Lebaran yang lalu, adik saya dari Bandung memakai mukena border. Hadiah dari mahasiswa S2 yang dibimbingnya, saat telah lulus. Mukena dengan hiasan bordir Tasikmalaya. Warna dasarnya standar … putih dengan border warna kuning dan hijau lembut Cantik sekali …. Ingin juga rasanya untuk memilikinya
Sebulan usai lebaran, saya jalan ke ITC Fatmawati dan melihat mukena bordir yang secara selintas mirip dengan mukena adik saya. Jadi, hati tergerak juga untuk menanyakan harganya. Kebetulan di dompet masih ada sisa-sisa uang belanja. Siapa tahu, harganya sesuai dengan “standard” isi kantong. Jadi, …. dengan percaya diri, saya menanyakan harga mukena cantik itu. Ternyata….. alamak…. Mahal nian!!! 850 ribu rupiah …… Duh… isi kantongku nggak cukup.
Repotnya…. saat saya pakai di kantor…. Walah…. rekan kerja banyak yang “ngiri” … Duh….. bikin dosa lagi deh!!! Akhirnya …. diambil kompromi, … mereka membeli bahan dan seluruh kelengkapan, saya yang menjahitnya GRATIS. Maka …. ronde ke 2, saya menjahit 7 buah mukena. Tumpukan bahannya dan sibuknya nggak kalah dengan penjahit professional di Blok M. Nggak apalah…. Menyenangkan hati orang,kan berpahala… hehehe … Tapi kapok ah, nggak mau terima jahitan lagi. Mataku sakit. Maklum sudah udzur….!!!
Memang ini bukan mukena termahal yang pernah saya lihat. Menjelang lebaran, seorang rekan yang biasa “nyambi” dagang, pernah membawa mukena lengkap dengan tas yang cantik dengan hiasan bordir dan payet. Harganya hampir dua juta rupiah. Entah seperti apa rasanya memakai mukena yang super mahal seperti itu. Tidak terbayang, apakah kita bisa shalat dengan khusu’ kala menggunakan mukena yang gemerlapan dengan payet. Atau mungkin karena saya belum mencapai “tingkatan” orang yang mampu menggunakan barang “mahal”, alih-alih shalat dengan khusu’ – yang ada malah rasa takabur untuk memamerkan mukena cantik. Cuma, sayangnya… rasa ingin memiliki mukena cantik memang tidak mudah dilepaskan dari pikiran. Apalagi mukena bordir yang saya pakai memang sudah agak lusuh. Maklum saja… itu dibuat sekitar 3 tahun yang lalu.
Nah… dua bulan yang lalu, saya iseng-iseng jalan ke Mayestik melihat-lihat bahan berbordir. Apalagi, kalau bukan untuk mukena. Ketemulah dengan bahan linen berbordir.
Pikir punya pikir … otak mereka-reka bentuk dan kombinasi warna yang pas, jadilah terbeli 2 set bahan. Harus 2 set, karena tidak mungkin saya membeli hanya satu saja. Anak gadis saya bisa ngomel panjang lebar kalau dia tidak memiliki mukena yang “persis” sama dengan ibunya. Mulailah saya memotong bahan – lalu pergi ke pasar untuk obras – dan setiap week end menjahitnya. Lengkap dengan renda yang sebelumnya sudah dibeli di Mangga Dua. Jadilah mukena yang diidam-idamkan.Repotnya…. saat saya pakai di kantor…. Walah…. rekan kerja banyak yang “ngiri” … Duh….. bikin dosa lagi deh!!! Akhirnya …. diambil kompromi, … mereka membeli bahan dan seluruh kelengkapan, saya yang menjahitnya GRATIS. Maka …. ronde ke 2, saya menjahit 7 buah mukena. Tumpukan bahannya dan sibuknya nggak kalah dengan penjahit professional di Blok M. Nggak apalah…. Menyenangkan hati orang,