Hari-hari terakhir ini, masyarakat dibuat menjadi sangat tidak nyaman. Berita melonjaknya jumlah orang yang terpapar Covid19 melonjak tajam. Walau sudah diprediksi, akan terjadi lonjakan setelah Idul Fitri di bulan Mei yang lalu, tetap saja kondisi ini membuat semua orang terperangah, saling menyalahkan dan bahkan ada juga yang memanfaatkannya untuk mendeskreditkan pemerintah dan satgas Covid19. Alih² membantu pemerintah dalam menanggulangi berbagai masalah dalam negeri terkait dengan pandemi covid19, demi kesatuan bangsa dan negara, mereka malah memanfaatkan demi memuaskan nafsu keserakahan dan ambisi kekuasaan.
Oposisi, para pemuka agama (oknum MUI-pendakwah-DKM), melalui posting provokatif di berbagai media sosial. Begitu juga dengan sebagian pengusaha dan sebagian ASN yang memanfaatkan pandemi demi keuntungan pribadi/kelompok/golongan. Semua karena keserakahan akan harta dan tahta.
Yang membuat covid19 jadi sangat mengerikan adalah karena massivenya pemberitaan di seluruh media, baik media sosial, cetak maupun tv ditambah lagi dengan raungan sirine yang tidak kenal waktu.
Virus sars-cov2 memang jenis virus varian baru yang secara massive menyebar ke seluruh dunia. Belum diketahui dengan pasti sumbernya dan bagaimana cara mengatasinya termasuk juga di negara² maju. Vaksin juga mungkin dibuat dengan metode try & error karena kebutuhan yang mendesak untuk membangkitkan imunitas masyarakat. Effektifkah....? Bisa ya, bisa juga tidak... Namanya juga usaha. Tapi, satu hal yang pasti .... Covid19 telah memberikan keuntungan yang sangat besar bagi industri farmasi dan turunannya. Lihat saja betapa tempat² test covid19 tumbuh seperti jamur. Obat²an dan vitamin yang dipercaya bisa menambah vitalitas dan imunitas laris manis dan menjadi rebutan sehingga langka di pasaran. Kalaupun ada, harga jualnya menjadi luar biasa mahalnya. Dalam kondisi panic buying seperti ini, masih ada manusia tanpa hati nurani yang menimbun untuk menjualnya kembali dengan harga mahal.
Mungkin kehebohan serangan covid19 sama hebohnya dengan saat pertama virus flu melanda dunia dulu. Bedanya, dulu belum ada tv/internet/medsos sehingga berita kehebohan akan muncuknya virus tersebut terlokalisir. Tidak membuat heboh seluruh dunia. Sekarang semua orang dengan cepat meerima hiruk pikuk berita tentang covid19. Banyak juga yang tiba² menjadi keminter menganalisa, mengkritik tanpa jalan keluar, ditambah lagi dengan hoax, provokasi dll. Padahal mungkin % kematian penderita flu dulu dan kematian akibat covid19 saat ini, juga relatif sama.
Saya pernah baca suatu artikel, bahwa pada umumnya virus tidak àda obatnya. Tidak juga dengan antibiotik. Namun manakala kita terpapar virus, kita akan bisa sembuh manakala memiliki imunitas tinggi. Sama seperti flu, mungkin serangan covid19 bisa diatasi dengan istirahat yang baik, konsumsi vitamin dan makanan sehat. Hanya komorbid saja yang perlu ber hati² karena kondisi kesehatan yg menurun karena covid19. Jangan stress, karena stress bisa mengacaukan keseimbangan hormon. Nah ketidak-seimbangan hormonal akibat stress ini bisa menyebabkan kondisi tubuh dan imunitas menurun. Bisa memicu dan memacu penyakit yang ada di tubuhnya bereaksi negatif.
Sayangnya... justru stress ini yang banyak mempengaruhi penderita covid19, karena gempuran berita buruk yg tidak habis²nya disertai raungan sirine ambulans yang tidak kenal waktu. Raungan sirine ambulans tanpa henti siang malam di masa pandemi ini menambah kesan dan suasana seram serta mengerikan. Membuat kita bertambah stress karenanya. Jadi sangat bisa dimengerti kalau ada ambulans yang dihadang warga yang sebal dan stress.
Apakah suara sirine bisa digantikan dengan lampu strobo saja dan supirnya diberi pengertian untuk membunyikan sirine sesekali saja, untuk minta jalan saat kondisi macet atau laju kendaraannya terhalang. Tidak perlu membunyikan sirine sepanjang perjalanan. Kita memang wajib waspada dan menjaga diri dari serangan covid19, tapi jangan paranoid agar tidak stress. Tetap taati protokol kesehatan semaksimal mungkin.