Senin, 11 Desember 2006

Saya dan Jilbab.

Tahun 1990, perempuan berjilbab masih bisa dihitung dengan jari tangan. Di antara yang langka ini, ada satu rekan kerja di bagian pemasaran. Anaknya hitam manis, lembut, santun dan cantik. Karenanya, kami tidak terlalu terkejut saat melihatnya memutuskan untuk menutup aurat, walaupun salah satu direksi perusahaan kemudian menegur keras. Untungnya, teguran keras itu tidak menyebabkan pemecatan dan rekan kerja tersebutpun tidak surut dengan niatnya menutup aurat.

Hari berjalan dan berganti minggu dan bulan. Bagai petir di siang bolong, ketika suatu hari kami mendengar kabar, rekan tersebut mengundurkan diri dari perusahaan karena hamil di luar nikah. Bayangkan ... perempuan berjilbab (pada saat jilbab belum umum digunakan muslimah), jatuh kepada perzinaan. Kami yang beragama Islam merasa terpojokkan karenanya. Direktur yang menegur rekan berjilbab tersebut, seringkali mengejek kami.

Tahun 1994, usai menunaikan ibadah haji dengan suami,  perempuan berjilbab sudah mulai banyak ditemui. Sebagian besar adalah mereka sontak menggunakan jilbab saat usai menunaikan ibadah haji. Coba deh perhatikan, kalau kita (berjilbab) berbelanja ke pasar tradisional, maka para pedagang sontak akan menyapa kita dengan panggilan bu hajjah... Padahal, belum tentu perempuan yang berjilbab itu, sudah melaksanakan ibadah haji, tetapi masyarakat selalu beranggapan bahwa orang yang sudah menunaikan ibadah haji ”pasti” berjilbab. Padahal .. hal ini belum tentu benar. Jadi saat usai menunaikan haji dan saya belum menggunakan jilbab, tentu ada beberapa orang yang menyindir, baik secara tersamar ataupun terang-terangan.

Saya sendiri, saat itu berpendapat bahwa menunaikan ibadah haji adalah starting point untuk menjadi lebih baik secara bertahap. Dan perjalanan menjadi lebih baik itu bukan dan tidak perlu dilakukan dengan simbol-simbol seperti jilbab, memelihara jenggot untuk lelaki tetapi melalui perilaku yang lebih terjaga dan terus menerus secara konsisten menjadi lebih baik. Memang, ada perintah untuk ”menjulurkan kerudung, menutupi dada/aurat”, tetapi perilaku yang terjaga, menurut pemahaman saya (sampai sekarang) jauh lebih baik daripada sekedar simbol-simbol saja. Apalagi, kecuali jilbab, saya sejak lama memang sudah selalu menggunakan celana panjang dengan blous lengan panjang. Jadi sudah cukup sopan dan tidak mengumbar aurat.

Tahun 2001, 7 tahun setelah menunaikan ibadah haji saya mendapat musibah dan hampir kehilangan nyawa. Pagi itu, sebelum berangkat ke kantor saya mampir dulu di salah satu bank dekat rumah untuk mengambil uang dalam jumlah yang cukup banyak. Saat menunggu pencairan dana, seolah ada firasat buruk, saya menelpon kantor meminta agar supir menjemput saya di bank. Jadi kemudian saya berangkat ke kantor dengan supir sambil membawa uang yang jumlahnya lumayan besar. Setiba di halaman kantor, usai mengambil tas berisi uang dari bagasi mobil, seraya meminta bantuan satpam membantu membawa tas uang yang cukup berat untuk dibawa masuk kantor, saya dikejutkan oleh teriakan keras dan kilatan clurit yang hampir mengenai muka. Saya menjerit keras dan kehilangan kesadaran ... Entah apa yang terjadi kemudian ... saya hanya tersadar beberapa saat kemudian dan sudah berada di dalam kantor. Konon kata orang setelah menyerahkan atau melempar tas uang ke arah satpam, (saya sama sekali tidak mampu mengingatnya sampai sekarang), saya yang shock berat lari dengan linglung .... Hari itu dan esoknya, shock oleh kejadian tersebut, walaupun tidak ada luka sama sekali saya ”dipaksa” tinggal dirumah. Uang yang baru di ambil dari bank, seluruhnya raib.

