Kamis, 25 Juni 2009

menunggu datangnya waktu

Menunggu, apapun yang ditunggu bukanlah pekerjaan yang menyenangkan. Apalagi kalau yang ditunggu, entah berada dimana dan tidak bisa dihubungi.

Menunggu juga bisa jadi harus diakrabi oleh semua penduduk di Jakarta. Bayangkan saja dengan kemacetan yang luar biasa dan sangat tidak terduga, walau kita sudah menghitung waktu dengan cermat untuk menghadiri suatu acara, rapat, undangan resepsi pernikahan dan lainnya, tetapi penyimpangan akan selalu terjadi.

Dulu.... bapak mertua saya yang sangat punctual, selalu bersiap-siap dan selalu sudah siap 1 jam sebelum waktu yang ditentukan untuk berangkat menghadiri suatu acara. Entah apa yang ada di dalam hatinya manakala mendapati anak/menantunya hampir selalu telat datang menjemput. Wajahnya selalu tersenyum, khas orang Jawa yang sukar diterka isihatinya.

Jangan dibandingkan dengan anak-anaknya .... Mereka selalu tidak tepat waktu. Kalau janji berangkat jam x, maka pada jam x itulah mereka baru mulai bersiap untuk mandi dan lain-lain. Bukan berangkat dari rumah. Walhasil... dengan perilaku seperti itu, sudah bisa dipastikan, akan selalu terlambat.

Anak perempuan saya, sekarang sudah meniru perilaku bapaknya.... dan si bapak tidak bisa marah ... karena, ya itu tadi ... hukum karma... Nah... waktu tidak pernah datang karena kita berada di dalamnya. Waktu bisa menjadi berharga manakala kita memanfaatkan dan mengisinya dengan kegiatan yang bermanfaat. Waktu juga akan berarti sebuah kesia-siaan, bila kita membiarkannya berlalu begitu saja..

Nah sudahkah kita mengisi waktu kita dengan kegiatan yang bermanfaat...?


Senin, 01 Juni 2009

Kekerasan di Jalan Raya

Cukup lama blog ini tidak di update. Entah kenapa pikiran dan tangan sedang tidak bisa diajak kompak walau sebetulnya banyak topik yang ingin ditulis. Hari ini, atau tepatnya malam ini harus nulis supaya Multiply nya ada aktifitas. Kebetulan juga tadi pagi, saat berangkat ke kantor, ada peristiwa atau tepatnya pemandangan yang kurang menyenangkan.

Jalan Kyai Maja, tepatnya di depan kolam renang Bulungan, saat pagi atau sore, yaitu pada peak hours. Berbagai ragam merek mobil turut menambah kemacetan yang sudah dilakukan terutama oleh metro mini.

Pagi tadi, sambil menunggu kendaraan maju, pandangan mata terpaku pada sosok lelaki umur 20an kumal bertato yang sedang menggendong bocah umur sekitar 8 tahun. Sempat terbersit rasa kagum melihatnya. Semula saya pikir dia sedang menggendong adiknya dan ini merupakan pemandangan langka. Seorang lelaki muda, walaupun berwajak dingin dan bertato, mau bersusah payah menggendong adiknya.

Bocah kecil d5 gend6ngan itu asyik memain-mainkan koin 500 rupiah. Namun sayangnya, koin tersebut jatuh menggelinding ke bawah metromini. Si "kakak" begitu marahnya sehingga dengan kasar dia melepaskan bocah dari gendongan ke jalan disela-sela kendaraan yang berhenti di tengah kemacetan. Bocah itu ternyata hanya berkaki satu dan untung juga dia cukup waspada untuk tidak terlempar dari gedongan. Si "kakak" begitu marahnya. Mereka rupanya "pasangan pengemis" yang mengais belas kasihan terhadap bocah cacat itu.

Pintu metro mini selalu terbuka, dan dilemparkannya si bocah ke dalam metro mini yang kemudian dengan lincahnya si bocah mulai beroperasi. Sementara si "kakak" berusaha meraih koin yang terjatuh sebelumnya.
***

Pemanfaatan orang cacat atau bayi sakit-sakitan sebagai umpan belas kasihan masyarakat kerap terlihat di perempatan jalan atau di kendaraan umum. ini adalah cermin ketidakberdayaan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraaan rakyatnya.

Kemiskinan memang "memaksa" mereka untuk menghalalkan segala cara untuk meraih uang pembeli sebungkus nasi. Mungkin mereka berpikir bahwa mengemis masih lebih baik daripada mencuri atau merampok.

Dan di tengah himbauan untuk tidak memberi uang kepada anak jalanan agar mereka "kapok" dan kembali ke rumah, apa yang harus kita lakukan?

BUKAN KARANGAN BUNGA🌺🌺

 Dapat kiriman tulisan yang bagus, untuk refleksi diri DICARI Teman yg bisa  Mensholatkan kita...   Ketika KITA WAFAT... BUKAN KARANGAN BUNG...