Senin, 25 Februari 2013

BRONDONG (bukan) JAGUNG

yang ini brondong jagung ya ..
Beberapa hari yang lalu, pulang dari Malang ..., aku cuma sendiri di ruang dalam rumahku. Anak gadisku belum pulang dari asrama. Ada acara sekolah di hari Sabtu pagi dimana anak-anak kelas X dan XI wajib hadir. Suami, ada undangan pernikahan yang ingin dihadirinya. Sebetulnya, kalau aku mau ikut, dia masih sempat untuk pulang menjemputku. Tapi aku merasa agak malas. Lelah karena baru pulang dari luar kota. Lalu lintas di Jakarta pada Jum'at juga sangat tidak bersahabat. Jadi daripada uring-uringan selama dalam perjalanan maupun acara pernikahan itu, lebih baik tinggal di rumah. Menikmati kesendirian sekali-sekali, pasti nikmat juga.

Nah .... karena selama di Malang, sambungan internet rada nggak "waras" dan iseng di rumah sendiri, maka browsing detik.com, blogspot dan facebook jadi sasaran kegiatan malam itu. Maka dari keisengan itulah aku menemukan sebuah foto sejoli anak muda di facebook dengan beberapa komentar foto.

Konon begini dialognya :
"Hai tante..... brondong darimana lagi nih....? sapa salah seorang teman dari perempuan yang fotonya terpampang di facebook.
"Hahaha .......!!!" sambut perempuan yang disebut tante tadi. Aku yakin, sebutan tante itu pasti cuma candaan antar teman. Kelihatannya mereka masih berumur 20 tahunan. Atau maksimal menjelang 30 tahun, tidak akan lebih dari kisaran usia tersebut, dilihat dari gaya berpakaian dan bahasa yang digunakannya.

Kususuri dialog antar teman itu sampai akhirnya kutemui satu komentar bernada amarah dari seorang lelaki...
"Hei... gue gak kenal elo, tapi gue gak suka disebut brondong... Kalau mau kasih komentar, coba menulis dengan bahasa yang sedikit lebih sopan", begitu katanya.
Hampir meledak tawaku, membaca komentar tersebut.

Brondong ....... Itu adalah istilah yang sekarang sering digunakan buat para lelaki muda yang memiliki hubungan "intim", entah masih dalam tahap pdkt atau sudah lebih intens dan lebih dalam lagi hubungannya dengan seorang perempuan yang usianya lebih tua dari si lelaki. Kelihatannya.... jaman sekarang hubungan seperti ini banyak sekali terjadi.

Penasaran, aku telusuri identitas si perempuan maupun lelaki yang ada dalam foto tersebut. Oh....., ternyata, usia si lelaki memang lebih muda beberapa tahun dari si perempuan. Pantas saja kalau teman-teman si perempuan tersebut menyebutnya sebagai brondong.

Aku sendiri pernah mengalami hal seperti itu. Ini gara-gara temanku yang memang kurang mengenal kehidupan keluargaku, menemukan foto keluarga dimana wajah suamiku terlihat masih sangat muda. Padahal usianya 2 tahun lebih tua dari usiaku. Mungkin wajah perempuan memang terlihat lebih tua dan dewasa daripada lelaki. Itu sebabnya, dalam pernikahan beberapa dekade yang lalu, usia si lelaki selalu beberapa tahun lebih tua dari perempuan pasangannya. Jarang sekali terjadi pasangan yang usia istrinya lebih tua dari usia suami. Minimal tahun kelahiran keduanya sama. Berbeda dengan sekarang .. pernikahan dengan usia perempuan lebih tua dari usia pasangannya semakin banyak terjadi.

Entah kenapa, lelaki muda tersebut disebut brondong... Brondong yang kukenal saat kecil dulu adalah brondong jagung yang kriuk-kriuk rame. Saat di googling, brondong sekarang dikenal dengan bahasa/istilah modern pop corn. Jadi entah darimana datangnya istilah brondong ... Apakah karena brondong jagung itu renyah, ringan dan kalau dimakan, nggak bisa berhenti ... bukan karena enak rasanya, tapi karena kerenyahannya yang kriuk-kriuk dan enak dinikmati kala senggang...., lalu lelaki (yang usianya lebih) muda itu dianggap punya sifat seperti brondong jagung, terutama sifat "enak dinikmati kala senggang..."?

Sebutan brondong memang lazim digunakan di kalangan perempuan untuk menyebut lelaki muda yang ada di sekitar mereka, baik hanya sebagai gurauan belaka maupun sebutan serius bagi lelaki yang memang intim dengan mereka baik serius maupun pengisi waktu senggang. Bisa jadi para lelaki juga menyadari adanya istilah tersebut.... Oups ...... kalau begitu, pantas saja si lelaki dalam foto tersebut "marah" disebut brondong karena tidak suka dianggap sebagai cemilan dikala senggang.

Memang agak aneh juga menyadari bahwa sekarang semakin banyak saja lelaki yang menyukai perempuan yang usianya lebih tua usianya. Agak aneh karena dalam ajaran agama, lelaki adalah pemimpin dan imam keluarga. Secara tradisional, lelaki adalah pencari nafkah utama dan pelindung keluarga. Jadi harus "kuat, berwibawa, bertanggung jawab ..." dan banyak lagi kriteria-kriteria yang "wajib" dimiliki sebagai unggulan kala dia bermaksud mendekati perempuan untuk kemudian menikahinya.

Demikian juga perempuan, selalu mencari lelaki yang mampu melindunginya dalam berbagai hal, naik secara rohani maupun jasmani, secara moril maupun materiel termasuk juga di dalamnya dari sudut pendidikannya. Harus ada nilai unggulan/lebih dari si perempuan. Lelaki yang menyukai perempuan yang lebih tua usianya seringkali disebut terkena sindrom Oedipus Complex.

Dengan adanya berbagai kriteria tersebut, semestinya lelaki muda yang gemar berintim-intim dengan perempuan yang usianya lebih tua baik hanya sekedar iseng maupun serius, layaknya sadar akan kondisi dan konsekuensi hubungannya ini. Jadi .... nggak perlu marah kalau disebut brondong atau lelaki yang terkena sindrom Oedipus complex.

Para lelaki muda yang nggak mau disebut brondong ... ya jangan berhubungan atau mendekati perempuan yang usianya lebih tua dong .... Jadi lelaki yang memiliki banyak kelebihan dari pasangannya termasuk kelebihan hitungan usia ... Begitu lebih baik, kan...?






Senin, 18 Februari 2013

Yang muda yang (sedang ingin) bercinta

Yang muda yang bercinta ... kalau nggak salah, itu salah satu judul film tahun 70an karya almarhum Syumanjaya. Tapi aku cuma tahu judulnya. Nggak tahu apa isi filmnya, karena film atau lebih tepatnya nonton film bukan salah satu "passion"ku, kecuali kalau filmnya betul-betul istimewa untuk ditonton. Kalau memang menarik, baru aku tertarik menonton. Karenanya genre film yang kutontonpun bisa sangat beragam, yang penting jangan berbau horor...., karena aku termasuk jenis manusia yang sangat penakut.

Nah, apa kaitan antara judul film dengan catatan kecilku kali ini?
Sama seperti judul filmlah.... ingin cerita gaya salah tingkahnya orang-orang yang lagi jatuh cinta.

Anak gadisku, rasanya lagi jatuh cinta deh .... Setiap minggu, saat kembali dari asrama, ceritanya nggak pernah beranjak jauh. Isinya dari itu ke itu .... Nggak pernah jauh dari kakak kelas yang ditaksirnya, yang juga sama-sama tinggal di asrama. Dia pasti nggak sadar kalau emaknya "ngeri" banget dengar cerita orang yang lagi kasmaran.

Suasana komplek tempatnya bersekolah dan sekaligus merupakan lokasi asramanya memang "sangat mendukung" suasana romantisme. Lahannya luas ..., penuh dengan pepohonan dan ada gubuk tempat istrirahat. Walau lokasi asrama putera dan puteri berjauhan, tapi kalau ada niat untuk berpacaran, remaja-remaja itu pasti panjang akal untuk mengelabui pengawas asrama. Jadi aku cuma bisa berdoa saja ..., sambil tak pernah lupa mengingatkannya untuk menjaga martabat sebagai anak perempuan. Bukan hanya martabat duniawi tetapi yang jauh lebih penting adalah martabat dan pertanggungjawaban perilaku hidupnya di dunia kepada sang Penguasa Alam, kelak pada waktunya.
***

Cerita di kantor, lain lagi .... Sudah seringkali aku nggrendengi penguasa kantor yang mengurusi perekrutan karyawan.
"Mbok ya kalau cari karyawan itu yang enak dipandang. Supaya mata nggak sepet lihatnya. Dan manis dihati, supaya bisa membina kerjasama yang baik", itu selalu pesanku, di samping pesan-pesan standar perekrutan seperti proaktif, kreatif, inisiatif .... dan berbagai ragam tif-tif yang lain... dan .... yang terpenting adalah punya kepercayaan diri yang tinggi, tapi bukan megalomane.

Buatku, nggak perlu pengalaman kerja bertahun-tahun ... Fresh graduate pun nggak masalah karena dengan demikian lebih enak "membentuknya" agar sesuai dengan visi dan misi perusahaan, dibandingkan dengan orang-orang yang "merasa" sudah sangat berpengalaman.

Mungkin karena kerewelanku itu, maka dibandingkan dengan departemen lainnya, aku selalu ketinggalan dalam hal perekrutan. Nggak pernah kebagian orang yang memenuhi "seleraku" dan selalu sulit mencari orang yang memenuhi kriteria yang kuinginkan. Padahal ... aku nggak pernah pake "tools" yang aneh-aneh saat mencari orang. Pada sesi wawancarapun, sang calon cuma diajak ngobrol .... Ditanya ini-itu soal minatnya sambil menilai apakah sang calon memenuhi kriteria yang kutetapkan, terutama adalah kepercayaan diri yang kuat dan mau belajar. Pekerjaanku banyak berhubungan dengan pemilik perusahaan. Jadi kalau nggak punya kepercayaan diri yang tinggi, bisa sangat merepotkan semuanya.

Nah ... singkat kata, beberapa waktu yang lalu, setelah bertahun-tahun mencari-cari, hanya melalui satu sesi wawancara, akhirnya ada satu orang yang relatively memenuhi prasyaratku. Maka ... jadilah si dia bekerja denganku.

Sesuai dengan kerewelanku soal penampilan .... menurutku, yang satu ini relatif "good looking" dan dengan sangat mudah diterima oleh semua orang di kantor. Pembawaannya juga cukup "manis" sehingga mungkin ada beberapa gadis-gadis lajang di lingkungan grup perusahaan tempatku bekerja, yang klepek-kelepek hatinya .... Ada yang salah tingkah berhubungan dengan si "anak baru" ini sehingga alih-alih berteman dan bekerja secara profesional, keduanya malah seringkali "bertengkar" untuk hal-hal kecil yang sangat remeh temeh. Lucu ... dan menggugah serta mengubah suasana kantor, terutama saat makan siang bersama.

Sayang, si dia ini sudah punya pacar dan konon sudah berancang-ancang menikah tahun depan. Biar saja dan kita lihat saja bagaimana jadinya ... Mau nikah tahun depan, bulan depan atau bahkan minggu depan .... selama belum ada janur melengkung dan ijab kabul, maka segalanya bisa berubah drastis kalau Allah menginginkannya.
***

Rasa suka antar manusia berlainan jenis merupakan kejadian alam yang tidak bisa dihindari karena begitulah Allah menciptakan mahluk hidup sebagai bagian dari tujuanNya menciptakan alam semesta ini. Sebagai bagian untuk melanggengkan keberlangsungan kehidupan alam, yaitu beranak pinak dan hal ini berlaku bukan saja untuk manusia, tetapi juga tetumbuhan dan binatang. Kesemuanya diciptakan sebagai pasangan yang berasal dari lain jenis, terutama untuk bereproduksi. Hanya beberapa jenis binatang dan tumbuhan saja yang bersifat hermaphrodite, sehingga  mampu melakukan reproduksi sendiri. Sejauh ini, manusia hanya bisa bereproduksi karena adanya pasangan berlainan jenis.

Berbeda dengan binatang yang bereproduksi dengan cara kawin-mawin secara serampangan. Kawin dengan binatang lain yang berlainan jenis "dimana saja, kapan saja dan dengan siapa saja" maka Allah memberi aturan bagaimana umat manusia bereproduksi, yaitu melalui cara yang sakral. Menikah dan baru kemudian bereproduksi. Tentu ada makna dan maksud tertentu dibalik semua perintahNya itu.

Nah .... jaman sekarang ini, generasi muda yang sedang ingin bercinta, dengan dalih "gaya hidup masa kini" sudah banyak yang mengikuti gaya "dimana saja, kapan saja dan dengan siapa saja". Tentu tidak seekstrim binatang .... Dimana saja bisa diterjemahkan tidak harus di rumah, tapi bisa di luar ruangan, misalnya di mobil, semak-semak dan bahkan di pemakaman. Kapan saja adalah tidak perlu harus melalui proses pernikahan. tapi tergantung perasaan.  Kalau sudah cocok, baru kenalpun bisa dilanjutkan dengan hubungan reproduksi alias hubungan yang lebih "intim". Nahi ... begitulah yang terjadi ....

Dengan fenomena seperti itu, menjadi orangtua abad 21 memang menakutkan..... apalagi kalau ingat betapa orangtua bertanggungjawab anak akhlak anak-anaknya kelak di hadapan Allah. Atas dasar itu, maka orangtua yang tidak kuat mental dan paranoid berlebihan bisa jadi mengambil jalan pintas seperti yang pernah terjadi di Bandung beberapa tahun yang lalu, ketika seorang ibu membunuh anak-anaknya karena "ketakutan" berlebihan atas masa depan anak-anaknya terutama yang berkaitan dengan pertanggungjawabannya kepada sang Pencipta Alam.

Jumat, 15 Februari 2013

Garda Depan Perusahaan

Beberapa hari yang lalu, aku diminta mendampingi boss untuk menemui pemilik ijin lokasi di wilayah Jabodetabek. Konon, yang bersangkutan memiliki ijin lokasi untuk mengembangkan lahan seluas 60 hektar menjadi kawasan perumahan terpadu.

Biasalah ..., lagi musim istilah terpadu ...., judul tersebut rupanya dianggap "tuah" agar jualan rumahnya lebih dilirik orang. Padahal untuk menyebut diri "terpadu" pasti nggak sembarangan. Hei ..... belum apa-apa sudah ngelantur. Padahal bukan itu maksud isi tulisanku ini.

Kembali ke topik ....

Pemilik ijin lokasi itu memaparkan rencana kerjanya serta alasan mengapa dia mencari mitra. Tepatnya mencari investor, karena dari ijin lokasi seluas itu, dia baru membebaskan kurang dari 50%nya.

Bossku  ...., yang di awal kariernya pernah menjabat sebagai sales manager di salah satu perusahaan pengembang, rupanya sangat mengenal wilayah tersebut. Jadi, dari awal sudah memberikan indikasi bahwa lokasi tersebut memiliki tingkat pengembangan yang relatif stagnan. Namun, demi menghargai sesama pengusaha, aku menjanjikan untuk melihat lokasi sebelum secara definitf memberikan jawaban resmi.

Tiba di kantor, kuhubungi rekanku, salah satu direksi anak perusahaan untuk melakukan survey. DI luar dugaan, ternyata dia menyambut baik ajakan tersebut, karena dia mendengar banyak pengembang perumahan yang membebaskan lahan di sekitar wilayah tersebut. Berangkat dari sambutan itu, maka kami melakukan survey yang pagi tadi dilaksanakan itu.
***

Aku tiba 30 menit sebelum waktu yang dijanjikan. Kebetulan arah perjalanan kami berlawanan dengan mereka yang berangkat ke kantor. Maka, untuk mengisi waktu terluang, aku meminta staff bizdev yang turut survey untuk berpura-pura jadi calon pembeli perumahan yang berlokasi di mulut jalan perumahan yang akan kami survey tersebut.

Usai berkunjung ke kantor pemasaran, kami kembali ke lokasi meeting point untuk bertemu dengan contact person kami. Rupanya, karena ada rapat mendadak, dia menugaskan pimpinan proyeknya untuk mendampingi kami saat survey.

DD yang turun lebih dulu dari mobil untuk menemui sang pimpro, terlibat pembicara yang terlihat "alot". sehingga akupun turun mendekati pimpro setengah baya yang tanpa etika menyambutku masih dengan tetap memegang rokok di tangan dan menghisapkan. Haree geenee .... merokok di depan orang yang baru di kenal, tanpa berusaha mematikannya dulu, rasanya betul-betul cerminan orang yang kurang beretika. Usai bernegosiasi mengenai perlu tidaknya kami menunggu rekan yang masih di perjalanan, akhirnya kami mengalah untuk segera menuju ke lapangan.

