Selasa, 21 November 2006

Alhamdulillah … hujan sudah mulai turun …!

Pagi hari, Senin 30 Oktober 2006, gerimis kecil sudah mulai turun di wilayah paling selatan Jakarta. Memang, gerimis masih belum sanggup membasahi tanah yang merekah kekeringan, tapi lumayan menyegarkan udara yang biasanya panas menyengat.

Sejak masuk bulan syawal, sudah dua kali hujan turun di kawasan Lebak bulus. Hanya gerimis dengan durasi tidak lebih dari sepuluh menit saja. Tentu tidak akan mampu untuk memberi kelembaban pada tanah yang sudah retak kering kerontang. Tetapi paling tidak .. ada harapan yang mulai bersemi akan berakhirnya panas terik yang menghunjam bumi pada akhir bulan Oktober ini.

Selama libur lebaran ini, dua kali saya menyiram tanaman di halaman rumah. Dedaunan yang biasanya hijau segar terlihat hijau layu dan cenderung meranggas. Beberapa pohon yang ditanam di dalam pot malah sudah mengering. Panas terik membuat tanah dalam pot yang jumlahnya terbatas itu menjadi panas dan membakar akar tanaman.. Bahkan sebatang pohon rambutan yang sarat buah di tanah kosong sebelah rumah sudah kering kerontang. Mati sebelum sempat dinikmati manis buahnya.

Dua batang pohon rambutan di halaman depan, memang tampak penuh dengan buah. Tetapi ... buah yang biasanya merah segar terlihat layu dan mengecil. Tidak dapat berkembang sempurna. Sebagian malah menguning dan gugur. Pohon petaipun sama menderita. Bunganya berguguran. Beberapa papan buah petai terlihat kosong tak bermata. Tak ada bulir petai yang biasanya padat membulat. Petai di rumah kami sangat istimewa. Manis, bulat padat berisi dan sama sekali tak berulat. Itu sebabnya, setiap menjelang puasa, ramai kenalan memesan agar disisihkan petai untuk digunakan sebagai tambahan gulai sayur teman ketupat lebaran. Sayang, lebaran kali ini tak banyak hasil petai dari halaman.. Namun berkah lain yang terjadi, tampak bulir bunga petai yang baru bersemi. Semoga tidak berguguran seperti sebelumnya agar terpuaskan mereka yang sudah memesannya.

Musim kemarau tahun ini memang luar biasa. Asap memang tidak melanda Jakarta. Tetapi panas terik di bulan Ramadhan terasa begitu kering. Minggu sore, saya menghabiskan lebih dari dua jam untuk menyiram tanaman. Bukan karena halamannya yang terlalu luas, tetapi karena begitu keringnya tanah dan pepohonan sehingga memakan waktu yang cukup lama untuk memastikan bahwa semuanya memperoleh air yang cukup banyak.

Bau tanah kering yang terkena air begitu menyengat penciuman. Biasanya saya sangat menikmati harum tanah yang terkena tetesan air hujan. Tetapi kali ini, kenikmatan menghirup bau tanah sedikit terganggu. Takut bahwa kekeringan akan terus berlanjut. Apalagi ramalan cuaca memang mengindikasikan hal tersebut. Musim penghujan, konon akan mundur sekitar 1 bulan lagi. Entah apa jadinya bila hal tersebut betul-betul terjadi.

Tante yang tinggal di daerah Cibubur menceritakan bahwa dia terpaksa meminta air dari tetangga karena sumur pompanya sudah tidak lagi meneteskan air.

Ternyata tetes-tetes air yang yang turun pada akhir bulan Oktober, belum menjadi pertanda baik akan datangnya awal musim penghujan. Mungkin hujan masih berkompromi dengan para petinggi daerah yang belum bersiap-siap mengantisipasi datangnya musim penghujan. Beberapa proyek yang diharapkan dapat mengurangi banjir belum lagi selesai dikerjakan. Tapi ... itu cara kerja yang amat sangat biasa bagi birokrat.

Semoga saja dengan mundurnya musim penghujan, Jakarta menjadi lebih siap menghadapi tamu rutin di musim penghujan. Walaupun itu berarti penderitaan kita karena kekeringan belum akan berakhir. Namun .... percaya deh .... selama apapun musim penghujan tertunda, problematika banjir di Jakarta tidak akan pernah terselesaikan dengan tuntas. Yang pasti penderitaan rakyat kecil yang bertambah. Kekurangan akses terhadap air bersih dan air minum. Penderitaan ini tentu tidak akan terasa oleh orang-orang kaya yang mampu membeli air minum kemasan, memperdalam sumur pompa atau bahkan dengan menggunakan deep-well untuk kebutuhan cuci-mencuci.

Banjir memang menjadi derita bagi orang-orang yang mengalaminya... tetapi akan menjadi berkah bagi para pemegang proyek. Disitulah mereka bisa ”bermain-main” ..., ”mengolah” proyek yang sekali digulirkan ... akan selalu diulur-ulur penyelesaiannya, agar dana penanggulangan banjir terus mengalir dari pundi-pundi rakyat.

Itu sebabnya, jangan berpikir Jakarta akan bebas banjir. Apalagi dalam waktu dekat. Jadi.. akankah kita ucapkan ”Alhamdulillah” bahwa hujan akan datang sebagai pertanda akhir penderitaan karena kekeringan? Mungkin ya...., kecuali para korban langganan banjir yang sudah harus bersiap-siap menghadang bencana. Bisa jadi, ada banyak orang yang mulai tersenyum-senyum dalam hati menjelang datangnya musim hujan ... sebagai pertanda ”membengkaknya” pundi-pundi atas nama korban banjir dan biaya penanggulangan banjir. Wa Allah alam.

Reedited 21nopember 2006

4 komentar:

  1. jadi inget waktu banjir di salemba
    basah-basahan deh roknya krn banjir yg tingginya sebetis
    kata temen-temen, ini kan banjir kiriman dari tempat saya (Bogor)
    hehehe....pan yg punya villa juga bukan orang bogor tuh

    BalasHapus
  2. Iya ya...kemaren tuh bersukur banget hujan turun..Rumput yang tadinya kering udah ijo lagi, tanaman yang sempet malu-malu kucing nunduk, udah brani tegak lagi...Tapi kenapa brenti lagi ya??? Masalah orang yang nakal dgn uang proyek? Huh, itu urusan dia ama Tuhannya aja deh, itu juga kalo mreka punya!

    BalasHapus
  3. Banjir di Jakarta nggak sesederhana itu kok. Banyak faktor yang menjadi sebab. Intinya adalah masyarakat kita kurang menyadari bahwa pembangunan itu bukan hanya sekedar membangun "fisik" saja, tetapi membangun secara seimbang, antara fisik dan mempertahankan ekologi. Kalau untuk pembangunan fisik ada lahan yang hilang, maka harus ada cara untuk mengkompensasikannya. Nah kompensasi pembangunan ekologi ini yang nggak pernah dijalankan.

    BalasHapus
  4. Iya ya Lit ... Cuma suka sebel aja, kalo denger berita seperti itu. Di negara maju, banyak orang yang terang2an bilang agnostic, tapi perilaku mereka banyak yang lebih "beradab dan bernurani" dibanding dengan kita yang mengaku ber Tuhan

    BalasHapus

BUKAN KARANGAN BUNGA🌺🌺

 Dapat kiriman tulisan yang bagus, untuk refleksi diri DICARI Teman yg bisa  Mensholatkan kita...   Ketika KITA WAFAT... BUKAN KARANGAN BUNG...