Coba tanya sama perempuan-perempuan di sekelilingmu …., “bisa menjahit nggak…?” Bisa dipastikan mata mereka langsung membulat ….merasa heran dan kaget mendengar pertanyaan yang aneh bin ajaib seperti itu. Sungguh …. Itulah reaksi mereka pada umumnya. Sama kagetnya tatkala mereka tahu bahwa saya masih menyempatkan diri menjahit pakaian sendiri, walaupun kualitas jahitannya sekarang sudah jauh menurun. Maklum, kemampuan penglihatan terutama untuk melihat benda-benda kecil seperti tusukan jarum jahit, sudah sangat jauh berkurang karena usia lanjut.
Hari gini jahit baju sendiri ? Kuno dan ketinggalan jaman kali yee…...!! Kurang gaul …!! Gak lihat bahwa di sekeliling kita bertaburan pakaian siap pakai yang ok punya. Sebut saja, kelas pedagang kaki lima sampai kelas butik. Dari kelas jahitan dari kawasan Sukabumi Udik – Jakarta Barat atau Cipulir – Jakarta Selatan sampai dengan jahitan kelas designer top. Baik dari koleksi prêt a porter maupun haute couture, dari designer lokal sampai designer kelas dunia yang menjadi langganan selebrity internasional, semua ada di Jakarta. Harganya ….? Tentu sesuai dengan kualitas. Dari mulai harga puluhan ribu rupiah hingga jutaan rupiah. Banyak pilihan …. Tinggal pilih yang sesuai dengan kemampuan kantong saja. Kalaupun, kocek agak pas-pasan namun ingin sesuatu yang exclusive, pergi saja beli bahan pakaian baik kain produksi lokal, ataupun produksi Cina, India maupun dari Paris ataupun Italy … lalu, cari model pakaian dan penjahit yang cocok. Bisa mencari penjahit yang menjajakan jasanya di pasar-pasar dekat rumah. Setingkat di atasnya penjahit rumahan atas rekomendasi teman atau kalau memiliki dana yang cukup leluasan, gunakan jasa designer lokal baik yang sudah punya nama semacam Adjie Notonegoro atau designer yang baru lulus dari ESMOD. Lagi-lagi tinggal disesuaikan dengan kemampuan kocek. Kemudahan seperti ini tidak hanya ditemukan di Jakarta, tetapi juga di kota-kota kecil lainnya. Tentu dengan kelas yang berbeda.
Industri tekstil dan pakaian jadi Indonesia memang berkembang sangat pesat, walaupun akhir-akhir ini mulai terengah-engah (lagi) akibat serangan bertubi-tubi dari Cina yang menerapkan dumping harga. Seperti biasa, barang produksi Indonesia, untuk kualitas yang sama, ternyata lebih mahaldibandingkan dengan produk yang berasal dari Cina. Tentu saja masyarakat terutama dari golongan mayoritas (menengah ke bawah) lebih menyukai produk Cina.
Industri pakaian tidak hanya didominasi oleh para pemodal kuat dengan pabrik modern dengan lisensi merek-merek terkenal, tetapi juga dilakukan pengusaha rumahan. Sama sebangun dengan industri makanan dan minuman. Dengan kondisi seperti ini, tidak heran bahwa menjahit pakaian sendiri atau masak memasak tidak lagi menjadi salah satu kemampuan yang bisa dibanggakan dari anak-anak gadis jaman sekarang. Apa yang dibutuhkan sudah tersedia dengan mudahnya di berbagai tempat.
Kemampuan atas pekerjaan domestik seperti menjahit, memasak, mengatur rumah tidak lagi diminati oleh anak gadis. Apalagi orang tua masa kini akan lebih bangga bila anak gadisnya memiliki sederetan gelar akademis, dibandingkan dengan anak gadis yang memiliki kemampuan tinggi untuk pekerjaan domesti seperti menjahit atau memasak. Walaupun dengan kemampuan tersebut, ternyata si gadis bisa membuka usaha secara mandiri. Menjadi majikan untuk diri sendiri dan lingkungannya.
Seorang teman kuliah di arsitektur dulu, sekarang menjadi “komisaris” di induk perusahaan yang “main business” nya adalah pakaian muslim. Jauh melenceng dari latar belakang pendidikannya. Konon setelah berkutat lebih dari 10 tahun, usaha jahit menjahit sang istri yang semula dimaksudkan untuk menunjang ekonomi keluarga ternyata berkembang sangat baik dan melebihi dari hasil kerja sang suami. Apalagi, pada akhirnya industri rumahan itu merambah pada bidang usaha lainnya yang tidak mampu lagi ditangani sang istri. Hingga akhirnya si suami melepaskan pekerjaannya sebagai dosen dan arsitek untuk semata-mata mengurusi bisnis sang istri.
Jadi … jangan anggap enteng kemampuan menjahit atau memasak lho….! Banyak cerita sukses usaha kecil dan menengah yang berasal dari pekerjaan masak-memasak dan menjahit. Kalaupun tidak dimanfaatkan secara komersial untuk menunjang ekonomi keluarga. Paling tidak, dua kemampuan tersebut bisa mengurangi pengeluaran rutin rumah tangga. Bayangkan saja, kalau ongkos menjahit satu stel pakaian di penjahit pasar Blok M rata-rata 250 ribu rupiah, tentu bisa dibayangkan berapa jasa menjahit kelas designer. Apalagi, sudah menjadi rahasia umum, perempuan selalu merasa kekurangan pakaian, terutama saat harus menghadiri suatu acara. Betapa besar penghematan yang bisa dilakukan. Belum lagi ditambah dengan penghematan dana “makan di luar” bersama keluarga dengan menu kesukaan anak-anak “kota”, seperti pasta/pizza. Wah ……
Yuk, kita kembali menekuni pekerjaan domestik seperti menjahit dan memasak. Nggak usah jadi professional deh …. Cukup untuk menjahitkan pakaian sendiri dan anak-anak atan memasak untuk makan malam bersama dengan keluarga, satu bulan sekali. Rasakan juga nikmatnya melihat anak dan suami menikmati hasil karya kita untuk kemudian mendapat reward berupa pujian mereka ….
Lebak bulus 3 Juni 2006 – 21.10
Yang paling layak dicintai adalah cinta itu sendiri dan.. Yang paling layak dimusuhi adalah permusuhan itu sendiri #BadiuzzamanSaidNursi
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
BUKAN KARANGAN BUNGA🌺🌺
Dapat kiriman tulisan yang bagus, untuk refleksi diri DICARI Teman yg bisa Mensholatkan kita... Ketika KITA WAFAT... BUKAN KARANGAN BUNG...
-
3/5 Berusaha dan terus berusaha. Hari itu, adalah hari ke 14 menstruasi ... Masih sederas hari pertama dan tidak ada tanda-tanda mereda...
-
Sebelum tulisan ini dilanjutkan, saya perlu meminta maaf terlebih dulu pada mereka yang berprofesi sebagai supir pribadi. Sungguh, tidak ...
-
Hari ini, Sabtu 18 Agustus 2007, majelis rumpi dibuka kembali. Mestinya classe conversation dimulai Sabtu tanggal 11. tapi karena hari sa...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar