Jumat, 15 Desember 2006

Semua gara-gara Aa Gym … (cari kambing hitam hehehe…)

Pernikahan Abdullah Gymnastiar yang lebih dikenal sebagai Aa Gym dengan janda cantik beranak 3, yang konon keponakan mantan Presiden RI ke 3 BJ Habibie, beberapa waktu lalu memang sangat menghebohkan. Semua orang tiba-tiba angkat bicara. Isu poligami jadi menghangat kembali. Milis, koran, majalah, radio apalagi infotainment di tv, ramai memberitakan cerita seputar pernikahan ke 2 si Aa. Bahkan presiden RI lantas ikut sibuk memanggil Menteri Pemberdayaan Wanita DR Meutia Hatta untuk mengkaji kembali dan berniat memperluas cakupan penerapan PP no 10.

Yang tidak kalah menghebohkan juga, pada saat yang hampir bersamaan beredar video hubungan intim di luar nikah antara anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang terhormat Yahya Zaini dan Maria Eva yang sebenarnya telah berlangsung beberapa tahun yang lalu.. Terungkapnya hubungan gelap tersebut ini makin meramaikan pro dan kontra hubungan antara lelaki menikah dengan the other woman. Betul-betul  langsung menohok ....  Dua ekstrimitas. Legal versus ilegal. Dari sudut pandang saya, keduanya berawal dari “Perselingkuhan”. Yang satu berakhir secara legal melalui lembaga poligami, satunya lagi tetap illegal dan berakhir dengan membawa ”gunung es” dendam yang kemudian meledak melalui video intim tersebut.

Yang pro poligami, tentu mengeluarkan ”berbagai” jurus berupa ayat-ayat Al Qur’an dan hadist-hadit pendukung. Begitu juga yang kontra. Tapi, karena sebagian besar para penafsir al Qur’an adalah dari jenis kelamin lelaki, maka ayat-ayat dan hadist yang beredar tentu nuansanya sangat maskulin à pro poligami. Tidak ada satupun yang sifatnya feminin alias menafsirkan ayat-ayat dan hadis-hadis dari sudut pandang ”kepentingan” perempuan.

Sebagai perempuan, rasanya sebel banget atas ke dua peristiwa ini dan pro – kontra yang menyertainya. Menurut saya ... semuanya berujung pada masalah sekwilda – sekitar wilayah dada dan ketidakmampuan lelaki menahan nafsu syahwatnya. Padahal .... masih menurut saya lho ... Manusia (jaman sekarang) yang mulia dan layak dihormati adalah Manusia yang mampu menahan nafsu syahwatnya (dalam bidang apapun juga), pada saat dia mampu melakukan apapun juga.

Misalnya saja ... lelaki yang kukuh mempertahankan monogami saat keadaan memungkinkannya untuk melakukan poligami (dia kaya raya sementara istri mandul atau sakit). Atau orang yang kaya raya, tetapi dia mampu hidup bersahaja, secukupnya seraya mendedikasikan seluruh harta dan karyanya semata-mata untuk kegiatan di jalan Allah SWT. Berharap ridho Allah SWT semata.

Nah rasa prihatin itu, agak terobati saat saya membaca artikel BENARKAH POLIGAMI ITU SUNNAH, yang ditulis oleh Faqihuddin (kalau tidak salah) di suatu blog di multiply. Jadi artikel itu saya forward ke salah satu milis perempuan yang saya ikuti. Maksud kerennya sih .... mengajak anggota milis untuk memandang tafsir ayat/hadis tentang Poligami dari sudut lain yang lebih kritis. Awalnya, saya memang nggak tahu dan nggak menyelidiki siapa Faqihuddin itu. Cuma tahu (dari artikel itu) bahwa dia adalah dosen IAIN dan lulusan Damaskus – Syiria. Sayang ... rupanya members milis itu kurang berkenan dengan tulisan tersebut. Alih-alih berdikusi dengan sehat, saya jadi merasa dihujat dan prihatin karena ada salah satu anggota yang melihat saya sebagai orang yang ”salah jalan”. Padahal ... sungguh mati, saya nggak ngomong apa-apa kecuali mem forward tulisan itu. Padahal ... pada prinsipnya, saya mengerti dan bisa menerima konsep POLIGAMI menurut Islam dalam konteks untuk perlindungan perempuan. Tetapi ini tidak berarti saya setuju dengan penerapannya di masa sekarang yang terlihat lebih mengutamakan "pemuasan syahwat" lelaki.

