Kamis, 26 September 2013

Life Style - Hedonisme a la masyarakat Indonesia part 2

Oupfs .... ternyata, sudah 1 bulan ini blog saya tak tersentuh lagi. Entah karena lagi sibuk beneran sama kerjaan kantor, atau sok sibuk - jadi pura-pura sibuk padahal nggak ada hasil kerjaan yang bermanfaat, atau bahkan bisa jadi memang lagi malas, Segala macam alasan bisa dikemukakan.

Nah ... sekarang, saya mau cerita lagi soal gaya hidup di kota besar yang terasa sangat tidak membumi. Lihat saja tayangan "tidak mendidik" yang banyak disiarkan di TV dan media cetak terutama tabloid-tabloid rumpi. Jelasnya ..., belakangan ini ada 2 topik utama yang sangat berkaitan dengan gaya hidup orang-orang yang sedang mencari jati dirinya supaya diakui "as a part of a high quality society". Sok jet set lah bahasa terangnya.

Dalam kondisi rielnya, masyarakat kita saat ini, sepertinya memang sedang terkena "cultural shock". Gegar budaya akibat terbuka luasnya akses informasi yang dipaparkan oleh media cetak maupun media visual. Apalagi dengan adanya internet connection, sehingga dunia ini secara virtual menjadi tidak berbatas alias borderless. Semua bisa diakses dalam hitungan detik.

Seperti laiknya berita dimanapun juga .... broadcasted news are usually bad and shocking news. Wartawan akan selalu mencari sudut pemberitaan yang "menarik perhatian" dan hal itu hanya akan ditemukan pada hal-hal "buruk" atau mengejutkan. Pemberitaan hal yang "baik-baik"pun akan selalu dilihat "sudut" pandang yang bombastis agar menarik perhatian. Nah ... hal inilah yang kemudian "dianggap" seolah-olah menjadi bagian "gaya" hidup di negara-negara maju yang menjadi kiblat masyarakat untuk ditiru, agar tidak dikatakan ketinggalan jaman.
***


salah satu koleksi jansport
Sudah sekitar 3 bulan ini, anak gadis saya grendengan ingin beli tas sekolah merek Jansport kalau nggak salah, kabarnya, buatan USA, yang banyak dijajakan di berbagai mall kelas menengah atas di Jakarta. Harganya ... buat ukuran rata-rata penduduk Indonesia, relatif mahal. 6 digits!!!

Emaknya sudah pasti nggak mau beliin tas "semahal" itu. apalagi bapaknya ... sudah pasti tidak akan pernah mengabulkan permintaan sejenis. Salah satu alasannya adalah karena banyak tas dengan harga yang lebih murah dengan kualitas lebih bagus, karena dijual bukan di mall kelas atas, tapi di ITC, misalnya. Tetapi bukan hanya itu alasannya. Agak sedikit curious, kenapa si anak memilih tas bukan karena tasnya tetapi karena mereknya. Harus Jansport dan bukan yang lain. Ini yang paling menyebalkan, karena saya paling tidak suka si anak membeli sesuatu karena dan hanya untuk memuaskan diri memiliki barang bermerek yang sedang in di kalangannya. Intinya, jangan jadi korban merek.

Saya teringat .. beberapa bulang yang lalu, seorang staff di kantor cerita. Anaknya yang masih duduk di kelas 6 SDN alias sekolah dasar negeri, meminta pada ibunya untuk dibelikan Samsung Galaxy seri terbaru, yang harganya saat itu di atas 7 juta. Si ibu jelas "marah" mendengar permintaan yang dirasa sangat tidak masuk akal tersebut. Tapi si anak terus merengek. Tahu kenapa....? Karena sebagian besar teman sekelasnya memiliki samsung seri terbaru itu.

Gila bener .... anak kelas 6 SD memakai dan membawa samsung galaxy seri terbaru ke sekolah? Entah kenapa sekolah mengijinkannya dan entah untuk alasan apa pula orang tua mereka membelikannya. Jelas samsung galaxy tidak digunakan "sebagaimana mestinya" oleh anak2 kecuali untuk mengakses games, atau social media. Kalau alasannya agar tetap bisa menghubungi si anak, tentu bisa menggunakan telpon genggam biasa saja. Tidak perlu membelikan smartphone yang harganya terlalu mahal.

