Rabu, 21 Juni 2006

Ada apa di SIDOARJO?

Sungguh mati, sebetulnya saya sama sekali gak tertarik untuk nulis tentang semburan lumpur panas di Sidoarjo. Alasannya sih simpel banget. Gak suka dengan sepak terjangnya kelompok usaha BAKRIE. Biasanya kalo kita udah enggak suka dengan sesuatu, bawaannya jadi negatif aja. (ini sebabnya saya nggak akan pernah mau pake ESIA walaupun banyak orang bilang Esia murah ... tapi sebodo amat ....!!!).

Itu alasan pertama ... Alasan kedua, dalam suatu acara makan siang santai dengan owner di kantor (beliau anggota legislatif yang cukup vokal dan cuma ada di kantor jum'at siang), beliau cerita bahwa ...... Lapindo Brantas telah melakukan pelanggaran etika dalam penunjukan kontraktor pelaksana pengeboran. Biasanya, kontraktor pelaksana ditunjuk berdasarkan tender terbuka yang diikuti oleh professional di bidangnya dan tidak boleh terkait dengan para pemegang saham perusahaan induk (dalam hal ini para pemegang saham lapindo - yaitu Bakrie groups, Medco dan Santos). Nyatanya, kontraktor pelaksananya adalah salah satu anak perusahaan bakrie. Ini juga yang menyulut keributan antara bakrie dan medco. 

Bagaimana kebenarannya .... Jujur aja ... ini cuma bisik2 di kalangan tertentu. Pasti nggak akan muncul di permukaan. Orang Indonesia kan paling pinter berkelit dan mencari kambing hitam .... hehe.... Nah cerita bos ini kan bisa dikategorikan gosip yang gak jelas kali ye.....

Teman kantor yang baru pulang dari Malang via Surabaya, cerita tentang lumpur di Sidoarjo itu .... Wuih ... bau.... dan letupannya itu persis seperti letupan kecil gunung berapi .... (kayak udah pernah liat aja...).


Nah ... yang terakhir, gara2 baca postingnya masarcon ... Kok banjir lumpur itu dikaitkan dengan gempa Jogja ya....? Terus omong2 di rumah. Suami memforward tulisan seseorang di salah satu mailing list ... Ini isinya......; Simak baik-baik ya.... semoga menjadi referensi tambahan lagi bagi yang tertarik dengan lumpur Sidoarjo ini .... (eh ada yang tertarik untuk mengolahnya jadi kosmetika, nggak ya?? kan perempuan suka berlulur dengan lumpur untuk menghaluskan kulit....) Salam - maaf kalo ada yang kurang berkenan karena tulisan ini..
*******


From: Migas_Indonesia@yahoogroups.com
[mailto:Migas_Indonesia@yahoogroups.com] On Behalf Of Aris Dwipurnomo
Sent: Sunday, June 11, 2006 10:54 PM
To: Migas_Indonesia@yahoogroups.com
Subject: RE: [Oil&Gas] Semburan Lumpur Lapindo Brantas
Entah hal ini benar atau tidak. Diambil dari http://www.media-indonesia.com/
Bagian Komentar Editorial


TRUE STORY-1
Mudah2an dengan tulisan ini bisa menjelaskan sejarah kejadiannya:


Master plan untuk sumur ini adalah pada kedalaman 8500 Ft akan di set cassing dan di-cement, sehingga apabila terjadi semburan gas, kondisi sumur sudah aman karena arah semburan tdk akan ke formasi (menyamping) tapi bisa diarahkan ke atas dan semburan gas tsb mudah untuk di "kill" (kill well). Tetapi, pihak Lapindo tetap ngotot untuk terus ngebor sampai formasi limestone (gas) ditemukan tanpa memikirkan safety-nya jika terjadi semburan. 

Dalam hitung2an bisnis artinya:masih ingin ketemu formasi gas yg lebih besar. Sampai kedalaman 9000Ft, pihak Lapindo diingatkan lagi untuk set casing karena semua orang di lokasi sudah ketar-ketir apabila terjadi semburan, blm ada proteksinya,lagi2, Lapindo menolaknya. Akhirnya di +/- 9200, terjadi loss total (indikasi telah masuk formasi gas) dan mulai terjadi kepanikan. Saat itupun sebenarnya keadaan masih bisa dikendalikan, harusnya langsung dipompakan cement untuk plug sumur, lagi2 Lapindo masih berpikir untuk menyelamatkan sumur yg sudah di bor dengan biaya $$$million. 

