikan oleh pro dan kontra antara calon putra daerah dan pendatang. Calon yang bukan berasal dari suku dimana dia mencalonkan diri, tidak akan pernah dianggap sebagai putra daerah walaupun dia hidup dan bertempat tinggal di wilayah tersebut sejak kelahirannya.

Atau selalu ada anekdot, bila pimpinan suatu instansi berasal dari suatu daerah atau suku tertentu, maka seluruh jajaran di bawahnya akan di dominasi oleh staff yang berasal dari daerah yang sama dengan daerah si pimpinan. Dan konon, kondisi ini sangat terasa di instansi pemerintah.

Saat ini ada kecenderungan, semakin kaya seseorang, maka saat merayakan pernikahan anak–anaknya, maka dia akan berusaha menyelenggarakannya dengan upacara adat selengkap yang dimungkinkan dengan dalih memelihara tradisi dan kebudayaan.

Memang, meleburkan diri menjadi satu bisa jadi berarti menghilangkan identitas. Manakala identitas yang hilang tersebut bernama keragaman bahasa, tradisi, kesenian dan budaya, tentu akan banyak golongan yang berkeberatan. Atau, apakah kita harus menggabungkan semua keragaman bahasa, budaya, kesenian dan tradisi menjadi satu budaya dan tradisi baru?

Senin, 27 Oktober 2008

Kalo RUU Pornografi disahkan, Jakarta perlu ganti logo, gak ya?

Monumen Nasional
Ini pertanyaan iseng .... Andaikan RUU Pornografi disahkan menjadi UU, apakah semua masyarakat akan juga mengevaluasi semua elemen bangunan, gambar/logo atau apapun juga yang menggunakan atau mengambil simbol-simbol benda/tradisi yang bisa dikategorikan dalam pornografi?

Contoh jelas yang sudah sangat meluas di masyarakat adalah penggunaan simbol lingga dan yoni dalam berbagai konsep disain/rancangan bangunan dan elemen artistik, antara lain pada Monumen Nasional alias tugu MONAS yang menjadi lambang kota JAKARTA sang ibukota negara

Lingga tertua yang pernah diketahui di Indonesia, berasal dari prasasti Canggal, yang berasal dari halaman percandian di atas gunung Wukir di Kecamatan Sleman. Dari prasasti yang ditulis tahun 732 M tersebut diketahui bahwa Raja Sanjaya yang beragama Siwa telah mendirikan sebuah Lingga di atas bukit, dan dimungkinkan bangunan Lingga tersebut ialah candi yang hingga masih ada sisa-sisanya di atas gunung Wukir.

Kata Lingga berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti ”tanda padanan phallus atau kelamin laki-laki”. Di dalam buku Iconographic dictionary of the India religion Hinduism–Buddhism–Jainism diuraikan bahwa Lingga (linggam) antara lain berarti simbol atau lambang jenis kelamin laki-laki. Lingga menurut paham Hindu disebut sebagai lambang kesuburan.

Biasanya Lingga di tempatkan di atas sebuah vulva (yoni). Yoni di sini berarti simbol alat kelamin wanita, sebagai simbol dari unsur wanita. Yoni dianggap sebagai unsur sakti dan seringkali disatukan di dalam susunan Lingga. Lingga Yoni juga dipercaya sebagai sumber dari kesuburan. Di jaman dahulu, golongan penganut kepercayaan kepada lingga–yoni tersebut kadang menyiramkan air pada Lingga dan kemudian air yang mengalir melalui yoni ditampung dan selanjutnya disiramkan pada tanaman padi atau tanaman lainnya.

Penggunaan symbol lingga–yoni sebagai lambang kesuburan dan kesinambungan kehidupan tidak berhenti hingga disini. Berbagai bangunan keagamaan mengadopsi lingga–yoni ke berbagai elemen bangunan kuil, pura, candid an bahkan tanpa kita sadari berbagai alat bantu kehidupan kita juga merupakan penerapan dari konsep lingga–yoni. Salah satunya, sebut saja alu dan lumpang yang jaman dulu merupakan bagian dari peralatan dapur setiap rumah tangga. Alu yang terbuat dari batu atau kayu berbentuk bulat memanjang merupakan pengejawantahan dari bentuk lingga sedangkan lumpang berbentuk mangkuk (cekung) yang menampung lingga merupakan penerapan dari yoni.

Selain itu, pasti banyak elemen dan peralatan yang berada di rumah yang prinsip kerja dasarnya merupakan adaptasi dari lingga dan yoni. Lihat saja cara kerja jack pada kabel tv, saat kita memasang flash disk … Itu sebabnya, tanpa kita sadari, kalau kita meminta/membeli suatu peralatan listrik, kita akan bila ke pelayan toko :
“minta kabel lengkap dengan jack nya. Yang lelaki dan perempuannya ya….”
Nah, kembali ke judul artikel ini, apakah Jakarta perlu mengubah lambang kotanya yaitu monument nasional alias MONAS?


Konon, menurut Wikipedia online, Monumen Nasional atau yang populer disingkat dengan Monas atau Tugu Monas adalah salah satu dari monumen peringatan yang didirikan untuk mengenang perlawanan dan perjuangan rakyat Indonesia melawan penjajah Belanda. Rancangan arsitektur tugu ini dibuat oleh Soedarsono dan Frederich Silaban, dengan konsultan perhitungan struktur Ir. Rooseno. Mulai dibangun Agustus 1959 kemudian diresmikan pada tanggal 17 Agustus 1961 oleh Presiden pertama RI Soekarno. Monas resmi dibuka untuk umum pada tanggal 12 Juli 1975.

Bentuk Tugu peringatan ini merupakan sebuah batu obeliks yang terbuat dari marmer yang berbentuk lingga yoni sebagai simbol kesuburan dengan tinggi 132 m. Tugu Monas yang menjulang tinggi dan melambangkan lingga (alu atau anatan) yang penuh dimensi khas budaya bangsa Indonesia. Semua pelataran cawan melambangkan Yoni (lumpang). Alu dan lumpang merupakan alat rumah tangga yang terdapat hampir di setiap rumah penduduk pribumi Indonesia.

Aplikasi lingga–yoni pada bentuk arsitektur Monas cukup halus. Berbeda dengan gedung Sapta Pesona, tempat menteri Pariwisata berkantor, yang juga mengadopsi bentuk lingga. Gedung Sapta Pesona menurut saya dengan sangat vulgar menerapkan bentuk lingga dengan sangat kasat mata.

Jadi… apakah kedua bangunan di Jakarta tersebut serta banyak candi–candi yang tersebar di seluruh pelosok Indonesia yang tentu saja memasukkan unsur lingga–yoni harus dihancurkan? Dan masyarakat pedesaan tidak boleh lagi menggunakan alu dan lumpang…? Dan masyarakat perkotaan tidak boleh menggunakan alat-alat elektronika karena prinsip sambungan nya menggunakan konsep lingga–yoni. Lelaki dan perempuan, bersatu.

BUKAN KARANGAN BUNGA🌺🌺

 Dapat kiriman tulisan yang bagus, untuk refleksi diri DICARI Teman yg bisa  Mensholatkan kita...   Ketika KITA WAFAT... BUKAN KARANGAN BUNG...