Selasa, 15 Mei 2018

Bibit Teroris di Surabaya

Tulisan menarik untuk disimak, dimengerti dan diwaspadai

Bibit Teroris di Surabaya
Oleh: Muhammad Bahrudin (Kandidat Doktor Ilkom Fisip UI)

Bibit-bibit radikalis sebenarnya sudah sangat tampak di sekitar kita. Bahkan sudah lama. Di kampus, masjid, kos, kontrakan, dan lain-lain. Saat menjadi mahasiswa S1, saya sudah 3x diajak bergabung dengan kelompok-kelompok yang mengaku paling agamis, paling Islam, paling tahu jalan surga. Bahkan sekali saya dihipnotis di sebuah rumah kontrakan. Beruntung, Allah masih menolong saya. Aksi hipnotis tak berjalan sesuai dengan harapan..

Seorang teman kos nyaris tiap hari didatangi, dirayu, dan dirajuk untuk ikut kelompok mereka atas nama "kajian". Dia gamang, antara tertarik tapi juga khawatir. Bersama saya, akhirnya kami bendung dengan berbalik "menceramahi" mereka. Nyaris sama dengan kejadian yang terjadi pada saya dan kakak saya, sebelum kuliah.  

Sang marketing agama itu tiap hari ke rumah saya. Iming-iming surga dan semangat membela agama selalu disulut untuk membakar kami yang saat itu sedang getol ngurusi remaja-remaja masjid dikampung kami. Mereka berusaha menyusup dengan dalih dan dalil yang dianggap paling benar. Seolah saat itu Islam dalam keadaan terjepit sehingga harus diselamatkan dari kaum kafir, munafik, dan dibawah rezim yang dzalim.

Beruntung kami lebih dulu dijejali dengan dalil-dalil agama Islam yang mengedepankan cinta damai oleh bapak saya dan guru-guru saya sehingga apa yang disampaikan kaum radikalis itu selalu bertentangan dengan hati nurani kami. Kami secara tegas menolak dan memberikan ultimatum untuk tidak datang lagi ke rumah kami.

Masih tentang kaum radikalis. Sungguh sulit saya menyebut mereka adalah orang yang beragama, apalagi agama Islam.  

Seorang saudara keponakan tiba-tiba sangat rajin "mengaji" di kawasan Surabaya hingga larut malam, sekitar 15 tahun lalu. Ibu bapaknya kerap menangis karena tiap hari dia mengumpat negara-negara kafir di televisi. Kedua orangtuanya takut dengan perubahan drastis anaknya.

Suatu ketika dia bercerita, sang ustadz menawarkan jihad di negeri Afganistan. Respon para peserta kajian, yang sebagian besar dari para mahasiswa di Surabaya, saling berebut untuk ikut dan segera mendaftar. Tentu saja sebagian disiapkan jadi "pengantin" untuk masuk surga. Saya bertanya, 
"Kenapa kamu tidak ikut?"
"Belum siap," jawabnya
"Koq belum siap? Udah, ikut aja. Katanya dijamin masuk surga?" tanya saya retoris.

Dia diam. Entah apa yang ada dalam pikirannya. Saya mulai bercerita ttg pengalaman saya saat dihipnotis, diajak kajian, hingga saya jelaskan paham-paham radikal yang menggejala di Indonesia, termasuk di Surabaya. Syukurlah sejak saat itu dia berhenti mengikuti kajian-kajian yang berisi kebencian dan kebencian. 

Yang merepotkan, bibit teroris itu saat ini semakin masuk dan mulai banyak diterima masyarakat. Korbannya adalah orang-orang baru mempelajari Islam atau orang-orang yang baru menginjak Indonesia karena lama di negeri seberang. Mereka sangat mudah dijebak. Tanpa harus dihipnotis, mereka dengan sukarela masuk dalam ajarannya dan dengan senang hati merayakan di medsos-medsos. Apalagi paham radikalis semakin berpolarisasi ke dalam sub-sub kelompok, sub-sub kajian, sub-sub agama, sub-sub budaya, dan sub-sub politik.

Yang menjadi dilematis adalah ketika aparatur negara (dengan pendampingan MUI) mengatur ajaran-ajaran agar tak bertentangan dengan konsensus NKRI, Pancasila, dan UUD 1945, justru dianggap mengkriminalisasi ulama. Yang memprihatinkan, ini diamini oleh sebagian masyarakat dan dikomodifikasi sebagian para politikus.

Semoga Surabaya yang damai akan terus damai. Toleransi akan terus dijaga. Turut berduka cita sedalam-dalamnya bagi saudara yang menjadi korban keberingasan teroris. Save Surabaya!
***

GIMANA SEORANG MUSLIM BISA JADI TERORIS ? 