Jujur saja, untuk menghentikan semburan lumpur harus dilakukan pengeboran miring ke arah formasi gas tsb,utk proses ini akan butuh biaya $$$million dan baru bisa dilakukan setelah peralatan penunjang ada (rig, cement unit, dll), mungkin 3-4 bulan lagi, tergantung kecepatan Lapindo utk menyiapkan dana, teknisi, kontrak, dll untuk mulai pengeboran miring.Untuk mengaitkan gempa sbg penyebabnya adalah mungkin, tapi itu hanya 1% kemungkinannya. Mudah2an tulisan ini bisa memberikan gambaran secara lebih jujur ke media tanpa harus ada yg ditutup-tutupi.

Pengirim:
wisnu05




12 komentar:

  1. Tante, semburan itu deket nggak ya sama rumahnya Bu Ati ? Kasihan banget kan kalo deket...

    BalasHapus
  2. Jadi ya percuma kita bicara soal lumpur bau ini... yang pasti acara pada berantakan, karena jalan tol kagak bisa dilewati ;(

    dengan jumlah buruh 1112, dan lapindo wajib bayar Rp. 700 rebo/bulan, maka tiap bulan 778,4 juta khusus buat buruh, belon ganti rugi, penyediaan sembako dan air bersih tiap hari dan lain-lainnya.

    moga-moga nilainya tidak lebih besar daripada jika mereka buat safety terlebih dahulu.....

    BalasHapus
  3. duh, negriku....
    kenapa sih kalo buat sesuatu tuh tidak dgn perencanaan yg matang dan ramah lingkungan ;(
    kalo dah begini.... akan ada cost lebih kan untuk ganti rugi semua

    BalasHapus
  4. Rasanya sih jauh deh ... Rumah bu Ati itu dekat ke airport sedangkan ini di barat, arah ke Malang. Tenang aja, kalo dia kena lumpur, pasti udah teriak2...

    BalasHapus
  5. Rasanya, semua mesti ditanggunlangi secara simultan. Bayangkan berapa besar kerugian materi/non materi yang diderita. Bukan saja oleh buruh dan pabrik saja (yang terlihat kasat mata) tetapi juga prospek bisnis yang hilang karena si pabrik gagal memenuhi pesanan. Belum lagi lingkungan (sawah-sawah) yang rusak, entah kapan bisa recovery ....

    BalasHapus
  6. Perencanaannya mungkin sudah sangat matang .. Ini kan kerjaan high risk, yang nggak mungkin dirancang secara sembarangan. Tapi pelaksanaannya ... (lagi2 kalo oleh newcomers), biasanya suka mengurangi safety demi mengirit biaya (atau ingin untung lebih besar) ...

    BalasHapus
  7. http://masarcon.multiply.com/journal/item/44

    From: [mailto:smatn@yahoogroups.com] On Behalf Of wicaksono aji


    Sekedar kepingin tau aja Bang...

    Kalau di bidang konstruksi (gedung, infrastruktur, dll. pokoknya bidangnya mereka yang dari Teknik Sipil deh...), jika kita selaku kontraktor (dalam kasus Sidoarjo adalah Lapindo Brantas) yang mengerjakan suatu proyek, maka kita "wajib" mengerjakan tugas kita sesuai yang telah direncanakan oleh konsultan perencana.

    Tentu saja kita nggak dengan serta merta mengerjakan tugas tersebut. Bottom line, seperti yang saya dapat sewaktu pelatihan awal masuk kontraktor dulu, "We contractor just don't believe in what project planner/designer want. They just care about project construction and safety. They DON'T care about making profits from this project..."

    Maka, lahirlah yang namanya value engineering (VE) hingga project innovation (PI) yang kebanyakan timbul atas usulan sang kontraktor untuk "menyiasati" yang namanya "cost control" sehingga kontraktor dapat profit, he..he..he!

    So, apa yang SUDAH dirancang oleh konsultan perencana bakal diutik-utik (lagi) oleh kontraktor, dicari selahnya sehingga bisa menghasilkan profit lebih. Tapi jangan lupa, SAFETY FACTOR tetep jadi pertimbangan dalam melakukan value engineering dan project innovation.

    Kalau proposal VE dan PI ini disetujui oleh (konsorsium) project owner dan konsultan perencana, maka barulah bisa dilaksanakan oleh kontraktor. Dengan kata lain, kalau owner dan perencana nggak setuju, maka kontraktor TIDAK berhak melaksanakan usulan perubahan pekerjaan dan metode pekerjaan proyek. Ini adalah cara yang LEGAL alias LEGITIMATE.

