Minggu ke 3 bulan Agustus 2007 yang lalu, di tengah kesibukan kerja, ada sms masuk. Isinya singkat …”istri guru besar diundang untuk hadir dalam upacara Wisuda dan Penyambutan Mahasiswa Baru”. Saya cuma membalas singkat saja; “tumben…?!” Maklum, nggak ngerti atau lebih tepatnya, tidak perduli dengan aturan protokoler di kalangan Universitas. Saya pikir, ini cuma ulah iseng suami saja. Dia tahu persis bahwa sesekali, saya ingin menghadiri acara wisuda sarjana. Kangen dengan hiruk pikuk ulah mahasiswa baru dan para wisudawan. Kangen mendengar hymne Universitas
Tahun 2007 ini, acara wisuda Universitas Indonesia dibagi menjadi 3 bagian. Jum’at siang 24 Agustus jam 15.00 untuk acara Wisuda Sarjana (S1) dan Penyambutan Mahasiswa Baru Tahun Akademik 2007 - 2008, Sabtu 25 Agustus jam 09.00 acara Wisuda Magister (S2) dan Doktor (S3) dan terakhir pada jam 15.00 hari yang sama, acara Wisuda Program Diploma.
Hymne Universitas yang menggetarkan hati, lagu Kebangsaan yang dinyanyikan oleh paduan suara mahasiswa, mengheningkan cipta serta pembacaan doa mengawali acara. Lalu upacara wisuda sarjana secara simbolis oleh Rektor kepada para wisudawan, diwakili oleh sepasang wisudawan dari masing-masing fakultas.
Dulu …. Dulu sekali, Fakultas Teknik selalu dikenal sebagai Fakultas yang paling “gaduh namun kompak” dengan yel-yelnya. Namun sekarang, rupanya keadaan sudah berubah. Saat wakil dari Fakultas Teknik naik panggung, biasanya wisudawan lainnya berdiri sambil meneriakkan yel-yel. Namun, kali ini yel-yel diteriakkan wisudawan dengan “ogah-ogahan” tanpa disambut oleh mahasiswa baru. Bahkan, saya menghitung hanya ada 7 baris wisudawan terdepan yang berdiri. Selebihnya tetap duduk tak acuh dengan upacara simbolis tersebut. Kini wisudawan Fakultas Ekonomi dan Fakultas Psikologi yang terlihat sangat kompak. Jaman memang sudah berubah.
Usai wisuda, acara dilanjutkan dengan penerimaan mahasiswa baru yang ditandai dengan pemasngan peci oleh Rektor kepada wakil mahasiswa baru dari Program Internasional dan Program Reguler, penyerahan simbolis “kendi ilmu” dari wisudawan kepada mahasiswa baru dan ditutup dengan pembacaan janji wisudawan, janji mahasiswa.
Begitulah singkat kata, Upacara Wisuda dan Penyambutan Mahasiswa Baru Universitas Indonesia Tahun Akademi 2007 – 2008 yang diselenggarakan di Balairung UI – Depok. Saya tidak menghadiri Wisuda Program Magister dan Doktor serta Wisuda Program Diploma pada hari Sabtu. Beberapa fakultas, masih melanjutkan acara wisuda di fakultas masing –masing. Namun kali ini, Fakultas Teknik tidak menyelenggarakannya.
Menjelang maghrib, keriuhan acara masih terasa …. Sesi foto dengan keluarga, dosen pembimbing, teman-teman dan tak lupa dengan pacar terkasih, terlihat disana – sini. Ada tawa gembira menyeruak dari setiap sudut. Semua bahagia … semua gembira ….. melupakan sejenak bahwa wisuda adalah awal dari perjuangan hidup yang sebenarnya di masyarakat.
….. Godeamus Igitur…..
….. ium venes dum sumus …..
………………….
.
…….Viva academia……
…… Viva Professores ………..
Itulah penggalan awal Hymne wajib di setiap acara resmi Universitas, yang selalu menggetarkan hati. Yang membuat airmata menetes tak terasa. Itu sebabnya, menjelang awal Februari dan September, saya selalu menanyakan, kalau-kalau ada undangan menghadiri acara wisuda.
Tapi, undangan memang hanya dibagikan untuk kalangan terbatas saja. Tidak semua staff pengajar mendapat undangan. Biasanya, hanya kalangan pejabat saja, dari tingkat universitas hingga tingkat Departemen (ketua dan wakil-wakilnya). Dulu, sampai awal tahun 1990an, kepala laboratorium masih mendapat undangan. Jadi saya masih punya kesempatan untuk hadir, “nunut suami”. Itupun seringkali tidak sempat terpakai, karena ada saja teman atau kerabat yang membutuhkan undangan tambahan untuk menghadiri anggota keluarganya di wisuda. Akibatnya, undangan seringkali beralih tangan. Maklum, sebagai “orang dalam”, staff pengajar pasti mendapat tempat yang “enak”, yaitu di dalam Balairung sehingga bisa mengikuti acara secara langsung.
Seiring dengan meningkatnya jumlah mahasiswa baik mahasiswa baru maupun wisudawan yang kemudian berdampak kepada ketidakmampuan Balairung Universitas Indonesia menampung “para peminat” acara wisuda dan penyambutan mahasiswa baru, maka undangan internal dibatasi. Rasanya, terakhir saya hadir sekitar 15 tahun yang lalu.
Begitulah, akhir minggu lalu saya menerima undangan untuk menghadiri acara Wisuda dan Penyambutan Mahasiswa Baru. Tidak tangung-tanggung, 3 buah sekaligus. Bukan sekedar undangan yang “nebeng” suami …. tapi betul-betul ditujukan untuk saya. Walaupun …. Hahaha…. tetap saja, sebagai “sub ordinate” karena di sampul surat tertulis kepada yth Ny. RAK. Bukan nama saya sebagai individu.
Duh …., beginilah “nasib” saya kalau lagi back to campus. Kehilangan identitas diri. Seingat saya, baru dua kali saya back to campus sebagai individu. Sebagai diri sendiri….. Keduanya saat diminta “Tiu” jadi reviewer tugas “real estate” mahasiswa Arsitektur.
Itu sebabnya saya nggak terlalu suka ikut kegiatan di kampus karena akses saya memang hanya melalui kegiatan “Dharma Wanita”. Untungnya, sejak awal, suami tidak mewajibkan untuk ikut-ikutan kegiatan tersebut. Bahwa kemudian saya sedikit sekali mengenal istri staff pengajar/karyawan atau karyawati. Tentu ini merupakan konsekuensinya. Tapi nggak apa-apalah … Jadi saya tidak harus merasa “memiliki kekuasaan” yang mengikuti jabatan suami untuk kemudian merasa “kehilangan” saat suami meninggalkan jabatan. Bahkan bila saat datang ke acara family gathering di kampus tanpa ada karyawan yang menyapa ….karena tidak kenal… Hm …. Biar sajalah….!!! Nikmat juga lho jadi anonym!!!
*****
Bisa dibayangkan, betapa melelahkannya acara tersebut bagi penyelenggara (Panitya) dan para Pejabat Universitas, yaitu Rektor beserta wakil-wakilnya, Ketua Majelis Wali Amanat - MWA, Ketua Senat Akademik Universitas – SAU serta Ketua Dewan Guru Besar – DGB yang “wajib hadir”. Buat para anggotanya, walaupun mereka mendapat undangan, tentu masih punya pilihan. Hadir atau tidak.
*****
Hari Jum’at itu, adalah hari yang padat sekali. Suami punya acara di sebuah rumah sakit di daerah Kedoya. Sementara saya harus hadir pada weekly meeting di Godila, disambung dengan tandatangan akta di Kuningan. Kalau sempat … dan harus sempat untuk mampir ke kantor, shalat dhuhur sebelum berangkat ke Depok. Suami sudah wanti-wanti …. Hati-hati …. Arah ke kampus UI pasti macet oleh mobil-mobil keluarga para wisudawan. Jadi jangan sampai telat. Minimal 2 jam sebelum acara dimulai, sudah harus berangkat.
