Senin, 28 Januari 2013

separuh jiwa melayang

Hadooohhhh.... melankoli banget deh....
Kebayang deh, kalau teman-temanku di kantor pasti ngakak abis kalau lihat hari-hari ini mataku bisa tiba-tiba berkaca-kaca. Mau dibilang norak ... atau apalah, aku nggak terlalu peduli. Memang begitu nyatanya ....
Lagi sedih banget...


Desember 2012 - Dubai
Hampir 13 tahun yang lalu, saat anak pertamaku masuk program internasional di salah satu ptn, aku memang sudah siap melepas dia pergi. Bukan karena tidak ingin kumpul dengan anggota keluarga yang utuh dan lengkap. Anakku itu, sejak duduk di bangku SMP sudah terlalu sering mengkritisi banyak hal yang terjadi di Indonesia, terutama sistem pendidikannya. Keinginan untuk sekolah di luar, sudah seringkali dilontarkan, sehingga masuk program internasional yang hanya mewajibkan minimal 1 tahun kuliah di universitas mitra di luar Indonesia merupakan win-win solution bagi kami.

jadi, begitulah... di usianya yang ke 19, di tahun ke 3 masa kuliahnya, anakku terbang melanjutkan kuliah di negeri tetangga. Sendiri .... terlalu mandiri untuk menerima tawaran kalau-kalau ingin ditemani pada minggu pertamanya di negeri orang.
" Memang, kalau mama/papa ikut untuk 1 minggu, bisa bantu apa?", begitu tanyanya ..

Duh ... tu anak....! Gak tahu perasaan orangtua..., Walau enggak bisa bantu apa-apa, minimal kami bisa menemaninya melewati "masa sulit", adaptasi awal di negeri orang. Apalagi, permohonan visanya sempat terhambat karena ditemukan flek di paru-paru, yang ternyata bekas memar tabrakan saat main bola, olah raga kesukaannya sejak di SMP.
Tapi ... ya sudahlah. Kalau yang bersangkutan tidak ingin ditemani.... Maka pergilah dia sendiri ke negeri orang.

Banyak teman yang menyayangkan "kenekatan" kami melepas si anak pergi tanpa ditemani, namun kami (lebih tepat suamiku) selalu punya prinsip "bumi Allah itu sangat luas ... dan setiap orang pada prinsipnya punya hak untuk tinggal dimanapun yang diingininya"


Desember 2012 - Istanbul
Secara universal, prinsip itu, tentu saja benar. Manusialah yang membagi-bagikan bumi ini menjadi negara-negara yang berbeda-beda ... memberi sekat-sekat berdasarkan bangsa, warna kulit, bahasa dan lain-lain sehingga manusia menjadi terkotak-kotak sedemikian rupa.

Begitulah ... tanpa terasa hampir 11 tahun berlalu, dia tinggal jauh dari orangtuanya dan selama itu baru 3 kali dia pulang menjenguk keluarganya. Yang terakhir kali adalah pada pertengahan Desember 2012 yang baru lalu.

Selama 6 minggu kami kembali berkumpul utuh dan sempat menikmati libur akhir tahun bersama selama 2 minggu perjalanan dengan penuh suka dan duka. Walau dia masih tetap dengan sikap yang acuh tak acuh terhadap sekelilingnya.

Mungkin ini pembawaan selama 15 tahun menjadi anak tunggal ... atau genetik dari bapaknya..., namun kehadirannya di tengah kami memberi warna lain. Kelengkapan sebuah keluarga ... Orang tua dengan sepasang anak walau mereka berdua punya jarak umur yang cukup jauh .... Jadi komunikasi ke dua anak itu agak kurang nyambung... apalagi jenis kelaminnya berbeda.

Sabtu 26 Januari 2013, kami mengantarnya kembali ke bandara... mengantarnya kembali melanglang buana ... meniti takdirnya entah sampai kapan...

dan ... kehilangan itu terasa kembali ....
........... separuh jiwaku melayang jauh

Selasa, 08 Januari 2013

Jalan–jalan ke Turki


jembatan yang melintasi selat Bosphorus
Istanbul adalah pintu masuk hampir seluruh turis Indonesia untuk memulai perjalanan wisata di Turki. Bahkan sebagian program ibadah umroh menyertakan wisata ke Istanbul ke dalam salah satu programnya dan umumnya mengunjungi Grand Bazaar, museum Aya Sofia alias Hagia Sophia, mesjid biru alias Grand Mosque, Topkapi Palace dan Bosphorus cruise.

