Saya adalah orang pertama di kantor yang memakai jilbab secara "resmi" (walau bukan jilbab syar'i) dalam arti atas sepengetahuan dan ijin pemilik perusahaan dan saat itu, saya bekerja di perusahaan keluarga dimana pemiliknya adalah non muslim dari etnis Cina.
Sebelumnya, bagian personalia selalu "melarang" karyawati menggunakan jilbab di kantor, sehingga beberapa di antaranya yang sudah terbiasa menggunakan jilbab, akan melepas jilbabnya begitu tiba di kantor dan kembali menggunakannya begitu akan pulang. Kejadian ini berlangsung pada kurun waktu antara tahun 1996 sampai dengan 1998.
Saya sendiri sering disindir oleh beberapa orang kenalan, bahkan oleh suami sendiri ..... Sudah menunaikan ibadah haji tetapi sama sekali tidak mau menggunakan jilbab. Sepertinya, ada semacam kewajiban sosial ..... usai berhaji, jilbab wajib digunakan.
Tidak ... saya bukan orang yang meIakukan sesuatu berdasarkan "apa kata orang". Harus ada alasan yang jelas, terukur dan masuk akal, kenapa harus melakukan ini, dan bukan itu. Bagi saya .... perilaku, kejujuran, integritas dan hubungan antar manusia jauh lebih penting daripada selembar kain bernama jilbab. Betul, kalau ada yang mengucapkan bahwa dengan mengenakan jilbab maka perilaku kita akan terjaga. Tapi benarkah ....?
Pada kenyataannya tidak sesederhana itu. Berapa banyak kita melihat perempuan berjilbab "tertangkap tangan" menerima suap atau secara terang-terangan meminta imbalan atas "bantuan" yang sebetulnya adalah tugas yang harus dilakukannya tanpa imbalan tambahan di luar gaji yang sudah diterimanya .... Pada era media sosial sekarang ini, ada ribuan perempuan berjilbab yang dengan entengnya menulis dan mencaci maki orang lain. Merasa diri lebih baik dari yang lain .... dan sangat disayangkan, jilbab yang digunakannya TIDAK tercermin dalam perilaku, tulisan dan ucapannya.
Sama halnya dengan penggunaan jilbab yang juga menjadi sangat berlebihan. Alih-alih berpenampilan sederhana, berjilbab malah menjadi Fashion Mode yang menampilkan kemewahan baik dari bahan, asesori dan warna yang digunakan sehingga mempengaruhi penampilan secara keseluruhan.
Ya, Jilbab Memang perintah Allah SWT ... sebagaimana tersurat dalam ayat berikut ini.
Yā ayyuhan-nabiyyu qul li`azwājika wa banātika wa nisā`il-mu`minīna yudnīna 'alaihinna min jalābībihinn, żālika adnā ay yu'rafna fa lā yu`żaīn, wa kānallāhu gafụrar raḥīmā
Terjemah Arti:
Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Tafsirnya adalah agar perempuan yang sudah memeluk agama Islam mudah dikenali oleh orang yang melihat mereka sehingga dapat terbedakan dari para budak wanita, dan menjadi jelas bagi orang bahwa mereka adalah para wanita merdeka yang suci dan menjaga kehormatan.Yakni diganggu oleh pihak yang dalam hatinya terdapat penyakit dengan mencoba menodai mereka. (Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid, Imam Masjidil Haram)
Ada beragam peristiwa yang melatar-belakangi hingga akhirnya saya mengambil keputusan menggunakan jilbab, di antaranya, betul .... untuk menjadi pembeda yang mudah dikenali bahwa saya searing muslimah.
Mungkin perlu dijelaskan dulu bahwa wajah saya dengan mata sipit dan kulit terang sering "dilecehkan" dan dianggap sebagai keturunan Cina. Sebetulnya, selama masa remaja, saya tidak pernah merasa terganggu ataupun menyadari "kelainan" tersebut. Hingga suatu saat dimana keberadaan saya mulai "dipermasalahkan" dan kemudian menjadi masalah bagi sebagian orang dan kelompok. Itupun masih tidak menggerakkan hati saya untuk "memanfaatkan" ayat tersebut. Hingga suatu peristiwa yang hampir merengut nyawa dan saya merasa bahwa itulah panggilan Allah SWT.
Saat niat menggunakan jilbab sudah menjadi lebih kuat, menjelang libur panjang akhir tahun, saya menghadap pemilik perusahaan. Mengutarakan niat tersebut disertai, tentu saja, mengungkapkan perjalanan panjang dan beragam peristiwa yang melatar belakangi perubahan pikiran hingga akhirnya memutuskan untuk menggunakan jilbab. Itu terjadi pada akhir tahun 2000.
Di luar dugaan, bigboss malah mendukung seraya menyatakan: "Silakan gunakan jilbab, kalau itu sudah jadi keputusanmu, tapi ingat .... harus konsisten dalam segala hal. Jangan cuma ikut-ikutan lalu buka-pakai seenaknya."
Awal tahun baru, penampilan baru tentu membuat kaget seisi kantor .... namun sejak itu, satu demi satu perempuan di kantor menggunakan jilbab, walau bukan syar'i tapi cukup sopan dan tidak berlebihan. Karena ..... bukankah kita dianjurkan untuk berpakaian secara sederhana saja?
Sejauh ini .... sepertinya memang ada beberapa posisi yang "melarang" perempuan menggunakan jilbab. Alasannya .....? Entahlah... Namun buat saya ... berjilbab ataupun tidak, itu adalah urusan masing-masing. Berpakaian tentu harus sesuai dengan tempat/suasana dan acaranya. Tentu sangat tidak layak/pantas kalau bekerja dengan menggunakan baju yang memperlihatkan belahan dada atau baju yang silhuet badannya menerawang jelas. Sama juga halnya menggunakan jilbab syar'i yang panjang melambai baik di badan maupun panjang rok yang menyapu lantai, tentu mengganggu gerak kerja lapangan.
Saya juga selalu diingatkan mme Louisette Wiromy ...."jaga perilaku ... jangan tertawa terbahak-bahak seenaknya atau merokok karena itu tak elok bagi perempuan berjilbab"
Berpakaian tentu ada norma dan etiketnya. Untuk mereka yang tidak bisa mengikuti aturan, mungkin itu adalah jalan yang ditunjukkan Sang Pencipta untuk mandiri, bekerja buat diri sendiri. Karena selama kita bekerja dengan orang lain ataupun pemerintah, maka kita juga harus mengikuti aturan setempat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar