Senin, 26 Februari 2007

Pemalsuan semakin membabi-buta

Setiap akhir minggu, saya memiliki sedikit waktu untuk menonton acara televisi sore hari yang biasanya agak hingar bingar dengan infotainment. Walaupun berbau gosip yang mengobok-obok wilayah pribadi, bolehlah acara ini dimasukkan ke dalam kategori “berita”. Tapi bukan acara infotainment  yang menarik perhatian saya dari acara Trans-tv sore, tetapi acara REPORTASE SORE yang berdurasi selama 30 menit. Produser Trans-tv cukup jeli untuk menyajikan acara yang isinya cukup berani, tetapi sangat berguna bagi masyarakat.


Pemalsuan merek terkenal di Indonesia bukanlah hal yang aneh. Dari mulai DVD – CD (baik yang berlabel compact disk maupun celana dalam) hingga barang bermerek yang biasa dikonsumsi kaum berada. Bagi penduduk Jakarta, tidak perlu jauh-jauh ke Glodok. Pergilah ke berbagai pertokoan, maka dengan sangat mudah akan dijumpai DVD-CD bajakan yang dijual bebas dengan harga sekitar 15% - 20% dari harga DVD asli. Atau, bila suatu saat berwisata ke Jawa Timur, mampirlah Tanggulangin di Sidoarjo (semoga tidak tenggelam oleh lumpur Lapindo Brantas). Tempat berbagai tas bermerek dipalsukan dan dijual dengan harga yang sangat murah. Begitu juga dengan industri pakaian jadi a la home made yang bertebaran di sentra-sentra industri kecil, tak segan-segan memalsukan merek-merek terkenal sehingga golongan masyarakat berpenghasilan sederhana turut pula “mencicipi rasa” menggunakan pakaian bermerek.


Kini pemalsuan tidak lagi melulu pada barang-barang sekunder, tetapi sudah memasuki wilayah makanan. Suatu hari, saya melihat reportase pemalsuan ikan kakap merah. Tengoklah, bagaimana para reporter berhasil mengungkap penipuan yang dilakukan para pedagang ikan kakap merah; yaitu melumuri ikan kakap hitam dengan pewarna merah (dari pewarna tekstil?!) agar dapat dijual lebih mahal.  Di lain waktu diungkap juga adanya pemalsuan air minum kemasan baik berupa teh manis, maupun yang berwarna semacam coca-cola, fanta dan lain-lain. Kesemuanya dalam kemasan asli sehingga orang awam sulit membedakannya.


\Pemalsuan beras kedaluwarsa ex Bulog yang kemudian di”putih”kan dengan mengalirkan cairan pemutih dan kemudian menjemurnya kembali hingga kering dan dikemas sebagai beras “putih”. Bahkan telur ayam kampungpun dipalsukan dengan melumuri telur ayam negeri dengan suatu cairan yang mampu memudarkan warna telur ayam negeri yang kemerahan menjadi keputihan seperti telur ayam kampung. Menggelikan juga, yang satu ini…. Biasanya, kita memalsukan yang “kampung” agar terlihat berkelas  dan berlabel “negeri”, ini malah yang “berkelas dan negeri” dipalsukan agar menjadi “kampung”….


Pada pemalsuan pakaian, tas dan lain-lain yang tidak dikonsumsi masyarakat, hanya produsen aslinya yang dirugikan. Bayangkan bagaimana kerugian yang juga diderita oleh konsumen yang memakan ikan kakap merah palsu serta beras berpemutih yang dibaluri pewarna kimiawi non makanan maupun minuman kemasan yang jauh dari sayrat-syarat kesehatan. Bukankah kesemuanya, bila dikonsumsi secara tidak sadar dalam jangka waktu panjang akan mencetuskan penyakit kanker.


Penipuan ini tidak lagi hanya menyentuh masyarakat golongan berpenghasilan rendah. Akhir minggu kemarin, Repotase Sore meliput berita mengenai pemalsuan jam tangan bermerek yang bukan saja dijual murah di toko-toko sembarangan. Toko yang sudah pasti bisa “dicurigai” tidak mungkin menjual jam tangan bermerek apalagi dengan harga murah, kecuali bila barang tersebut palsu. Tetapi… jam tangan bermerek palsu itupun dijual di pertokoan mewah. Bayangkan, seorang Inul Daratista yang konon mengaku sebagai kolektor jam bermerek dan mahal pernah tertipu, membeli jam bermerek yang palsu berharga puluhan juta rupiah.


Upaya para reporter dan cameraman merekam reportase tersebut dan entah bagaimana mereka “membujuk” para narasumber untuk membagi cerita yang kesemuanya berisi PENIPUAN terhadap konsumen, patut dipuji. Inilah kerja keras yang patut diacungi jempol.


Anehnya, dengan reportase yang “terang-benderang”, walaupun pada kenyataannya sang pelaku dikamuflase, tidak sekalipun terdengar upaya aparat penegak hukum membekuk para pelaku. Kalau saja aparat mau, mereka toh bisa meminta data dari pihak Trans TV. Atau apakah aparat kesulitan mengakses para pelaku karena pihak Trans-TV menerapkan azas perlindungan terhadap narasumber. Lebih buruk lagi bila keengganan aparat mengungkapkan dan membekuk para pelaku karena ada “kerjasama” antara para pelaku dengan aparat.


