Pernah dong membaca kalimat yang digunakan sebagai judul tulisan ini? Insya Allah, mereka yang mengaku sebagai umat Islam pernah membacanya atau minimal mendengarnya. Kalau belum .... aduh, maaf deh, kalau saya bilang ....”keterlaluan kamu...” hehehe....
Ayat tersebut aslinya (transliterasi) adalah ”fa bi ayyi aalaa-i rabbikuma tukadz-dzibaan” yang diterjemahkan sebagaimana tercantum dalam Al Qur’an terbitan PT. Sari Agung sebagai ”Maka ..... nikmat Tuhanmu yang mana (lagi)kah yang (akan) kamu dustakan?” Ada 2 kata dalam kurung yang saya tambahkan, untuk mempertegas makna ayat tersebut. Kenapa ....?
Saya mengganggap bahwa ayat yang ditemukan dalam surat Ar Rahman – Yang Maha Pengasih (QS 55) teramat istimewa. Bagaimana tidak? Ayat ini diulang sebanyak 31 (baca sekali lagi ... tiga puluh satu kali). Padahal panjang surat Ar Rahman (QS;55) itu sendiri hanya terdiri dari 78 ayat saja. Jadi 40% isi surat Ar Rahman diisi oleh pengulangan ayat tersebut.
Ar Rahman (QS;55) saya simak pertama kali secara sungguh-sungguh, saat mengikuti pengajian yang diadakan menjelang pernikahan sepupu saya hampir 15 tahun yang lalu. Ayat yang berulang-ulang itulah yang menarik perhatian dan mengundang saya untuk membaca terjemahannya. Apa makna pengulangan kalimat tersebut.
Apa isi surah Ar Rahman ...? Baca sendiri deh ya...supaya sesekali kita membuka Al Qur’an yang selama ini lebih banyak dibiarkan teronggok di sudut ruang.
***Pada suatu minggu yang agak mendung, dalam perjalanan menuju Makro-Ciputat, satu pesan pendek masuk ke telpon genggam. Bunyi alert nya persis seperti bel pintu masuk rumah (Suami saya sering meledek. Tapi biar saja... supaya terdengar unik – gue banget, gitu lho!).
”Mbak ... on line, gak? Pengen ngobrol nih ….”
Weleh …. Tumben amat si tante ini? Dia nggak tahu, kali ya, kalau saya cuma bisa online di kantor. Di rumah ... mana bisa...? Mana sempat ....? Pertama-tama ... anakku pasti bakal nimbrung. Kalau dia ikutan ber internet-ria dan terus kecanduan, alamat tagihan telpon membengkak lagi. Kapok deh sama pengalaman dulu saat si sulung masih tinggal di Jakarta. Bapaknya juga pasti komplain merasa tidak diperhatikan istri ... Kecuali kalo dia lagi tidur siang. Apalagi, sambungan telpon di Indonesia, mana ada yang beres ... sambungan internet pasti lelet deh. Jadi, lengkap sudah alasan penolakan penggunaan internet di rumah.
“Nanti saya cari waktu yang pas untuk ketemu ya..., saya lagi dalam perjalanan ke Makro. Belanja bulanan”
Akhirnya, waktu itupun tiba. Kebetulan bigboss lagi keluar kota. Jadi saya punya sedikit waktu luang untuk keluar kantor 1 jam lebih cepat. Menuju Citos alias Cilandak Town Square yang terletak tidak terlalu jauh dari rumah.
“Ada problem apa lagi sih ...?” Pertanyaan itu langsung terlontar, begitu kami memperoleh tempat duduk yang nyaman di salah satu cafe. Gak ada basa-basi lagi
”Biasa ... klasik deh. Nggak ada yang lain ...!!!”
Wah ..... dia nggak tahu, kalau problem klasik itu juga berlaku buat saya juga. Tapi perjalanan panjang kehidupan membuat kami lebih bijaksana memaknai kehidupan perkawinan. Sudah 26 tahun .... lebih dari separuh umur saya dihabiskan bersama.
