Senin, 18 Agustus 2008

Mengenal alam

Awal bulan Agustus, saat ditawari untuk ikut corporate fun out bound ke Citarik, saya agak malas-malasan. Waktunya, 15 - 17 Agustus 2008 agak kurang cocok. Biasanya anak saya akan menolak ikut karena akan ada upacara (lagi-lagi seremonial) 17 Agustus di sekolah dan si anak mesti, minimal diantar. Jadi sebelum memutuskan ikut, mesti koordinasi dengan jadwal kegiatan anak.

Seperti sudah diduga, saat si anak di ajak, dia malas2an.. aduh, repot deh kalo anak dan suami nggak ikut. Maka akhirnya saya menulis TIDAK dalam daftar keikutsertaan yang diedarkan di kantor.

Baru mengisi jawaban TIDAK IKUT, sore harinya, suami memberitahu bahwa kantornya juga akan mengadakan acara family gathering, kali ini Sari Ater - Ciater Subang.... Jadwalnya tanggal 17 dan 18 Agustus 2008. Walah.... yang ini lebih konyol. Badan tua ini perlu istirahat sebelum bekerja kembali. Kalau acara baru selesai senin dan baru kembali ke Jakarta sore dengan menempuh perjalanan +/- 4 jam karena macet dan lain-lain lalu esoknya harus kembali masuk kantor...? Waddooohhh .... ampyun....!!!

Runding sana-sini akhirnya diputuskan saya harus menarik kembali jawaban TIDAK IKUT dan memutuskan ikut serta naik bus rame-rame.Berangkat dari kantor yang awalnya direncanakan pada jam 14.30 seperti biasa tidak akan pernah tepat. Adaaaaa aja halangannya. Apalagi, walaupun sudah diijinkan untuk berangkat ke Citarik, tapi meninggalkan sang big boss yang lagi hadir di kantor dengan para tamunya, tentu bukan hal yang mudah terutama bagi para kroco yang harus meladeni. Nggak apa-apalah, daripada nggak jadi..... Walhasil baru jam 15.15 bus White Horse berangkat menembus kemacetan Jakarta menuju Cikidang.

Bagai lepas dari kungkungan, semua peserta ramai mengisi waktu, main kartu, nyanyi-nyanyi atau bahkan hanya sekedar terkantuk-kantuk atau menahan mual di jalan yang berkelok-kelok antara Parungkuda - Cikidang.

Tiba di Citarik sekitar jam 19, langsung makan malam, baru menuju camping ground, pembagian tenda, satu tenda ber 3. Lumayan nyaman, didalam tenda sudah ada bantal dan sleeping bag. Usai mandai, dilanjutnkan dengan acara santai atau tanpa acara yang diatur panitya. Makanan....? Nggak usah khawatir... teman kantor saya itu, suka banget nyemil. Jadi kalau ada acara jalan-jalan, makanan sangat terjamin. Dari mulai buah-buahan, kripik, kacang, permen, donat, brownies ... semua lengkap. Apalagi dari Camp, disediakan juga teh+kupi yang ditemani dengan kacang dan pisang rebus.

Jam 22,00 disediakan kambing guling, lengkap dengan lontong. 1 kambing yang cukup besar untuk 23 orang, yang hadir pada malam itu, karena ada 10 orang lagi yang baru bisa hadir di hari Sabtu pagi. Gila .... mana bisa kurus kalau begitu caranya ngatur menu? .
Sabtu 16 Agustus 2008

Tidur di tenda, ternyata sangat menyenangkan. Udaranya tidak terlalu dingin bahkan sleepng bag hanya digunakan untuk alas tidur saja/ Tidak perlu masuk ke dalamnya untuk tidur. Kam 04.15 sebetulnya alarm sudah berbunyi, tapi karena adzan subuh belum terdengar, ya sudah ... tidur lagi deh...!

