Sekitar 10 atau 12 tahun yang lalu, saya membaca di salah satu mailing list, ulasan tentang buku CONFESSION OF AN ECONOMIC HIT MAN yang ditulis oleh John Perkins. Ulasan menarik tentang bagaimana kiprah para bandit ekonomi dalam menciptakan penjajahan modern di negara-negara berkembang yang kaya dengan sumber daya alam. Buku tersebut menjadi lebih menarik, karena menceritakan juga tentang kiprah penulisnya dalam upaya menguasai dan mempengaruhi kebijakan pemerintah Indonesia agar tanpa disadari, Indonesia masuk ke dalam jerat korporatokrasi Amerika Serikat.
12 tahun sudah berlalu, jejak pekerjaan para bandit ekonomi masih sangat terasa ketika kita memperhatikan gejolak roda perekonomian negara tercinta ini. Makin jelas terasa pada masa pemerintahan kabinet kerja saat ini. Tanpa bermaksud untuk mencari kambing hitam atas berbagai masalah, terutama yang berkaitan dengan perekonomian domestik yang terjadi saat ini, rasanya, isi dan pembahasan dalam buku tersebut masih sangat relevan dengan kondisi Indonesia.
12 tahun sudah berlalu, jejak pekerjaan para bandit ekonomi masih sangat terasa ketika kita memperhatikan gejolak roda perekonomian negara tercinta ini. Makin jelas terasa pada masa pemerintahan kabinet kerja saat ini. Tanpa bermaksud untuk mencari kambing hitam atas berbagai masalah, terutama yang berkaitan dengan perekonomian domestik yang terjadi saat ini, rasanya, isi dan pembahasan dalam buku tersebut masih sangat relevan dengan kondisi Indonesia.
Baca lah .......
IQRA ......
Seperti juga ayat pertama yang diturunkan kepada Rasulullah Salallahu Allaihi wasSalam, bacalah .... agar kita mengerti dan berpikir. Agar kita mampu secara bersama-sama membangun bangsa dan negara ini sesuai dengan cita-cita para pejuang kemerdekaan.
***
Andaikata saja, kita mau berpikir terbuka dan kritis, maka buku Confession of an Economic Hit Man akan membawa dan membuat pembacanya mengerti bahwa korupsi-kolusi dan nepotisme yang biasa disingkat menjadi KKN yang terjadi dan dialami di negara-negara berkembang di kawasan Amerika Latin dan di Asia, termasuk Indonesia, sesungguhnya adalah strategi korporatokrasi (koalisi pemerintah, bank dan korporasi) USA. Data statistik yang sampai sekarang masih dipakai di Indonesia dan mungkin juga di seluruh dunia guna menggambarkan pertumbuhan ekonomi negara seperti produk domestik bruto, pendapatan per kapita, tingkat pertumbuhan dan lain lain adalah akal-akalan USA agar pemerintahan yang sudah dikuasainya terlena. Agar pemerintah negara tersebut berpikir dan berpendapat seolah negaranya bertumbuh kembang dengan baik, padahal sebetulnya pondasi ekonominya semakin hancur. Negara memang terlihat maju, pendapatan seolah meningkat pesat, tapi tingkat pertumbuhan dan perkembangan ekonomi tersebut tidak merata. Hanya segelintir masyarakat yang menikmatinya, terutama golongan yang dikategorikan elite negeri dan kroninya.
John Perkins, mengakui pengalamannya dalam bekerja sebagai seorang pelayan kepentingan korporatokrasi Amerika Serikat, memberikan andil yang cukup besar sebagai penyebab terjadinya beberapa peristiwa dramatis dalam sejarah, seperti kejatuhan Shah Iran, kematian presiden Panama Omar Torrijos dan invasi Amerika ke Panama & Irak atas dasar keinginan Amerika Serikat memonopoli ekonomi-politik global.
John Perkins sendiri adalah seorang pria keturunan Inggris yang berpaham calvinis dan sudah mulai direkrut sebagai seorang Economic Hit Man-EHM oleh Badan Keamanan Nasional (National Security Agency, NSA), institusi terbesar Amerika Serikat, sejak dia masih kuliah di jurusan ekonomi bisnis sekitar akhir tahun 1960-an. Pada dasarnya, hanya orang-orang terbaik dan dipilih secara acak yang direkrut sebagai anggota EHM.
Pada dasarnya apa yang dilatih dan EHM kerjakan adalah untuk membangun imperium Amerika Serikat di berbagai belahan dunia terutama di negara-negara berkembang yang kaya dengan sumber daya alam. Membawa, merekayasa situasi dimana berbagai sumberdaya (dunia) sebisa mungkin keluar dan mengalir deras menuju negara Amerika Serikat melalui manipulasi ekonomi, kecurangan, penipuan, bujukan agar Negara yang dibidik bersedia mengambil hutang raksasa yang ditawarkan sehingga hal tersebut di kemudian hari menjadi instrument politis untuk mengintervensi dan mengintimidasi Negara tersebut.
