Kamis, 19 Januari 2017

PERSONAL TRIP AGAIN?

Rasanya sudah lama juga tidak melakukan perjalanan jauh secara pribadi baik ke luar Indonesia apalagi di dalam negeri. Maksudnya, mengurus perjalanan sendiri, mulai dari pesan tiket, hotel, kendaraan lokal dan perjalanan wisata di tempat tujuan. Terakhir kali perjalanan pribadi yang dilakukan adalah perjalanan ke Brisbane dan Gold Coast pada bulan Januari tahun 2005. Saat itu, bantuan dari travel agent hanya untuk pengurusan visa dan pembelian tiketsaja sedangkan pesanan service apartment di Brisbane dan lainnya dilakukan sendiri via internet.

Setiap melakukan perjalanan dalam negeri yang saya lakukan, pada umumnya untuk urusan kantor. Jadi sudah dibantu pengurusannya. Tinggal terima email tiket saja. Penjemputan dan hotel sudah secara otomatis diselesaikan oleh orang yang berwenang. Alternatif perjalanan dalam negeri lainnya adalah dalam rangka ikut office/family gathering. Kesemuanya selalu serba tahu beres saja. Begitu juga kalau kebetulan punya waktu dan ada keinginan bergabung dengan office gathering ke negara Asia Tenggara. Pokoknya tahu beres saja.

Sementara itu, pada kurun waktu 10 tahun sejak 2005, perjalanan libur terutama ke luar Indonesia selalu dilakukan melalui travel agentAda sisi positif dari perjalanan yang diatur oleh travel agent. Selain tentunya prinsip "tahu beres" dari mulai tiket, penginapan, makan dan jadwal acara yang sudah diatur. Tidak perlu repot mengurus check in, barang bawaan terutama yang harus masuk bagasi. Begitu juga saat tiba ditempat tujuan. Urusan administratif hotel, kunci dan lainnya sudah ada yang mengurus. Koper sudah akan berbaris manis di depan kamar. Begitu juga saat akan meninggalkan hotel. Cukup meletakkan koper di depan kamar pada jam yang sudah ditentukan. Selesai sudah urusan remeh temeh yang menyebalkan dan terkadang berat, kalau kita harus menyeret-nyeret koper. 

Berbeda dengan di Indonesia, yang "kaya" dengan jumlah staff hotel, maka hotel-hotel di negara maju yang berbintang sekalipun sangat effisien. Jadi jangan berharap bisa minta tolong/bantuan membawakan koper dan hal-hal remeh temeh lainnya. Karenanya perjalanan dengan travel agent juga menjadi lebih murah dan tentu saja sangat effisien. Mereka memang akan mengatur perjalanan dengan sangat effisien agar biaya yang dikeluarkan pesertanya menjadi relatively murah namun dengan kunjungan ke daerah tujuan wisata sebanyak mungkin. Istilah yang diberikan teman saya adalah "kunjungan sebanyak mungkin negara dan tempat wisata" itu ibarat cuma numpang pipis doang....

Namun .... disamping "kenyamanan" tersebut tentu ada hal negatif yang belum tentu disukai. Perjalanan dengan banyak orang yang baru kita kenal pada saat perjalanan tersebut membuat kita harus "memupuk rasa sabar dan tenggang rasa" yang luar biasa. Beberapa hal diantaranya karena akan selalu saja ada orang yang tidak disiplin dengan waktu yang sudah ditentukan sehingga membuat orang lain menunggu dan karenanya menghambat jadwal perjalanan. Lalu "interest" yang berbeda. 

Pada umumnya, orang Indonesia yang melakukan perjalanan ke luar negeri, lebih suka mengunjungi mall atau daerah pertokoan. Kunjungan ke tempat wisata, istana, situs peninggalan purbakala, apalagi museum sama sekali tidak diminati atau minimal kalaupun dikunjungi, sebagian besar peserta akan melewatinya dengan cepat. Tapi ..... kalau sudah "dilepas" di mall atau factory outlet .... 4 jam pun terasa kurang .... Tinggallah yang dompetnya cekak atau memang hanya ingin menikmati perjalanan wisata, kelimpungan mencari acara pengisi waktu, apakah dengan masuk ke cafe sambil menunggu jadwal perjalanan berikutnya atau mencari objek foto yang menarik di sekitar lokasi mall/pertokoan. 

Setelah 4 atau 5 kali perjalanan dengan travel agent, anak-anak akhirnya merasa keberatan melakukan perjalanan dengan travel agent. Mereka ingin menikmati perjalanan pribadi. Aduh ..... emak dan bapak sudah masuk kategori manula, yang maunya serba tahu beres. Terbayang kembali perjalanan gaya "back packer" yang dulu seringkali kami lakukan. Cukup pesan tiket pulang pergi, hotelnya dipesan begitu tiba di terminal/stasiun di tengah kota. Namun regulasi pengurusan visa yang saat ini lebih ketat memang tidak lagi memungkinkan kita melakukan perjalanan tanpa bukti tempat menginap dan bukti keuangan yang mencukupi untuk melakukan perjalanan tersebut.
***

25 Desember 2016 adalah jadwal keberangkatan yang disesuaikan dengan cuti akhir tahun. Perjalanan ini sesungguhnya tidak direncanakan sejak awal, namun lebih ditujukan untuk menemani anak yang berencana untuk mengikuti program Global Volunteer nya AIESEC untuk mengisi libur antar semester. Tentu ada berbagai ragam negara tujuan dan program dan negara pilihan pertamanya adalah Slovakia dengan cadangan Hungaria. Setelah berunding dan kebetulan memang sudah hampir 4 tahun kami tidak melakukan perjalanan liburan akhir tahun, maka setelah runding sana - sini, kami memutuskan untuk melakukan perjalanan sambil mengantarnya ke Budapest.

