Beberapa bulan yang lalu, jagat maya diramaikan dengan tulisan-tulisan baik bernada positif maupun negatif mengenai penanda-tanganan Head of Agreement antara pemerintah dengan Freeport berkenaan dengan divestasi 51% saham Freeport. Tanpa mengerti dan mengetahui dengan jelas isi HoA maupun Kontrak Karya yang diberikan oleh pemerintah RI sejak awal hingga perubahan terakhir, kepada Freeport yang tentunya melatar belakangi HoA. Panjangnya waktu perundingan yang dilakukan oleh pemerintah sampai dengan ditandatangani HoA tersebut menyiratkan bahwa tidak mudah "meyakinkan" FI untuk melepaskan sebagian (hasil) hak pengelolaan pegunungan Grassberg ke tangan pemerintah Indonesia.
Sebagian masyarakat menyatakan dan bahkan menganggap pemerintah "bego" dan mempertanyakan mengapa tidak menunggu hingga tahun 2021 saat KK pengelolaan tersebut berakhir. Pemerintah tentulah yang paling tahu bagaimana kondisi KK beserta turunannya dan berbagai konsekuensi hukum, teknis, ekonomi dan lainnya, sehingga jalan itu (penandatangan HoA) lah yang paling mungkin diambil. HoA sebagaimana namanya hanya merupakan payung hukum untuk berbagai perjanjian turunan yang harus segera diproses dan ditindaklanjuti dengan sangat hati-hati. Para petinggi negara dan PT. Inalum yang dikomandani oleh Budi G Sadikin dan mantan bankir, yang dipercaya serta ditugasi pemerintah untuk mengambil alih porsi saham tersebut tentu paham betul apa yang harus dilaksanakan.
Masyarakat Indonesia memang aneh bin ajaib... Saat pemerintah menandatangani HoA untuk pengambil-alihan Freeport, jagat maya heboh dan menganggap pemerintah bego karena membeli "harta" yang seharusnya bisa kembali "secara gratis, katanya" saat KK berakhir tahun 2021. Padahal mereka sama sekali tidak tahu secara mendalam isi KK maupun HoA. Yang penting ..... jadi oposan dengan dalih mengkritisi kebijakan pemerintah. Benar atau ngawur pendapatnya, itu soal belakangan.
Kini ..., jagat maya, layar kaca dan media cetak kembali memberitakan bahwa pemerintah menyerahkan 100% pengelolaan Blok Rokan - Sumatera kepada Pertamina mulai tahun 2021 atas dasar proposal yang diajukannya, "mengalahkan" proposal yang diajukan oleh Chevron. Blok Rokan yang awal mulanya dulu dikuasai oleh Stanvac, lalu berpindah tangan kepada CPI alias Caltex Pacific Indonesia lalu terakhir berganti baju menjadi Chevron memang sangat eksotis. Dengan 2 lapangan yang sangat terkenal yaitu Minas dan Duri, hasilnya memang minyak mentah berkualitas tinggi dan "melimpah ruah".
Ah .... jadi ingat bahwa almarhum kakek dan salah satu oomku dulu bekerja di sana. Kakekku bekerja sejak blok Rokan masih dikuasai oleh Stanvac hingga berubah menjadi Caltex. Sementara oomku bekerja sebagai radio operator di Caltex. Jadi sesungguhnya nama kota Minas, Duri dan Rumbai, kesemuanya di Riau, dulu dikenal dengan sebutan Ridar alias Riau Daratan, sangat tidak asing ditelingaku. Hanya saja ..... belakangan ini, baru tahu bahwa lokasi penambangan minyak bumi itu bernama Blok Rokan.
Pemerintah Indonesia memang banyak mendapat tantangan untuk mengambil-alih Blok Rokan tersebut dari tangan Chevron agar setelah habis masa kontrak Blok Rokan tersebut dapat dikelola secara penuh oleh BUMN alias Pertamina. Dan .... itu dibuktikan saat pada tanggal 31 Juli 2018, pemerintah secara resmi mengumumkan bahwa terhitung tahun 2021 nanti, Pertamina secara penuh akan mengelola Blok Rokan.
Kini setelah pemerintah telah berhasil membuktikannya, senangkah masyarakat Indonesia?Entahlah .... Kelihatannya masyarakat adem-adem saja... Mereka yang sebelumnya nyinyir mengomentari divestasi Freeport, diam seribu basa. Keberanian pemerintahan Jokowi dan jajarannya memutuskan Pertamina sebagai pemenang KK Blok Rokan sepertinya dianggap tidak patut diberikan apresiasi. Dan segelintir rakyat Indonesia yang selama ini mengenyam kenyamanan berlindung di bawah ketiak asing, yaitu mereka yang selama ini bekerja di perusahaan milik swasta Amerika itu, konon mulai dilanda keresahan .... Kabarnya mereka meragukan kemampuan Pertamina, perusahaan milik bangsa sendiri dalam mengelola blok Rokan.