Ada yang mencengangkan saat tiba di Kemal Attaturk Airport dan menunggu tour leader membeli visa on arrival. Sepengetahuan saya, berbagai negara maju di dunia umumnya memperoleh kemudahan masuk ke suatu Negara alias mendapatkan free entry visa yang mengijinkan mereka melakukan kunjungan antara 30–90 hari. Namun di Turki, berbagai negara maju seperti USA, United Kingdom, Canada, Australia, Negara–Negara Timur Tengah dan beberapa Negara yang tergabung dalam Schengen countries, yaitu Spain, Portugal, Belgium dan Hungary masih diwajibkan mendapatkan visa (on arrival) dulu. Indonesia ……? So pasti wajib punya visa. Rasanya baru di Asia Tenggara dan Hong Kong saja penduduk Indonesia bisa masuk secara bebas. Itupun hanya diberi waktu antara 7 – 14 hari saja. Konon kabarnya, Indonesia akan memperoleh free entry visa ke Negara yang tergabung dalam Schengen countries. Cuma, andai hal ini benar–benar terjadi, rasanya pemerintah Indonesia mesti hati – hati, karena cadangan devisa Indonesia bisa tergerus oleh “kekalapan” para pengejar branded items berbelanja di Eropa….
Interior of Hagia Sophia

Wah…, ngelantur jauh ya…, ayo ah balik ke topik semula!

Nah…, jadi begitu ketemu Burhan sang local tour guide, maka kami langsung digiring menuju dermaga untuk mengikuti Bosphorus cruise.

Hari masih sangat terang, saat kami naik ke kapal yang sepertinya khusus dipesan untuk rombongan dari Golden Rama yang sekarang berjumlah 31 orang ditambah dengan Burhan dan Mustafa sang supir.

Kapalnya bersih. Yang berminat mengambil foto bangunan di sepanjang selat Bosphorus yang membelah Istanbul menjadi dua, bisa mengambil tempat di atas. Sementara yang masih kaget dengan perubahan cuaca dari Abu Dhabi serta kurang berkenan dengan angin dingin bisa ambil tempat di dek sambil nyruput kopi atau chay alias teh. Cukup 1 TL alias Turkish Lira, maka teh kental yang panas dan disajikan dalam gelas yang unik bisa menemani perjalanan cruise tersebut.

Grand Bazaar … pasar utama di tengah kota Istanbul yang konon sudah beroperasi sejak jaman dinasti Ottoman, menjadi pemuas mata para pencinta barang kerajinan lokal. Burhan sudah wanti–wanti bahwa harga di Bazaar lebih mahal dari harga kerajinan di kota – kota lainnya, sementara kualitas barangnya kurang terjamin. 

Basilica St John
Belanja di Bazaar dan ternyata di seluruh pelosok Turki, harus nekad dan berani melakukan tawar menawar. Cara berdagangnya mirip dengan orang Arab… Enggan melepaskan pembeli yang sudah “terperangkap” dalam jeratnya. Nah kalau sudah begitu, maka jangan sungkan untuk menawar, bahkan dengan angka yang tidak masuk akal sekalipun. Saya sempat mendapat sebuah Pashmina yang sebelumnya ditawarkan dengan harga 75TL menjadi hanya 15TL saja.

Penjelasan Burhan langsung menurunkan minat saya menambah koleksi souvenir berbagai Negara, jadi kami berempat hanya duduk di café minum chay dan kopte alias Turkish coffee sambil makan kestane.

Kestane dalam bahasa Turki, atau kastanya, chestnut atau di Perancis dikenal sebagai marron adalah biji–bijian yang dibakar di atas penggorengan/api. Cemilan khas Negara 4 musim dan hanya dijual pada musim dingin saja. Ini pula yang menjadi nostalgia masa–masa tinggal di Poitiers dan Stains yang kemudian senantiasa menemani dalam setiap perjalanan musim dingin …

Setelah selat Bosphorus dan the Grand Bazaar dijelajahi, lanjut kemana perjalanan kita ya?

Oh iya…. Canakkale ….
 Sebelum berangkat ke Canakkale, kami mengunjungi Blue Mosque, Hippodrome, Hagia Sophia dan Topkapi Palace dulu, lalu makan siang di Tamara Restaurant, baru berangkat menuju Canakkale dengan bus.

Interior Mesjid Biru - Istanbul
Apa yang ada di Canakkale? Sudah diceritakan sebelumnya kan? Nah….., setelah melihat kota Troy dengan legenda kuda Troya nya, kami kemudian menyusuri berbagai peninggalan berupa kota–kota kuno antara lain Ephesus yang ternyata dibangun hingga sembilan kali, karena seringkali dihancurkan baik karena peperangan maupun bencana, namun yang masih tertata dan bisa dinikmati dengan baik adalah bangunan–bangunan di Ephesus pada era ke 3.

Apa yang kita lihat di Turki?
Turki sebagaimana kota – kota di wilayah mediteranian seperti Italy Selatan, Yunani, wilayah Timur Tengah, sarat dengan peninggalan dari jaman ribuan tahun sebelum Masehi. Selain Ephesus kita juga melihat kota Hierapolis yang dibangun di atas cotton castle yang terkenal  di Pamukkale.

