Jumat, 10 Desember 2010

Martabat Bangsa di mata dunia

Minggu lalu, saat "acara rutin" rumpi pagi di CCF, kami bicara tentang nasib para TKI/TKW yang teraniaya di negara-negara Timur Tengah.

Memang sangat menyedihkan dan ironi sekali. Indonesia, negara yang dimata sebagian besar orang Arab dianggap sebagai "surga dunia", berkat kekayaan alam, cuacanya yang sangat bersahabat dan alamnya yang subur menghijau. Coba bayangkan, dimana ada suatu negara yang kondisi alamnya sedemikian lengkap?

Indonesia memiliki segalanya. Hutan hujan tropis yang walaupun dengan sedihnya harus kita akui telah mulai gundul karena jutaan hektar dibabat habis setiap tahunnya tanpa adanya penghijauan kembali. Hitunglah jumlah pulau besar dan kecil yang bertaburan di sepanjang katulistiwa dan berapa luasnya samudera dan lautannya. Berbagai terumbu karang, ribuan jenis ikan dan bahkan keindahan alam bawah laut Wakatobi dan Raja Ampat yang konon kabarnya tidak ada bandingannya di dunia ini.

Gurun, savana bahkan salju abadi dapat ditemukan di Indonesia. Kekayaan flora dan fauna Indonesia, juga bukan main besarnya. Ribuan jenis burung, serangga jenis kupu-kupu dengan ragam warna, hingga sisa binatang purba semacam komodo hanya bisa ditemukan di Indonesia.

Gunung berapi jenis apa yang tidak ada di Indonesia? Walau kadang bahaya mengancam akibat letusannya, namun jangan lupa berkat gunung berapi itu pula kesuburan tanah kita terjaga. Bukan itu saja, ternyata gunung-gunung berapi menyimpan kekayaan mineral yang luar biasa besarnya. Dari jenis timbal yang murah meriah, timah, perak, emas, platinum bahkan Uranium dapat ditemukan di Indonesia. Tidak mengherankan bilan pemerintah Amerika Serikat mati-matian mempertahankan keberadaan Freeport di Papua, karena dari sanalah sebagian kekayaan tambang mineral digunakan untuk memperkaya dan menghidupi jutaan rakyat Amerika. Belum lagi kalau kita bicara hasil pertambangan lainnya, sepertibatubara, nikel ... uufff .... sukar diungkapkan, karena begitu melimpahnya.

Indonesia memang terletak pada daerah yang dinamakan "Ring of Fire" - jalur gunung berapi dan pertemuan antara 3 lempeng bumi yaitu lempeng Indo - Australian, Lempeng Pasifik dan lempeng Eurasian. Jadi ... pantas saja bila gempa baik akibat tumbukan ketiga lempeng tersebut atau akibat aktifitas gunung berapi sering kali terjadi.Itu mungkin harga yang "harus dibayar" bagi kelimpahan kekayaan alam yang sangat luar biasa. Untuk itu, kita memang layak "berbangga hati" memilik negara yang "KEKAYAAN ALAMNYA" begitu luar biasa.

Jadi ... tidak salahlah bila komponis Ismail Marzuki menciptakan berbagai lagu yang sangat menggugah rasa kebanggaan kita sebagai rakyat Indonesia.

Namun .... masih banggakah kita sekarang saat berdiri "di luar sana"?
Saya khawatir, TIDAK LAGI. Dalam era keterbukaan ini, dunia luar melihat dengan mata telanjang atas berbagai masalah terutama dalam ekonomi - sosial - politik. Betapa kasus - kasus korupsi, kongkalikong yang melibatkan pejabat publik bukan saja para eksekutif tetapi juga legislatif dan judikatif dari tingkat pusat sampai daerah dapat disimak secara terang benderang.

Betapa para elite politik Indonesia, sibuk dengan diri dan golongannya sendiri dan melupakan esensi keberadaannya sebagai pejabat pemerintahan yang seharusnya ada sebagai "aparat" yang dipercaya rakyat untuk membawa mereka menuju kemakmuran dan kesejahteraan.