Salah si anakkah kalau dia menginginkan hal tersebut dan kemudian memperoleh barang-barang bermerek dan mahal tersebut, apalagi kalau diperolehnya dari orangtuanya sendiri?


pasca kecelakaan
Bulan September 2013 ini, media massa terutama media massa golongan tabloid "rumpi alias gossip" rame memberitakan kecelakaan yang menewaskan cukup banyak orang dan dialami oleh AQJ, remaja berumur 13 tahun, anak salah satu selebriti musik yang sangat arogan menyiratkan betapa orangtua juga memiliki andil dalam "membentuk" anak menjadi sedemikian konsumtif dan berperilaku tak terkendali.

Bayangkan saja .... beberapa jam sebelum kecelakaan maut terjadi, si anak remaja ini merayakan ulang tahunnya yang ke 13 tahun dan pada kesempatan itu si bapak menghadiahinya sebuah mobil. Mobil itu jugalah yang dikendarainya pada dini hari hingga hancur lebur tak berbentuk lagi setelah mengalami kecelakaaan.

Andai saja, hadiah mobil tersebut diberikan pada seorang anak yang telah berumur 18 tahun dan telah memiliki SIMI, Dari orangtua yang secara finansial, sangat mampu untuk melakukannya, maka secara logika, pemberian itu masih bisa diterima. Tetapi memberikan mobil kepada anak "di bawah umur" dan menurut undang-undangpun jelas belum dan tidak dibenarkan untuk mengendarai kendaraan bermotor, walau dengan alasan, mobil tersebut "di;engkapi" dengan sopir, jelaslah bukan tindakan yang bijak.

Siapa yang bisa menjamin, bahwa si anak tidak "belajar" dan mengendarai mobil tersebut? Sang supir tentu tidak akan berani menolak untuk mengajari dan "melepaskan" kendalinya atas kendaraan tersebut pada majikan kecilnya. Begitulah ... kekayaan yang melimpah ruah membuat kita "kehilangan" kendali untuk mempergunakan dan memanfaatkan kekayaan itu secara wajar dan tidak berlebihan.


iphone 5 yang heboh
Kita juga tentu masih ingat, kalau tidak salah tahun lalu, keributan yang terjadi di Pacific Place - Jakarta, saat iphone 5, produksi apple, diluncurkan dan diberikan harga yang sangat istimewa untuk 1.000 pembeli pertama. Iklan yang dimuat di media cetak menyebabkan ribuan orang antri dan saling dorong untuk menjadi salah satu yang beruntung memperoleh gadget tersebut.

Begitulah .... life style - hedonisme melanda penduduk Indonesia dan mungkin juga menjadi perilaku umum penduduk di negara berkembang, dimana mereka masih mencari jati diri, agar masuk dan dianggap sebagai golongan manusia "modern" dan tidak ketinggalan jaman.

Akan halnya keinginan anak saya untuk membeli tas/bacpack  merek Jansport itu, setelah dia tahu betul bahwa ibu dan bapaknya tidak akan mengabulkan permintaannya, akhirnya dia mengusulkan jalan keluar .... bahwa dia akan mengumpulkan sebagian uang sakunya hingga terkumpul dan cukup untuk membeli tas idamannya. Good idea/solution ....

Sebetulnya ....  saya merasa agak terenyuh juga mendengar keputusannya. Rasanya seperti mendzalimi anak sendiri, karena alhamdulillah, sebenarnya saya cukup mampu membelikannya tanpa harus menunggunya mengumpulkan sejumlah uang tersebut. Tetapi ... kami ingin "mendidik'nya agar tidak membeli sesuatu karena dorongan kelompok, tidak mau kalah dengan teman-temannya. Jadi .... kalaupun tidak masih tetap ingin memiliki sesuatu yang dianggap orangtuanya "sesuatu" yang berlebihan, maka harus ada effort/harga yang harus "dibayarnya sehingga dia menghargai keberadaan barang tersebut.


BUKAN KARANGAN BUNGA🌺🌺

 Dapat kiriman tulisan yang bagus, untuk refleksi diri DICARI Teman yg bisa  Mensholatkan kita...   Ketika KITA WAFAT... BUKAN KARANGAN BUNG...