Wisuda Sarjana, adalah waktu yang sangat ditunggu, bukan saja oleh semua anak muda yang baru saja menyelesaikan kuliahnya tetapi juga ditunggu oleh para orangtuanya .... oleh pacar dan mungkin juga calon mertua .... Walau belum tentu segera akan menikah, tetapi wisuda ternyata menjadi salah satu langkah penentu para pasangan kasmaran.
Sejujurnya .... saya tidak pernah merasakan greget suasana wisuda sarjana seperti apa yang dirasakan semua orang. Tidak merasakan luapan kegembiraan yang luar biasa untuk akhirnya berhasil menyelesaikan kuliah, kecuali "lepas beban berat" atas "kecelakaan" selama masa kuliah, sehingga saya harus menyelesaikan waktu kuliah yang amat sangat teramat panjang .... Walau diselingi cuti selama 4 tahun...., ternyata masa kuliah saya masih lebih pendek dari masa kuliah salah satu mantan menteri era Suharto yang berasal dari kampus yang sama hehe.... # ini salah satu cara pembenaran atas kesalahan diri.
Saya juga tidak sempat dan tidak memiliki kesempatan hadir saat anak sulung menyelesaikan kuliahnya baik pada strata 1 maupun 2. Semoga si anak tidak merasa kecewa ataupun bersedih karena tidak didampingi orangtuanya pada saat yang mungkin sangat berarti baginya. Anak itu terlalu mandiri dan kalaupun ada rasa "kehilangan" di hati orangtua karena kemandiriannya, tapi kami tetap bangga dan merasa sangat berarti memiliki anak seperti dia.
***
Awal bulan Februari dan akhir September setiap tahun, seperti biasa selama hampir 10 tahun ini, saya akan menerima beberapa undangan untuk hadir di acara wisuda. Tentu tidak selalu dihadiri, tergantung kepentingannya. Kalau ada keponakan yang di wisuda dan saya tidak sedang merasa malas untuk pergi, maka kami akan hadir bersama. Tetapi lebih sering suami saja yang hadir. Itupun kalau dia sedang tidak merasa malas untuk bermacet ria di sepanjang jalur Pasar Minggu - Kampus UI dan sebaliknya.
Kadang-kadang, undangan itu digunakan teman yang membutuhkannya, karena kerabat yang ingin hadir melebihi jumlah undangan yang diperoleh wisudawan. Apalagi, undangan yang kami miliki itu memberikan kami kesempatan untuk hadir di ruang utama upacara. Di dalam Balairung Universitas Indonesia.
Kali ini, tiba-tiba saja saya merasa ingin membawa suasana kehidupan kampus kepada anak saya yang saat ini masih duduk di bangku kelas XI SMA. Tentu ada alasan tertentu mengapa keinginan tersebut timbul.
Dalam berbagai kesempatan bicara dengan si anak, seringkali dia bercerita, betapa teman-temannya ingin sekali berkunjung ke perpustakaan UI yang konon kabarnya terbesar di Indonesia dan hal ini akhirnya sudah beberapa kali dilakukan baik dari sekolah maupun secara individual. Sementara anak saya sendiri sama sekali tidak memperlihatkan rasa tertariknya untuk diajak mengunjungi dan mengikuti beberapa acara di kampus UI yang sejuk itu. Tentu bukan hadir di acara resmi, tetapi memang ada beberapa acara kekerabatan baik untuk staff pengajar maupun alumni yang memungkinkan anggota keluarga hadir. JAdi memang agak ironi. Sementara teman-temannya "iri" akan adanya kesempatan itu, anak saya malah acuh tak acuh.
Mungkin karena tahun ini, dia sudah duduk di kelas XI dan berbagai masalah mengenai universitas, fakultas dan program study sudah mulai ramai dijadikan topik pembicaraan siswa sebagai persiapan mereka kelak, maka topik yang sama sudah mulai muncul dalam beberapa kesempatan makan bersama yang hanya ada di setiap akhir minggu saja. Itu sebabnya pada saat saya lontarkan maksud untuk mengajaknya hadir pada acara wisuda sarjana, dia segera menyambutnya. Tentu ajakan tersebut saya sampaikan setelah beberapa hari sebelumnya melakukan konfirmasi kehadiran.
