Jumat, 27 Juni 2008

Masih menarikkah Jakarta?

Sore tadi, usai shalat maghrib, kami berempat berangkat ke Halim Perdanakusuma. Ada undangan dari kawan lama sekaligus notaris langganan kantor.
Lalulintas Jakarta usai jam keja, apalagi pada hari Jum'at sore, amat sangat macet. Jalan tol Semanggi - Cawang padat merayap. Apalagi jalan arterinya, lebih berat untuk ditempuh. Tidak ada pilihan lain untuk mencapai Hal-Pers. Butuh waktu 1 jam untuk jarak dari jl HAngtuah ke gedung Pia Ardia Garini di Hal-Pers.

Jakarta yang padat, Jakarta yang semrawut, Jakarta yang polutif, Jakarta yang kejamnya konon lebih dari ibu tiri tetapi juga Jakarta yang dicinta banyak orang.
Jakarta menjadi barometer keberhasilan karir seseorang. Itu sebabnya, bekerja di Jakarta menjadi incaran bagi banyak rakyat Indonesia. Padahal, hidup di Jakarta itu sengsara. Sangat melelahkan.

Bayangkan, perjalanan dari rumah ke kantor tidak bisa ditempuh dalam hitungan menit. Jakarta sudah terlalu padat sehingga untuk menampung penduduknya, perumahan sudah menjamur menempel di pinggiran Jakarta dan sekarang sudah merambah hingga ke pelosok kota penyangga; kabupaten Bekasi, Tangerang dan Bogor.


Staff kantor yang tinggal di Sawangan, Depok atau Bekasi (Pondok Ungu) dan menggunakan kendaraan umum, sudah harus meninggalkan rumah usai shalat subuh untuk tiba di kantor sebelum jam delapan. Atau paling lambat jam 06.30 dengan resiko tiba di kantor lewat dari jam 08.00.  Sore hari, tepat jam 17 atau paling lambat 17.15 mereka pulang dan tiba di rumah paling cepat jam 19.30. Kalau ada musibah macet karena ada demonstrasi atau banjir, bisa jadi perjalanan bertambah lama.

Supir kantorku, tinggal di Rempoa, menyewa 1 kamar dengan biaya 250ribu/bulan. Betul-betul hanya satu kamar multifungsi, sebagai tempat makan, tidur dan menerima tamu. Untuk mandi menggunakan kamar mandi umum. Untung masih ada teras belakang yang bisa digunakan untuk memasak. Dia tinggal dengan satu anak balita dan istrinya.

Dengan gaji UMR dan lemburnya sekitar 1,25juta per bulan, dia masih harus menyisihkan uang untuk transportasi sekitar 250ribu juga sebulan dan makan siang yang entah berapa besarnya per bulan. Mungkin hanya akan tersisa sekitar 650ribu untuk belanja keperluan makan sekeluarga dan kebutuhan lainnya.

Tapi, Jakarta tidak hanya diisi oleh orang-orang yang terpaksa harus cukup puas dengan gaji UMRnya. Jakarta juga dipenuhi oleh orang-orang yang masih belum puas dengan gaji yang sudah puluhan juta per bulan dan di atas seratus juta rupiah per bulan. Dan orang-orang ini, toh masih merasa gajinya yang puluhan juta per bulan itu masih kurang memenuhi kebutuhan hidupnya.

Jumlah mereka yang hidup "diawang-awang" juga cukup banyak. Mereka termasuk penyumbang polusi terbesar karena belum cukup puas dengan mobil-mobilnya yang sudah meluap, luber hingga ke jalan didepan rumahnya. Tapi, begitupun golongan ini juga bersuara cukup keras menentang penghapusan subsidi BBM dengan mengatasnamakan rakyat kecil. 

Mereka juga tidak akan puas kalau belum termasuk golongan penyumbang gas penyebab efek rumah kaca alias pengguna CFC/freon yang fanatik. Merekalah penghuni perumahan mewah yang dijaga ketat oleh satpam. Terlindungi dari udara panas khatulistiwa dalam istana berpilar ala kastil kuno Eropa.

Jakarta memang paradoxal. Jadi ... masih ingin tinggal di Jakarta?  

Kamis, 26 Juni 2008

Pembagian Raport Sekolah

minggu terakhir bulan Juni 2008 ini, jadi minggu sibuk para ortu. Dari mulai ngurus anak yang harus daftar sekolah setelah lulus ujian/test masuk, pentas akhir tahun dan bagi raport.

Entah angin apa yang membawa "kabar buruk", sekolah anakku mengadakan pentas akhir tahun dan pembagian raport pada hari Kamis. Hari kerja. Padahal biasanya pentas akhir tahun dan pembagian raport selalu diselenggarakan pada hari Sabtu pagi. Padahal... acara kantor saya lagi padat karena minggu ini saya harus membereskan urusan kantor sebelum cuti, harus bayar biaya perjalanan ... duh ribet deh. Terpaksa daku tidak hadir acara pentas seni anak sekolah.

Sedang menunggu pengetikan kuitansi pembayaran biaya perjalanan, anakku sudah telpon;
"Ma..... acaranya sudah selesai. Sekarang sudah mulai bagi raport...!!"
Duh, padahal acara bagi raport dijadwalkan jam 11.30, dan saat itu jarum jam belum lewat dari jam 10.30. Terlalu cepat 1 jam. Untung jalan menuju Karang Tengah tidak terlalu macet sehingga jam 11.15 aku sudah tiba di sekolah. Anakku sudah menunggu dengan muka dan baju belepotan make up.