Saat masuk kembali ke mobil, DD sempat berkomentar tentang sikap sang pimpro, namun saat itu, aku kurang memperhatikan komentarnya. Berusaha untuk tidak berprangsaka buruk terhadap orang yang baru ditemui.

Tepat seperti yang diduga, lokasi perumahan yang dituju memang agak jauh dari jalan utama, jalan kabupaten. Tapi sudah terlanjur ... ya dijalani saja, karena di dalam proposal yang kami baca, tergambar peta jalan yng bisa dianggap prospek baik pada lokasi tersebut..... hingga akhirnya kami tiba di area yang disebut, dalam plang yang dipasang di dinding bangunan sebagai kantor pemasaran. Sepi dan tidak terlihat ada aktifitas. Kamipun turun dari mobil masing-masing dan mulai berdialog :

"Ini batas lokasinya ... di sana lokasi yang sedang kami kerjakan .... sudah ada sekian unit yang sudah akad kredit..." begitu penjelasan sang pimpro.
"Akses ke lahan yang sudah dikembangkan lewat mana?, tanyaku...
"Jalan tadi, yang ada alat berat itu...", sahutnya.

Ah ya..., sekitar 100 meter sebelum kami berhenti, memang ada badan jalan yang sudah terisi bebatuan dan sekitar 100 meter jarak dari sudut jalan itu memang terlihat ada buldozer.
"Jalannya bisa di akses kalau saya mau lihat lokasi itu ...?" tanyaku.
Entah karena pertanyaanku yang dianggapnya mengada-ada atau mungkin semalam dia habis bertengkar dengan istrinya, nada suaranya sontak meninggi...
"Ibu ....!!!!," katanya dengan suara yang terdengar sangat tidak ramah.
"Di dalam sana, kami sudah membangun banyak rumah, sudah banyak yang laku dan bahkan sudah ada yang akad kredit! Bagaimana mungkin jalan itu tidak bisa diakses?"
"Jalan itu kan belum selesai .... permukaannya masih berbatu. Masih ada buldozer teronggok di tepi jalan. Jadi ... siapa tahu masih ada bagian badan jalan yang belum selesai dan tidak bisa diakses...", sahutku enteng.
"Kami sudah jualan bu ... bagaimana mungkin kami jualan kalau lapangan belum siap?", sahutnya masih dengan nada tinggi.

Dalam proposal yang sempat kubaca sebelumnya, tergambar dengan jelas bahwa bentuk lahan yang sudah dikuasai harus dilihat lebih teliti baik batas-batasnya maupun hamparannya. Apalagi, gambar yang dilampirkannya memuat ada jalan melintang membelah lokasi dengan notasi "jalan lingkar primer". Pasti badan jalannya lebar. Rugi besar kalau lahan tersebut dibebaskan dengan susah payah untuk kemudian "diambil' pemerintah.

"Orang jualan itu kan banyak caranya ... ada juga yang berjualan sambil merapikan lapangan... Itu yang sering disebut orang sebagai jualan gambar..."
"Ibu ini bicara sembarangan ....! kami ini sudah jualan dan sudah banyak laku!"
"Hei ..... saya datang kesini bukan untuk bertengkar ... hanya menanyakan apa yang saya ingin tahu! Saya sudah dengar dari pemilik proyek ini bahwa ada 125 unit yang sudah terjual! Saya hanya ingin tahu apa saya bisa masuk ke lokasi itu...! Apa salah kalau saya menanyakan hal itu?", sahutku keras.
"125 unit yang terjual itu bukan urusan ibu ....!"
"Eh .... saya enggak pernah bilang bahwa saya mau ngurusi yang 125 unit ya .... dan saya cuma tanya apa yang ingin saya tahu dari proyek ini..."
"Tapi pertanyaan ibu itu, tidak pada tempatnya...", masih ngotot juga orang itu.
"Maaf ... sekali lagi saya katakan saya kesini untuk mendapat kejelasan tentang proyek ini, bukan untuk bertengkar. Jadi tunjukkan saja jalan menuju lokasi yang sudah dikerjakan!", sahutku sebal.