Apa yang terjadi? Bila di tahun 1960 hingga akhir 1970, mahasiswa dari Malaysia "berguru" di berbagai universitas di Indonesia untuk tingkat S1, maka sekarang ... mahasiswa Indonesia "berguru" ke Malaysia untuk tingkat S2. Artinya pendidikan di Malaysia, sudah melampaui Indonesia, walaupun secara individual, kemampuan dosen Indonesia jauh lebih tinggi dari mereka.

Negara yang kaya raya ini dengan bangganya memberikan gelar "pahlawan Devisa" untu "mendorong" rakyatnya mengais riyal - ringgit dan dolar di berbagai negeri asing. Andaikan, para pahlawan devisa itu terdiri dari tenaga-tenaga ahli sebagaimana orang-orang India dikenal di dunia, maka bolehlah kita berbagga hati. Namun sebagian besar tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri adalah tenaga kerja domestik pembantu rumah tangga dan buruh kasar di perkebunan yang hidup dalam kemiskinan. Sedikit sekali yang bekerja sebagai tenaga ahli yang terpandang.

Lebih menyedihkan lagi, entah bagaimana perjanjian kerja yang dibuat antara tenaga kerja dan majikannya sehingga ratusan TKW teraniaya dan bahkan meninggal dunia di negeri asing. Buruh kebun dengan sangat mudah dipermainkan aparat negeri asing. Malangnya ... dengan "siksaan" yang mungkin mereka terima di negeri asing dan tanpa perlindungan memadai dari negara yang telah memberinya gelar "pahlawan devisa", mereka terpaksa tetap kembali ke negeri asing, karena apapun resikonya, masih ada ASA yang bisa digapai.

Mungkin tidak banyak yang merasakan bahwa dampak dari keberadaan TKI yg rawan penganiayaan dan "tanpa perlindungan" semestinya dr pemerintah dan pemberitaan yang sangat terbuka tentang "kebobrokan" yang terjadi dalam pemerintahan Indonesia telah membuat warga negara Indonesia seringkali dipandang sebelah mata tatkala berada di luar.

Apa yang bisa kita lakukan...? Jujur, saya tidak mampu menjawabnya .... Buntu rasanya bila harus memikirkan masalah ini ... Wong presidennya aja dengan enteng bilang.... KASIH HAPE aja .....


16 komentar:

  1. bener banget.. Indonesia kaya raya, tapi belum mampu memaksimalkan potensinya

    BalasHapus
  2. belum mampu atau tidak mau?
    Kalau denger2 diskusi ... sebetulnya ada sebagian orang yang MAMPU, tetapi mereka tidak bisa masuk untuk membuktikan kemampuannya, karena "lingkaran" kongkalikongnya terlalu ketat untuk ditembus

    BalasHapus
  3. nasionalisme cuma teori managemen. soal kemanusiaan ya kemanusiaan.

    BalasHapus
  4. Anda betul, soal TKI adalah soal kemanusiaan dan mungkin tidak ada hubungannya dg nasionalisme.
    Saya tidak bicara soal nasionalisme, tapi ingin mengungkapkan ironi Indonesia yang kaya raya ini, tapi rakyatnya bekerja mengais rejeki di negeri orang sbg PRT dan "kebobrokan" dalam negeri yg "terbuka" ke seluruh dunia dan menyebabkan betapa kita seringkali dilecehkan dunia luar.

    BalasHapus
  5. Kita sendiri belum punya UU tentang PRT ini....gimana mau nuntut negara lain memperhatikan mereka. Ya diketawain lah....."Nyuruh2 orang, dianya sendiri gak ngehargain bangsanya sendiri", gitu kali pikir mereka.

    Eh....cuma ibu2 kira2 mau gak ya bayar PRT sesuai UMR plus hak2 lainnya, kayak libur sekali seminggu?