Topkapi Palace
Pamukkale, berarti "benteng kapas" dalam bahasa Turki, adalah sebuah situs alam di Provinsi Denizli di barat daya Turki. Kota ini berisi air panas dan batuan travertine, dan berbentuk teras yang terjadi akibat mineral karbonat yang ditinggalkan oleh air yang mengalir.

Travertine sendiri di Indonesia lebih dikenal sebagai salah satu jenis marmer yang sifatnya porous sehingga untuk menampilkan permukaan yang halus seringkali diisi oleh semacam resin yang transparent. Saat ini travertine, baik yang porous maupun yang filled in sedang laku digunakan sebagai finishing dinding bangunan.

Selain cotton castle (Pamukkale), yang digunakan sebagai nama kotanya, Pamukkale juga terkenal dengan peninggalan kota kuno dari jaman Yunani–Romawi dan Bizantium, yaitu Hierapolis. Kota ini dibangun di atas "benteng" putih (cotton castle). Secara total, luas Hierapolis adalah sekitar 2.700 meter (8.860 kaki) panjang dan lebar 600 m (1.970 kaki) dengan ketinggian sekitar 160 m (525 ft) dari Denzili, kota terdekat yang berjarak 20km dari Hierapolis. Dengan demikian cotton castle yang dari kejauhan terlihat seperti gunung salju ini dapat dilihat dari kejauhan termasuk dalam tata lampu yang menyinarinya saat malam hari.

Kappadokya yang unik.
toilet jaman Ephesus city ke 3
Cappadoce alias Kappadokya di wilayah Antalya (Anatolia–pada era Yunani) mungkin layak disebut sebagai ikon pariwisata Turki. Permukaan tanah di senagian besar wilayah Kappadokya sangat unik. Konon kabarnya, film–film holywood genre science fiction atau yang membutuhkan lokasi dengan struktur alam bernuansa “antah berantah” seringkali mengambil setting di Kappadokya.

Berbagai tempat wisata yang layak memang kunjung dan memang menjadi rekomendasi turistik antara lain adalah Kaymakli, Göreme, Pigeon Valley dan …… Hot Air balloon riding….

Göreme Open Air Museum
Göreme adalah distrik Provinsi Nevşehir di Turki. Setelah letusan Gunung Erciyes sekitar 2.000 tahun yang lalu, abu dan lava membentuk batuan lunak di wilayah Cappadocia, meliputi wilayah sekitar 20.000 km2. Batuan lembut itu terkikis oleh angin dan air, meninggalkan batu topi keras di atas pilar, dan saat ini berbentuk  seperti cerobong asap.

pemandangan Kappadokya dari udara
Orang Göreme, yang tinggal di jantung wilayah Kappadokya, menyadari bahwa batuan lunak tersebut dapat dengan mudah diukir menjadi bentuk rumah, gereja–gereja, biara–biara. Ini lingkungan tempat tinggal kaum Kristen yang menyimpan contoh seni–budaya era Bizantium dari periode pasca-iconoclastic. Selama periode iconoclastic (725-842) dekorasi tempat suci di wilayah ini dibuat sangat minimum. Biasanya symbol–symbol seperti penggambaran salib . Setelah periode ini, gereja-gereja baru digali ke dalam batu dan mereka kaya dihiasi dengan lukisan dinding warna-warni mengenai Jesus/Maria, masih dalam bentuk yang sangat sederhana.

Apa yang menjadi ikon pariwisata di Kappadokya selain Göreme open air museum ? Yang banyak dinikmati orang adalah Hot Air Balloon. Wisata dengan naik balon udara, melayang–layang selama 1 jam di atas  kota, mengikuti kemana arah angin berhembus sambil menikmati “tekstur” permukaan “tanah” yang aneh. Cukup dengan biaya US$ 220/orang. Mahal ya ….? Relatiflah …tergantung dari sudut mana kita memandangnya …, walau jujur, biaya itu cukup mahal buat dompet–dompet yang penghasilannya diperoleh dalam mata uang rupiah.

Pigeon Valley
Selain hot air balloon yang memaksa peserta bangun lebih pagi dari biasanya sementara udara masih berkisaran antara 00–50C , Kappadokya juga memiliki berbagai situs kuno yang sangat menarik antara lain Kaymakli yang merupakan kota bawah tanah yang terluas di Turki,

Kaymakli Underground City
Berada di dalam benteng Kaymakli di Wilayah Anatolia Tengah Turki dan pertama kali dibuka untuk wisatawan pada tahun 1964. Desa ini berada sekitar 19 km dari Nevşehir, di jalan Nevşehir–Niğde. Nama kuno Enegup. Rumah–rumah di desa tersebut di bangun membentuk sekitar hampir seratus terowongan dari kota bawah tanah. Terowongan masih digunakan sekarang sebagai area penyimpanan, kandang, dan gudang.