Tahu nggak, apa problem klasik dalam rumah tangga? ..... ini nih.... saya kasih tahu ya ... HOW TO BUILD A GOOD COMMUNICATION”
Gitu aja dipermasalahkan ....! Eh, tapi ternyata nggak gampang lho membangun komunikasi yang baik antara suami istri. Terutama kalo sudah menyangkut urusan ”kebutuhan” perempuan akan perhatian dari suami dan urusan ranjang. Masing-masing individu sudah berangkat dengan persepsi dan pemahaman sendiri tentang kedua hal tersebut.
Dalam urusan ranjang, suami biasanya, berangkat dengan pemahaman bahwa istri wajib melayani kebutuhan seksnya. Apalagi diperkuat dengan hadist yang selalu didengarnya dalam berbagai tausyiah, yaitu ”Apabila seorang lelaki mengajak istrinya ke tempat tidur dan istrinya menolaknya untuk datang sehingga suami dalam keadaan marah, maka para malaikat mengutuk wanita itu sampai pagi” (HR Bukhari Muslim).
Padahal suami juga perlu mengetahui dan memahami sebab musabab si istri menolak ajakannya. Mungkin si istri sedang lelah karena kesibukannya mengurus rumah dan anak-anak. Apalagi bila si istri juga bekerja di luar rumah. Atau mungkin sedang sakit. Bahkan, alasan yang sederhana saja ... sedang tidak ingin melakukan aktifitas seksual. Boleh, dong ....! Masa' istri tidak berhak memiliki keinginan sendiri ...??
“Nah ... persis mbak, hadist itu yang selalu dijadikan senjata suamiku. Itu kan termasuk KDRT, ya...?”
“Hehehe ... kamu bilang nggak sama suami, kenapa kamu nggak mau..?”
“Mana bisa .... pokoknya dia gak bakal mau terima alasanku deh. Dengan pegangan hadist tersebut, maka dia akan memojokkan. Dia selalu merasa benar .... Aku udah beli buku buat dia tentang kehidupan rumah tangga yang Islami, supaya dia tahu gimana caranya memperlakukan istri dengan baik...!”“Memangnya sempat baca, dia?”
“Nggak tahu ..., Mungkin, belum. Makanya jadi ribut terus”
”Pantas saja begitu. Apalagi, perempuan kalo ngomong dan komplain ke suami, cuma dengan dua cara .... marah atau sambil mewek .... Akhirnya masalah gak selesai. Malah tambah runyam. Gini deh .... kalau kamu nggak mampu bicara tanpa menangis atau marah, tulis aja semua unek-unek yang ada di dalam hati, sekaligus harapan-harapan kamu. Bilang ke suami, supaya dibaca. Supaya dia tahu, kamu maunya apa....”
***
Ada satu hadist lagi yang layak dijadikan pegangan bagi suami dalam membina rumah tangga, yaitu “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya, dan aku adalah yang terbaik di antara kalian terhadap istriku. Tidak ada yang memuliakan perempuan kecuali orang-orang yang mulia dan tidak ada yang menghinakan perempuan kecuali orang-orang yang hina pula” (HR Ali bin Abi Thalib)
Pada kesempatan lain Rasulullah SAW juga bersabda “Orang mukmin yang sempurna imannya adalah mereka yang baik budi pekertinya dan lemah lembut kepada istrinya”.
Membina rumah tangga itu memang nggak mudah. Kita bagaikan terperangkap ”penjara” kontrak jangka panjang dan harus bisa bertahan hidup sesuai dengan visi, misi dan idealisme saat memulai pernikahan. Padahal seiring dengan kehadiran anak-anak, perjalanan waktu, perkembangan jiwa, pergaulan, pengaruh lingkungan/keluarga termasuk juga perkembangan karier maka visi, misi dan idealisme kerap bergeser. Untuk itu komunikasi dan keterbukaan harus tetap terjaga, terpelihara dengan baik. Namun disinilah masalahnya ... Kesibukan, kelelahan dan tekanan hidup di kota metropolitan membuat kita kerap tidak lagi memiliki waktu yang cukup luang, hati dan pikiran yang tenang untuk memelihara komunikasi dan keterbukaan.