Kami berangkat dari rumah pada jam 20.00 untuk terbang pada jam 00.15. Waktu yang cukup luang untuk mengantisipasi kemungkinan macet dalam perjalanan menuju bandara Cengkareng. Untunglah, perjalanan menuju bandara Cengkareng relatif lancar, sehingga bisa ditempuh "hanya" dalam waktu 75 menit saja. Tiba di dalam, terlihat antrian penumpang Emirates sudah mengular. Seperti biasa pada perjalanan akhir tahun, antrian akan dipenuhi oleh grup perjalanan wisata ke negara-negara Eropa atau yang mengikuti perjalanan umroh. Sudah lama kami tidak melakukan perjalanan ke luar negeri sendiri, sehingga tentu saja agak "gagap" saat melakukan check in, mengurus bagasi dan terutama untuk melakukan verifikasi imigrasi "self service" sebagai pengguna e-passport. Khusus untuk bagasi, karena kami akan transit selama 4,5 jam di Dubai, maka kepastian bahwa koper akan langsung diterima di Vienna menjadi suatu keharusan. Rebyek banget kalau harus ambil koper untuk kemudian check in kembali. Apalagi konon, terminal keberangkatan menuju negara2 Eropa di Dubai, lokasinya cukup jauh. Harus menggunakan kereta antar terminal selama +/- 15 menit.

Usai melalui "segala" macam prosedur pemeriksaan barang, termasuk "mengeluarkan" gunting yang ternyata masih tersimpan dalam tas notebook anak saya, kami duduk anteng menunggu waktu boarding. 

Hal yang selalu kami perhatikan dalam perjalanan jarak jauh adalah membawa minimal seperangkat pakaian lengkap dengan peralatan mandi dan handuk kecil ke dalam tas cabin. Untuk ber-jaga2 bila terjadi sesuatu yang tidak diinginkan .... seperti misalnya bagasi tidak terbang bersama kita. Untuk menghemat tempat, dalam perjalanan ke negara sub tropis pada musim dingin, maka long john sudah harus dipakai dan ini tentu berguna juga untuk mengurangi rasa dingin di dalam pesawat selama perjalanan. Begitu juga dengan overcoat, walau tebal, terpaksa ditenteng.

Perjalanan yang dilakukan dini hari membuat siksaan tersendiri terutama bagi mereka yang tidak dapat tidur nyenyak dalam posisi duduk dan pasti akan membuat stress datang selama perjalanan. Waktu tidur dan jam biologis tubuh berantakan. Pola makan juga menjadi kacau balau. Kurang asupan air dan buah-buahan.

Tiba di Dubai sekitar jam 04.00 pagi, kami langsung mencari terminal pemberangkatan yang memang ternyata sangat jauh, dengan menggunakan kereta bawah tanah (?!) selama sekitar 15 menit. Airport yang maha luas dan panjang membuat perut mulai keroncongan dan kami terpaksa mencari sandwich dan minuman pengisi perut selama menunggu waktu boarding kembali sekitar 4 jam lagi. Dubai International Airport terminal B yang "maha luas" dipenuhi dengan berbagai macam toko ... layaknya sebuah mall di tengah kota. Namun manakala jam tidur sudah terganggu, maka segala daya tarik "pencuci mata" tidak bisa mengganggu keinginan beristirahat. Lebih baik mencari kursi (reclining chaise) yang nyaman untuk sekedar meluruskan badan, walau tidak sempurna.
***
Sekitar 1 jam sebelum take off, penumpang sudah mulai dipanggil untuk boarding .... dan oupfs ..... kelihatannya bakal mendapat "rejeki nomplok". Pesawat relatif kosong dan tentu kami bisa meluruskan badan selama perjalanan, Anak saya dapat menggunakan 4 kursi yang berada di bagian tengah pesawat dan tidur nyenyak selama perjalanan sementara saya dan suami menggunakan 3 kursi pinggir. Alhamdulillah, perjalanan yang sangat menyenangkan menuju Vienna ... Semoga perjalanan selanjutnya menjadi lebih menyenangkan

Tiba di Vienna tepat jam 12.25 waktu setempat. Temperatur tercatat - 4C. Beruntung kami sudah menggunakan longjohn dan overcoat "di tangan" sehingga bisa langsung digunakan dan tidak sempat terkena terpaan cuaca ekstrim bagi penduduk negara tropis.

Pemeriksaan imigrasi cukup lancar, walau petugas menanyakan tentang visa yang dikeluarkan oleh kedutaan Hungaria dan bukan Austria sebagai negara yang menjadi pintu masuk kami ke Eropa. Kami berjalan menuju area bagage claim dengan rasa syukur ... perjalanan awal sudah terlewati dengan lancar. Tinggal menunggu bagasi. Anak saya yang sudah sejak sekitar 5 hari sebelumnya tiba di Vienna, sudah mengirim berita via whatsaap, bahwa dia sudah menunggu di hotel tempat kami akan menginap selama di Vienna. Alhamdulillah ...

Ternyata .... kegembiraan itu tidak berlangsung lama ..... Menit demi menit berlalu .... koper demi koper diambil pemiliknya dan ...... 2 koper kami tidak ditemukan .... Panik ...., bukan saja karena semua pakaian ada di dalamnya, tetapi berbagai "perangkat" yang akan digunakan anak saya termasuk 2 buah buku tentang Indonesia berada di dalamnya. Kemana "larinya kopor2 tersebut...?"

BUKAN KARANGAN BUNGA🌺🌺

 Dapat kiriman tulisan yang bagus, untuk refleksi diri DICARI Teman yg bisa  Mensholatkan kita...   Ketika KITA WAFAT... BUKAN KARANGAN BUNG...