Atas penugasan dari MAIN, sebuah konsultan independen usa, sebagai kamuflase bahwa sebetulnya penulis adalah orang yang ditunjuk oleh national security agency-nsa untuk membentuk korporatokrasi Amerika di negara-negara berkembang. Tugas pertama John Perkins adalah menghitung proyeksi ekonomi investasi sebuah negara berkembang, misalnya Indonesia yang kaya minyak dan pada waktu itu negara tersebut perlu diselamatkan dari paham komunisme.
Setiap kesempatan akan dipergunakan untuk menyakinkan suatu bangsa bahwa membeli berbagai barang adalah salah satu kewajiban sebagai warga negara dan menjarah bumi atau dalam bahasa halusnya mendayagunakan sumber daya alam adalah tindakan yang baik dilakukan atas nama laju ekonomi global dan hal itu akan memenuhi kepentingan yang lebih tinggi. Di Indonesia, dengan lihainya John Perkins bisa masuk ke jantung perencanaan pembangunan negara, sebagai anggota dari konsultan yang ditunjuk oleh Bappenas dan karenanya tentu akan mampu mempengaruhi berbagai kebijakan ekonomi Indonesia. Dalam buku itu juga disebutkan oleh John Perkins bahwa statistika ekonomi yang diajarkan di usa memang merupakan bagian dari strategi nsa untuk menguasai ekonomi dunia.
Pintu Masuk Neo-Kolonialisme Korporatokrasi bukanlah sebuah konspirasi, tetapi anggota-anggotanya mendukung nilai dan sasaran bersama. Salah satu fungsi korporatokrasi yang terpenting adalah mengabadikan dan secara terus menerus memperluas dan memperkuat sistem ketergantungan sebuah negara dengan menyajikan model ekonomi untuk meningkatkan konsumsi, konsumsi, konsumsi terutama barang impor negara maju dan melupakan kultur produktif. Kondisi tersebut diskenariokan dalam bentuk pinjaman untuk mengembangkan infrastruktur seperti: pembangkit tenaga listrik, jalan raya, pelabuhan, bandar udara atau kawasan industri. Salah satu syarat pinjaman adalah: perusahaan kontraktor dari negara Amerika Serikat-lah yang mesti membangun semua proyek itu.
Cara melakukan ketergantungan negara kepada Amerika adalah dengan mendekati para pengambil kebijakan publik dan membuat kesepakatan-kesepakatan tertentu untuk mengikat para pengambil kebijakan publik agar berpihak kepada mereka, yaitu perusahaan multinasional asal Amerika Serikat. Itu sebabnya puluhan tahun yang lalu, kita sering mendengar rumor tentang Mrs Ten Percent atas penguasaan saham-saham perusahaan multinasional yang memang sangat sukar dibuktikan. Begitu pula dengan saham-saham kosong (tanpa setoran alias saham pemberian) yang diberikan kepada keluarga pejabat di berbagai proyek pemerintah di berbagai sektor perekonomian Indonesia.
Hingga kini, jejak korporatokrasi masih berbekas jelas dan sangat mungkin semakin berkembang dan merata. Bila pada era orde baru, KKN hanya dilakukan oleh pejabat pembuat kebijakan publik dari golongan eksekutif, maka pada era reformasi kkn dilakukan baik oleh kalangan eksekutif, judikatif maupun legislatif di hampir seluruh sektor ekonomi dan jenjang sosial masyarakat.
Pada level masyarakat awam, penjajahan ekonomi dilakukan melalui budaya pop dan gaya hidup konsumtif yang diperkenalkan dengan masuknya label-label dagang kelas dunia melalui sistem waralaba di berbagai bidang, mulai dari makanan, jasa, jaringan retail, barang-barang kebutuhan sehari-hari sampai dengan barang-barang sandang bermerek dunia. Tidak heran, bila berbagai merek dagang terkenal di dunia selalu memperhitungkan Indonesia khususnya Jakarta pada saat akan memperkenalkan produk barunya dan kita juga akan melihat betapa masyarakat kelas atas Indonesia sudah sedemikian familiarnya dengan beragam merek dagang kelas dunia yang harganya bisa membuat mata melotot.
IQRA ......
Seperti juga ayat pertama yang diturunkan kepada Rasulullah Salallahu Allaihi wasSalam, bacalah .... agar kita mengerti dan berpikir. Agar kita mampu secara bersama-sama membangun bangsa dan negara ini sesuai dengan cita-cita para pejuang kemerdekaan.