Kalian mungkin lupa atau Karang memperhatikan, bahwa selama ini mayoritas pekerja di blok Rokan adalah bangsa Indonesia sendiri... Tidak sepenuhnya dikuasai oleh asing berkulit putih ataupun si aseng bermata sipit. Kalaupun ada orang berkulit putih, mungkin jumlahnya hanya segelintir saja.
Kalian juga mungkin lupa bahwa sejak puluhan tahun lalu, pucuk pimpinan blok Rokan selalu alias pimpinan Caltex sudah dipegang oleh putra Indonesia. Sebut saja, ini hanya yang saya ingat saja, adalah bapak Julius Tahiya dan bapak Harun al Rasyid yang suami Ibu Astari Rasyid, duta besar RI di Bulgaria. Bukankah ini membuktikan bahwa kita, bangsa Indonesia, sejak lama sudah membuktikan kemampuannya mengelola blok pertambangan minyak yang terbesar di Indonesia?
Memang, dalam setiap peristiwa pengalihan pengelolaan sebuah unit usaha, akan selalu terjadi perubahan. Perubahan jajaran management ... Ingat lho ... hanya jajaran management khususnya pada posisi kunci. Hal ini memang perlu dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya "kecurangan" dan mengamankan posisi dan kepentingan pemilik baru. Selebihnya, pada jajaran pelangana, akan tetap dies oleh pekerja yang ada. Pertamina tidak mungkin mengganti seluruh pekerja yang selama ini berstatus karyawan Chevron.
Bahwa kemudian ada perubahan "budaya" kerja atau mungkin akan ada penyesuaian salary, fringe and benefit dan ini suatu hal yang sangat wajar .... Memang hal ini pasti sangat tidak dikehendaki oleh mereka yang selama ini sangat termanjakan oleh fasilitas "mewah" sebagai karyawan minyak "asing". Maklum ... sudah jadi rahasia umum bahwa gaji pekerja di multi national company jauh lebih besar dibandingkan dengan BUMN sekelas Pertamina sekalipun. Yah ..... kalau sudah begini .... apa boleh buat. Kita memang sangat membutuhkan uang, walau ada sebagian yang lain menyatakan bahwa uang bukanlah segalanya yang menjadi tujuan hidup. Untuk yang memiliki pandandan terakhir inilah, mungkin bisa tersentuh dengan rasa patriotisme .... Bahwa akhirnya .... Blok Rokan kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi setelah (2021) genap 50 tahun dikuasai asing.
Masih dalam rangka pengalihan pengelolaan suatu perusahaan, bagi mereka yang pada akhirnya terpaksa atau "dipaksa" mengundurkan diri, ataupun karena hampir masuk usia pensiun pasti dan sudah seharusnya akan mendapat hak-haknya. Umumnya apa yang disebut golden shake hand atau minimal sesuai peraturan UU Ketenagakerjaan. Ini pasti sudar diperhitungkan oleh Pertamina.
Memang .... akan selalu ada keresahan, karena belum kenal dengan pemilik baru dan seperti biasanya tidak mudah menerima orang baru dan perubahan. Tidak rela meninggalkan zona nyaman. Tapi ..... pemilik baru Blok Rokan adalah bangsa Indonesia dan kelak .... rakyat Indonesia sendiri yang akan menikmati hasil minyak bumi dari Blok Rokan setelah sekian pulun tahun memperkaya asing.
Ayo .... bangkitkan nasionalisme dan patriotisme ... Kita kawal masuknya Pertamina menjadi pengelola Blok Rokan .... Kita jaga agar hasil yang diperoleh Pertamina dari Blok Rokan tidak dijadikan sapı perah golongan/kelompok elite, tapi semata-mata digunakan untuk kesejahteraan bangsa dan negara Indonesia .... Kita kawal juga agar kelak Pertamina menjadi "pemain" minyak kelas dunia ...
Ayo .... bangkitkan nasionalisme dan patriotisme ... Kita kawal masuknya Pertamina menjadi pengelola Blok Rokan .... Kita jaga agar hasil yang diperoleh Pertamina dari Blok Rokan tidak dijadikan sapı perah golongan/kelompok elite, tapi semata-mata digunakan untuk kesejahteraan bangsa dan negara Indonesia .... Kita kawal juga agar kelak Pertamina menjadi "pemain" minyak kelas dunia ...
Ngomong-ngomong ..... berapa besar lagi cadangan minyak bumi di Indonesia ya...? Beberapa tahun yang lalu, saat akut workshop perminyakan, diperoleh info bahwa masih ada 22 basins yang belum di explore........