Sang pimpro masuk ke mobilnya dan memandu kami masuk melintasi jalan berbatu yang di sana-sini sudah mulai tertimbun tanah merah. Tanah kavling yang tergerus air hujan. Di dalam mobil, kutelpon contact person yang kutemui saat makan siang dengan bossku dan pemilik proyek tersebut. Padanya kusampaikan protes keras atas perilaku sang pimpro yang ditugaskannya mendampingi kami.

DI lapangan, aku dan DD berbagi tugas untuk membuat dokumentasi kondisi proyek. DD keliling lapangan sementara aku masuk ke dalam sebuah rumah yang konon kata sang pimpro sudah dilakukan akad kredit. Entah betul atau tidak, tapi kondisi rumah itu masih sangat jauh dari selesai. Belum ada kaca jendela, sanitary dan kelengkapan lainnya. Deretan rumah lainnya sudah lama terbengkalai. Terlihat dari lumut yang menempel pada dinding rumah, ring balk yang melendut dan kusen kayu yang juga melendut keberatan beban. Kesemuanya menunjukkan kualitas bangunan yang buruk.

Begitu aku keluar dari rumah tersebut, di luar sang pimpro menyambut dengan suara yang mendadak sangat lunak dan dengan ramahnya menjelaskan ini itu mengenai proyeknya. Aku mendengarkannya dengan separuh minat. Bukan hanya karena rasa sebal yang sudah menggumpal sebelumnya, tetapi juga karena melihat kondisi lapangan yang tidak menyiratkan prospek yang baik. Pantas kalau pemilik proyek "kehabisan nafas"

Aku hanya berusaha untuk menilai proyek tersebut secara profesional, maka pada rekan yang membawahi masalah legal dan perijinan, kuminta bantuannya untuk melakukan pengecekan proyek tersebut ke instansi terkait. Tetapi .... perilaku sang pimpro sudah menjawab sebagian persoalan mengapa proyek tersebut tidak berkembang, selain masalah lokasi ....

Selasa, 12 Februari 2013

Rapuhnya cinta

Sabtu pagi di tempat kursus, Laure yang native speaker mengajar di kelas kami, mengajak kami membahas mengenai rencana pengesahan pasangan homoseksual di Perancis. Topiknya adalah bagaimana rencana tersebut dilihat dari sudut pandang 2 golongan politik, yaitu golongan conservatif/kanan dan golongan kiri.

Memang agak susah membahas masalah karena Laure yang native tentu melihatnya dari perspektif barat, sementara kami melihatnya dari perspektif timur yang masih lekat dengan norma ketimuran dan keagamaan. Jadi agak nggak nyambung, karena bagaimanapun juga dasar latar belakang budaya para pembahas memang sudah berbeda. Kala generasi muda mulai menggugat cinta manusia lain jenis yang demikian mudah hilang dan mengecewakan, maka mereka mulai mencari cinta sejenis yang dianggapnya lebih kokoh.

Itu cerita pagi hari .....
***

Sore hari, saya menerima broadcast dari seorang teman, sambil membaca isi pesannya, saya tergeilitik untuk melihat profile picture nya. Rupanya dia memasang foto salah seorang anak lelakinya.
"Wah gak krasa sudah besar ya, anakmu itu..... Masih mau tambah anak perempuan?" tanyaku iseng, Kawan saya itu sudah punya 3 anak lelaki. dan foto si bungsu itulah yang dipasang di blackberry messenger nya
"Gaaaaakkkk!", jawabnya.
Upf ..... galaknya keluar. Teman saya yang satu itu memang rada galak.
":)нáàª:$;)нàâª:&=Dнà᪪>:O=Dнàâ kenapa enggak mau punya satu anak perempuan? Umurmu masih cukup produktif untuk punya anak perempuan", sahutku tidak mau kalah.
"Daripada jadi alasan suami buat cari wil alias wanita idaman lain :)нáàª:$;)нàâª:&=Dнà᪪>:O=Dнàâ", godaku lagi...
"Lah, aku ama babenye anak-anak sudah mau bubar hehe....." sahutnya enteng
"Ha.......? Serius lo?"
"Ciyus ..........."