***
Andaikata saja, kita mau berpikir terbuka dan kritis, maka buku Confession of an Economic Hit Man akan membawa dan membuat pembacanya mengerti bahwa korupsi-kolusi dan nepotisme yang biasa disingkat menjadi KKN yang terjadi dan dialami di negara-negara berkembang di kawasan Amerika Latin dan di Asia, termasuk Indonesia, sesungguhnya adalah strategi korporatokrasi (koalisi pemerintah, bank dan korporasi) USA. Data statistik yang sampai sekarang masih dipakai di Indonesia dan mungkin juga di seluruh dunia guna menggambarkan pertumbuhan ekonomi negara seperti produk domestik bruto, pendapatan per kapita, tingkat pertumbuhan dan lain lain adalah akal-akalan USA agar pemerintahan yang sudah dikuasainya terlena. Agar pemerintah negara tersebut berpikir dan berpendapat seolah negaranya bertumbuh kembang dengan baik, padahal sebetulnya pondasi ekonominya semakin hancur. Negara memang terlihat maju, pendapatan seolah meningkat pesat, tapi tingkat pertumbuhan dan perkembangan ekonomi tersebut tidak merata. Hanya segelintir masyarakat yang menikmatinya, terutama golongan yang dikategorikan elite negeri dan kroninya.
John Perkins, mengakui pengalamannya dalam bekerja sebagai seorang pelayan kepentingan korporatokrasi Amerika Serikat, memberikan andil yang cukup besar sebagai penyebab terjadinya beberapa peristiwa dramatis dalam sejarah, seperti kejatuhan Shah Iran, kematian presiden Panama Omar Torrijos dan invasi Amerika ke Panama & Irak atas dasar keinginan Amerika Serikat memonopoli ekonomi-politik global.
John Perkins sendiri adalah seorang pria keturunan Inggris yang berpaham calvinis dan sudah mulai direkrut sebagai seorang Economic Hit Man-EHM oleh Badan Keamanan Nasional (National Security Agency, NSA), institusi terbesar Amerika Serikat, sejak dia masih kuliah di jurusan ekonomi bisnis sekitar akhir tahun 1960-an. Pada dasarnya, hanya orang-orang terbaik dan dipilih secara acak yang direkrut sebagai anggota EHM.
Pada dasarnya apa yang dilatih dan EHM kerjakan adalah untuk membangun imperium Amerika Serikat di berbagai belahan dunia terutama di negara-negara berkembang yang kaya dengan sumber daya alam. Membawa, merekayasa situasi dimana berbagai sumberdaya (dunia) sebisa mungkin keluar dan mengalir deras menuju negara Amerika Serikat melalui manipulasi ekonomi, kecurangan, penipuan, bujukan agar Negara yang dibidik bersedia mengambil hutang raksasa yang ditawarkan sehingga hal tersebut di kemudian hari menjadi instrument politis untuk mengintervensi dan mengintimidasi Negara tersebut.
Atas penugasan dari MAIN, sebuah konsultan independen usa, sebagai kamuflase bahwa sebetulnya penulis adalah orang yang ditunjuk oleh national security agency-nsa untuk membentuk korporatokrasi Amerika di negara-negara berkembang. Tugas pertama John Perkins adalah menghitung proyeksi ekonomi investasi sebuah negara berkembang, misalnya Indonesia yang kaya minyak dan pada waktu itu negara tersebut perlu diselamatkan dari paham komunisme.
Setiap kesempatan akan dipergunakan untuk menyakinkan suatu bangsa bahwa membeli berbagai barang adalah salah satu kewajiban sebagai warga negara dan menjarah bumi atau dalam bahasa halusnya mendayagunakan sumber daya alam adalah tindakan yang baik dilakukan atas nama laju ekonomi global dan hal itu akan memenuhi kepentingan yang lebih tinggi. Di Indonesia, dengan lihainya John Perkins bisa masuk ke jantung perencanaan pembangunan negara, sebagai anggota dari konsultan yang ditunjuk oleh Bappenas dan karenanya tentu akan mampu mempengaruhi berbagai kebijakan ekonomi Indonesia. Dalam buku itu juga disebutkan oleh John Perkins bahwa statistika ekonomi yang diajarkan di usa memang merupakan bagian dari strategi nsa untuk menguasai ekonomi dunia.
Pintu Masuk Neo-Kolonialisme Korporatokrasi bukanlah sebuah konspirasi, tetapi anggota-anggotanya mendukung nilai dan sasaran bersama. Salah satu fungsi korporatokrasi yang terpenting adalah mengabadikan dan secara terus menerus memperluas dan memperkuat sistem ketergantungan sebuah negara dengan menyajikan model ekonomi untuk meningkatkan konsumsi, konsumsi, konsumsi terutama barang impor negara maju dan melupakan kultur produktif. Kondisi tersebut diskenariokan dalam bentuk pinjaman untuk mengembangkan infrastruktur seperti: pembangkit tenaga listrik, jalan raya, pelabuhan, bandar udara atau kawasan industri. Salah satu syarat pinjaman adalah: perusahaan kontraktor dari negara Amerika Serikat-lah yang mesti membangun semua proyek itu.