    Yang bisa dipahami di sini adalah, apabila suatu proposal VE atau PI dari kontraktor mendapat persetujuan oleh owner dan perencana, maka terjadi semacam kesepahaman untuk secara "bersama-sama" bertanggung jawab atas pekerjaan dan metode pekerjaan yang baru ini (hasil VE dan PI). So, kalau terjadi kesalahan, kecelakaan, dan construction failure, maka yang "bersalah" BUKAN kontraktor saja, melainkan juga owner dan perencana.

    Nah, dalam kasus Sidoarjo ini gimana ya? Sekedar curious, apakah Lapindo Brantas telah benar-benar mengerjakan sesuai perencanaan pekerjaan proyek, ataukah dia melakukan VE/PI yang disetujui oleh konsultan/owner, atau bahkan secara "sepihak" membuat perubahan-perubahan?

    Kalau Lapindo Brantas telah mengerjakan tugasnya sesuai perencanaan pekerjaan proyek (bahkan sesuai dengan VE/PI --jika ada-- yang telah disetujui oleh konsultan/owner), maka logikanya Lapindo Brantas BUKAN satu-satunya pihak yang bersalah, melainkan jelas ada pihak lain yang ikut terlibat dan bertanggung jawab sebagai akibat dari pemberian persetujuan.

    Tapi kalau ternyata Lapindo Brantas melakukan perubahan pekerjaan ataupun metode pekerjaan secara "sepihak", sudah jelas Lapindo adalah pihak yang pertama disalahkan, sekalipun menggunakan dalil "force majeure" (akibat gempa Yogya), jika ternyata sedari awal tidak mengikuti prosedur yang telah ditetapkan oleh konsultan.

    So, mungkin ada yang berpendapat lain?

    Regards,
    W S A - 94.1121

    BalasHapus
  8. Nah ... ketauan kan, kerjaan kontraktor "for making profit".
    Making profit itu sih boleh2 aja, tapi kan mesti dipikirkan dampak yang lebih luas. Ada bagian2 yang safety coefficient nya nggak boleh diubah-ubah dengan dalih "Value engineering", karena kalau jebol ... akibatnya sangat fatal.

    Kembali ke Lapindo, jadi sangat mungkin dong kalau kontraktor (yang disinyalir anak perusahaan salah satu pemegang saham) melakukan "value engineering untuk memperbesar keuntungan.

    Wuaduh .... tanyalah pada rumput yang bergoyang... karena buruh2 memang jalannya sudah "bergoyang-goyang" tak sanggup berjalan tegap karena kelaparan, nggak dapat gaji lagi karena pabrik2 tempat periuk dapurnya bergantung rusak dilanda lumpur panas.

    BalasHapus
  9. value engineering ini kalau di setujui oleh konsultan perencana dan pemilik proyek lho, yg berarti tanggung jawabnya balik ke tiga pihak ini.

    BalasHapus
  10. Ah, sudahlah mas .... kita nggak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Percuma meributkan sesuatu yang nggak jelas karena sudah terlalu banyak "tangan dan mulut" yang ikut campur dengan berbagai kepentingannya.
    Yang pasti dan kasat mata, ada belasan pabrik tutup dengan ribuan buruh menganggur yang berarti ada ratusan/bahkan ribuan orang yang tingkat kesejahteraannya mendadak turun... Ada milyaran rupiah nilai order yang bakal default .... ada ratusan hektar sawah dan ini berarti lingkungan hidup menjadi rusak ... ada ratusan orang kehilangan rumah dan terjangkit penyakit ISPA ... Semua harus menunggu bertahun-tahun lagi untuk bisa recover ...

    BalasHapus
  11. he...he....he...kan udah bilang percuma bicara lumpur bau ini :D

    tapi iseng-iseng bicara high conspiracy, bisa jadi lumpur sengaja dinaikan agar areal kosong dan dibawah sana ada lahan yang lebih menarik untuk di explorasi....

    ntar tak tanya bocoran dech ,kebetulan ada driling engineer yang lagi workshop di surabaya.

    BalasHapus
  12. iya...iya...
    case closed deh.....
    Gak ada gunanya ngomongin beginian. (gara2 kepancing sama masarcon nih... hehe ...tuh kan, cari kambing hitam lagi...)

    BalasHapus

BUKAN KARANGAN BUNGA🌺🌺

 Dapat kiriman tulisan yang bagus, untuk refleksi diri DICARI Teman yg bisa  Mensholatkan kita...   Ketika KITA WAFAT... BUKAN KARANGAN BUNG...