Duh ...... kok obrolan jadi nglantur begini ya...? Sungguh mati ... nggak ada maksud untuk bicara masalah pribadi.
Temanku yang satu ini, walau galak atau mungkin karena galak dan sangat mandiri itulah dia bisa mencapai jabatan direktur marketing di salah satu perusahaan asing. Padahal ... seperti yang diakuinya sendiri, dia tidak pernah bisa duduk betah di bangku kuliah. 
Bangku kuliahnya di salah satu fajultas di Universitas Indonesia, ditinggalkannya untuk mencoba kuliah di bidang lain. Itupun tidak pernah dituntaskannya. Tapi, driving force serta kepercayaan dirinya yang tinggi, kemudian membawanya bisa bekerja di perusahaan - perusahaan asing di Indonesia. 

"Kenapa lagi?", tanyaku
"Long story, dari dulu kan loe tau", jawabnya
"Selingkuhan lagi? Anak sudah gede gitu... Kasihan anak2... Repot ya, kalau suami doyang selingkuh... Itu yang gua bilang, orang menikah itu "berat", tanggung jawabnya bukan cuma materi, tapi ke "atas" juga dan yangg ke atas ini yg sering dilupain. Gue ngerti sih, soal ginian memang mesti datang dari 2 pihak"
"Hehe c'est la vie ............"

Ah ya ..... c'est la vie ....! Itulah hidup.....!
Usia pernikahan temanku itu sudah berlangsung lebih dari 15 tahun dan saya yakin, mereka menikah dengan landasan cinta. Tapi mungkin seperti apa yang kudengar pada pagi hari di kelas, ucapan salah satu teman:
"Kalau cinta sudah hilang ... untuk apa lagi pernikahan dipertahankan?"

Tak pernah diduga perjalanan pernikahan abad ke 21 ini, sedemikian entengnya. Aku mungkin atau tepatnya "pasti" termasuk golongan konvensional. Walau secara bercanda sering kukatakan bahwa menikah itu ibarat "mengikat diri dan terjerat masuk ke dalam penjara bernama pernikahan" sepanjang usia.

Kenapa kukatakan begitu? Karena ada banyak "kepentingan pribadi" dari sudah pasangan yang berani menikah yang harus "dikorbankan" seumur hidup terutama dengan kehadiran anak. Dan .... kehadiran anak sejatinya makin menjerat pasangan suami istri, walau seringkali dijabarkan dalam bahasa :halus" sebagai pengikat pernikahan. Karena dengan demikian pasangan suami istri "harus" bertanggungjawab akan masa depan anak-anak. Lahir batin .... Dunia dan akhirat .... Orangtua dan seluruh aspek kehidupan keluarga, sadar atau tidak, akan menjadi role model yang kelak akan diadopsi, atau minimal mempengaruhi cara, bagaimana si anak kelak menjalankan kehdiupan rumah tangganya.

Emansipasi yang menyebabkan perempuan memiliki akses untuk memperoleh "kebebasan" finansial,  pergaulan lebih luas di luar rumah dan menduduki jabatan setara dengan lelaki telah membuat perempuan menjadi lebih mandiri dan "merasa setara" dalam menjalankan rumah tangga. Sayangnya masih banyak suami yang tanpa sadar dan dalam beberapa kondisi masih sangat konvensional .... Sebagai kepala keluarga yang "wajib" ditempatkan sebagai focal point dalam rumah.

Maka .... tatkala pasangan suami istri, keduanya bekerja dan memiliki penghasilan dimana (terutama) si isteri merasa "mampu" membiayai diri dan keluarganya, maka .... sebaiknya toleransi antar pasangan harus lebih ditingkatkan, karena kemudian pertentangan akan semakin mudah tersulut. Maka .... manakala pertentangan semakin meruncing, mungkin saya terpaksa mengulangi lagi ucapkan kepada teman tadi

" Gue percaya, perceraian mungkin jalan keluar yang baik, karena walau gimana, bapak atau juga harus memberi contoh yang baik buat anak-anaknya. Kalau mereka tidak mampu menjadi contoh yang baik bagi anak-anak..., maka kita mempertaruhkan "kejiwaan" anak-anak, memberi contoh buruk bagaimana mengelola rumahtangga. Itulah contoh buat anak-anak saat mereka berumahtangga kelak. 

BUKAN KARANGAN BUNGA🌺🌺

 Dapat kiriman tulisan yang bagus, untuk refleksi diri DICARI Teman yg bisa  Mensholatkan kita...   Ketika KITA WAFAT... BUKAN KARANGAN BUNG...