Cara melakukan ketergantungan negara kepada Amerika adalah dengan mendekati para pengambil kebijakan publik dan membuat kesepakatan-kesepakatan tertentu untuk mengikat para pengambil kebijakan publik agar berpihak kepada mereka, yaitu perusahaan multinasional asal Amerika Serikat. Itu sebabnya puluhan tahun yang lalu, kita sering mendengar rumor tentang Mrs Ten Percent atas penguasaan saham-saham perusahaan multinasional yang memang sangat sukar dibuktikan. Begitu pula dengan saham-saham kosong (tanpa setoran alias saham pemberian) yang diberikan kepada keluarga pejabat di berbagai proyek pemerintah di berbagai sektor perekonomian Indonesia.
Hingga kini, jejak korporatokrasi masih berbekas jelas dan sangat mungkin semakin berkembang dan merata. Bila pada era orde baru, KKN hanya dilakukan oleh pejabat pembuat kebijakan publik dari golongan eksekutif, maka pada era reformasi kkn dilakukan baik oleh kalangan eksekutif, judikatif maupun legislatif di hampir seluruh sektor ekonomi dan jenjang sosial masyarakat.
Pada level masyarakat awam, penjajahan ekonomi dilakukan melalui budaya pop dan gaya hidup konsumtif yang diperkenalkan dengan masuknya label-label dagang kelas dunia melalui sistem waralaba di berbagai bidang, mulai dari makanan, jasa, jaringan retail, barang-barang kebutuhan sehari-hari sampai dengan barang-barang sandang bermerek dunia. Tidak heran, bila berbagai merek dagang terkenal di dunia selalu memperhitungkan Indonesia khususnya Jakarta pada saat akan memperkenalkan produk barunya dan kita juga akan melihat betapa masyarakat kelas atas Indonesia sudah sedemikian familiarnya dengan beragam merek dagang kelas dunia yang harganya bisa membuat mata melotot.
Mungkin ada baiknya kalau kita sedikit kritis, dan bertanya-tanya mengapa bea siswa G to G lebih diutamakan untuk pegawai negeri sipil alias pns dan dosen dan belakangan ini bisa diperoleh siapapun dengan syarat "memiliki kontribusi tinggi dalam kehidupan masyarakat"?Hal ini tentu bukan tanpa maksud strategis. Pemberian bea siswa jenis tersebut, sejatinya merupakan salah satu upaya negara maju untuk mem brainwash kaum intelektual negara berkembang agar mindset mereka dalam menjalankan tugas dan aktifitasnya, memiliki tujuan akhir pekerjaan yang bukan lagi untuk kepentingan rakyat di negaranya, tapi diarahkan supaya setiap kebijakan publik yang diambilnya adalah untuk memuluskan korporatokrasi Amerika Serikat atau negara maju (pemberi bea siswa) lainnya di seluruh dunia.
Apa yang dilakukan oleh pemerintah saat ini, sejatinya adalah untuk melepaskan Indonesia dari belenggu korporatokrasi tersebut, tapi korporatokrasi sudah sedemikian erat mencengkeram benak orang Indonesia. Sudah 46 tahun (kalau dianggap mulai masuk tahun 1970) dan tentu ada terlalu banyak elite dan kroni yang terganggu kenyamanannya bila Indonesia lepas dari korporatokrasi tersebut. Ditambah lagi, sebagian masyarakat yang masih memiliki idealisme tinggi memang enggan berdebat/bersikap kritis secara terbuka.... Apalagi, sebagian masyarakatpun kini terbelenggu tiran baru berlabel keagamaan....
Apa yang dilakukan oleh pemerintah saat ini, sejatinya adalah untuk melepaskan Indonesia dari belenggu korporatokrasi tersebut, tapi korporatokrasi sudah sedemikian erat mencengkeram benak orang Indonesia. Sudah 46 tahun (kalau dianggap mulai masuk tahun 1970) dan tentu ada terlalu banyak elite dan kroni yang terganggu kenyamanannya bila Indonesia lepas dari korporatokrasi tersebut. Ditambah lagi, sebagian masyarakat yang masih memiliki idealisme tinggi memang enggan berdebat/bersikap kritis secara terbuka.... Apalagi, sebagian masyarakatpun kini terbelenggu tiran baru berlabel keagamaan....
Maka.... akan dibawa kemana arah perkembangan NKRI ini?