Jaman diturunkannya ayat-ayat Al Qur’an dan masa kehidupan Rasulullah SAW itu sangat berbeda dengan sekarang. Keimanan dan ketakwaan manusianya juga berbeda. Mana mungkin manusia sekarang mampu punya kualitas ketakwaan yang sama dengan Rasul sehingga mereka merasa mampu menjalankan poligami sebagaimana Rasul. Atau mungkin para pelaku poligami itu sudah merasa kualitasnya sebagai manusia sudah setara dengan Rasul, sehingga mereka merasa punya hak melakukan apa-apa yang dilakukan Rasul (sunnah Rasul) secara serampangan. Pernahkah mereka mengkaji asal-usul setiap pernikahan Rasul dengan para istri-istrinya .....? Apakah mereka pernah pula mengkaji, bagaimana Rasulpun pernah kerepotan dengan ”persaingan” antara istri-istrinya?

Kalaupun mau mengikuti sunnah/perilaku Rasul, kenapa tidak mengikuti perilaku dan keshalehan Rasul sampai beliau berumur 55 tahun, yaitu semasa hidup membujang sampai dengan meninggalnya Khadijah binti Khuwailid untuk kemudian beliau menikah lagi 3 tahun setelah meninggalnya Khadijah? Mengikuti segala ibadahnya, kejujuran, konsistensi, keteguhan dalam memegang amanah, integritas, kesabaran dan banyak lagi perilaku Rasul yang patut menjadi tauladan bagi umat manusia. Kalau semuanya sudah diikuti ....baru kemudian mengikuti sunnah/perilaku Rasul berpoligami. Kenapa justru hanya kehidupan rumah tangga (poligamis) Rasul semasa 8 tahun sebelum beliau meninggal dunia dalam usia 63 tahun saja, yang menjadi obyek untuk diteladani?

Kok enak banget ya...., Apakah perilaku Rasulullah selama 28 tahun mengarungi kehidupan monogami bersama Khadijah binti Khuwailid tidak patut diteladani?  Padahal .... disitulah beratnya kehidupan dan perjuangan Rasul dalam menyebarkan mengembangkan agama Islam. Setelah Khadijah meninggalpun, Rasul masih menduda hingga + 2 tahun sebelum para sahabat ”memaksa” beliau menikah kembali agar anak-anak[1] beliau ada yang mengurus dan beliaupun memiliki pendamping. Demikianlah Rasul akhirnya menikah dengan Saudah binti Zam'ah[2] .

Baru setelah itulah selama 8 tahun sampai dengan wafatnya Rasul SAW menikahi beberapa perempuan. Masing-masing dengan berbagai pertimbangan khusus yang beberapa di antaranya berkaitan dengan penerapan kandungan al Qur’an. Tentu sah-sah saja bila sementara orang menafsirkan bahwa pada dasarnya Rasul berperilaku monogami (di tengah masyarakat Arab yang poligamis) dan hanya karena ”kewajiban” beliau dalam memberi contoh kepada umat dalam berperilaku sesuai dengan ”arahan” Allah SWT, di dunia inilah maka beliau melakukan poligami.

Berkaitan dengan ”teladan” Rasul mengenai poligami ini, adakah para pelaku poligami sudah betul-betul mengikuti teladan Rasul yang lainnya, yaitu .... segala perilaku Rasul selama berumah tangga dengan Siti Khadijah.  Apakah dalam memilih istri ke dua – ketiga dan seterusnya, para pelaku poligami itu juga sudah mengikuti teladan Rasul .....  Istri kedua Rasul, Saudah binti Zam'ah adalah janda tua yang sama sekali tidak cantik. Begitu pula dengan istri-istri beliau lainnya,  kesemuanya janda, kecuali Aisyah RA.