Jam 07.00, sarapan nasi goreng sudah terhidang lengkap dengan kopi dan teh. Lalu bersih-bersih badan untuk kemudian pada jam 09. bersiap-siap melakukan trekking. Semula trekking dilakukan di perkebunan teh, tapi karena hari sudah cukup siang, maka lokasi dipindahkan ke kebun karet yang teduh.

Perjalanan menuju lokasi trekking ditempuh dengan naik truk. Asyik juga deh.... seperti kambing, tapi seru...! Kalau di Jakarta, kami seringkali tertawa melihat orang yang berdesakan naik truk, di Cikidang kami jadi orang kota yang sangat kampungan, tertawa-tawa seru naik truk. Norak banget....!!!!

Arena trekking lumayan mudah, tidak terlalu tajam menanjak dan di pertengahan perjalanan kami mengunjungi pabrik pengolahan karet mentah. Usai melihat-;ihat proses pengolahan karet, kami melanjutkan perjalanan. Ternyata, perjalanan menuruni bukit jauh lebih sulit.
Perbukitan di daerah Sukabumi - Banten ternyata sudah gundul dan dirambah oleh perkebunan sawit. Kalau saja perkebunan sawit terdapat di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi atau Irian yang jumlah penduduknya relatif ;lebh rendah, maka itu bisa dimaklumi. Tapi kalau ternyata pulau Jawa yang padat juga dirambah oleh perkebunan sawit yang mono kultur, maka dapat dipastikan keseimbangan ekosistem di pulau Jawa akan rusak Entah bencana apa yang akan datang nantinya. 

Kembali dari trekking, kami beristirahat sejenak, makan siang, mandi dan shalat lalu bersiap mengikuti arung jeram di sungai Citarik. Entah beruntung atau malah merugi, ketinggian air sungai saat itu hanya sekitar 30m - 90 cm saja. Kedalaman minimal untuk mengikuti rafting apalagi untuk para penakut yang tidak bisa berenang seperti saya. Iming-iming mengunakan pelampung, helmet dan dipandu oleh guide yng professional tetap saja tidak mamp[u mengurangi phobia.

Satu perahu dimuati oleh 5 orang, sudah termasuk 1 orang guide yang sangat terampil baik dalam memberikan komando maupun manuver di air saat perahu terjebak di antara bebatuan yang sangat besar di sepanjang perjalanan. Walhasil perjalanan yang 1,5 jam untuk menempuh jarak 4 km menjadi sangat tidak terasa. Perang air antar perahu saat istirahat di tengah perjalanan, semua nyebur ke air sungai. Yang nggak mau turun dan "jaim" karena nggak mau basah-basahan, disembur air dan "dipaksa" turun. Kalau nggak mau juga, perahunya dibalik... tinggal pilih. Semua senang, nggak ada yang boleh marah.

Di Parakan telu, kami berhenti. Fun rafting selesai karena arus sudah tak mamupu lagi mendorong perahu. DI saung sudah menunggu air kelapa muda, langsung dari pohonnya. Sayang, tidak ada satu orangpun yang membawa kamera sehingga kenikmatan meminum air kelapa tidak bisa diabadikan.

Usai istirahat, kami kembali ke camp, masih naik truk sambil bercanda-canda meniti jalan berbatu yang sempit dan curam. Ngeri tapi senang. Mungkin disitu sensasinya. Tiba di camp, langsung mandi karena semua badan basah dan lelah. Sebagian kemudian merebahkan badan, beristirahat menunggu saat maghrib untuk shalat dan makan malam. sebagian yang sudah kelaparan makan makaroni panggang yang dibawa Intan. Lumayan buat nagsel perut yang sudah keroncongan.

Jam 19.00 makan malam disajikan. Kali ini menunya sup, lalapan, tempe goreng, cumi, udang dan ikan bakar. Asyik juga, apalagi setelah lelah seharian. Rasanya semua makan dengan lahap.