Dua hari setelah peristiwa yang saya alami, korban lain jatuh di daerah Tebet .... Juga perempuan, dan mendapat luka bacok yang sangat parah. Seminggu  kemudian, istri dekan tempat suami saya bekerja, terluka bacok oleh clurit, usai berbelanja di bilangan Radio Dalam. Otot lengannya hampir putus dan 3 jarinya nyaris lumpuh. Untunglah dengan pengobatan yang telaten selama berbulan-bulan, akhirnya jari-jarinya bisa berfungsi kembali. Sejak itu, berbagai berita perampokan terhadap nasabah bank yang terjadi di Jakarta kerap menghiasi koran. Tidak ada korban yang selamat seperti saya. Semuanya terluka, kalau mau dibilang selamat, karena beberapa di antaranya malah tewas ditembak atau kena clurit perampok.

Saya merenung dan interospeksi. Inikah teguran Allah SWT atas kelalaian saya dalam menunaikan perintahNya, terutama dalam menutup aurat? Saya memang selalu berusaha untuk menjadi lebih baik dari hari ke hari, tetapi sebagai manusia, mana mungkin kita melakukannya dengan sempurna. Apalagi kalau itu berkaitan dengan perintah Allah SWT. Namun sebagaimana biasanya, saya selalu ”ingin jawaban” pasti dari berbagai peristiwa atau fenomena yang saya alami. Dalam hati saya berkata ... : ”Ya Allah, apabila peristiwa perampokan itu adalah peringatanMu agar saya menutup aurat, tentu Engkau dengan sangat mudah akan menjawabnya dengan cara ”menangkap” para perampok tersebut”.

Begitulah .. hari demi hari berlalu. Saya hampir melupakan ”permohonan jawaban dari Allah”, sampai saat suatu siang ada telpon yang disusul dengan facsimile berisi permintaan dari polres untuk membuat proses verbal tentang perampokan yang saya alami 6 bulan sebelumnya. Saya langsung tercekat ... teringat pada ”permohonan jawaban” untuk memakai jilbab. Inikah jawaban Allah?

Saya kemudian datang ke kantor polres dan bahkan sempat berpapasan dengan salah satu pelaku (ternyata komplotan perampok tersebut ada 8 orang). Uang yang dirampok berhasil terkumpul hampir seluruhnya. Hanya sebagian kecil sudah dalam bentuk barang. Keberhasilan polisi menangkap pelaku perampokan dan kesediaan pemilik uang untuk menyumbangkan pengembalian uang yang dirampok tersebut untuk kegiatan sosial, menguatkan hati saya, bahwa kesemuanya itu merupakan jawaban Allah SWT bahwa saya ”ditegurNya” untuk segera menutup aurat.

Orang boleh mengatakan bahwa itu suatu kebetulan yang terjadi berkat kerja keras polisi. Biarlah ... setiap orang boleh memiliki pendapat sendiri. Namun saya meyakini, bahwa itulah jawaban Allah bahwa peristiwa perampokan itu merupakan bentuk teguranNya atau kelalaian saya dalam menjalankan perintahNya.

Maka dua bulah kemudian, awal tahun 2002, saya mulai menutup aurat. Tentu masih belum sempurna. Masih ingin terlihat modis dan cantik. Tapi saya selalu bertekad agar setiap hari kemudian menjadi ”jihad” saya untuk selalu menjadi lebih baik dari hari sebelumnya. Insya Allah...

Minggu, 10 desember 2006 – jam 17.40 di lebak bulus

27 komentar:

  1. Alhamdulillah... Aku pun menganggap pakai jilbab itu selain untuk memenuhi kewajibanku sebagai muslimah, juga sebagai proses pembelajaran diri.. semoga kita sama2 istiqomah ya mbak, Amin

    BalasHapus
  2. Insya Allah.. dan ini perjuangan berat.

    BalasHapus
  3. sesuatu niat baik pasti akan mendapatkan satu kemudahan dari Allah SWT ..semoga selalu di jalan Allah Amin .

    BalasHapus
  4. Aku nggak bisa komen, Bu. Tertegun membaca kisah Ibu itu.