***
Sudah beberapa tahun, karena terjadi peningkatan jumlah wisudawan yang luar biasa serta adanya berbagai jenjang kependidikan, maka acara wisuda sarjana UI dilakukan 2 kali dalam satu hari yang pasti sangat melelahkan bagi pejabat UI yang terlibat langsung serta seluruh pendukung acara. Belum lagi acara gladi resik yang biasanya diselenggarakan sehari sebelumnya.
Biasanya, wisuda Sarjana strata 1 - S1 dan program diploma diselenggarakan pada pagi hari dan wisuda jenjang S2 - S3, program profesi diselenggarakan pada siang hari. Seingat saya, acara wisuda yang diselenggarakan pada pagi hari di bulan Februari selalu dibarengi dengan acara Dies Natalis sementara wisuda yang diselenggarakan pada bulan September dibarengi dengan penerimaan mahasiswa baru yang pasti gegap gempita. Ada nuansa berbeda dari ke dua kesempatan tersebut. Rasanya ... acara yang dibarengi dengan penyambutan mahasiswa baru lebih meriah, karena kebanggaan menjadi mahasiswa baru begitu kental mewarnai seluruh rangkaian acara.
***
Hari itu .... Sabtu 8 Februari 2014, kami berangkat dari rumah sekitar jam 12.45 - usai makan siang dan shalat dhuhur, Mestinya, cukup waktu untuk mengejar acara yang dimulai tepat jam 14.30 dengan ketentuan wajib hadir 30 menit sebelumnya. Waktu tempuh dari rumah ke kampus UI, biasanya hanya 45 menit. Itu sudah memperhitungkan kemacetan. Ternyata .... kemacetan siang itu sangat luar biasa. Bukan karena adanya kemacetan akibat lalu lintas keluar-masuk kampus UI, tetapi karena adanya beberapa genangan air. Maka ... kami baru memasuki gedung PAU pada jam 14.10 ...
Sebetulnya masih ada waktu 20 menit sebelum acara dimulai. Tetapi .... gedung PAU, yang biasanya ramai, sudah relatif kosong. Penghuninya sudah bersiap, berdiri dan berbaris rapi untuk mengikuti upacara di koridor antara gedung PAU denga Balairung tempat penyelenggaraan acara Wisuda Sarjana. Agak, salah tingkah juga melihat keadaan ini. Beruntung ada petugas acara, mungkin yang bertugas untuk membimbing undangan memasuki ruang acara. Dialah yang mengantar kami memasuki Balairung dan mencarikan tempat duduk. Alhamdulillah......
Duduk di ruang utama upacara, tentu merupakan suatu keberuntungan yang tidak semua orang bisa memilikinya. Itu pula yang menghadirkan getar dan nuansa yang sangat berbeda selama mengikuti acara tersebut.
***
Tepat jam 14.30, Rektor dan pejabat universitas dan Fakultas disertai dengan para guru besar memasuki Balairung UI dengan diiringi lagu Godeamus Igitur yang dibawakan oleh orkestra dan paduan suara UI .... Lirih namun penuh hikmat ....., lalu upacara "standar" dimulai ....., yaitu dari seremoni menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya, mengheningkan cipta, doa, pembacaan lulusan dan lain-lain. Standar dan buat saya, cenderung menjemukan .... biasalah... sesuatu yang rutin dan standar, akan cenderung menjemukan terutama bagi yang seringkali menghadiri acara serupa.
Usai, acara standar seremonial, penyanyi-penyanyi "jawara" dari berbagai fakultas menyanyikan lagu pop pilihan. Rupanya dari generasi Aning Katamsi ... sekarang sudah banyak bermunculan mahasiswa dan mahasiswi pemilik suara emas yang apik. Merekalah yang menggantikan para seniornya menyanyikan beberapa lagu pop yang terasa anggun karena diiringi orkestra.
Usai upacara wisuda, acara bagi undangan dilanjutkan dengan resepsi di ruang PAU sementara para wisudawan biasanya memiliki acara lanjutan yang mereka rancang sendiri dan pasti sangat heboh. Dari mulai membuat foto standar dengan keluarga dan pacar, Umumnya dengan latar gedung rektorat UI atau mungkin sekarang ditambah dengan gedung perpustakaan pusat. Yang terakhir biasanya di gerbang masuk kampus dimana terletak tulisan besar UNIVERSITAS INDONESIA. Kapan lagi orangtua bisa berkunjung ke kampus tempat anak-anaknya kuliah, bukan?
Semoga, generasi muda Indonesia yang baru saja menyelesaikan kuliahnya di salah satu kampus termegah di Indonesia, pada universitas penyandang nama negara, mampu membawa Indonesia menuju kemandirian di berbagai bidang dan melepaskan bangsa dan negara ini dari belitan neokolonialisme dan praktek KKN kelak.
Sejujurnya .... saya tidak pernah merasakan greget suasana wisuda sarjana seperti apa yang dirasakan semua orang. Tidak merasakan luapan kegembiraan yang luar biasa untuk akhirnya berhasil menyelesaikan kuliah, kecuali "lepas beban berat" atas "kecelakaan" selama masa kuliah, sehingga saya harus menyelesaikan waktu kuliah yang amat sangat teramat panjang .... Walau diselingi cuti selama 4 tahun...., ternyata masa kuliah saya masih lebih pendek dari masa kuliah salah satu mantan menteri era Suharto yang berasal dari kampus yang sama hehe.... # ini salah satu cara pembenaran atas kesalahan diri.
Saya juga tidak sempat dan tidak memiliki kesempatan hadir saat anak sulung menyelesaikan kuliahnya baik pada strata 1 maupun 2. Semoga si anak tidak merasa kecewa ataupun bersedih karena tidak didampingi orangtuanya pada saat yang mungkin sangat berarti baginya. Anak itu terlalu mandiri dan kalaupun ada rasa "kehilangan" di hati orangtua karena kemandiriannya, tapi kami tetap bangga dan merasa sangat berarti memiliki anak seperti dia.
***
Awal bulan Februari dan akhir September setiap tahun, seperti biasa selama hampir 10 tahun ini, saya akan menerima beberapa undangan untuk hadir di acara wisuda. Tentu tidak selalu dihadiri, tergantung kepentingannya. Kalau ada keponakan yang di wisuda dan saya tidak sedang merasa malas untuk pergi, maka kami akan hadir bersama. Tetapi lebih sering suami saja yang hadir. Itupun kalau dia sedang tidak merasa malas untuk bermacet ria di sepanjang jalur Pasar Minggu - Kampus UI dan sebaliknya.
Kadang-kadang, undangan itu digunakan teman yang membutuhkannya, karena kerabat yang ingin hadir melebihi jumlah undangan yang diperoleh wisudawan. Apalagi, undangan yang kami miliki itu memberikan kami kesempatan untuk hadir di ruang utama upacara. Di dalam Balairung Universitas Indonesia.
Kali ini, tiba-tiba saja saya merasa ingin membawa suasana kehidupan kampus kepada anak saya yang saat ini masih duduk di bangku kelas XI SMA. Tentu ada alasan tertentu mengapa keinginan tersebut timbul.
Dalam berbagai kesempatan bicara dengan si anak, seringkali dia bercerita, betapa teman-temannya ingin sekali berkunjung ke perpustakaan UI yang konon kabarnya terbesar di Indonesia dan hal ini akhirnya sudah beberapa kali dilakukan baik dari sekolah maupun secara individual. Sementara anak saya sendiri sama sekali tidak memperlihatkan rasa tertariknya untuk diajak mengunjungi dan mengikuti beberapa acara di kampus UI yang sejuk itu. Tentu bukan hadir di acara resmi, tetapi memang ada beberapa acara kekerabatan baik untuk staff pengajar maupun alumni yang memungkinkan anggota keluarga hadir. JAdi memang agak ironi. Sementara teman-temannya "iri" akan adanya kesempatan itu, anak saya malah acuh tak acuh.