    BalasHapus
  6. complicated.Seharusnya tkw yg akan dikirim,hrs bnr2x ditraning dulu dan dibekali pengetahuan yg cukup,sehingga para tkw ini akan mengerti perintah2x yg hrs dikerjakan dan bila mengalami hal2 yg mengerikan plg tdk bisa berlindung.
    Yg plg sebel juga masalah pendidikan di Indo.Gmn mau maju yah kalo dana pendidikan dan para dosen tdk diberikan imbalan yyg cukup,akhirnya jadi berkarir di LN deh.Terus terang,kalau suami sih juga msh pgn pulang mb Lina meski tau nanti gaji dosen cuma seperbrapanya gaji dosen di LN.sy juga hrs siap2x biasa dgn sistem di LN yg serba teratur,kembali ke Indo dgn kemacetan yg tinggi juga polusi dan tanpa kerjaan hehe..

    BalasHapus
  7. sebetulnya tidak ada kaitannya antara UU-PRT dengan keberadaan TKI di luar negeri krn ini berkaitan dg entry visa. TKI tentu perlu entry visa+ working permit dari negara yg akan didatangi.

    Hongkong sdh lama memberlakukan persyaratan adanya perjanjian kerja utk memperoleh long stayvisa tinggal di negaranya.

    Negara yg "benar" tentu mensyaratkan adanya perjanjian kerja antara TKI dg majukannya. Ma working permitsalahnya mungkin sdh terjadi "kongkalikong" antara PJTKI dg perusahaan penampung/penyalur di negara tujuan dimana working permit nya tidak di endors oleh pemerintah negara tujuan.

    Ini seharusnya menjadi tugas pemerintah Indonesia utk membuat prasyarat adanya perjanjian kerja tsb

    BalasHapus
  8. sebetulnya tidak ada kaitannya antara UU-PRT dengan keberadaan TKI di luar negeri krn ini berkaitan dg entry visa. TKI tentu perlu entry visa+ working permit dari negara yg akan didatangi.

    Hongkong sdh lama memberlakukan persyaratan adanya perjanjian kerja utk memperoleh long stayvisa tinggal di negaranya.

    Negara yg "benar" tentu mensyaratkan adanya perjanjian kerja antara TKI dg majukannya. Ma working permitsalahnya mungkin sdh terjadi "kongkalikong" antara PJTKI dg perusahaan penampung/penyalur di negara tujuan dimana working permit nya tidak di endors oleh pemerintah negara tujuan.

    Ini seharusnya menjadi tugas pemerintah Indonesia utk membuat prasyarat adanya perjanjian kerja tsb

    BalasHapus
  9. Betul Suzy, urusan ini memang complicated. Masalahnya bukan hanya training saja tp di balik itu semua, para TKI sdh kena cultural shock sejak mrk masuk di penampungan PJTKI yg seharusnya menjadi tempat latihan ttp kenyataannya lbh tepat jd "penjara" buat mrk.

    Shock bagi mrk yg baru pertama kali keluar dr desa/pedalaman. Kaget & gamang menghadapi suasana asing. Jangankan utk berbahasa asing (Inggris, Arab, Melayu atau Cina), bahasa Indonesia sj belum tentu mengerti. Peralatan latihan yg seadanya tentu tidak mencukupi utk membuat mereka bekerja dgn baik.

    Sbg contoh, sy baru dpt PRT yg "fresh from the oven". Baru 2 hr bekerja, dia sdh "melumat" 4 buah blus sy yg baru selesai dijahit. Padahal, sebelum menyetrika, dia sdh diberi instruksi oleh rekannya dlm bahasa ibu yg sama. Ternyata ... walau sama berbahasa Sunda, ada dialek lokal (Bandung vs Bogor) yg keduanya (PRT lama dan baru) saling tdk mengerti. Maka instruksipun dipahami berbeda. Belum lagi sikapnya yg "jauh" dari sopan.

    Saya membayangkan, andai hal itu terjd di luar Indonesia, tentu majikan asingnya akan marah besar. Sudah bayar mahal, dapat tenaga kerja yg "buruk". Maka yang terjadi kemudian adalah kekerasan.

    Walau bisa mengerti apa yg terjadi, jujur, saya merasa "sebal" sekali saat tahu blus saya "rusak". Namun sekaligus merasa sangat bersyukur mampu menjaga emosi utk tidak marah.