Sejujurnya, aku paling benci liat anak sekolah (SD lagi...) pake make up. Berulang kali kupesan untuk tidak mengotori muka anakku dengan make up, tapi selalu lolos. Guru/periasnya mungkin gatal tangan dan mata kalau liat anak perempuan menari tanpa make - up.

Di dalam kelas, pak Agus yang rame itu sibuk menerangkan ini itu ke wali murid yang menghadap satu persatu. Aku nggak terlalu antusias untuk banyak tanya. Sudah pasti persepsi tentang pendidikan anak SD antara orangtua dengan guru, akan berbeda.

Berbeda dengan masa muda dulu dan dalam memperlakukan anak sulungku, sekarang aku nggak terlalu peduli dengan nilai ulangan. Aku selalu ingat ucapan Wahyu si sulung :
"Ma... lebih suka nilai 10 hasil nyontek atau nilai 7 tapi murni hasil kemampuanku?"

Yah... kecerdasan anak tidak semata-mata dilihat dari nilai raport. Ada kecerdasan/kemampuan lain yang menjadi kunci keberhasilan manusia di masa depan. Dan kecerdasan akademis hanya salah satu bagian. Bukan segalanya

Hati-hati ; Sertifikat ASPAL bertaburan di BPN Jakarta Selatan

Masih menurut cerita salah seorang temanku yang lain. Dia bekerja di bagian legal dari suatu kantor di bilangan Jakarta. Orangnya cekatan dan effisien bekerja walau usianya masih muda. Semua orang suka bekerja sama dengan dia.

Suatu hari, dia harus menangani penjualan asset perusahaan berupa property – rumah mewah di bilangan daerah elit Jakarta Selatan. Seperti lazimnya yang berlaku, setelah peminat dan penjual mencapai kesepakatan harga dan kondisi, maka calon pembeli membayar uang muka dan notaris yang ditunjuk menangani akta jual-beli akan melakukan serangkainan pengecekan legalitas surat-surat property tersebut. Jadi, sesuai dengan prosedur baku, temanku menyerahkan sertifikat asli, IMB dan SPT-PBB kepada notaris. Biasanya pengecekan hanya akan memakan waktu 1–2 hari saja.

Di luar kebiasaan, pada hari ke 3, temanku mendapat telpon dari notaris, yang mengajaknya bertemu di kantor pertanahan setempat untuk bersama-sama melakukan pengecekan. Konon pengecekan online yang dilakukan oleh notaris tidak menggembirakan, walaupun dia tidak merinci hasil penelusurannya.

Dengan rasa sedikit kecut, temanku hadir ke kantor pertanahan. Aku maklum, temanku itu baru bekerja 3 tahun di kantornya sementara sertifikat yang harus dicek keabsahannya itu sudah berumur sekitar 6 tahun. Jadi dia memang tidak mengetahui asal-usul pengurusan sertifikat saat berganti dari SHGB menjadi SHM.

Tiba di kantor pertanahan, sebelum bertemu dengan pejabat pertanahan, notaris mengatakan bahwa dia tidak bisa menemukan data mengenai tanah tersebut dan dikhawatirkan terjadi pemalsuan atas sertifikat HM tersebut. Itu sebabnya notaris mengambil inisiatif untuk bertemu dengan kepala seksi pendaftaran tanah.
Saat bertemu, secara tegas dan lugas, seraya menjelaskan dan menunjukkan cirri-ciri dalam buku sertifikat tersebut, pejabat kantor pertanahan mengatakan bahwa SHM tersebut asli tapi palsu.

Dengan perasaan lemas dan kepala pusing seketika, temanku pulang ke kantor dan melaporkan langsung kasus ini. Semuanya gempar ….. staff yang ditugasi kantornya untuk mengurus kenaikan status tanah dari SHGB menjadi SHM telah meninggal dunia beberapa tahun yang lalu. Berkas asli SHGB serta dokumen terkait lainnya telah diserahkan kepada petugas pertanahan setempat saat buku SHM diterimakan.

Keesokan hari, temanku dan supervisornya kembali ke kantor pertanahan untuk bertemu langsung dengan kepala kantor untuk mengklarifikasi bahwa mereka mengurus perubahan status SHGB menjadi SHM secara legal, langsung ke kantor pertanahan. Malah, pembayaran retribusi kepada kas Negara dilaksanakan langsung di kantor pertanahan dengan didampingi staff kantor mereka. Sang supervisor, bahkan menunjukkan kartu nama staff pertanahan yang membantu pengurusan sertifikat tersebut. Di situ tertera jabatan Kepala Seksi.

Dengan enteng pejabat pertanahan menjelaskan bahwa staff tersebut hanya berstatus staff biasa. Bukan kepala seksi dan sudah dipecat karena beberapa kasus pemalsuan sertifikat. Dia juga menambahkan sudah ada 17 kasus serupa. Bukan saja yang berkaitan dengan pemalsuan oleh “orang dalam” tetapi juga pemalsuan sertifikat yang dilakukan melalui kantor notaris. Temanku dan supervisornya hanya bisa terhenyak, mendengar berita itu.

Malangnya juga, saat tiba di kantor, sang supervisor mendapat kabar buruk lagi. Saat mengkonfirmasi rencana “hang out” sesudah jam kantor dengan “teman rumpinya”, dia diberitahu pembatalan acara. Salah satu temannya yang juga bekerja di property (sponsor acara tersebut) berhalangan. Yang bersangkutan sedang pusing karena mendapat musibah. Dia menemukan pemalsuan 3 buah sertifikat dan ketiganya adalah sertifikat yang diterbitkan oleh kantor pertanahan Jakarta Selatan. Kantor Pertanahan yang sama dengan kasus yang dialami temanku itu.

Good and clean governance of Jakarta? Tampaknya masih panjang perjuangannya. 

Rabu, 25 Juni 2008

Kelakuan aparat publik di Jakarta

Kemarin, salah satu temanku cerita; Dia diminta bantuan istri bossnya ngurus keterangan kehilangan surat-surat penting di Kepolisian Resort Jakarta Selatan. Mula-mula sih, standard pelayanan harus ngisi formulir beserta kelengkapannya antara lain keterangan domisili, yang selain harus ditandatangani oleh RT/RW juga harus ditandatangani kelurahan.

Urusan RT/RW sih, baik-baik dan lancar-lancar saja, walaupun harus dilaksanakan sesudah jam kerja. Masih bisa diterima karena Ketua RT/RW kan bukan pejabat publik resmi, tapi sukarela. Jadi jam pelayanannyapun di luar jam kantor resmi. Jadi kondisi ini bisa diterima semua orang.

Beres urusan RT/RW, temanku meminta anak buahnya untuk ke salah satu Kelurahan di Jakarta Selatan. Oleh ketua RW, dia sudah dibekali dengan nomor telpon sang lurah, karena sang lurah berpesan untuk langsung menghubunginya apabila menemui kesulitan di lapangan. Sampai disini juga, OK.... niat baik sang lurah untuk memutus birokrasi, patut dihargai. Untuk itu sehari sebelum berangkat ke kelurahan, temanku menelpon pak Lurah meminta waktu dan sudah disepakati waktunya pagi hari keesokan harinya.

Pada hari yang dijanjikan, pergilah anak buah temanku itu ke kelurahan tersebut, lengkap dengan berkas dan "amplop", bila sewaktu-waktu diperlukan. Semua orang juga tahu bahwa berurusan dengan aparat pelayanan publik di negeri ini tidak akan lancar dan mulus bila tidak membekali diri dengan amplop berisi kertas warna-warni yang bukan kertas origami.15 menit sebelum waktu yang ditentukan, mereka sudah tiba di Kelurahan dan menunggu. Menit demi menit menunggu, panggilan tak kunjung datang. Teringat dengan janji pak Lurah, anak buah temanku langsung menghubungi Lurah melalui HP. Tanpa rasa bersalah dan dengan suara ketus pak Lurah menjawab; dia tidak bisa diganggu karena sedang berada di Airport untuk suatu perjalanan dinas ke luar kota. Maka paniklah si anak buah, dia langsung menelpon temanku.

Temanku memang nggak ada matinya. Dia tahu betul bagaimana kelakuan dan maksud-maksud yang tersirat namun tak tersurat dari para pejabat publik negeri ini. Maka langsung dia menyambar hpnya dan menelpon si Lurah yang konon menurut pengakuannya sedang berada di Airport. Entah gertak sambal apa yang dilancarkan oleh temanku, si Lurah menjawab :
"Bu ... siapa yang bilang saya di airport?, Saya sedang menunggu staff ibu di kantor. Malah saya bingung kok dia belum menghadap saya?"

Temanku betul-betul mati angin mendengar jawaban si Lurah. Padahal belum sampai 5 menit sebelumnya, anakbuahnya menelpon dan menceritakan bahwa dia mendapat jawaban langsung dari Lurah, bahwa si Lurah sedang berada di airport. 1 jam sebelumnya saat dia tiba di kelurahan, staff kelurahan bilang bahwa Lurah belum datang dan dia dimohon menunggu.

Usai menerima telpon temanku, anakbuahnya itu langsung dipanggil masuk ke ruang kerja Lurah dan urusan tandatanganpun selesai. Tidak sampai 5 menit untuk menandatangani surat keterangan domisili tersebut dan aku lupa menanyakan apakah amplop kertas berwarna yang bukan kertas origami itu juga diserahkan kepada lurah atau staffnya. Tetapi perjuangan untuk mendapatkannya benar-benar mencerminkan kualitas pelayanan pejabat publik negeri ini, khususnya di DKI Jakarta.
Good and Clean Governance memang masih jauh panggang dari api. 

Senin, 23 Juni 2008

Empress Orchid


Rating:★★★★★
Category:Books
Genre: Biographies & Memoirs
Author:Anchee Min
Anchee Min, melakukan riset yang cukup panjang untuk mendeskripsikan karakter manusia maupun budaya Cina pada abad ke 19, termasuk melakukan riset pada kepustakaan di Kota terlarang. Buku Empress Orchid membawa kita untuk mengenal lebih jauh Kekaisaran Cina pada abad pertengahan 19, masuknya orang asing (Inggris, Perancis dan Rusia) ke Cina. Saya juga baru tahu bahwa Vladivostok semula adalah bagian dari Cina (Ketahuan... buka penikmat sejarah dunia).

Cerita Empress Orchid dimulai dengan perjalanan keluarga Yehonala membawa peti mati sang kepala keluarga ke Beijing untuk dimakamkan selayaknya. Perjalanan yang melelahkan dan menghabiskan seluruh kekayaan keluarga. Tiba di Beijing dan tinggal di rumah pamannya, membuat anak-beranak hidup prihatin.

Sementara itu, kekaisaran Cina sedang mencari permaisuri dan selir bagi kaisar Hsien Feng. Penguasa Cina yang berasal dari Manchuria, tentu mensyaratkan seluruh perempuan Manchu untuk melamar. Orchid - Yehonala pun melamar, sekaligus untuk menghindari perjodohannya dengan Ping, anak sang paman yang idiot.

Beruntung Orchid berhasil menjadi selir ke 4 kaisar Hsien Feng. Mulai saat itu dia masuk ke dalam intrik politik dan kekuasaan kota terlarang. Kepala kasim Shim menjadi orang yang sangat berkuasa untuk menentukan apakah seorang selir mendapat kehormatan untuk memperoleh "benih" putra surga. Mendapat benih dan kalau mungkin memberikan putra kaisar yang nota bene akan menjadi calon kaisar Cina akan menempatkan si ibu setara dengan permaisuri Nuharoo.

Dengan berbagai usaha, Orchid akhirnya beruntung bisa naik ke ranjang kaisar dan menjelma menjadi selir kesayangan kaisar. Orchid bahkan mempersembahkan kelahiran satu2nya putra kaisar. Kelahiran putra kaisar ternyata makin membuatnya terbelit dalam berbagai intrik politik kerajaan. Apalagi, kaisar ternyata sangat lemah dan mulai sakit-sakitan. Perjuangan Orchid untuk bertahan dalam badai intrik dan kekuasaan di Kota Terlarang dilukiskan sangat detail dan membuat pembaca serasa mengulang dan menggali kembali pelajaran sejarah Cina dalam versi fiksi.

Kamis, 12 Juni 2008

a Thousand Splendid Suns


Rating:★★★★
Category:Books
Genre: Literature & Fiction
Author:Khaled Hosseini
taken from http://www.khaledhosseini.com/hosseini-books-splendidsuns.html - while mine is written below.
---
A Thousand Splendid Suns is a breathtaking story set against the volatile events of Afghanistan’s last thirty years—from the Soviet invasion to the reign of the Taliban to the post-Taliban rebuilding—that puts the violence, fear, hope, and faith of this country in intimate, human terms. It is a tale of two generations of characters brought jarringly together by the tragic sweep of war, where personal lives—the struggle to survive, raise a family, find happiness—are inextricable from the history playing out around them.

Propelled by the same storytelling instinct that made The Kite Runner a beloved classic, A Thousand Splendid Suns is at once a remarkable chronicle of three decades of Afghan history and a deeply moving account of family and friendship. It is a striking, heart-wrenching novel of an unforgiving time, an unlikely friendship, and an indestructible love—a stunning accomplishment
---
Buku ini bercerita tentang kehidupan Mariam seorang harami (anak yang terlahir di luar pernikahan resmi) dan Laila.

Mariam terlahir dan kemudian hidup berdua dengan ibunya, terbuang dari kehidupan mewah ayahnya Jalil. Pertemuan yang hanya 1 kali seminggu dengan ayahnya tidak memuaskan hati sehingga dia nekad untuk pergi ke rumah ayahnya. Di bawah ancaman si ibu untuk bunuh diri, Mariam tetap berkeras pergi ke kota untuk menagih janji Jalil mengajaknya nonton film. Sayangnya setiba di rumah Jalil, dia tidak diijinkan masuk dan bertemu Jalil.

Dengan penuh kekecewaan, Mariam kembali ke desa dan mendapati ibunya telah mati menggantung diri. Walau akhirnya Mariam diterima untuk tinggal di rumah Jalil, ternyata hal tersebut tidak membahagiakannya. Mariam dipaksa menikah dengan seorang duda dari Kabul. Pernikahan ini merupakan satu bentuk pengusiran halus dari para istri Jalil.

Kehidupan rumah tangga Mariam yang semula berjalan baik berbalik menjadi horor sejak dia mengalami keguguran. Dalam pada itu, perubahan politik di Afghanistan membuat keadaan Afghanistan menjadi kacau di sana sini.

Laila, adalah anak salah seorang tetangga Mariam di Kabul. Gadis kecil yang tumbuh dalam keluarga sekuler dan berpendidikan. Dalam kekacauan Kabul, kedua orangtuanya akhirnya mati terkena bom dan dia terpaksa menerima uluran tangan suami Mariam untuk menikahinya. Demi sebuah janin yang sedang bersemi dalam rahimnya.

Seperti pada umumnya cerita dengan latar belakang Timur Tengah dan sekitarnya, cerita ini sarat dengan KDRT. Teror, kekerasan fisik dan kejiwaan serta pelecehan terhadap eksistensi perempuan mewarnai isi buku. Ajaran agama Islam yang meninggikan harkat perempuan dan sangat melindungi perempuan ditafsirkan dalam kacamata kepentingan lelaki.

Selasa, 10 Juni 2008

Salah satu Kewajiban Pemerintah : Penyediaan Prasarana, Sarana dan Utilitas Perumahan bagi Masyarakat.


Prasarana, sarana dan utilitas - PSU kota seringkali menjadi kambing hitam berbagai masalah sosial, ekonomi dan kesehatan yang timbul dalam kehidupan masyarakat perkotaan di Indonesia. Akar masalah tersebut disebabkan oleh rancunya pengertian dan pemahaman tentang PSU baik sengaja atau tidak, serta pembatasan bidang PSU itu sendiri yang dilakukan oleh aparat pemerintah daerah maupun pusat.


Prasarana, sarana dan utilitas kota seringkali disebut sebagai infrastruktur perkotaan atau berbagai fasilitas fisik suatu kota atau Negara. Ada pula yang menyebutnya sebagai Pekerjaan Umum[1] yang oleh American Public Works Association (APWA)[2] didefinisikan sebagai berikut : public works are physical structures and facilities that are developed or acquired by the public agencies to house governmental function and provide water, power, waste disposal, transportation and similar services to facilitate the achievement of common social and economic objectives.

Di Indonesia sendiri PSU atau infrastruktur diterjemahkan sebagai hak dasar masyarakat yang sangat diperlukan untuk mendukung peri kehidupan masyarakat atau komunitas. PSU diperlukan agar masyarakat dapat hidup dengan nyaman dalam lingkungan yang sehat dan bersih, bergerak dengan mudah setiap waktu sehingga dapat hidup dengan sehat dan berinteraksi dengan baik dengan sesama demi mempertahankan kehidupannya.

Lingkup pengertian Prasarana, Sarana dan Utilitas.
Berdasarkan pengertian yang dianut baik secara internasional maupun nasional, PSU perkotaan memiliki arti dan mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat yang sangat luas, yaitu :
  1. Sarana, system  dan manajemen air termasuk di dalamnya mengenai distribusi air bersih dari hulu hingga ke hilir yang meliputi air minum dan instalasi pengolahannya, sumber air berupa air baku, waduk, sungai, danau dan lain-lain serta fasilitas drainase dan pengendalian banjir.
  2. Sarana, system dan manajemen air limbah yang meliputi pengumpulan, pengolahan, pembuangan termasuk saluran-salurannya terutama yang berada di luar rumah.
  3. Sarana, system dan manajemen pengolahan limbah padat atau sampah baik berupa sampah domestik (rumah), sampah berbahaya baik yang berasal dari industri maupun dari rumah sakit.
  4. Sarana, system dan manajemen transportasi baik jarak pendek (di dalam kota) jarak menengah (antar kota) maupun jarak jauh (antar propinsi, pulau bahkan Negara lain). Transportasi meliputi transportasi darat, air dan udara yaitu jalan raya, rel kereta api, feri/perahu/kapal laut termasuk fasilitas terminal, bandar udara serta dermaga.
  5. Sarana, system penerangan/listrik dan distribusinya.
  6. Fasilitas dan system komunikasi berupa telpon, internet
  7. Fasilitas serta distribusi gas alam untuk digunakan baik oleh masyarakat maupun industri.
  8. Fasilitas kegiatan umum dan sosial seperti sarana ibadah, sarana pendidikan, tempat bermain baik berupa ruang terbuka maupun tertutup, sarana olahraga, fasilitas rekreasi dan lain-lain.
  9. Fasilitas tempat tinggal baik berupa rumah susun (vertikal) maupun rumah tinggal (horizontal).

Keragaman aspek dan bidang yang termasuk dalam PSU juga tercermin dalam pembagian instansi pengelolanya. Misalnya saja Departemen Pekerjaan Umum sebagai pengelola dan penyedia Jalan Raya, sumber air (sungai). Departemen Perhubungan yang mengelola system transportasi baik darat, laut/air maupun udara. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral sebagai pengelola listrik baik yang berasal dari tenaga uap (batu bara), tenaga air (sungai yang dibendung), tenaga gas dan panas bumi maupun tenaga nuklir.

Dari contoh keragaman instansi pengelola tersebut terlihat adanya kerawanan akibat miscoordination dan kelambanan penanganan bila sewaktu-waktu timbul masalah. Misalnya saja air sungai dikelola oleh Departemen Pekerjaan Umum namun bila sungai tersebut dibendung untuk kemudian dibangun sebuah pembangkit tenaga listrik, sementara di sepanjang sungai berdiri pabrik yang membuang limbah berbahaya ke sungai sehingga bisa membahayakan kelancaran turbin dan ketersediaan air baku untuk pengolahan air minum.

Peran Penting PSU Perkotaan
Ketersediaan infrastruktur, seperti jalan, pelabuhan, bandara, sistem penyediaan tenaga listrik, irigasi, sistem penyediaan air bersih, sanitasi dan lain-lain merupakan merupakan Social Overhead Capital yang wajib ditanggung oleh pemerintah.