Kebanyakan pelaku poligami saat ini lebih memilih perempuan muda atau janda cantik untuk disunting sebagai istri ke dua. Jarang, kalau tidak boleh dikatakan tidak ada yang memilih janda tua miskin, dan banyak anak sebagai istri kedua. Padahal ... justru merekalah yang perlu dibantu, dilindungi dan dinikahi ..... Ada banyak janda miskin, banyak anak yang lebih butuh perlindungan. Itu kalau kita, secara konsekuen, mau mengikuti sunnah/perilaku Rasul lho! Jadi .... dimana letak alasan “mengikuti sunnah Rasul” yang sering digembargemborkan oleh para pelaku poligami. Itu betul-betul tafsir Al Qur’an dan Hadist yang bias gender ... yang terlalu maskulin. .. Sak’ enak’e dewe...!!! Sorry to say ..... bagi saya pribadi ... poligami masa kini lebih banyak pertimbangan “syahwat” daripada mengikuti sunnah Rasul. Konyol betul ..... teladan baik yang diperlihatkan Rasul ditafsirkan serendah itu.

Sangat disayangkan, intelektual perempuan muda jaman sekarang ikut terjebak dan terbelenggu dalam penafsiran bias gender tersebut. Belum ada intelektual muslimah yang berani memulai membuka wacana penafsiran baru. Kelihatannya ada ”ketakutan” untuk menfsirkan sesuatu yang ”berbeda” dengan yang sudah ada. Takut di cap sesat, takut dihujat dan lain-lain. Padahal .... bukankah Islam adalah agama  yang relevan untuk segala jaman ... rahmatan lil alamin ... dan yang terpenting adalah .. Agama bagi orang-orang yang berpikir.

Pemikiran seperti ini bukan dengan maksud sok pintar ... Saya Cuma sebutir pasir tak berguna, bila dibandingkan dengan dai/daiyah, alim ulama. Apalagi bila dibandingkan dengan ahli tafsir dari belahan dunia manapun juga. Saya hanya berpikir .... bukankah para dai/daiyah, alim ulama, ahli-ahli tafsir itu juga manusia biasa ... yang punya nafsu, ambisi, khilaf dan silap. Bukan tidak mungkin kekurangan ini terjadi saat mereka menafsirkan kandungan Al Qur’an dan Hadist.

Jadi ... kalau kita meyakini bahwa kandungan Al Qur’an bisa menjawab persoalan manusia hingga akhir jaman, maka tafsir Al Qur’an secara periodik harus dikaji kembali dan disempurnakan. Jangan lupa .... yang sempurna itu adalah Al Qur’an yang merupakan firman/wahyu dari Allah SWT. Sementara tafsir adalah buah pikiran manusia yang ”mungkin” sarat dengan kesalahan.

Wallahu’ alam.
Semoga Allah SWT mengampuni kesalahan saya (bila ada) dalam menafsirkan poligami.
Diedit kembali pada tanggal 9 desember 2006 jam 14.30 di Lebak bulus
[1] Dalam pernikahannya, Rasul SAW hanya memiliki 6 (enam) orang anak dari siti Khadijah yaitu Qasim, Abdullah, Zainab,Ruqayyah, Ummu Kultsum dan Fatimah Az Zahra dan 1 orang anak dari istrinya yang berasal dari Mesir, bernama Mariyah al Qibtiyah yang diberi nama Ibrahim. Ibrahim kemudian meninggal dunia dalam usia 1 tahun. 
[2] Di dalam sebuah referensi dikatakan bahwa pernikahan beliau dengan Saudah binti Zammah terjadi lebih dahulu, baru kemudian Rasul menikahi  Aisyah binti Abu Bakr. Namun karena Aisyah masih di bawah umur, maka Aisyah baru bergabung di rumah Rasul 3 tahun kemudian. Selama masa tersebut, Rasul hidup monogami dengan Saudah binti Zammah. Dalam Referensi lain, dikatakan bahwa Aisyah dinikahi lebih dahulu daripada Saudah tetapi bergabung/serumah dengan Rasul 3 tahun kemudian.

29 komentar:

  1. mbak lina ngak salah kok dalam penafsiran poligami menurut aku, malah aku setuju banget( sekali!!!!! )
    makasih mbak tulisannya oke banget....

    BalasHapus
  2. Baik sekali Mba pemikirannya, mudah-2an umat Islam di Indonesia terutama sebage yg paling banyak di dunia bisa belajar untuk memiliki pemikiran seperti Mba Lina, Insya Alloh pasti Islam dan khususnya Indonesia akan lebih maju.

    BalasHapus
  3. Saya pribadi setuju banget mbak. Tapi saya tetap tidak bisa mengharamkan yang halal tentu saja dengan persyaratan yang telah tertulis di Al Qur'an dan itu tidak mudah. Keseluruhannya saya setuju banget, mari meneladani Rasulullah dengan sebenar2nya.