    BalasHapus
  5. Hehehe... nggak apa-apa kok. Saya juga sampai saat ini masih trauma dengan kejaian itu. JAdi kalau lagi bawa mobil ada motor nyalip... langsung dada berdebar dan keluar keringat dinin. Padahal sudah berlangsung lebih dari 5 tahun yang lalu lho..

    BalasHapus
  6. Wah ngeri ya... alhamdulillah jiwa Mbak selamat dari peristiwa itu. Yang kedua alhamdulillah, jadi menutup aurat ya Mbak.

    BalasHapus
  7. Ya...
    Alhamdulillah Allah berkenan menegur kelalaian saya

    BalasHapus
  8. aduh serem bener mba Lina..amit-amit deh jangan ke ulang buat siapa pun .......emang perjalanan pake jilbab tu ga gampang ya mba banyak godaannya..apalagi yg minority kaya disini,banyak cobaan...bukan krn pengen tampil modis..tp dihujat orang yg ga ngerti.....:(

    BalasHapus
  9. alhamdulillah...ternyata walaupun kejadian itu begitu menakutkan tapi mbak Lina bisa mengambil hikmah dari peristiwa itu...salut mbak !!!
    Nggak semua orang bisa seperti mbak lo....

    BalasHapus
  10. Kehidupan itu penuh dengan proses yg sangat2x berharga ya' mbak.Dan saya telah meraup banyak hikmah dari pengalaman dari orang2x,termasuk dari mbak.
    Oya saya sangat suka sekali dgn tulisan ttg pernikahan sisulungnya,wah jadi ada persiapan seandainnya
    nanti terjadi pada saya.

    BalasHapus
  11. Yakinlah Bu, dengan menutup aurat itu akan mengurangi pintu2 bahaya didunia ini. Insya Allah dengan menutup Aurat maka Allah akan memberikan perlindungan-Nya asalkan kita betul2 ikhlas, jangan asal make hanya karena ikut tren sekarang yang memang lagi boom.

    BalasHapus
  12. Jangankan begitu Bu. Saya akhir April 2006 lalu sudah berani nyetir Sleman - Tangerang walopun baru bisa nyetir sebulan dan di tol Cikampek nyruduk Kijang di depan saya. Hidung Avanza mlesek, radiator ikut mlesek tapi alhamdulillah kami semua masih ditemani slamet. Kadang-kadang kalau ingat kejadian itu pas nyopir jadi suka mrinding sendiri. E ndilalah, Bu, kalau nggak di jalan kok ya barang mati seperti tembok dan pagar masih suka kesenggol.

    BalasHapus
  13. Jangankan begitu Bu. Saya akhir April 2006 lalu sudah berani nyetir Sleman - Tangerang walopun baru bisa nyetir sebulan dan di tol Cikampek nyruduk Kijang di depan saya. Hidung Avanza mlesek, radiator ikut mlesek tapi alhamdulillah kami semua masih ditemani slamet. Kadang-kadang kalau ingat kejadian itu pas nyopir jadi suka mrinding sendiri. E ndilalah, Bu, kalau nggak di jalan kok ya barang mati seperti tembok dan pagar masih suka kesenggol.

    BalasHapus
  14. setahu saya jilbab itu bukan simbol, tapi kewajiban yang harus dipenuhi setiap muslimah

    BalasHapus
  15. Ya... Sebaiknya memang begitu. Jangan kita sadar setelah "disentil". Masih untung kalo sadar dan punya waktu untuk berubah... NAh kalo langsung "lewat" ... aduh... celaka betul deh..!!!

    BalasHapus
  16. Alhamdulillah juga, saya masih diberi kesempatan untuk "berubah". Semoga kita selalu menjadi lebih baik dari kemarin. Amiin

    BalasHapus
  17. Konon, orang bijak berkata :
    Orang yang pandai, mengambil hikmah dan belajar dari pengalaman orang
    namun ...
    Orang yang bodoh hanya mampu mengambil hikmah dan belajar dari pengalamannya sendiri.
    Semoga kita termasuk orang-orang yang mampu berpikir. Amiinn

    BalasHapus
  18. Amin ... Insya Allah, begitulah yang akan terjadi

    BalasHapus
  19. Hihihi ... ada dua hal yang patut dicermati ...
    pertama, anda memang ditakdirkan harus punya supir (bakalan jadi orang kaya....)
    Atau
    kedua, ... jangan-jangan ada bagian harta yang tidak halal tercampur dalam avanza.
    Wallahu' alam