Mungkin karena tahun ini, dia sudah duduk di kelas XI dan berbagai masalah mengenai universitas, fakultas dan program study sudah mulai ramai dijadikan topik pembicaraan siswa sebagai persiapan mereka kelak, maka topik yang sama sudah mulai muncul dalam beberapa kesempatan makan bersama yang hanya ada di setiap akhir minggu saja. Itu sebabnya pada saat saya lontarkan maksud untuk mengajaknya hadir pada acara wisuda sarjana, dia segera menyambutnya. Tentu ajakan tersebut saya sampaikan setelah beberapa hari sebelumnya melakukan konfirmasi kehadiran.
***
Biasanya, wisuda Sarjana strata 1 - S1 dan program diploma diselenggarakan pada pagi hari dan wisuda jenjang S2 - S3, program profesi diselenggarakan pada siang hari. Seingat saya, acara wisuda yang diselenggarakan pada pagi hari di bulan Februari selalu dibarengi dengan acara Dies Natalis sementara wisuda yang diselenggarakan pada bulan September dibarengi dengan penerimaan mahasiswa baru yang pasti gegap gempita. Ada nuansa berbeda dari ke dua kesempatan tersebut. Rasanya ... acara yang dibarengi dengan penyambutan mahasiswa baru lebih meriah, karena kebanggaan menjadi mahasiswa baru begitu kental mewarnai seluruh rangkaian acara.
***
Hari itu .... Sabtu 8 Februari 2014, kami berangkat dari rumah sekitar jam 12.45 - usai makan siang dan shalat dhuhur, Mestinya, cukup waktu untuk mengejar acara yang dimulai tepat jam 14.30 dengan ketentuan wajib hadir 30 menit sebelumnya. Waktu tempuh dari rumah ke kampus UI, biasanya hanya 45 menit. Itu sudah memperhitungkan kemacetan. Ternyata .... kemacetan siang itu sangat luar biasa. Bukan karena adanya kemacetan akibat lalu lintas keluar-masuk kampus UI, tetapi karena adanya beberapa genangan air. Maka ... kami baru memasuki gedung PAU pada jam 14.10 ...
Duduk di ruang utama upacara, tentu merupakan suatu keberuntungan yang tidak semua orang bisa memilikinya. Itu pula yang menghadirkan getar dan nuansa yang sangat berbeda selama mengikuti acara tersebut.
***
Tepat jam 14.30, Rektor dan pejabat universitas dan Fakultas disertai dengan para guru besar memasuki Balairung UI dengan diiringi lagu Godeamus Igitur yang dibawakan oleh orkestra dan paduan suara UI .... Lirih namun penuh hikmat ....., lalu upacara "standar" dimulai ....., yaitu dari seremoni menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya, mengheningkan cipta, doa, pembacaan lulusan dan lain-lain. Standar dan buat saya, cenderung menjemukan .... biasalah... sesuatu yang rutin dan standar, akan cenderung menjemukan terutama bagi yang seringkali menghadiri acara serupa.
Usai, acara standar seremonial, penyanyi-penyanyi "jawara" dari berbagai fakultas menyanyikan lagu pop pilihan. Rupanya dari generasi Aning Katamsi ... sekarang sudah banyak bermunculan mahasiswa dan mahasiswi pemilik suara emas yang apik. Merekalah yang menggantikan para seniornya menyanyikan beberapa lagu pop yang terasa anggun karena diiringi orkestra.
Semoga, generasi muda Indonesia yang baru saja menyelesaikan kuliahnya di salah satu kampus termegah di Indonesia, pada universitas penyandang nama negara, mampu membawa Indonesia menuju kemandirian di berbagai bidang dan melepaskan bangsa dan negara ini dari belitan neokolonialisme dan praktek KKN kelak.