    BalasHapus
  4. Aduh...mba Lina, masih bahas ttg poligami aja niih. Udah gituh pake acara bawa kambing segala hehehe....seyeem takut disruduk :D
    Mba, saya menangkap ada dua jenis poligami dalam tulisan mba ini. Pertama poligami yg Rasul lakukan dan itulah yg ideal krn dpt menyelesaikan permasalahan sosial saat itu. Kedua, praktek poligami yg hanya memperturutkan hawa nafsu. Kenyataan ini memang ada di lapangan skrg dan malah menimbulkan problem sosial yg baru. Nah yg mba ngga setuju poligami yg jenis kedua kan?
    Mungkin biar terkesan tdk menolak hukum poligami, harus ditekankan yg mba ngga setuju ad poligami jenis kedua. Dgn memberikan isyarat 'poligami yg tdk baik' misalnya. Soalnya pembaca tulisan mba kan beragam , ada yg baca pelan-pelan sambil diresapi.....ada juga krn terbatasnya waktu hanya membaca selewat tanpa menangkap point penting tulisannya.
    Saya terus terang prihatin mba kalau setiap orang yg poligami dihakimi serasa dia melakukan suatu kealfaan yg besar dalam agama. Kan kita ngga tahu dalamnya hati orang dan 'nawaitu'nya orang itu berpoligami. Kalau ternyata istri kesekiannya jauh berbeda dgn keadaan istri Rasul, rasanya itu juga bukan alasan kita menyalahkan atau mengatakan hy mementingkan syahwat belaka. Semuanya harus dilihat scr proporsional. Siapa tahu ada kondisi khusus yg pelaku poligami pertimbangkan. Wallu'alam....
    Maaf ya mba kalau tanggapannya ngga mutu ^_^
    *big hug ah buat mba Lina*

    BalasHapus
  5. Bener nih ....
    Jadi kalau seandainya sang suami sudah mampu meneladani prilaku Rasul seutuhnya ... Terus dia minta ijin berpoligami ... Diijinkan-kah?
    hehehe.... Semoga nggak begitu ya...

    BalasHapus
  6. Insya Allah ...
    Saya sering sedih aja, kalo sebagai umat yang dianjurkan untuk "BERPIKIR", kita malah cenderung menutup kemungkinan untuk berpikir "demi" mengamalkan sami'na wa atho'na.
    Saya jadi ingat bukunya Jeffrey Lang ... "Dan Malaikatpun bertanya", saat penciptaan Adam AS.
    salam

    BalasHapus
  7. Mereka itu (yang mengharamkan sesuatu yang halal) karena melihat bahwa pada kenyataannya, perilaku kita ini sangat jauh dari teladan Rasul ... mengimplementasikan teladan Rasul dari ritualnya saja tetapi sangat jauh dari esensinya. JAdi lebih banyak ekses negatifnya daripada yang positif.
    Begitu menurut saya lho..

    BalasHapus
  8. Iya... hihihi...
    Tau nggak, saya juga sampe sebel deh... di Indonesia ini, di TV mana aja, dan jam berapa aja, masalah poligami terus yang dibahas. Semalam saya (sambil ngantuk2) ngeliat acara Padamu Negri di Metrotv, topiknya Poligami juga.
    Memang susah menyelami masalah poligami kalau kita "jauh" dari masalah itu. Kalangan dekat saya (keluarga+teman) ada yang mengalaminya. Jadi sedikit banyak, saya bisa memahami masalah tersebut dan sampai pada kesimpulan bahwa pada masa sekarang poligami lebih berat ke unsur "syahwat" daripada unsul teladan dari Rasul.
    Udah ya... terakhir kita ngomongin poligami ya.....

    BalasHapus
  9. menurut aku sih,laki-laki yg poligami jaman sekarang nih adalah lelaki yg plin-plandan ga punya komitmen kuat,kalo udah kawin ya udah dong jalanin dulu satu..kalo memang ternyata ga bisa dipertahankan,ya pisah dulu baru cari wanita laen,kebanyakan kan sebelum menikah lagi/poligami ada pendekatan dulu..apa bedanya ama selingkuh?

    BalasHapus
  10. Teh Lina, bagus sekali tulisannya ..... seger bacanya ditengah2 maraknya pro kontra poligami. Setuju pokoknya deh ! :)

    BalasHapus
  11. mbak Lina...bagus banget tulisannya, gimana mbak biar bisa nulis bagus kayak mbak, ajarin dong...saya jadi malu klo baca tulisan saya...