1. Mereka ini awalnya adalah orang² baik yg berusaha jadi lebih baik dengan ikut kelompok-kelompok pengajian. 

2. Oleh guru ngaji kelompok pengajiannya ditanamkanlah mana sikap² yang sesuai sunnah nabi (berdasarkan versi mereka) , mana yang tidak nyunah. Mulai dari makan minum sambil duduk, tidur berbaring ke kanan. Kalo ada laler masuk ke minuman tuh laler dicelupin dulu ke air baru airnya bisa diminum. Ngerembet ke celana cingkrang, pake jenggot, jidat item, kalo ngobrol dengan lawan jenis gak boleh kontak mata. Wal hasil itu ditanamkan terus hingga mereka yang melakukan itu semua merasa lebih "nyunnah" dari yang lain. 

Belajar agama dengan orang² ini adalah SAMI'NA WA ATO'NA. nurut dengan ajaran mereka sama dengan nuruh ajaran Nabi. Kritis dilarang. Beda cara beragama berarti ngga sesuai sunnah nabi. Karena sumber sunnah Nabi harus berasal dari golongan yang sepemikiran dengan mereka. Mau dia kiyai,  mau dia profesor lulusan Mesir,  gak peduli.  Beda = Ngga sunnah. 
Jangan heran kalau ulama besar sekaliber Quraish Shihab,  KH Said Aqil,  Gus Mus, dan lain lain dianggap kalah ilmu dengan ustad² yang ngajinya seminggu sekali dengan murobi yang ilmunya 1 tahun di atas dia. Sekalipun dia mualaf (orang yang baru kenal Islam beberapa tahun saja). 

3. Dari sikap paling sesuai sunnah,  ngerembet ke sikap lebih Islami dari yg lain. Mereka hobbinya teriak² "KAMI UMAT ISLAM".  Seolah-olah agama ini hanya mereka yang punya, muslim yang lain ngontrak doang. Karena kurang Islam. Kalau sudah begini, anda beda pilihan/pendapat dengan mereka langsung dianggap sesat,  kafir, bid'ah. Kadang terhadap orang tua/keluarganya sendiri sering konflik hanya karena beda cara beragama. 

4. Dari menolak perbedaan, sampai menganggap mereka yang beda itu musuh. Walau pun mereka satu agama. Mereka merasa mewakili "Umat Islam" yang sedang dizolimi hingga harus melawan. Musuh kelompok dianggap musuh agama. Hingga membuat isu hoax/fitnah/kebencian terhadap kelompok2 yang beda dianggap bagian dari perjuangan agama. 

5. Kebencian yang mendalam terhadap kelompok yang berbeda, yang dianggap kafir, dianggap dzolim,  berubah menjadi perilaku keras yang berujung terorisme. Membunuh mereka dianggap jihad dan mereka bangga melakukannya.

Embrio kelompok-kelompok ini mulai dari Rohis di sekolah² , kampus², kegiatan² masjid. 
Sasarannya adalah orang² baik yang polos. Mereka memilih serius belajar agama dan ingin jadi pribadi yang lebih baik. Mereka mengira guru² yang mengajarkan agama adalah orang² tulus, ikhlas & tidak punya kepentingan apa pun seperti dirinya. Guru yang sama yang mengajarkan ma'rifatullah,  ma'rifaturrasul,  akhlaq,  shirah nabawi,  tauhid adalah orang yang sama yang juga mengajarkan kebencian dan membunuh saudaranya yang tidak sepaham sebagai ibadah. Sehingga ajaran kebenaran dan kebatilan terlihat sama. 

***
Saran saya,  gunakan "AKAL" mu saat akan berguru ke mana pun. Dengan akal kita bisa membedakan mana yang baik yang bisa diambil ibroh/pelajaran, dan mana yang penting untuk dikritisi.  Meski pun itu keluar dari GURU NGAJI.  Akal itulah yang membedakanmu dengan makhluk lainnya, hingga ketika kamu belajar kamu menjadi "Manusia" bukan malah menjadi "Domba" yang dicocok hidungnya. Hidupmu seperti zombie yang dikendalikan orang lain. 

Kamu diperintahkan Belajar Agama untuk menjadi menusia yang berilmu.  Karena ciri orang berilmu itu pasti BIJAK & TUJUAN AKHIR BERILMU AGAMA adalah TAWADLU & BERAKHLAQ MULIA terhadap sesama. Bukan malah semakin sombong dan buas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BUKAN KARANGAN BUNGA🌺🌺

 Dapat kiriman tulisan yang bagus, untuk refleksi diri DICARI Teman yg bisa  Mensholatkan kita...   Ketika KITA WAFAT... BUKAN KARANGAN BUNG...