Kota bawah tanah di Kaymakli memilik terowongan yang rendah, sempit, dan terjal. Dari empat lantai terbuka untuk turis, masing–masing ruang diatur di sekitar poros ventilasi. Hal ini membuat desain setiap kamar atau ruang terbuka tergantung pada ketersediaan ventilasi. Saat ini hanya sebagian kecil dari kompleks terbuka untuk umum.

Goreme Open Air Museum
Selain Kaymakli, ada juga Pigeon Valley, masih merupakan “permainan” bangunan di dalam kubah bekas lava lunak. Kali ini rumah dalam kubah lava lunak ini diperuntukkan bagi burung dara. Masyarakat kemudian memanfaatkan kotoran burung dara yang memenuhi rumah sebagai pupuk alami.

Inti dari wisata wilayah Kappadokya adalah menawarkan keunikan lahan wilayahnya yang terbentuk dari kubah lava lunak yang sudah berusia ribuan tahun.

Usai menikmati keunikan Kappadokya, kita juga diajak mengunjungi Mevlana Museum di Konya dalam perjalanan menuju Ankara.

Tahun nggak, apa maksudnya Mevlana? Burhan sang tour guide bilang bahwa Mevlana adalah gelar setara dengan Lord. Di Indonesia diterjemahkan sebagai “Maulana”. Yang dimaksud adalah …. Ayo siapa coba….?

Sudah tahu ….? Ini penjelasannya…! Ssstttt …. Jangan bilang–bilang ya… aku nyadap dari Wikipedia nih…!

hot air balloon riding
Mevlana Museum adalah komplek museum yang terdiri dari makam Jalal ad-Din Muhammad Rumi alias Jalaluddin Rumi, seorang tokoh mistik Sufi dan berbagai barang peninggalannya berikut penggambaran 3 dimensi suasana “sekolah sufisme” yang didirikan oleh keluarga Mevlana tersebut. Itu sebabnya keluarga itu juga dikenal dengan sebutan Mevlana Rumi (Lord of Romain, alias Maulana dari Romawi) pemilik pondok darwis (tekke) dari urutan Mevlevi. Pondok datwis ini terkenal karena dalam tata cara peribadatannya kepada Allah SWT/dzikirnya lebih dikenal dilakukan dengan cara “menari/darwis berputar-putar (whirling).

Setelah Mustafa Kemal Attaturk mengambil alih pemerintahan dari kekaisaran Ottoman dan mengubah Turki menjadi Republik sekuler, maka pada tanggal 6 April 1926 terbit keputusan yang menegaskan bahwa makam dan pondok darwis (Dergah) milik keluarga Mevlana Rumi dijadikan museum.

cotton castle
Museum ini mulai dibuka pada tanggal 2 Maret 1927dan pada tahun 1954 dinamai "Mevlana Museum". Mevlana Museum berisikan makam Jalaludin Rumi dan para muridnya, penganut sufi serta berbagai koleksi lainnya.

Perjalanan dilanjutkan ke Ankara.
Apa yang bisa kita temukan di Ankara selain Mausoleum Mustafa Kemal Attaturk? Entahlah … kami hanya diajak mengunjungi Mausoleum atau makamnya Mustafa Kemal Attaturk saja dan makan siang di Rasgele Balikci  yang sangat unik tata ruangnya untuk kemudian dilanjutkan hingga Bolu. Kota terakhir dalam kunjungan ke Turki karena keesokan harinya, dari Bolu kami langsung diantar ke Airport.

Apa yang kudapat dalam perjalanan selama 8 hari mengelilingi sebagian wilayah Turki bagian Asia?
Yang terutama, perjalanan ini membuka wawasan dan pemahamanku sekaligus juga menjungkirbalikkan isi otakku tentang Turkey and Turkish. Turki adalah negeri maju yang sangat layak disetarakan dengan Negara–Negara di Eropa. Itu sebabnya Turki begitu “ngotot” untuk masuk dan diakui sebagai bagian dari Negara yang tergabung dalam Masyarakat Ekonomi Eropa dengan mata uang tunggal Euro. Keinginan ini, hingga saat ini belum juga dipenuhi oleh parlemen MEE. Entahlah apa Turki masih berminat menjadi anggota MEE setelah adanya krisis yang dimulai dari Yunani dan ikut beramai–ramai menanggung beban defisit Negara MEE.

gedung Mevlana Museum
Ada berbagai KPI alias Key Performance Indicator yang menyebabkan Turki layak disetarakan dan dianggap sebagai Negara maju. Ini bukan hanya karena sejarah peradabannya yang sudah berumur ribuan tahun sebelum Masehi tetapi jejak kemajuan peradaban maju itu masih dan tetap ada.