Menyedihkan sekali … Negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam…. Negara yang mayoritas penduduknya menganut agama yang secara tegas dan jelas melarang adanya bentuk penipuan saat berniaga/berdagang. Ternyata para pelaku perniagaan banyak yang melakukan penipuan. Adakan mereka lupa akan ajaran agamanya… Ataukah, keinginan memperkaya diri dan menumpuk harta membuat mereka lupa diri…? Wallahu alam.

17 komentar:

  1. memang demikian fakta berbicara......
    urusan perut lebih penting dari pada lainnya.

    BalasHapus
  2. merana sekali baca paparan ini, apa benar begitu? mental orang kita benar2x munafik, termasuk saya juga ya? bagaimana dengan anda?

    BalasHapus
  3. kelebihan orang indonesia... pandai memalsukan

    BalasHapus
  4. ironis memang.
    Fasilitas utk mengakses Sang Pencipta di Negara ini sangat gampang di temui, hampir setiap 100 meter udah terdapat rumah ibadah, tetapi jumlah rumah ibadah itu tidak dibarengi dengan jumlah perubahan moral secara global. Mau bagaimana lagi....masalah mental memang masalah individu.

    BalasHapus
  5. adeku pernah ketipu beli emas,padahal tokonya keliatannya besar dan rame di daerah blok M,beli gelang 30 graman,niatnya ma buat dijual lagi disini...eh ternyata emas sepuh.....mau untung jadi buntung.......malunya lagi disangka mau nipu orang disini...halah

    BalasHapus
  6. Ada yang berbeda antara apa yang seharusnya dengan yang terjadi, apabila dikaitkan dengan moral (agama misalnya). Mereka yang berkuasa dalam organisasi keagamaan hanya pandai membuat dogma. Tidak mengetahui persoalan yang terjadi. Modal membuat moral tidak sulit dan kemungkinan salah kecil sekali. Siapapun memiliki moral walaupun sedikit.
    Persoalan di masyarakat kecil, bagaimana lepas dari kesulitan yang dihadapi setiap hari. Gagal, berarti tidak makan pada hari itu. kalau mau peduli dengan mereka harus keluar modal tenaga, pikiran, dan uang. Hal ini yang dihindari oleh kaum moralis, sebab kaum moralis hanya mau kaluar suara yang meraung-raung yang hanya ingin memberi tahu kalau mereka suci.
    Cobalah tengok negeri lain yang dianggap tidak suci oleh kaum moralis, justru tipu tipu seperti itu hampir tidak ada.

    BalasHapus
  7. Betul sih, urusan perut lebih penting, tapi kan harus menjaga moral dan etika... Kecuali kalau kita bersedia digolongkan ke dalam golongan yang tidak beradab

    BalasHapus
  8. Bener Na... coba deh liat acara reportase sore, kalo sempat. Soal munafik ... nggak ada yang bisa menilai diri sendiri, tapi saya berharap dan berusaha tidak termasuk golongan yang munafik

    BalasHapus
  9. Duh... ini memuji atau merendahkan diri....?

    BalasHapus
  10. Ini berkaitan dengan pendidikan etika dan moral (budi pekerti) butuh waktu panjang untuk memperbaikinya

    BalasHapus
  11. Perubahan moral, kelihatannya mudah tetapi memakan waktu yang sangat panjang ... Kerusakan moral/etika yang ada sekarang juga, terjadi secara perlahan melalui tatanan pemerintahan selama bertahun-tahun tak terasa sehingga perilaku masyarakat juga berubah.

    BalasHapus
  12. Saya baru sadar, mungkin ini sebabnya surat/sertifikat dari toko emas, selalu mencantumkan "HANYA BISA DIJUAL DITOKO YBS". KArena hanya mereka yang tahu kebenaran kandungan emas terkait... Duh nasib...

    BalasHapus
  13. ah Indonesiaku,bikin nyeri hati
    keahlihan "memalsukan" ini bakat atau ....tempaan dr berbagai keadaan yg sebegitu parahkah?
    sudah tidak ada lagikah kalimat "Sesungguhnya Allah Maha Melihat"?

    BalasHapus
  14. Kalimat "Sesungguhnya Allah Maha Melihat" mungkin hanya ada di masjid taklim atau mesjid. Tetapi menjadi kabur dan tak terhayati kala kita berada diluar mesjid dan majlis taklim. Menyedihkan, tapi ini adalah kenyataan yang harus kita hadapi

    BalasHapus
  15. habis masih banyak yang mau beli sih bu Lina.................kalau mau jujur memang di indonesia belum bisa jujur 100%, komputer saja masih banyak yang windownya ngga asli.

    BalasHapus
  16. tapi yang saya pakai saat ini, windowsnya asli lho.... (soalnya di provide dari kantor... jadi mahalpun, nggak apa2 hehehe)

    BalasHapus
  17. Kebiasaan dalam masyarakat kita yang mengajarkan bahwa barang impor lebih bagus dan lebih "keren" dari lokal, makanya banyak produsen lokal yang memalsu merek luar. Ada lagi yang mempercayai bahwa yang lebih mahal itu pasti yang lebih baik, akibatnya banyak orang yang terobsesi untuk membeli barang mahal. Dan akibatnya lagi, banyak pemalsu yang memalsu barang murah menyerupai barang mahal. Contohnya beras putih lebih mahal dan dianggap lebih baik. Padahal beras merah jauh lebih baik. Lebih aman kalau bisa membuat sendiri.

    BalasHapus

BUKAN KARANGAN BUNGA🌺🌺

 Dapat kiriman tulisan yang bagus, untuk refleksi diri DICARI Teman yg bisa  Mensholatkan kita...   Ketika KITA WAFAT... BUKAN KARANGAN BUNG...