Senin, 29 Februari 2016

SAKIT GIGI .... duh, ampun .....!!!

Sekitar 1 bulan yang lalu, saya merasakan sakit yang sangat luar biasa pada geraham kiri bagian bawah. Lokasi itu memang sering ada masalah... tetapi tidak sampai menimbulkan rasa sakit yang amat sangat. biasanya hanya sedikit sakit yang diduge (sendiri) seolah ada duri atau makanan yang terselip. Lokasi itu juga sering berdarah kalau terkena sikat gigi. Tapi lagi - lagi, tidak sampai terasa menyakitkan.

Jadi .... rasa sakit yang amat sangat membuat saya harus bolos kantor. Bukan karena malas, tetapi badan yang rasanya sehat, dibuat seperti terasa demam dan sakit di seluruh kepala bagian bawah, termasuk leher dan ubun-ubun. 
  
Setelah bolos kantor dan tidur hampir sepanjang hari, Sabtu sore, saya menuju praktek dokter di sekitar rumah yang sudah ditandai dengan baik. Klinik pertama, ternyata sang dokter gigi sedang off, karena ada anggota keluarganya yang menikah. Di poliklinik ke 2, lagi-lagi sang dokter gigi juga absen, dan si resepsionis dengan lugu menyarankan untuk datang senin pagi saja .... Rupanya, dia belum pernah merasakan sakit gigi, kali ya...?

Dengan kepala masih cenat-cenut tapi badan merasa masih sangat gagah untuk setir mobil sendiri, saya terpaksa mengitari lingkaran sejauh 1,5km dari rumah. Berharap ada dokter gigi yang buka praktek di hari Sabtu sore. Beruntunglah.... menjelang adzan maghrib, ketemu satu poliklinik kecil yang buka dan ada dokter gigi yang praktek sore itu, walau harus sedikit menunggu.... Konon ibu dokter akan kembali praktek setelah shalat maghrib.

Pucuk di cinta ulam tiba, tepat saat adzan maghrib, bu dokter yang berjilbab syar'i itu muncul dan tanpa harus menunggu shalat maghrib dulu, dia mempersilakan saya masuk.... Padahal, sudah saya minta agar yang bersangkutan shalat maghrib dulu.

Singkat kata, setelah memeriksa dan bertanya ini itu sekedarnya, dia mulai memeriksa...... dan konon katanya, walau gusi kiri bawah bagian paling ujung bengkak, tapi tidak terlihat ada yang salah. Tambalan gigi masih utuh, tidak ada lubang atau apapun juga. Jadi .... dia tanya, apa saya mau melakukan scaling, karena scaling saya yang terakhir sudah hampir 1 tahun yang lalu. Jadi, sore itu saya hanya melakukan scaling alias pembersihan gigi saja. Akan halnya rasa sakit, si dokter meminta observasi selama 3 hari. Kalau selama 3 hari rasa sakit menghilang, maka saya dianggap terbebas dari keharusan konsultasi. Tetapi, kalau rasa sakit tetap bercokol, maka harus dilakukan rontgen gigi panoramic untuk mendeteksi masalah. Ditulisnya pengantar ke bagian radiologi. Sementara untuk mengatasi rasa sakit, saya juga dibekali resep untuk membeli obat. Entah obat apa...Tapi, karena pada dasarnya saya sangat tidak suka minum obat dan secara logika, bagaimana saya bisa mendeteksi rasa sakitnya berkurang atau tidak kalau saya mengkonsumsi obat penghilang rasa sakit.

Beruntungnya.... hari Senin, rasa sakit berkurang... malah terasa hilang, walau untuk mengunyah, bagian geraham tersebut masih tidak dapat digunakan. Jadi saya tenang – tenang saja melanjutkan kegiatan sehari–hari.


Ternyata… ketenangan itu tidak berlangsung lama…. 1 minggu kemudian, rasa sakit mulai menyerang lagi dan sesuai petunjuk awal, saya membuat foto panoramic gigi dan kembali ke ruang konsultasi untuk memberikan foto tersebut. Sang dokter menyatakan bahwa kasus saya adalah apa yang dikenal sebagai periodontitis. Dengan singkat dia bertanya tentang riwayat penyakit yang pernah saya derita, kondisi kesehatan secara umum serta seberapa sering saya melakukan perawatan gigi (scaling). Dari serangkaian tanya jawab tersebut, diperkirakan bahwa faktor pendukung terjadinya periodontis adalah masalah hormon dan kemungkinan osteoporosis akibat kehamilan di usia lanjut, di samping cara menyikat gigi yang salah, sebagaimana dialami oleh sebagian besar masyarakat.

Dia kemudian menulis surat untuk merujuk saya ke dokter gigi dengan spesialisasi periodontis dengan embel-embel:
"Harus dokter gigi dengan spesialisasi periodontis ya bu ... jangan sembarangan saja karena seringkali kalau kita ke rumah sakit, mereka seringkali merujuk kita pada dokter gigi umum, kalau kebetulan jadwal periodontist tidak ada pada hari yang kita inginkan."