Ditinjau dari bidang pertanian, di sepanjang perjalanan dari kota ke kota, melewati tanah – tanah yang terlihat seolah gersang, berjajar pepohonan apel, apricot dan lainnya yang sedang “meditasi” karena dedaunannya telah berguguran menjelang musim dingin. Tinggallah jajaran pohon zaitun dan jeruk Mandarin yang sarat buah berwarna orange. Sangat rapi dan menunjukkan betapa perkebunan itu ditangani secara serius dengan memanfaatkan teknologi. Di pedesaan tersebut tidak terlihat gubuk–gubuk reyot, kecuali rumah–rumah berlantai 2 atau apartemen. Bahkan banyak di antaranya terlihat gelap tak berpenghuni. Burhan menyatakan bahwa sebagian besar rumah yang kosong itu memang hanya dihuni pada musim panas saja.

traditional pottery
Seperti yang pernah saya ceritakan, pariwisata di Turki sepertinya ditangani oleh sebuah institusi pariwisata yang professional. Seluruh karcis masuk kecuali Mevlana Museum dan apa ya…. lupa nih…., memiliki bentuk, ukuran dan design yang sama. Perbedaanya hanya tulisan yang menyatakan nama dan lokasi situs wisata terkait saja. Kebersihannya sangat terjamin, begitu juga …. dan ini yang sangat penting… TOILET nya. Bersih, berlimpah air, tidak macet, lengkap dengan kertas toilet, sabun di wastafel serta automatic paper dispenser untuk lap tangah usai cuci tangan. Kalaupun bisa disetarakan di Indonesia, toilet di Terminal 2 bolehlah …..!

Toilet ini ada yang kloset jongkok maupun kloset duduk tapi keduanya sama terawat. Ada yang diberi tariff sebesar 1TL, sekitar Rp.5.600,- tetapi banyak juga yang gratis. Urusan toilet, walaupun hanya sekedar tempat buang hajat, ternyata tidak sederhana. Hal ini menunjukkan perilaku  serta tingkat kehidupan sosial/ekonomi masyarakat. Toilet yang berada di rest area di sepanjang toll ways, di situs wisata maupun di resto sama bersih dan kelengkapannya. Yang berbeda hanya jumlahnya. Ada yang terdiri dari beberapa kabin, namun ada yang hanya memilik 1 hingga 3 kabin saja.

KPI lainnya adalah bus pariwisata yang nyaman dengan mengadopsi regulasi yang berlaku umum di Eropa. Supir tidak boleh bekerja lebih dari 12 jam/hari serta harus istirahat yang  diistilahkan sebagai toilet stop setiap 2 jam mengendarai bus secara non stop. Ketatnya pengadopsian European Regulation ini terasa sekali saat minya power steering bocor beberapa kilometer menjelang Konya. Perusahaan mengirim bus pengganti untuk mengantar kami menuju Ankara, sementara dilakukan perbaikan.


sarcophagus of Kemal Attaturk
Pendeknya, sarana dan prasarana di Turki sangat prima. Seluruh jalan antar kota terdiri dari 2 jalur terpisah sebagaimana jalan tol di Indonesia. Jadi …. Kalau ditanya apa yang berbeda antara Turki dengan Eropa ….,? Menurut saya hanya ada satu ….. Jalan di Eropa sangat mulus, sehingga kita bisa tidur nyenyak di dalam bus. Sementara jalan di Turki, walau standard lebar dan keselamatannya mendekati dan mengadopsi regulasi Eropa, tetapi masih terasa tidak mulus… masih terasa gruduk… gruduk … hehe…

Turki mampu mengembangkan diri menjadi Negara industri, the real industrial country dengan segala keunggulannya. Karpet dan tekstil berkualitas tinggi, hasil pertanian, handicraft dan bahkan mereka mampu membuat kulit kambing menjadi setipis dan sehalus sutera …. Bukan main…!!! Itulah Turki yang sudah mengubah persepsi saya…. Turki bukan negaranya Turkey yang ayam kalkun lagi.

Sekarang tinggal memupuk mimpi, kapan Indonesia bisa mengejar segala ketertinggalan ini…? Kita pasti mampu, karena kita memiliki segalanya… tinggal tunggu waktu, semoga rakyat Indonesia mampu memilih pemimpin yang amanah, tidak munafik … Percayalah…!!! Walaupun masih samar–samar, akan datang masanya. Jadi, tidak perlu sedih …

Senin, 07 Januari 2013

Selamat Pagi Indonesia


Selamat pagi Indonesia ….
Selamat pagi semuanya …
list of countries requiring Visa to enter Turkey
Sudah hari ke 6 di tahun 2013, tapi masih belum terlambat untuk mengucapkan Selamat Tahun Baru 2013 kan, tentu dengan penuh harapan, semoga Indonesia menjadi lebih baik lagi.