Dari data[3] diperoleh bahwa
  1. Pelayanan pengelolaan sampah di Indonesia baru mencapai 62%. Beberapa kota besar menghadapi masalah penyediaan lahan tempat pembuangan akhir.
  2. Tingkat pelayanan air bersih di perkotaan Indonesia, baru mencapai 56,58 juta jiwa atau sebesar 51,7%. Selebihnya, masyarakat mengambil air dari sumur, sungai dan dari sumber lain, yang kurang aman bagi kesehatan. Di samping itu banyak masyarakat miskin membeli air di atas harga air PDAM. di lain pihak, sebagian besar PDAM di Indonesia mengalami krisis manajemen.
  3. Tingkat pelayanan air minum baru 41% di perkotaan dan 8% di pedesaan. 74% penduduk perkotaan membuang air limbah dengan sistem cubluk dan ke badan sungai. Pengelolaan sampah perkotaan baru mencapai 40% dengan kondisi TPA yang tidak layak.
  4. Pembangunan jalan terutama di perkotaan tidak mampu lagi mengimbangi laju pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor baik beroda dua maupun beroda empat. Itu sebabnya kemacetan semakin meluas dan mengakibatkan terjadinya pemborosan energi dan peningkatan polusi udara.

Infrastruktur terkait erat dengan tingkat perkembangan wilayah. Daerah yang mempunyai kelengkapan sistem infrastruktur yang lebih baik, mempunyai tingkat pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat yang lebih baik pula.

Ketersediaan infrastruktur kota, mendukung peran kota sebagai pusat pelayanan jasa distribusi, sebagai penggerak kegiatan ekonomi, dan sebagai sumber kehidupan berbagai kelompok masyarakat. Sedangkan ketersediaan infrastruktur perdesaan, akan mendukung pemasaran produk pertanian dan pemberian nilai tambah produksi masyarakat perdesaan. Dapat dikatakan bahwa penyediaan infrastruktur merupakan faktor kunci dalam mendukung pembangunan. Itu pula sebabnya kota-kota besar dengan berbagai infrastruktur yang terbangun tumbuh lebih cepat. Pulau Jawa tumbuh dan menjadi magnet yang kuat dalam menarik arus urbanisasi berkat kelengkapan infrastrukturnya.


Penyediaan PSU Perumahan dan Pemukiman.
Penyediaan dan pengelolaan PSU merupakan tugas dan kewajiban pemerintah. Sayangnya, pertumbuhan jumlah penduduk, perkembangan dan pertumbuhan kota tidak dapat diimbangi dengan peningkatan kemampuan pemerintah dalam memenuhi kewajiban penyediaan PSU tersebut. Kondisi ini diperparah dengan cara pemerintah menerapkan alokasi pembangunan perumahan yang tidak terpusat dalam satu tangan (Kementerian Negara Perumahan Rakyat) namun tersebar dan terimplementasi dalam berbagai sektor/departemen antara lain Transmigrasi, Percepatan Pembangunan Kawasan Timur dan lain-lain

Di sisi lain, untuk memenuhi kebutuhan pemukiman dengan harga yang terjangkau dan karenanya diperlukan lahan yang lebih murah, telah mengakibatkan lokasi pembangunan perumahan sederhana menjadi semakin jauh dari kota. Kondisi itu diperparah dengan minimnya pembangunan infrastruktur perkotaan yang memadai. Tanpa disadari, hal ini telah memberikan dampak negatif terhadap pilar pembangunan berkelanjutan yaitu: ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup. Semakin jauh dari pusat ekonomi menyebabkan rakyat berpenghasilan rendah semakin sulit untuk mengakses kegiatan ekonomi dan harus mengeluarkan biaya transportasi yang mahal. Akibatnya, secara tidak disadari telah terjadi pemiskinan struktural di kalangan masyarakat.

Pemerintah seharusnya secara tegas melakukan pembenahan dan perumusan mengenai berbagai kriteria pembangunan PSU terutama yang menjadi beban pemerintah; di bagian mana yang sewajarnya dilakukan dengan melibatkan partisipasi masyarakat secara swadaya maupun partisipasi pengusaha/ pengembang kawasan.

  1. Pembangunan PSU yang didanai oleh pemerintah seharusnya dilakukan secara tuntas dan meliputi penyediaan PSU berupa jalan dan saluran, fasilitas air bersih atau air minum, pengelolaan sampah/limbah padat secara modern yang bebas polusi, ramah lingkungan dan atau daur ulangserta penyediaan aliran listrik.
  2. Keterpaduan pembangunan/penyediaan PSU perlu ditindaklanjuti dengan koordinasi dan kerjasama dengan departemen, dinas dan instansi lainnya seperti Departemen/dinas perhubungan untuk membuka jalur trayek transportasi baru baik berupa angkutan kendaraan beroda 4 maupun kereta api commuter, ketersediaan jaringan air bersih, ketersediaan sambungan listrik dan lain-lain.

  1. Untuk wilayah perkotaan/kota besar dimana lahan pembangunan telah sangat padat, maka PSU terpadu diterapkan untuk melengkapi pembangunan Superblok Rusunawa sehingga diharapkan dapat menekan biaya pemeliharaan (service charge). PSU terpadu berupa jaringan jalan dan saluran, jaringan listrik, telpon, air bersih, gas kota serta pengolahan limbah (padat, cair dan domestik) yang ramah lingkungan.    