    BalasHapus
  20. Betul ..., saya pernah membaca ayat mengenai kewajiban menutup aurat dan menjulurkan kerudung untuk menutupi dada.
    Ada berbagai penafsiran atas ayat ini. Ada yang berpendapat bahwa hal ini merujuk kepada budaya Arab kala itu. Sementara pada jaman ini, menutup aurat/berjilbab itu lebih ditekankan/diinterpretasikan kepada masalah "perilaku". Tergantung pada keyakinan masing-masing. Wallahu alam.

    BalasHapus
  21. duh, mendebarkan sekali ceritanya
    kagum ama mba yg begitu tajam menangkap riak-riak kehidupan dgn bijaksana
    dan penuh hikmah :x

    BalasHapus
  22. Chére Madam, je ne suis pas musulmane, c'est dommage que je n'apprenne jamais Al Qur'an. J'ai pensé quelque fois sur la raison des musulmanes de porter de voile. Au fait, des voiles ne sont pas les habillements exclusifs des musulmanes. Il y a beaucoup de femmes non musulmanes les portent, à cause du climat, du vêtement traditionel, ou pour se proteger du crime, de l'attentat. Beaucoup de gens se trompent que des voiles sont les habillements exclusifs des musulmanes. Comme la circoncision, elle était issue d'Islam, aujourdhui elle est pratiquée par tout le monde, parce qu'elle nous fait du bien.
    Je pense que des voiles nous font aussi du bien. Mais il fait chaud et sec en Arab, il fait chaud et humide en Indonesie, donc pour nous, les indonesiennes, il est beaucoup plus difficile de soigner les cheveux et la peau quand on porte de voile

    BalasHapus
  23. Ya... itu pengalaman ke dua setelah kena gedor Kapak Merah di per 4 an Rawamangun 2 tahun sebelumnya.
    Semoga itu yang terakhir ...

    BalasHapus
  24. cela tout depends entierement de nous, De suivre ou de le refuse. Merci en tout cas, a ton attention sur ce sujet.

    BalasHapus
  25. lin, tulisannya asyik lho, gak coba 2 bikin novel ??

    BalasHapus
  26. Assalamu'alaikum, cuma mo sharing soal cerita jilbaber yang hamil diluar nikah. Bukan mo mbela siapa2, but ini salah satu 'fenomena' yang dulu pernah terjadi. Tahun 80-an, waktu jilbab blom se-trend sekarang, makai jilbab bisa berarti mengundang banyak 'musuh', bahkan dari keluarga sendiri. Banyak mbak-mbak n mas-mas yg melakukan pernikahan diam-diam dengan berbagai alasan (di kantor mbak shaphira dulu ada peraturan soal nikah gak ?). Jadi begitu ada kehamilan... weeeesss heboh deeee. Cerita yang beredar bisa a,b,c,d,e dst dll... macem2 deh. Saya kenal beberapa teman yang menjadi 'korban' cerita gak jelas yang sebenarnya juga karena 'ulah' alias pilihan mereka sendiri (anti pacaran, menikah diam2 yang penting halal....) . Saya sendiri bisa dibilang sempet ngerasa disentil 'ketidak-tahuan' orang juga. Saya menikah tanpa pacaran, berita yg lumayan heboh di keluarga, dan ketika Alhamdulillah langsung 'isi' alias hamil, ada saja yang nanya "Kok cepet amat ?" dengan nada dan tatapan yang bikin saya mengelus dada, saya yg nikahnya dirame-in aja jadi begini, gimana yang cuma akad nikah doang.... That's all, saya gak mo ngebela-in siapa-siapa, setiap orang berhak punya sisi pandang masing2... cuma barangkali ada yang blom sempet terlihat aja, kaleee....Yg jelas jilbab itu kewajiban , bukan tanda pangkat, setuju ?!

    BalasHapus

BUKAN KARANGAN BUNGA🌺🌺

 Dapat kiriman tulisan yang bagus, untuk refleksi diri DICARI Teman yg bisa  Mensholatkan kita...   Ketika KITA WAFAT... BUKAN KARANGAN BUNG...