25 Desember s/d 5 Januari 2013 yang baru lalu, saya berkesempatan ikut paket tour ke Turki via UAE dengan pesawat Etihad Airways bergabung dengan Golden Rama. Jadi pantas jugalah kalau maskapai penerbangan tersebut “memaksa” penumpangnya untuk stop over di Negara mereka, yaitu United Arab Emirates.

Jadi kunjungan dilakukan dengan pintu masuk Abu Dhabi, sementara kalau pakai Emirates, akan masuk melalui Dubai. Kami mengunjungi 2 kota besar di United Arab Emirates yaitu Abu Dhabi menginap 2 malam dan Dubai 1 malam. Tapi saya belum berminat menulis tentang UAE …. walau ada yang sangat menarik yaitu Grand Mosque dan Ferari world Theme Park. Rasanya belum ada topik yang menarik hati untuk ditulis. Jadi sekarang ini, saya mau menulis tentang Turki saja.

Tulisan ini tidak dikarenakan “rumput di halaman tetangga selalu lebih hijau daripada rumput di halaman sendiri”, tetapi justru berangkat dari kesedihan melihat dan selalu bertanya–tanya … Mengapa “rumput di Negara sendiri belum juga tumbuh subur” dan tentunya sambil berharap semoga tulisan ini ada manfaatnya buat kita semua.
***
view to the city of Istanbul from bosphorus cruise

Perkenalanku yang pertama secara langsung dengan Turkish alias dengan orang Turki adalah melalui Mehmet …. Memet, kali ya kalo dengan logat Indonesia atau umumnya orang Sunda. Dia adalah salah satu siswa alias teman sekolah di section francais pour des etrangers kelas intermediate di faculte des letters a l’universite de Poitiers - France. Sebuah kota kecil sekitar 500 km ke arah tenggara Paris - Perancis di tahun 1980.

Perawakannya sedang, tidak terlalu tinggi. Wajahnya penuh berewok, tidak terlalu “arab” tidak juga seperti orang Eropa. Sepertinya sudah wajah yang campur aduk, mengambil dari berbagai unsur genetik .

Seperti umumnya orang yang bertempat tinggal di wilayah Timur Tengah dan sekitarnya … dia langsung menyuruhku membaca surah Al Ikhlas, untuk memperkuat pengakuanku bahwa aku adalah muslim. Bagi mereka …. Orang yang beragama Islam di luar wilayah Timur Tengah, dikategorikan sebagai Musulman etrangers alias Moslem’s foreigner. Agak nggak nyambung dengan ajaran Islam sebagai rahmatan lil alamin … yang menurutku seharusnya Islam ya Islam dan berarti muslim ya muslim… Gak perlu dikasih embel–embel “asing” lagi. Tapi ya sudahlah …. Begitulah adanya……

negotiation between vendor and buyer
Perkenalan atau tepatnya kali ini adalah pertemuan kedua dengan para Turkish adalah saat menunaikan ibadah haji pada tahun 1994. Turkish kali ini adalah jamaah calon haji yang berasal dari berbagai wilayah di Turki baik yang berada di benua Eropa maupun berada di benua Asia. Wilayah Turki memang sebagian besar berada di daratan benua Asia. Hanya sedikit sekali yang berada di wilayah benua Eropa. 

Berbeda dengan Mehmet yang memiliki perawakan relatif “ramping”, maka Turkish kali ini, rata–rata dan terutama perempuannya memiliki perawakan “pendekar” alias relatif pendek dan kekar. Bahkan para perempuan Turki sedemikian gemuknya sehingga secara sembunyi–sembunyi, kami menjulukinya sebagai “babon” atau kalkun. Persis seperti nama negaranya dalam label Inggris, yaitu Turkey alias kalkun. Sejenis unggas yang besar, gemuk … dan dagingnya enak … Biasa disajikan pada momen istimewa seperti pesta  keluarga saat perayaan Natal dan tahun baru. Roasted Turkey yang amat–sangat yummy ….

facade of Hagia Sophia
Nah Turkish yang jamaah calon haji ini terkenal sangat kompak saat beribadah terutama saat Thawaf dan Sai …. Selain dialek bacaan doanya yang sangat khas sehingga terdengar sangat lucu di telinga orang Indonesia, dalam bimbingan pimpinan rombongan, mereka juga membaca doa-doa dengan sangat keras. Membuat konsentrasi bacaan doa kita jadi buyar. Bukan sekedar buyar karena kerasnya suara mereka tetapi juga buyar oleh “terjangan” rombongan mereka yang kompak dan kuat berpegangan tangan. Para lelaki sengaja membentengi kaum perempuannya dan bagaikan buldoser, membuka jalan bagi rombongan di tengah kepadatan orang di area thawaf dan sai.