Memang. apabila dilihat dari kacamata kebijakan pembangunan nasional secara keseluruhan hal ini tidak menjadi masalah sebab sektor perumahan adalah sektor yang berkaitan dengan kesejahteraan rakyat dan terkait dengan berbagai sektor lain secara langsung. Namun patut dicatat bahwa koordinasi dan sinkronisasi antar lembaga terkait untuk melahirkan suatu sinergi masih belum maksimal dilakukan. Justru disinilah letak permasalahan kita lemahnya koordinasi dan acap timbulnya egoisme sektoral.

Penutup
Rencana Pembangunan Jangka Menengah - RPJM Nasional tahun 2004 - 2009 telah mengamanatkan target pembangunan perumahan dengan memberikan berbagai fasilitas, subsidi dan stimulasi pembangunan rumah baru layak huni sebanyak 1.265.000 unit, Rusunawa sebanyak 60.000 unit, Rusunami sebanyak 25.000 unit dengan peran serta swasta dan lain - lain.

Sesuai dengan tema habitat tahun 2006 yaitu cities, Magnets of Hope, pemerintah berupaya untuk mengurangi permukiman kumuh melalui pembangunan rumah susun skala besar terutama di kawasan perkotaan metropolitan. Program ini sejalan dengan tujuan dari Millenium Development Goals (MDGs) terutama target no. 11 yaitu mencapai perbaikan yang berarti dalam kehidupan 100 juta penghuni permukiman kumuh sampai tahun 2020.

Kementerian Negara Perumahan Rakyat haruslah memaksimalkan  upaya koordinasi, sinergi dan kemitraan dengan berbagai pihak, baik instansi teknis di tingkat pusat, pemerintah daerah, investor bidang pembangunan perumahan, pihak perbankan dan lembaga pembiayaan lainnya, asosiasi profesi, akademis, LSM dan masyarakat luas.

1.    PSU atau lebih dikenal sebagai infrastruktur sebagaimana yang dirumuskan baik oleh APWA maupun pemerintah Indonesia merupakan pilar utama dan pemicu pertumbuhan ekonomi dan karenanya wajib tersedia dan terpenuhi keberadaannya.
2.    Selama ini, secara umum pengertian PSU atau infrastruktur yang harus disediakan pemerintah cenderung dipersempit dengan hanya menitikberatkan pada sub sector jalan, listrik dan telpon. Pembangunan infrastruktur itupun terbatas pada penyediaan infrastruktur utama berupa pembangkit tenaga listrik, jalan Negara atau jalan propinsi.  Sementara itu penyediaan subsektor PSU lainnya berupa fasilitas sosial berupa sarana pendidikan, ibadah dan kesehatan, fasilitas transportasi, system pengelolaan limbah, system drainase dan lainnya cenderung terabaikan, tidak terakomodasi, tidak terkoordinir atau bahkan mungkin tidak mendapat perhatian dari Kementerian Perumahan Rakyat maupun departemen terkait.
3.    Pembangunan infrastruktur pada kawasan pemukiman selama ini dibebankan kepada pengembang dimana pada akhirnya pengembang diwajibkan menyerahkan infrastruktur terbangun tersebut kepada pemerintah. Hal ini kemudian mengakibatkan peningkatan harga jual tanah di kawasan pemukiman baru.
4.    Kementerian Negara Perumahan Rakyat perlu menata dan menerbitkan ketentuan serta memberlakukan kriteria, syarat, luas dan kewajiban penyediaan PSU sebagai bagian dari perkembangan kota dan atau kawasan. Kemudian melakukan koordinasi dan melakukan kerjasama dengan pemerintah daerah setempat untuk menata dan melarang pembangunan dalam skala kecil dan karenanya tidak memiliki kewajiban menyediakan PSU, yang tidak sesuai dengan RUTR, dan pada akhirnya merusak dan membebani PSU perkotaan.
5.    Pemerintah wajib membangun PSU yang lengkap dan terpadu pada kawasan pemukiman berskala luas tertutama yang dibangun oleh BUMD/BUMN dan koperasi agar mudah memantau harga jual akhir.

Di tengah berbagai masalah ekonomi baik nasional maupun internasional yang disertai dengan bayang-bayang resesi ekonomi dunia yang dipicu oleh keterpurukan sektor property di Amerika Serikat, bangsa Indonesia diharapkan tetap optimis untuk tetap melangkah seraya melakukan berbagai langkah perbaikan di berbagai sektor pelayanan publik, menciptakan good governance untuk kemudian membangun bangsa dan negara secara berkesinambungan.

[1] Grigg 1998
[2] Stone 1974
[3] Menteri Pekerjaan Umum, Kuliah Umum di STT Sapta Taruna Jakarta, 21 September 2005

ditulis untuk makalah Drs. Enggartiasto Lukita, Komisi V DPR RI, Panitia Anggaran DPR RI,
pada Diskusi Panel “Penyiapan Kawasan Perumahan dan Pemukiman Baru di Perkotaan” Diselenggarakan oleh Kementerian Negara Perumahan Rakyat RI, Jakarta -  26 Mei 2008 .(versi edited)

Jumat, 06 Juni 2008

The Kite Runner


Rating:★★★★★
Category:Books
Genre: Literature & Fiction
Author:Khaled Hossaini
The Kite Runner is a novel by American author Khaled Hosseini. Published in 2003, it is Hosseini's first novel,[1] and was adapted into a film of the same name in 2007.

