Malang yang saya kenal ketika kecil, adalah apel walaupun kemudian kita baru mengetahui bahwa apel Malang yang kita kenal, tidak dihasilkan baik dari kota Malang maupun kabupaten Malang. Kebun apel hanya ditemui di wilayah Batu. Memang .... Batu dahulu kala masuk ke dalam wilayah kabupaten Malang.
Selain itu Malang masuk dalam pikiran saya, karena saat saya kecil, selalu ada tamu istimewa dari Malang. Ini terjadi pada kurun waktu awal tahun 1960 - 1965. (hadooh ... ketauan deh, kalau umurku sudah "uzur hehe...). Konon mereka masih keluarga kakek saya yang memiliki kebun kopi di wilayah Dampit. Jadi saat tamu istimewa ini datang berkunjung ke rumah kami, mereka selalu membawakan biji kopi mentah, yang kemudian setelah disangrai, lalu dibawa nenek untuk digiling di pasar Jatinegara.
Pada akhir abad ke 20, hehe .... untuk menyebutkan kurun waktu 5 tahun terakhir menjelang tahun 2000, setiap kali saya bertugas ke Malang, maka oleh-oleh perjalanan ini adalah kue-kuean atau bakpau telo ungu yang dibeli dari toko-toko dalam perjalanan dari Malang ke Surabaya. Saat itu memang belum ada penerbangan langsung ke Malang.
Warung yang menyajikan masakan khas Jawa ini adalah favorit big boss. Salah satu menu yang jadi incaran teman-teman adalah krengsengan. Entah bagaimana rasa masakan itu, hingga beberapa teman di Jakarta selalu memesan untuk dibawa ke Jakarta saat kami kembali pulang. Saya memang kurang tertarik dengan warna dan bentuknya, jadi tidak tahu apa yang membuat teman-teman tergila-gila dengan krengsengan itu. Belakangan ini, setelah ada penerbangan langsung dari Jakarta, tempat nongkrong makan siangnya beralih ke soto ayam pak Jari, masih di bilangan kotamadya Batu. Padahal ... seharusnya tidak ada hubungan antara tempat makan dengan lokasi pendaratan pesawat ya.
Perjalanan saya ke Malang biasanya berlangsung hanya 4 hari saja, sehingga masih ada 1 hari dalam minggu terkait untuk berkoordinasi dengan teman-teman di Jakarta, baik sebelum maupun sesudah perjalanan ke luar kota. Begitu juga selalu ada 1 atau 2 hari puasa selama perjalanan 4 hari tersebut.
Nah .... mari kita mulai dengan sarapan pagi. Di Hotel Kartika Wijaya tempat saya biasa menginap dan terletak di jalan Panglima Sudirman nomor 127, saya selalu memesan scramble egg dengan buah-buahan segar untuk sarapan pagi. Dimulai dengan makan buah dan ditutup dengan scramble egg. Untuk makan siang, maka kami yang bekerja di proyek ramai-ramai makan pecel Madiun di warung Amin, juga masih di jalan Panglima Sudirman, tidak jauh dari hotel, Pecelnya lumayan enak. Kadang suka ditambahi dengan bunga turi ( ?) mendampingi daun kemangi dan toge pentul, kesemuanya mentah, dan rempeyek.
Sebetulnya, di samping pecel Madiun yang disajikan dengan nasi atau lontong, masih ada gulai dan rawon. Nah .... makanan berdaging ini biarlah dimakan oleh rekan lelaki yang pada umumnya gembul. Saya tidak pernah mencobanya. Beraaaaatttt .........., mending makan pecel tanpa lontong/nasi. Sudah sangat mengenyangkan. Untuk sahur Kamis dinihari, biasanya saya minta dibawakan ke kamar soto ayam tanpa nasi dan buah potong.
sambal apel |
Makan di Warung Bambu suasananya sangat menyenangkan. Kita ditempatkan di meja-meja rendah ... jadi makan sambil lesehan di gubuk bambu yang terletak di atas kolam ikan yang ditanami pepohonan. Harga makanannya relatif memadai .... apalagi kalau kita bandingkan dengan ukuran harga makanan sejenis di Jakarta dan sekitarnya. Biaya yang dihabiskan rata-rata hanya 50 ribu per pax sudah termasuk minuman berupa juice, kopi atau minuman hangat lainnya.
Di lain waktu, kami makan cwie mie di bilangan jalan Kawi ... lupa namanya... Cwie mie di resto berbendtuk ruko ini disajikan dalam mangkuk dan alas mie nya berupa lembaran pangsit goreng mengikuti bentuk mangkuk. Kuahnya beragam ... ada kuah bening atau kuah kental rasa asam manis yang ringan dengan berbagai tingkat "pedas"nya.
Bakwan Malang |
Saya juga pernah makan di warung mahasiswa, yang berlokasi di depan kampus universitas Muhamadiyah.... 1 paket nasi+ayam goreng+tempe/tahu penyet cuma 10ribu saja. Murah meriah tapi susah dapat tempat kosong dan buat mereka yang porsi makannya besar, paket a la mahasiswa sepertinya kurang mengenyangkan. Maklum .... itu tempat favorit anak kost. Mereka juga menjual ketan durian .... Ini seperti ketan putih yang disiram dengan kinca berduren. Rasanya lumayan enak juga. Yang penting murah kan....?
Makanan modern a la kota besar seperti pasta dan steak ada di pusat kota Malang. Kami pernah mencicipinya di Hergi cafe. Tapi .... sepertinya teman-teman saya kurang menikmatinya sehingga kami tidak lagi mengunjungi tempat itu untuk makan malam.
Nah .... itulah resto atau warung yang biasa saya kunjungi. Tentu masih ada tempat lain seperti hot plate, Batu Suki dan lainnya... tapi kurang unik baik rasa maupun tempatnya.
Sekarang kita beralih ke oleh-oleh khas Malang.
Warung Bambu - Batu |
Selain kripik tempe, ada kripik jamur dan kripik buah-buahan seperti apel, semangka, melon, nangka, mangga, duren, ubi manis (kuning), ubi ungu, ubi "anggrek" karena warnanya campuran ungu dan putih. Tentu ada kripik-kripik lainnya.... Yang saya sebut itu adalah yang sering saya beli untuk oleh-oleh teman dan keluarga. Selain kripik, makanan khas untuk oleh-oleh dari Malang adalah pia Mangkok dan moci. Ini rasanya juga enak. Jauh lebih enak dari bakpia Pathuk dari Jogja.
Ada yang mau menambahkan...?
Malang dan sekitarnya memiliki objek wisata yang cukup beragam, seperti pantai, air terjun, gunung, taman bermain, dll. Selain itu kulinernya juga bermacam-macam.
BalasHapustourandtravelmalang.wordpress.com
Terimakasih atas infonya
BalasHapus