Tidak berbeda jauh dengan pelaksanaan ibadah haji, jamaah Umroh dari Turki juga memiliki penampilan yang tidak berbeda. Jadi, begitulah image yang tertanam kuat di dalam kepalaku mengenai Turkish. Itu juga yang membuatku selama ini kurang begitu tertarik mengunjungi Turki. Tidak menarik ... kurang eksotis ....!

Namun, kondisi ini menjadi terbalik saat merancang perjalanan akhir tahun 2012, yaitu ketika anak gadisku menolak untuk berlibur ke Korea, Turki menjadi salah satu pilihan di samping Spain/Morocco/Portugal.

view to Blue Mosque
Jadwal perjalanannya memenuhi syarat ketersediaan waktu anak gadisku. Harga paket tournya juga memenuhi anggaran, sehingga masih tersisa cukup dana beli souvenir. Maka …., pergilah kami sekeluarga lengkap dengan anak sulungku yang sengaja kuminta datang dari Adelaide beberapa hari sebelumnya. Dan aku ….. masih dengan citra Turkish means Turkey alias kalkun, di kepalaku, menyiapkan segala keperluan perjalanan tersebut.

***
Kami mendarat di Mustafa Kemal Attaturk, begitu nama bandara internasional Istanbul, pada jam 13.00 waktu setempat dengan perbedaan waktu 5 jam dengan waktu Indonesia bagian barat. Istanbul adalah kota terbesar dan teramai di Turki, meskipun bukan ibukota Negara. Ini adalah kota perdagangan. Istanbul juga merupakan tujuan utama wisata Turki bagi wisatawan yang hanya memiliki sedikit waktu, karena selain unik, yaitu berada di dua benua, Istanbul juga menyimpan sejarah panjang peradaban manusia.

library @ an ancient Ephesus 3 city
Istanbul yang terbelah 2 oleh selat Bosphorus masih menyimpan banyak peninggalan sejarah yang sangat layak untuk dikunjungi wisata, antara lain Blue Mosque alias mesjid yang tata ruang dalamnya didominasi oleh warna biru, Museum Aya Sofia alias Hagia Sophia yaitu gereja yang sekaligus juga pernah diubah menjadi mesjid. Itu sebabnya di dalam Hagia Sophia, disamping terdapat kaligrafi Allah SWT, Rasulullah Muhamad SAW, ke 4 kalifah “pertama” Islam pasca meninggalnya Rasul dan nama ke 2 cucu rasul yang terkenal, juga masih terdapat dan terlihat jelas lukisan–lukisan Jesus dan ibundanya, Maryam…. (eits,,,,, boleh enggak ya kutulis saja nabi Isa dan ibunda Maryam … karena demikianlah umat beragama Islam mengakui keduanya), Topkapi Palace, Hyppodrome yang dulu kala dijadikan tempat pacuan kuda pada jaman kerajaan Romawi selain the Grand Bazaar yang indah dan konon kabarnya menjadi pasar utama kota Istanbul sejak jaman pemerintahan dinasti Ottoman. Itulah beberapa situs bersejarah di Istanbul yang sepertinya menjadi “wajib kunjung” wisatawan. Tentu masih banyak lagi situs bersejarah lainnya seperti benteng kota tua, Dolmabache Palace dan lainnya.

inilah Kuda Troya yang terkenal itu
Mengunjungi Istanbul pada kesempatan pertama ini dan melihat bagaimana penampilan kotanya. Sungguh .... aku tersentak dan merasa malu hati karena selama ini aku cenderung menganggap remeh serta memandang sebelah mata kepada Turki, kepada the way of life masyarakatnya serta kepada the way of tought para pemimpinnya. Kepada Mustafa Kemal Attaturk yang membawa Turki menjadi negara sekuler. Turki atau Istanbul yang ada di hadapanku sangat jauh berbeda dari apa yang selama ini memenuhi isi kepalaku. Turki adalah salah satu negara "maju" yang layak disetarakan dengan negara-negara Eropa. Kesemuanya, salah satu KSF atau key succes factor, kata suamiku, tercermin pada bagaimana mereka menghargai dan merawat peninggalan kebudayaannya.

Sebagian jalan–jalan di Istanbul masih berbatu–batu, persis sebagaimana yang kita temukan di berbagai pusat kota umumnya di Eropa baik wilayah Eropa Barat maupun Eropa Timur. Benteng dan dinding kuno baik yang masih utuh maupun yang hanya tinggal sebagian masih terlihat baik dan terawat. Bisa jadi, iklim sub tropis yang kering telah menjauhkannya dari jamur dan lumut. Namun visi dan pola pikir masyarakat serta pemerintahnya pasti merupakan andil yang sangat besar dalam penataan dan pemeliharaan situs bangunan kuno dan bersejarah tersebut.