Berbekal dari konsultasi tersebut, saya mulai browsing mengenai periodontis dan rumah sakita di wilayah Jakarta Selatan yang memiliki jadwal praktek periodontis. Ternyata, tidak mudah juga menemukannya. Sebetulnya, ada satu RS dekat kantor yang memiliki periodontis. Tapi... saya trauma konsultasi kesana karena beberapa tahun lalu, saat saya batuk parah, saya malah jatuh sakit terkapar akibat pemberian antibiotik yang super keras, yang dikomentari adik saya sebagai "nembak nyamuk dengan meriam"

Akhirnya.... saya mendapat "rendez-vous" di sebuah rumah sakit swasta dibilangan Jakarta Selatan, 1 minggu setelah konsultasi rujukan, karena periodontis tersebut hanya praktek 2x seminggu dan umumnya sudah penuh dengan janji. Sebelumnya ... pada kesempatan wisuda dan dies natalis UI, suami saya sempat memperkenalkan saya pada salah satu teman SMA nya yang sekarang ini jadi profesor di FKG - UI. Mereka bilang..."biar kita tangani sajalah..., nggak usah cari periodontis di luar sana" Hehe .... Tanpa mengurangi rasa hormat dan terima kasih atas perhatian dan dukungan mereka... rasanya, saya lebih suka berhubungan dengan orang lain, karena dengan orang yang kita kenal baik... akan ada rasa sungkan untuk menerima honor dan sebaliknya juga timbul rasa sungkan saya untuk kembali lagi mengunjungi ruang praktek ... Takut ada "rasan-rasan" aji mumpung.... Terlalu berburuk sangka ya...? Inshaa Allah, bukan karena menolak kebaikan orang, tapi saya takut menerima budi baik .... takut membebani perjalanan kehidupan saya yang masih terlalu banyak dosa ...

Jadi .... Kamis 18 Februari yang lalu, saya meluncur ke kawasan Jakarta Selatan. Pulang kantor lebih awal 90 menit sebelum jadwal yang disepakati karena membayangkan macetnya perjalanan ditambah lagi dengan prosedur administratif RS, sebagai pasien baru, yang pasti memakan waktu cukup lama.

Setelah mengisi beragam formulir administrasi RS termasuk form isian khusus dari periodontis terkait, akhirnya saya bertemu dokter dan menyerahkan foto panoramik gigi. Dia meneliti foto, lalu mempersilakan saya duduk di kursi utk pemeriksaan .... seperti biasalah ..., dia bilang mau bersihkan gigi dulu, karena masih ada karang gigi .... Saya merasa aneh, kok masih ada... karena saya ke dokter sekitar 3 minggu sebelumnya, sudah dilakukan scaling. Entah karena dokter yang lalu, nggak tuntas melakukan pembersihan atau sang periodontis punya sudut pandang dan kriteria lain atas kebersihan rongga mulut. Ya sudah deh... pasrah aja... Habis mau apa lagi?

Usai bersih2 mulut, dia mulai menerangkan bahwa posisi periodontis saya yang mendatar ini tidak bisa di atasi dengan cangkok tulang (?!) karena nggak ada tempat untuk menahan "bubuk tulang"nya ... Ah ... nggak mudeng deh sama penjelasannya...
"Jadi .... penanganannya bagaimana...?
"Minimal, harus 2 kali datang. Yang pertama melakukan pembersihan atas karang2 gigi yang mungkin masih ada di balik gusi. Setelah itu menguras kantong-kantong darah."
"Kalau tidak dilakukan cangkok tulang, berarti gusi akan tetap terekspose dan sakit akan berulang-ulang datang dan berarti kalau nggak bisa dilakukan tindakan, artinya penderitaan seumur hidup ya...??"
"Satu-satunya cara, ya jaga kebersihan gigi untuk mencegah timbulnya karang gigi, rajin scaling"
"Dokter praktek hari lain, selain senin dan kamis?"
"Praktek ... tapi di Karawaci, ada hari Sabtu ... Atau rumah saya di Grogol..."

Walah ..... Karawaci ...? Jauh banget ya... Kebayang perjalanan antar kota antar provinsi tuh .... Sekitar 40km jaraknya dari rumah saya. Alamak .....

"Untuk sementara, saya kasih antibiotik dan obat kumur ya...! Antibiotiknya dihabiskan dan sesudah kumur, jangan minum atau makan selama 1 jam sesudahnya"
"Baiklah ... nanti saya cari waktu untuk konsultasi pada hari Sabtu di Karawaci"
"Jangan lupa bawa foto panoramiknya supaya saya ingat kasusnya"
"Baik dok ... selamat siang..."

Lepas dari jerat kejemuan dalam ruang praktek dokter, saya langsung menlepon adik di Bandung.
"Aku punya masalah gigi nih .... periodontis, trus dikasih antibiotik xxx, gimana?"
Cari alasan untuk tidak mengkonsumsi obat kimiawi ...

"Biasanya, antibiotik yang dikasih dokter gigi sih lebih ringan. Jadi minum aja buat mematikan bakteri"
"Ya sudahlah .... apa boleh buat..."
***

Hari ini adalah hari ke 12 setelah konsultasi ke periodontis. Rasa sakit sudah hilang tuntas, geraham sudah mulai bisa digunakan untuk mengunyah makanan. Antibiotik, sudah habis, kecuali obat kumur .... Lebih sering lupa daripada berkumur, karena usai sarapan pagi, saya sudah terburu-buru harus berangkat kerja, sementara malam sudah sangat lelah dan mengantuk. Benjolan lunak pada gusi yang menjadi salah satu ciri sindrom periodontis masih ada. Belum hilang...

Dalam diskusi dengan suami yang punya masalah gigi yang jauh lebih berat dari saya, akhirnya kami sepakat untuk tidak terlalu tergesa-gesa pergi mengulang konsultasi ke Karawaci yang super duper jauh itu ....

Que sera ... sera ....

  

BUKAN KARANGAN BUNGA🌺🌺

 Dapat kiriman tulisan yang bagus, untuk refleksi diri DICARI Teman yg bisa  Mensholatkan kita...   Ketika KITA WAFAT... BUKAN KARANGAN BUNG...