Namun …. Kendala selalu ada. Sampai di kantor, sekitar jam 12.30, tidak bisa langsung shalat. Ada banyak masalah yang mesti didiskusikan lebih dulu. Untung pada jam 13.00, suami menelpon. Memberitahu bahwa dia baru berangkat dari Kedoya. Hal ini mengingatkan saya untuk segera shalat dan berangkat setelah mengusulkan bertemu di rumah sebelum berangkat ke Depok, sehingga kami tidak harus menggunakan dua kendaraan berbeda.
Singkat kata, jam 14.30 kami baru memasuki pelataran parkir. Jalan menuju Depok ternyata cukup lancar karena seluruh wisudawan dan mahasiswa baru dengan jaket kuningnya sudah duduk manis di dalam Balairung. Sayangnya, keluarga wisudawan terpaksa duduk di bawah tenda di sekeliling Balairung.
Rektor UI yang baru beberapa hari dilantik, dan para Guru Besar (anak saya selalu menyebutnya “para penyihir”) sedang bersiap untuk ber – foto – ria sebelum memasuki ruang upacara. Pelayanan tempat duduk cukup ketat. Untungnya, lokasi Area B yang tertera di undangan cukup strategis. Berada di sebelah kiri podium dan kebetulan berdekatan dengan tempat duduk wisudawan Fakultas Teknik. Ibu-ibu yang hadir semuanya berdandan rapi. Berkain – kebaya lengkap dengan sanggul dan perhiasannya. Sementara saya datang dengan pakaian kerja. Bau keringat lagi. ….
*****
Balairung Universitas Indonesia yang secara resmi mulai digunakan sejak tahun 1987 sudah tidak mampu menampung kegiatan rutin setiap semester ini. Bahkan sebagian wisudawan ada yang ditempatkan di bawah tenda. Itu sebabnya wisuda dilaksanakan dalam 3 tahap. Entah bagaimana perhitungan jumlah wisudawan dan mahasiswa yang menjadi acuan saat perencanaan dulu.serta proyeksi peningkatannya. Yang pasti …..Balairung Universitas Indonesia bahkan sudah tidak mampu menampung kegiatan penerimaan Mahasiswa Baru dan Wisuda Sarjana (S1) sekalipun. Kegiatan penting yang menjadi “daftar wajib hadir” para orangtua dan keluarga.
*****
Tepat jam 15.00, acara dimulai dengan meminta para hadirin berdiri, “menghormati” para guru besar Universitas Indonesia memasuki ruangan upacara yang dipandu oleh seorang pedel. Privilege seperti ini mungkin yang menyebabkan banyak “orang penting” Negara ini merasa “berkewajiban” menyandangkan gelar “professor” di depan namanya. Walaupun professor tanpa pernah tercatat sebagai dosen di suatu Universitas. Padahal, sesungguhnya professor yang guru besar itu hanya layak disandang oleh orang yang berprofesi sebagai dosen. Guru di sebuah universitas. Bukan gelar yang dipakai hanya untuk “bergaya” sebagai bagian dari kaum intelektual universitas.
Acara yang semula hening mulai riuh karena saat wakil dari setiap fakultas dipanggil naik ke podium, maka para wisudawan dari fakultas tersebut meneriakkan yel-yel yang segera disambut oleh mahasiswa baru dari fakultas yang sama.
Acara kemudian ditutup. Rektor dan rombongan guru besar keluar Balairung menuju ruang resepsi, melewati tempat dimana para istri duduk untuk kemudian menuju ruang resepsi. Disana, Rektor dan istri didampingi oleh Ketua MWA dan SAU masing-masing dengan istri menerima ucapan selamat dari para guru besar dan istri serta undangan acara resepsi tersebut, sebelum mencicipi hidangan.
Lebak bulus, minggu 26 Agustus 2007