Senin, 26 Januari 2009

Yuk kita bantu atasi banjir

Bertahun-tahun lalu, musim penghujan adalah musim yang berkah. Pohon-pohonan tampak tambah segar.... Orang tua membiarkan saja anak-anak ramai bermain air hujan, mandi di bawah cucuran air hujan dari atap.

Saya paling suka di suruh pergi ke warung saat hujan. Walau pergi ke warung dengan menggunakan payung, tetapi jalan yang dipilih adalah jalan yang penuh genangan air hujan. Kenapa....?Karena genangan air hujannya masih bening... sebening air yang baru turun dari langit. Bukan seperti genangan air hujan sekarang yang keruh menghitam serta bau dan membuat kulit menjadi gatal.

Terpeleset sedikit pada kubangan air, malah menjadi peristiwa yang sangat menyenangkan. Dan peristiwa belanja ke warung saat hujan terkadang jadi "bencana"..... Lupa apa yang harus dibeli karena saat berangkat ke warung, mampir dulu main berhujan-hujan dengan teman2.

Tapi... itu dulu.... Sekarang, saya jamin jarang ada orangtua (terutama golongan menengah ke atas) yang membiarkan anak2nya mandi air hujan. Alasannya segudang ... salah satunya karena takut anaknya sakit karena kehujanan. Apalagi konon katanya air hujan di kota besar Indonesia tidak bersih lagi. Malah sudah menghitam karena membawa polutan, sehingga bisa merusak kulit.


Jakarta juga sekarang sudah penuh sesak, tanah-tanah kosong, rawa, kebun, situ dan sawah-sawah yang dulu sekaligus menjadi daerah resapan air sudah lenyap menjadi hutan beton perkantoran, mall dan perumahan. Bahkan wilayah yang semula ditetapkan sebagai wilayah jalur hijaupun dibabat habis. Daerah selatan Jakarta yang berada di luar outer ringroad yang semula juga ditetapkan sebagai wilayah resapan air dengan KDB di bawah 20%, artinya pemilik tanah hanya diijinkan membangun rumah di atas tanah miliknya seluas max 20% saja) sudah menjadi wilayah pemukiman biasa dengan KDB 60%. Bahkan banyak yang melakukan pelanggaran dengan menutup hampir 90% luas tanahnya. 

Apalagi kondisi ini tidak dibarengi dengan ketersediaan prasarana yang baik, berupa saluran pembuangan kota, pengolahan air buangan maupun ketersediaan air bersih/air minum. Akibatnya terjadi pengeboran air tanah illegal yang lama kelamaan menyebabkan muka air tanah di wilayah Jakarta semakin menyusut.

Apalagi di permukaan tanah, jumlah serapan air hujan semakin berkurang. Dengan kondisi seperti itu, hampir dipastikan di musim penghujan Jakarta akan selalu kebanjiran sementara di musim kemarau Jakarta akan sangat kekeringan. Itu sebabnya, belakangan ini, pemerintah DKI Jakarta mensyaratkan pembuatan lubang resapan kepada masyarakat, pada saat meminta IMB.

Apakah pembuatan lubang resapan dipatuhi masyarakat? Entahlah ... sama gelapnya apakah ada pemeriksaan atas pembuatan lubang resapan tersebut. Seperti banyak anekdot saat berhubungan dengan aparat pemda - Peraturan dibuat untuk dilanggar dan karena akan selalu ada ruang untuk bernegosiasi yang ujung-ujungnya adalah DUIT.

Tapi, nggak usah berburuk sangka- lah. Ini soal lingkungan hidup kita. Rasanya jengah juga kalau saat musim hujan, halaman rumah tergenang air, apalagi kalau airnya menghitam. Jadi nggak ada salahnya juga kita berpartisipasi "membantu pemerintah" atau minimal menambah jumlah pasokan air untuk sumber air (sumur) kita yang setiap hari airnya kita sedot untuk digunakan, terutama untuk wilayah yang belum ada pasokan air PAM.

Ada berbagai cara untuk itu, antara lain :

Untuk rumah dengan halaman sempit
  • Jangan menggunakan talang air disekeliling atap. Biarkan air hujan jatuh langsung ke "tanah". Pada daerah cucuran air hujan itu, dibuat saluran "buntu" selebar + 50cm yang dasarnya tetap dibiarkan dari tanah. lalu diisi pasir, ijuk, pasir, ijuk dan lapisan atasnya diisi koral besar. bisa dipilih yang berwarna karena bisa menjadi bagian elemen taman
  • Kalau sudah terlanjur pakai talang, air dari talang jangan dibuang ke selokan, tapi dialirkan ke lubang resapan. Juga dibuat seperti saluran tadi cuma ukurannya lebih besar 1 x 2 meter dengan kedalaman 1 meter, juga diisi pasir ijuk, batu2an.
Untuk rumah dengan halaman yang luas, sebaiknya ditambah dengan lubang-lubang biopori untuk meratakan wilayah serapan air.

Lubang Biopori ini memang baru beberapa tahun ini dipopulerkan oleh tim peneliti dari IPB. Yang ini betul-betul Institut Pertanian Bogor ... Bukan Institut Perbankan Bogor.

Prinsip kerjanya, ya itu tadi.... memperbanyak wilayah serapan air sekaligus menyuburkan tanah dengan cara membuat lubang-lubang yang diisi dengan sampah organik yang berasal dari limbah rumah tangga. Pembuatan lubang ini, selain menambah jumah resapan air, sekaligus akan membantu pemerintah mengurangi jumlah sampah, karena limbah organik rumah tangga (sisa makanan, kulit buah dan sisa sayur-mayur) dimasukkan ke dalam lubang biopiori ini

Pembuatannya sangat mudah, kok! Hanya dengan mengebor tanah sampai kedalaman 1 meter pada jarak tertentu antar lubang. Lalu lubang diisi dengan sampah sampai penuh. Yang pertama sampah sisa makanan, baru daun-daunan dan kulit buah.
Tip ini saya dapat dari teman yang sudah membuat lubang biopori. Maksudnya supaya sampah makanan tidak diacak2 tikus.

Kalau ketinggian sampah berkurang, bisa diisi lagi. 6 bulan sekali, lubang di bor lagi untuk pemeliharaan dan sekalian mengangkat sampahnya untuk digunakan sebagai pupuk organik.

Nah... gampang kan? Problemnya tinggal bagaimana memperoleh alat pengebornya. Kunjungi saja situs www.biopori.com Yang saya lakukan adalah setelah baca-baca tentang lubang biopori, saya kirim sms kepada contact personnya untuk menanyakan harga dan ongkos kirimnya, lalu transfer uangnya, fax bukti setornya, sms lagi contact person bahwa kita sudah mengirim dana dan mem fax bukti setor. Tunggu deh kirimannya. Nggak lama kok... Kalo nggak salah, kurang dari 1 minggu kiriman sudah tiba. Harga bor (tangan) nya Rp.195.000,- per buah. Ongkos kirim tentu tergantung jaraknya.

Nah, ayo kita mulai memperbaiki lingkungan hidup dari hal-hal yang kecil dulu. Kalau tidak dari diri sendiri .... maka problema negeri ini tidak akan pernah selesai

6 komentar:

  1. mungkin dipertimbangkan lagi kembali ke kearifan tradisional,bikin rumah panggung, biar banyak tempat untuk resapan.

    BalasHapus
  2. Ini memang ideal sekali. Problemnya ... rumah panggung tradisional sekarang dianggap primitif dan kebanyakan masyarakat ingin dianggap modern sehingga lebih suka punya rumah mewah dari beton a la istana.

    Menjadi pekerjaan rumah yang menyita waktu untuk memberikan pengertian kepada masyarakat untuk kembali kepada kearifan tradisi nenek moyang ditengah arus modernisasi global

    BalasHapus
  3. sudah setahunan deh di rumahku pake lubang biopori.. jadi kompos organik.. mengurangi sampah juga.. pun sekiling rumah bikin resapan..

    cara yang simpel kan mbak.. tapi banyak yang tak sadar.. layak nih lubang biopori diomongkeomong sama temen2 kantor juga tetangga..

    kog harganya mahal ya sekarang? 195.. dulu ku beli masih 125.. gratis ongkos kirim.. jaman krismon jadi ikutan naik?

    BalasHapus
  4. Setuju...., makanya saya tulis.
    Saya memang baru sempat beli bor biopori, walau niatnya sudah dari tahun lalu.

    Selama ini saya pake lubang resapan, di teritisan air dari talang. Di halaman rumah ibu saya ini sejak awal memang di design dengan lubang resapan. Juga saya punya lubang kompos sejak 2 tahun yl. Tapi lama kelamaan karena tanah urugnya sudah mulai jenuh, terasa mesti ditambah dengan biopori. Sekalian nambah kompos untuk tanaman saya.

    Foto teritisan air (foto ke 3) itu saya ambil di rumah adik saya. Tadinya itu saluran air yg nggak bisa lagi nampung air hujan sehingga luber sampe masuk rumah. itu sebabnya pemilik rumah menjual rumahnya karena sebal kebanjiran terus. Nah setelah beli, saya minta adik saya membongkar salurannya, lalu diisi ijuk, pasir dan brangkal...Sejak itu, nggak kebanjiran lagi. Malah tanaman di halaman lebih subur

    BalasHapus
  5. ku dah mulai sama tetangga di bekasi yang sering banjir.. paling tidak sekarang sampah kita pisah2 plus membantu tukang sampah juga.. cuma soal kebiasaan kan pisahkan sampah kering dan sampah basah..
    biar gitu juga tetap banjir deh komplek karena dilewati kali dari katulampa.. :( tiap hujan malah..
    kalau bukan dimulai dari kita, siapa lagi yang peduli ya? padahal sampah itu dari rumah diri sendiri..
    bisnis sampah yuk mbak..

    BalasHapus
  6. Semua akhirnya bermuara di sungai dan pencemaran polutan air ini dapat merugikan manusia .

    BalasHapus

BUKAN KARANGAN BUNGA🌺🌺

 Dapat kiriman tulisan yang bagus, untuk refleksi diri DICARI Teman yg bisa  Mensholatkan kita...   Ketika KITA WAFAT... BUKAN KARANGAN BUNG...