    BalasHapus
  12. sungguh senang sekali saya baca kesimpulan ini yang bukan saja dari kalangan sendiri tapi juga dari seorang wanita.
    ini menunjukkan yang mana kebenarannya dan yang mana tidak semua wanita muslim setuju dengan apa yang banyak lelaki (bukan saja muslim) ingin munafik secara halus menginjak injak emansipasi wanita !
    memang banyak yang menyalahgunakan agama yang bermaksud baik itu untuk di jadikan maksud yang justru tidak baik,dan bukan saja di dunia islam tapi juga di dunia kristen banyak contohnya tapi untung saja tidak semuanya naif atau bodoh sehingga bisa melihat kedok seorang yang munafik.
    seperti saya diskusikan juga di posting2 lainnya mengenai masalah poligami ini yang mana adalah bukan alasan seorang laki laki untuk menolong perempuan dengan cara mengawininya ! masih banyak sekali cara lain untuk menolong perempuan.
    bahkan ada seorang perempuan yang bilang rela jika suaminya kawin lagi sama janda2 yang korban tsunami di aceh itu dan bilangnnya ini adalah dakwah...,tapi lantas saya jawab yang mana ini adalah justru penghinaan buat orang aceh ! sebab mereka yang butuhkan pertolongan dari kita itu bukan butuhkan untuk di jadikan madunya atau untuk di jadikan nafsu sexnya. ini bukan cara menolong orang tapi ini adalah munafik atau justru bukannya malah nolong tapi mencari kesempatan pada orang yang lagi korban ! ini biadab sekali.
    kita menolong orang bisa dengan banyak caranya dan bukan saja dengan dana atau doa tapi bisa juga dengan memberikan kesempatannya untuk maju lagi...dan jangan malah martabatnya atau respeknya malah di jatuhkan seperti itu.
    saya bangga sekali dan terharu setelah baca kesimpulan anda ini yang sebelumnya belum pernah saya dengar sendiri dari diskusi2 mengenai poligami ini di posting2 lainnya. tapi saya pada saat itu yakin yang mana pasti ada diantara wanita2 muslim juga yang lagi membacanya dan merasa ada ketidak adilannya...dan pasti tidak semuanya terima apa yang di lontarkan oleh orang orang yang mengaku saja muslim tapi tidak bisa menunjukkan kebaikan muslimnya.
    padahal setahu saya dan pengalaman saya selama dulu di indonesia yang di besarkan juga oleh orang muslim (yang mengangkat saya sebagai seperti anaknya sendiri) dan di besarkannya juga oleh tradisi muslim indonesia yang penuh dengan respek dan kasih sayang itu...mereka tak pernah ajarin saya bersifat yang arogansi dan pilih bulu...
    sekali lagi salut saya pada anda yang berani membuka kenaiffan ini sehingga dengan demikian yang lainnya banyak juga yang kini turut setuju dengan kesimpulan anda.
    wanita muslim indonesia harus berani juga seperti kartini memperjuangkan emansipasinya dan respeknya.

    salut saya,
    --- j ----

    BalasHapus
  13. Tuh kan apa saya bilang Madame, kita bisa didebat sengit ato malah dimusuhi.
    Makanya saya segan turunkan pendapat di blog. EGP lah he he
    Yg kata EGP ini nanti malah disengiti lagi :P

    BalasHapus
  14. Setuju dengan pendapat ibu Lina.
    Celakanya lagi nih Bu,..banyak sekali yg berpendapat jikalo perempuan belum rela dimadu berarti keimanannya masih dipertanyakan. Halaaah lha wong poligami itu bukan wajib, bukan sunnah kok dijadikan patokan keimanan, gimana sih?
    FYI, ibu Musdah Mulia ( dosen IAIN jkt) pernah nulis buku tentang poligami dgn pendekatan feminis, terbitan solidaritas perempuan jakarta, ujung2nya juga beliau banyak mendapat hujatan sebagai orang yang salah jalan.