Semangat membangun sesuatu yang baru tanpa merusak yang lama melekat kuat dan menjadikannya perpaduan unik sekaligus indah.
***

Usai menyusuri keindahan kota kuno Istanbul yang dulu kala pernah menyandang nama Byzantium, kami mulai berkelana mengelilingi bagian barat Turki wilayah Asia, yaitu menuju Canakkale untuk bermalam.

Apa yang istimewa dari Canakkale? Ternyata wilayah ini menyimpan banyak peninggalan peradaban dunia. Pernah dengar legenda kuda Troya? Troy atau Troya ternyata berada di wilayah Canakkale, begitu juga (reruntuhan) basilica St Johannes dan rumah bekas tempat tinggal Maryam alias bunda Maria alias virgin Mary yang dipercaya umat Kristiani sebagai ibunya Jesus Kristus.

wilayah "pedalaman" Turki
Baru tersadar kembali, betapa Turki memang telah menjadi salah satu pusat peradaban manusia sejak beribu tahun sebelum masehi. Perebutan kekuasaan antara Romawi–Junani silih berganti dan kemudian diakhiri dengan masuknya ajaran Islam.

Itulah yang menyebabkan berbagai nama peninggalan, walaupun tidak diakui oleh para Turkish, namun setidaknya bagi orang asing, abjad Turki agak mirip dengan Yunani. Berbagai legenda, peninggalan–peninggalannya, nama kota–kota kuno di Turki sangat condong kepada nama–nama Yunani seperti misalnya Ephesus, Hierapolis, begitu juga dengan nama kota lainnya seperti Kappadokya, Pamukkale, Kusadasi terasa lebih Yunani.

Seluruh peninggalan peradaban manusia tersebut dirawat dengan sangat baik dan kesemuanya berpadu serasi dengan perkotaan/pedesaan dimana situs tersebut berada dan sepertinya seluruh peninggalan purbakala yang menjadi tujuan wisata di Turki berada dalam kendali sebuah institusi khusus yang profesional dalam mengelola berbagai peninggalan penting di Negara ini. 

pedesaan di musim dingin
Alam Turki mungkin merupakan perpaduan antara tanah gersang Gurun berbatu dan dataran Eropa yang subur. Begitu juga dengan iklim sub tropis empay musim yang membuat penduduk, mau tak mau harus sangat kreatif melindungi diri dari cuaca ekstrim yang dingin sekali, bahkan bersalju atau musim panas yang terik dan kering.
***


Perjalanan melalui daratan memang melelahkan namun juga memanjakan mata dengan segala keindahannya terutama bila kondisi alam dan lingkungannya mendukung.

Maka … walau hampir sepanjang perjalanan menuju kota-kota yang menjadi program wisata kami, disana-sini hanya ada nuansa kelabu, paduan tanah berwarna abu–abu, batang pepohonan dan semak yang sedang “meditasi” ditinggal dedaunannya selama musim dingin, namun acapkali masih ditemukan juga berbagai perkebunan utama yaitu jeruk mandarin dan olive alias zaitun. Dua dari berbagai produk pertanian unggulan Turki selain teh dan juga disamping produksi berkualitas lainnya dari Turki semisal tekstil, karpet, keramik dan marmer.

Goreme outdoor Museum - Kappadokya
Pemandangan pedesaan Turki terlihat tidak jauh berbeda dengan pemandangan di berbagai negeri Eropa. Di pedesaan, sebagaimana di Eropa Timur maupun Barat, relatif tidak terlihat bangunan kumuh. Tentu apalagi di kota. Kelihatannya kehidupan petani Turki cukup makmur. Ladang-ladang pertanian terlihat tersusun rapi dan pasti sudah tersentuh teknologi. Perumahan rakyat di pedesaan umumnya berlantai 2 serta apartemen untuk wilayah perkotaan.

Entah karena sedang musim dingin atau memang disebabkan oleh jumlah penduduknya sedikit, kecuali wilayah Istanbul dan Ankara, maka secara umum Turki terasa begitu sepi …. 

Wah ….. sudah panjang juga tulisannya. Berhenti dulu ah ….. Besok malam disambung lagi deh …. Rasanya memang masih banyak yang ingin ditulis sebagai perenungan atas kondisi masyarakat dan negeri tercinta ini….

To be continued alias a suivre ….

BUKAN KARANGAN BUNGA🌺🌺

 Dapat kiriman tulisan yang bagus, untuk refleksi diri DICARI Teman yg bisa  Mensholatkan kita...   Ketika KITA WAFAT... BUKAN KARANGAN BUNG...