Akhirnya ... waktu untuk membina kebersamaan menjadi semakin berkurang dan masing-masing berjalan sendiri dengan membawa harapannya. Masih untung bila ternyata harapan pasangan tersebut berjalah sejajar. Nah kalau ternyata berlawanan arah ... wah... bencana besar deh...!
Manusia memang selalu tidak pernah terpuaskan nafsunya. Kala miskin ... kita selalu berdoa agar diberi rezki yang berlebih. Sudah mendapat rezki .... eh.. kebablasan, nggak tahu lagi batasnya ....
Nah kembali pada temanku itu, secara fisik saya seringkali ”iri”. Apa yang kurang dalam kehidupannya? Pasangan itu cantik dan ganteng. Anak-anak mereka tumbuh sehat, rumah beserta seluruh isinya yang mewah ditambah dengan kendaraan yang siap membawa seluruh isi keluarga kemana saja yang diinginkan. Pokoknya terlihat ideal sekali
Kalau saja temanku mau mengamalkan ayat tersebut, dan suaminya tidak hanya berpegang pada hadist riwayat HR Bukhari Muslim di atas, tetapi juga mau mengamalkan hadis yang diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalib itu, maka ..... Nikmat apalagi yang ingin kau dustakan ....?
Sungguh ayat yang selalu diulang dalam QS;55 itu bisa dijadikan sebagai senjata pamungkas untuk meredam segala kesombongan dan ketidakpuasan yang terjadi di antara suami-istri. Mengingatkan betapa banyaknya nikmat yang sudah kita rasakan. Sekaligus untuk mengingatkan; janganlah segala nikmat Allah SWT yang luar biasa banyaknya itu hilang karena hal kecil.
Nggak ada salahnya untuk sejenak melepaskan ego masing-masing untuk merenungkan betapa beruntungnya kehidupan kita. Niscaya dengan kerendahan hati akan kita akui kebenaran ayat ini ...... fa bi ayyi aalaa-i rabbikuma tukadz-dzibaan ... Maka ..... nikmat Tuhanmu yang mana (lagi)kah yang (akan) kamu dustakan?”
Wallahu alam
8 nopember 2006 – lebak bulus
begitulah manusia kadang untuk urusan 'dunia' melihatnya 'keatas'
BalasHapustapi untuk urusan ibadah, malah melihat 'kebawah'
makasih banget tulisannya, mba...jd ngingetin diri untuk selalu bersyukur
Ar-Rahman adalah surat favorit saya selain Yaa Siin dan Al-Waqi'ah.
BalasHapusBu, dari Citos terus dikit, belok kiri masuk Antasari, lampu merah pertama di Pasar Inpres Cipete Selatan ... di situ kantor saya. Walopun deket, saya ke Citos hanya kalau ada yang traktir.
Alhamdulillah... ada manfaatnya tulisan saya ini ... Kan kita memang dianjurkan untuk saling mengingatkan..
BalasHapussalam
Hehehe... JAngan takut... saya juga jarang ke Citos kok, walaupun kalau pergi atau pulang, sebagian besar pasti lewat Citos
BalasHapushatur nuhun atas sajian tulisannya.
BalasHapusbtw, numpang tanya:
makro ciputat itu letaknya sebelah mana pasar ciputat, yah?
di lebakbulus apa banyak bulusnya?
salam
(cecep)
Kalau lewat Citos sih setiap hari kerja wong masuk ke Antasari lewat jalan depan Citos. Pulangnya sih kadang lewat seberang Citos, kadang lewat Blok-M.
BalasHapusMAkro ciputat itu letaknya di depan komplek perumahan UI, Jauh sebelum ps Ciputat, kalo dari pasar Jum'at
BalasHapusMensyukuri nikmat Allah itu memang tidak mudah ya mbak. Ilmunya udah kita punya, proses untuk memahami dan menjalankannya perlu waktu juga. Insya' Allah, usaha terus... penilai yang terbaik adalah Allah.
BalasHapusSalam kenal ya... thanks for sharing...:-)
salam kenal juga...
BalasHapusAlhamdulillah, pas baca tulisan ini Jum'at pagi..., untuk introspeksi diri...terimakasih mbak...sekaligus ijin share ya ....
BalasHapusalhamdulillah, semoga bermanfaat bagi yang membacanya
BalasHapus