    BalasHapus
  15. Mbak Lina, salam kenal. Bagus banget tulisannya. Saya setuju banget. Teringat kata Aa Gym bhw poligami itu ibarat sebuah pintu darurat pesawat terbang, yg hanya boleh digunakan dlm keadaan darurat, saya jadi mikir, keadaan darurat dlm sebuah pesawat sih udah jelas ya, ada standar keadaan yg bisa dianggap darurat, tapi dalam sebuah pernikahan? bukankah darurat itu sangat sangat relatif? darurat buat satu orang belum tentu darurat buat org yg lain, krn keadaan dan kebutuhan masing2 org sangat beragam dan berbeda. Maka ketika Aa Gym memutuskan berpoligami, dengan segala macam alasannya yg bagi saya tak lebih dari sekedar (maaf ya Aa..) justifikasi...tetapi krn saya tidak tahu kondisi n kebutuhan Aa Gym dan keluarga, saya tetep berusaha berbaik sangka aja deh..(dan berdoa, semoga Allah menjaga n melindungi pernikahan saya dari 'keadaan darurat ' tsb)..Pasti setiap kejadian ada hikmahnya. Sebagaimana halnya Rasul yg punya banyak sekali hal lain yg bisa kita teladani selain poligami (dgn garis bawah, poligami a la Rasul!! yg tidak mungkin dilakukan oleh sembarang org dan sembarang situasi!!) saya juga tetep berusaha melihat sisi2 baik Aa Gym (dan pelaku poligami yg lain) yg masih bisa kita teladani. Btw, saya jadi prihatin pd para pedagang di area pesantren DT nih...kabarnya pendapatan mereka turun sampe 80% perharinya, krn DT sekarang sepi banget...Hmm...dulu Aa mikirin resiko yg begini2 ga yah??

    BalasHapus
  16. hidup berumah tangga itu memang nggak mudah. dua hati dan pikiran tidak selalu bersatu padu. Keduanya berjalan ke arah yang tidak diketahui oleh pasangan satunya.

    BalasHapus
  17. Terima kasih Win ....
    Gimana salju di Swiss... Resep meureun, main ski terus.....

    BalasHapus
  18. Terima kasih ...
    Resep nulis...? waduh saya bukan penulis. Mungkin saya harus berterima kasih sama suami. Dia yang selalu "nggojlok" saya, kalo saya ngomentarin tulisan dia ... Katanya..."jangan ngomong doang... nulis dong...". Kalau ditanya, gimana caranya...? TULIS APA ADANYA... tuangkan yang ada di otak, mau bagus, sistematis atau nggak, jangan dipikirin... yang penting nulis dulu. Nanti baru diedit.... Kalo nggak males... Begitu kiatnya .... Yang lainnya... Banyak baca, karena disitu kita mengetahui, bahwa menulis itu nggak perlu muluk2 ... segala macam bisa ditulis. Begitu katanya... Selamat Menulis ya...

    BalasHapus
  19. Menurut saya, karena tafsir bias gender inilah yang menyebabkan orang2 menganggap Poligami sebagai salah satu alasan "menolong perempuan". Padahal, konteks, waktu, budaya dan contoh yang diberikan oleh Rasul itu sangat jauh berbeda dengan saat ini. Tetapi ... para penafsirnya "memaksakan" seolah-olah kesemuanya sama sebangun dengan jaman sekarang.
    Ini tantangan bagi kaum intelektual Islam untuk mendudukkan kembali ajaran agamanya secara benar agar apa yang dikatakan bahwa Islam adalah Rahmatan lil Alamin dan dapat diterima di segala jaman (secara kontekstual) dapat terbukti.
    Wallahu alam

    BalasHapus
  20. Hehe... nggak begitu cara pandangnya ... Berdebat, mengeluarkan pendapat .. asal dengan cara yang baik dan sopan, malah tambah teman lho ...
    Nggak percaya...? COba deh....

    BalasHapus
  21. Itu yang saya sayangkan. Padahal kalo kita baca buku tentang kehidupan Rasul dengan istri-istrinya, ternyata Rasul banyak dipusingkan dengan "persaingan dan intrik2" antara istri. Bahkan suatu saat Rasul sampai meninggalkan Madina selama satu bulan karena "kesal" dengan ulah istri-istrinya.
    Nah sisi negatif dari poligami seperti ini yang jarang dibahas orang. Dan repotnya lagi banyak perempuan yang tidak mau mengkajinya dari segi psikologi perempuan, malah terjebak ke dalam tafsir yang sangat "maskulin itu. Wallahu ' alam.