    Tapi teguran halus saya, tidak dipahaminya. Dengan enteng dia bilang sama PRT yang lama ... ah ibu nggak marah, kok bibi bilang ibu "marah"...!!! Dalam benaknya, kemarahan mungkin memang harus "dikeluarkan" dengan teriak2 atau memukul, seperti yang dia lihat di sinetron atau di desanya.

    BalasHapus
  10. ang-ing-eng.. ku menyimak saja mbak.. bete juga ngebahas carutmarut gini.. apalagi sby bilang kasih hape gitu saja, sapa yang saranin sih? *kog malah bahas?

    setidaknya kita nih mbak, bisa survive walupun pemerintah kaya main2 gitu ya.. yo kita main2 sajalah..

    BalasHapus
  11. Payah kalau tata-politik blum cukup
    kuat, bebas, kritis, tajam dan membaru tuk pbangunan.

    BalasHapus
  12. Kalau katanya TKW dah lehih dari 7 juta rang,
    tu mazhab ekonomi yang dianut mbela siapa?.

    Apa masih tahan dengar rusaknya citra-ce(we) di luar negeri
    dan disebut sebagai negeri ba-babu?

    BalasHapus
  13. idealnya, jangan menyimak aja dong Tin .... walau jujur aja, aku juga bingung mesti gimana

    BalasHapus
  14. Masalah memblenya/rusaknya mentalitas/jati-diri/ni-nilai pribadi/harga-diri pri-pribadi warga negeri yang dah parah gitu mang ngga dapat dijawab/dipecahkan (o)leh satu rang siapa pun rangnya. Amat nyedihkan mang. Negrimu yang juara nomor-satu terkurop di Asia, bermental/kepribadian/jati-diri/harga-diri lemah (a.l. mental budak-budaya pop-bule dan budak-konsumersme-dunia) mang dikawatirkan jadi negeri yang makin-rusak dan membusuk di Asia Tenggara.

    Repotnya lagi puluhan juta penganggur prempuan-pria klaparan akan mengga-gapai, menga-ngais nyari makan ke ne-negeri lain skedar $.100/sbulan kerna negri mreka tak mberi hidup. Dah diketahui bahwa duit $.100/sbulan tu juga sekejap menguap stelah para TKW tu balik yang banyak diantaranya mbawa penyakit jiwa/badan dan nemukan pe-penyakit-sosial meruyak di tengah keluarga yang mreka tinggalkan bekerja di luar-negeri..Di ne-negeri asing mreka pun nimbulkan ksu-sulitan tersendiri tuk tuan-rumah. Kasihan tu muka merah dip-diplomat Indonesia di luar negeri hadapi khalayak-dunia kerna seuntaian kecap-manis tentang Indonesia yang diucapkan mreka tak akan mangkus lagi hadapi kenyataan rakyat jlata yang tlah terpaksa mla-lata nyari makan ke ma-mana.

    Jawab pada pe-petaka ni ngkali dapat dimulai dengan mempertanyakan apakah satu sosok rang Indonesia tu mensyukuri karuniaNya yang misalnya:

    --- tlah jadikan dia/nia sperti apa-da-nya dengan kulit sawo-matang/gelap, hidung mungil dst dan tak mimpi tuk punya kulit putih dan hidung-mancung?;
    --- skali lagi perlu dipertaanyakan: (a) pa mreka ngakui kebijakan dan cita-rasa-keindahan-kebijakan al Khaliq dalam penciptaan fisik mreka sebagai rang Indonesia?:
    --- adanya penugasan yang diterima tiap dirinya dari al Haq tuk dilaksanakannya di dalam hidupnya?;
    --- adanya ni-nilai luhur/positif/kreatif/membaru/adil/kasih-sayang dst yang terdapat dalam khanazah negerinya yang cocok tuk pegangan hidupnya?;

    BalasHapus
  15. komentarnya sudah cukup jadi blog posting tuh...

    BalasHapus
  16. Da manfa'at nya ngga yang gitu?.
    Siapa peduli?.

    BalasHapus

BUKAN KARANGAN BUNGA🌺🌺

 Dapat kiriman tulisan yang bagus, untuk refleksi diri DICARI Teman yg bisa  Mensholatkan kita...   Ketika KITA WAFAT... BUKAN KARANGAN BUNG...