Jam 22.00 acara yang ditunggu, BBQ dimulai. Udang, cumi, sosis, ikan dan jagung dibakar. Intan nggak salah lagi deh kalo disuruh bawa makanan. Satu cooler box penuh terisi aneka macam sea food yang akhirnya tersisa untuk tambahan makan pagi.
Malam kedua, saya dan anak kembali tidur di tenda. Saung Ngaloen, terlihat kurang cukup menampung peserta, jadi disediakan tambahan 4 buah tenda dan saya memilih satu di antaranya. Rasanya lebih nikmat tidur di tenda. Mumpung ada kesempatan. Suami yang kelelahan sudah lebih dulu tidur di saung lelaki.

Pagi hari ke 3, 17 Agustus 2008.
Alarm di hp terpasang pada jam 04.15, tetapi karena adzan subuh belum terdengar, maka saya tertidur kembali dan baru bangun pada jam 05.00 untuk shalat subuh. Di luar, anak-anak muda itu sudah bermain di sungai CItarik yang terletak persis di muka saung.

Jam 07.00 sarapan nasi uduk dengan oseng tempe, udang, cumi dan ikan sisa BBQ semalam, lalu bersiap menuju Paint ball camp dengan naik truk. Kami dibagi 4 group dan bermain dalam 2 sesi @ 15 menit. Masing-masing orang dilengkapi dengan seragam hijau lengkap dengan rompi, helmet, senapan semi otomatis dan 40 butir paint ball.
Badan tua ini rupanya sudah kurang lentur dan lincah untuk merayap, merangkak dan bersembunyi dibalik batu, pohon atau alang-alang untuk menghindari tembakan. Ternyata, terkena paint ball terutama dari jarak dekat, lumayan sakit. Lengan anak saya memar karenanya. Usai bermain paint ball, kami kembali ke camp dengan truk untuk mengikuti fun game

Tepat jam 12.00 kami segera makan siang lalu dilanjutkan dengan mandi dan shalat. Jam 14.00 acara dilanjutkan dengan flying fox dan balance beam. Flying Fox, kelihatannya mudah ... Ah, cuma diikat dipinggang lalu digantungkan pada kabel yang konon katanya mampu menahan beban hingga 1,5 ton kemudian melayang-layang. Maka ... jadilah kenekadan saya untuk mencoba. Lupa kalau umur sudah lewat setengah abad, kelenturan dan keseimbangan tubuh sudah jauh berkurang. Apalagi saya termasuk gamang dengan ketinggian. Sungguh..... nggak mau nyoba lagi .... Ngeri terutama saat badan didorong ke muka dan menggantung, sesaat sebelum melayang.... Wuih ..... mungkin kalau di shoot dari dekat, bisa terlihat bahwa muka saya pucat pasi... Kapok....!!!

Yang mengagumkan adalah si mungil Sebi, 6 tahun. Si imut anaknya Intan ini memang nekad. Usai melakukan tandem dengan Bayu, dia nekad minta ikut sekali lagi. Andaikan bapaknya yang lagi bertugas di Banda Aceh tahu kenekadan anaknya itu, ibunya pasti dimarahi habis karena membiarkan si anak ikut kegiatan yang membahayakan. Untuk itu, pada balance beam, hanya ada 8 orang yang berani melakukannya dibandingkan dengan 28 orang yang mencoba flying fox.

Keseluruhan acara berakhir pada jam 15.00 di hari minggu dan kami segera menuju bus White Horse yang sudah menunggu. Perjalanan pulang sudah kurang dinikmati. Semua merasa lelah namun senang. Tinggal melemaskan otot-otot di rumah. Untunglah, hari Senin adalah hari libur. Jadi masih bisa beristihata di rumah.
Ah ... andai waktu bisa diputar kembali, kegiatan ini pasti bisa lebih dinikmati oleh otot-otot muda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BUKAN KARANGAN BUNGA🌺🌺

 Dapat kiriman tulisan yang bagus, untuk refleksi diri DICARI Teman yg bisa  Mensholatkan kita...   Ketika KITA WAFAT... BUKAN KARANGAN BUNG...