    BalasHapus
  22. Itu yang saya sayangkan. Padahal kalo kita baca buku tentang kehidupan Rasul dengan istri-istrinya, ternyata Rasul banyak dipusingkan dengan "persaingan dan intrik2" antara istri. Bahkan suatu saat Rasul sampai meninggalkan Madina selama satu bulan karena "kesal" dengan ulah istri-istrinya.
    Nah sisi negatif dari poligami seperti ini yang jarang dibahas orang. Dan repotnya lagi banyak perempuan yang tidak mau mengkajinya dari segi psikologi perempuan, malah terjebak ke dalam tafsir yang sangat "maskulin itu. Wallahu ' alam.

    BalasHapus
  23. waduh ,....dalam sekali yach tulisannya lin,
    baru sempat buka setelah liburan and komputer hank......, overall bisa nambah wawasan atau pertimbangan buat yg mau poligami.

    by the way aku sih gak setuju poligami

    BalasHapus
  24. Bagus tulisannya mbak..Tapi aku gak mau komen apa-apa lagi ya..kan udah kasih komen secara personal waktu itu..:)

    BalasHapus
  25. telaah literatur itu susah banget. mesti tau etimologi. mesti menguasai bahasa2 lisan dan tulisan yg berkaitan dalam pembentukan bahasa arab seperti funisia, aramaic dll. blum ilmu2 lainnya. Tapi juga ada sisi spiritual yg sangat penting dalam Islam. Kalo kita liat kiai2 khos NU yg diyakini seperti wali karena kedekatannya sama Tuhan, umumnya malah low profile dan hidup sederhana. Banyak yg istrinya satu aja. Pastinya juga gak setenar Aa Gym yg selebriti gitu.

    tapi gw pikir garis tangan orang sendiri2. Alam udah diatur sedemikian rupa sama Tuhan. Kenapa merpati itu setia sama pasangannya, nggak kayak ayam yg bebas kiri kanan? Padahal sama2 binatang. Semua sudah ada "ahli"nya. Kita sekeluarga berdoa aja supaya hati kita selalu diberi karunia hikmah dari Gusti Allah.

    BalasHapus
  26. Ya.. orang yang dalam ilmunya cenderung merunduk, karena tahu benar ada dimana posisinya terutama kala berhadapan dengan sang Pencipta.

    BalasHapus
  27. Ini komentar yang paling panjang yang pernah ada. Sayang bukan ditulis langsung oleh yang mereply tulisan saya, yaitu sdr KUPRETIST.

    Saya tidak menentang Poligami bila dilaksanakan sesuai dengan contoh yang ditunjukkan oleh Rasul. Saya hanya mempertanyakan saja, 1) kenapa POLIGAMI (sebagai contoh perilaku Rasulallah) dianggap penting dan menjadi hak lelaki, sementara perilaku Rasul lainnya yang dijalani selama beliau berumahtangga dengan Khadijah tidak dianggap penting untuk dilaksanakan terlebih dahulu. 2) Kalau lelaki berpoligami, kenapa tidak poligami ala Rasul yang dicontoh, yaitu... menikahi perempuan "lemah-tua", banyak anak dst, tatapi malah perempuan yang lebih muda, cantik dll?

    BalasHapus
  28. Bu Lina
    Penyampaian isu poligami dalam tulisan Bu Lina ini sangat bagus dan menarik, berusaha untuk tidak menyerang sana, membela sini. Tetapi keberpihakannya sih terasa, terutama bila dikaitkan dengan feminisme. Bagaimana pun saya harus tetap menghargai sikap yang diambil semua orang, asalkan tidak secara langsung menyakiti orang lain. (Kalau secara tidak langsung sih salahnya sendiri). Dan setiap orang yang mengambil sikap ia akan menanggung konsekuensinya sendiri. Begitu juga dengan AA Gym. Tetapi sekali langkah telah dijalani ia harus angkat dada untuk tetap konsisten padanya.

    BalasHapus
  29. Aduh mbak, tulisane unyu, back-ground-ne kembang2....cuantik seee, tapi mataku pedezzz mbacanya, padahal tulisane oke-oke...

    BalasHapus

BUKAN KARANGAN BUNGA🌺🌺

 Dapat kiriman tulisan yang bagus, untuk refleksi diri DICARI Teman yg bisa  Mensholatkan kita...   Ketika KITA WAFAT... BUKAN KARANGAN BUNG...