Buku ini berkisah tentang persahabatan yang berbalut pengkhianatan dan ketidaksetiaan antara dua dua orang lelaki dengan latar belakang masa pemerintahan kerajaan Afghanistan.

Amir, putra seorang pengusaha yang tumbuh sebagai lelaki yang lembut, penakut, senang membaca dan bercita-cita sebagai penulis, menuruni bakat ibunya. Mereka berasal dari kalangan Islam Sunni, yang merupakan mayoritas kepercayaan penduduk Afghanistan. Sedangkan Hassan adalah anak lelaki dari Ali, pelayan rumah tangga mereka yang berasal dari kaum Hazara dan umumnya dari kalangan Islam Syiah. Dalam kehidupan monarki Afghan saat itu, kaum Hazara dianggap sebagai kaum terpinggirkan.

Ibu Amir meninggal saat melahirkannya dan ayahnya, tanpa alasan yang diketahuinya terasa sangat "jauh" dari jangkauan sehingga Amir tumbuh tanpa kasih sayang. Satu-satunya orang dewasa yang dianggapnya mampu mengerti kebutuhannya akan kasih sayang adalah Rahim Khan, sahabat ayahnya dalam berbisnis.

Di luar kehidupan yang sepi dan menyendiri, Amir "bersahabat" dengan Hassan. Mungkin kata bersahabat sangat berlebihan mengingat perbedaan status mereka yang sangat dalam. Kesetiaan Hassan dalam setiap segi kehidupan sehari-hari dengan Amir lebih bersifat sebagai pelayanan seorang hamba yang tulus dan ikhlas walaupun mungkin dalam hati dia berharap demikianlah juga perasaan Amir kepadanya. Sementara Amir itu yang hidup serba ada, hidup dalam api "kecemburuannya" kepada Hassan. Dalam diri Hassan, Amir merasakan ada banyak kualitas yang diharapkan ayahnya kepadanya, yang tidak mampu diberikannya. Amir tidak suka permainan dan kegiatan maskulin seperti bermain sepakbola. Baba, demikian panggilan ayah Amir, seringkali melihat betapa Hassan selalu membela dan melindungi Amir.

Ada banyak petunjuk yang memperlihatkan betapa ayah Amir secara diam-diam memberikan perhatian yang berlebih kepada Hassan. Berlebihan bila dilihat dari statusnya sebagai hazara.Kecemburuan Amir atas keistimewaan yang diberikan ayahnya kepada Hassan seringkali dilampiaskannya dalam beberapa kebohongan dan pengkhianatan pada kesetiaan Hassan.

Pada jaman monarki Afghan, salah satu kegiatan yang banyak digemari orang adalah mengadu layang-layang. Setiap tahun selalu digelar turnamen yang selalu dipenuhi penonton. Suatu kali Amir bertekad untuk mempersembahkan kebanggaan kepada ayahnya dalam bentuk kemenangan Turnamen layang-layang; yaitu menjadi pemenang turnamen sekaligus memperoleh utuh layang-layang yang telah dikalahkannya.

Amir, dengan bantuan Hassan akhirnya memenangkan turnamen dan sambil menggulung benang layang-layang usai pertandingan, dia meminta Hassan mengejar layang-layang yang dikalahkannya. Hingga sore, Amir mencemaskan Hassan yang tidak muncul kembali dan dia memutuskan untuk mencari Hassan.

Akhirnya, Amir menemukan Hassan. di suatu pojok pasar berdebu. Amir melihat Hassan tengah berjuang melepaskan diri dari Assef dan kelompoknya yang memang selalu mencari kesempatan untuk mencederainya setelah suatu saat mereka dipermalukan Hassan, saat Hassan bermaksud melindungi Amir. Di depan matanya, Amir melihat Hassan diperlakukan tidak senonoh. Namun dia diam membeku, tidak berani membela Hassan sebagaimana yang selalu dilakukan Hassan kepadanya.

Dalam diam, mereka akhirnya pulang dan sejak saat itu Hassan menjauhinya sementara Amir terperangkap dalam perasaan bersalah. Perasaan bahwa dia telah mengkhianati Hassan.

Tak tahan dengan rasa bersalah, Amir mencari jalan agar Hassan dan Ali pergi dari rumahnya. Namun dia sangat terkejut, tatkala saatnya tiba dia mendapati ayahnya mengiba sambil menangis, meminta Ali dan Hassan tetap tinggal bersama mereka, apapun yang terjadi.

Kondisi politik di Afghan kemudian berubah dengan runtuhnya kerajaan. Pemerintahan kerajaan yang cenderung sekuler berganti dengan pemerintahan Taliban yang puritan. Amir dan baba berhasil keluar dari Kabul dan menetap di Amerika. Namun perasaan bersalah atas pengkhianatannya kepada Hassan tetap membuntutinya hingga bertahun-tahun kemudian. Sampai stau saat, usai kematian baba, atas permintaan Rahim Khan, Amir terbang ke Peshawar untuk "melakukan hal yang terbaik". Menguakkan mozaik hidupnya yang masih terpendam rahasia.

BUKAN KARANGAN BUNGA🌺🌺

 Dapat kiriman tulisan yang bagus, untuk refleksi diri DICARI Teman yg bisa  Mensholatkan kita...   Ketika KITA WAFAT... BUKAN KARANGAN BUNG...