Kalau kita mendengar kata BERPERKARA .... aduh, yang terbayang adalah setumpuk duit yang harus dikeluarkan agar perkara dapat ditangani dengan lancar. Dari mulai urusan ke polisi hingga pengadilan, konon tidak akan lancar kalau tidak ada pelicin yang berbentuk tumpukan lembaran kertas berwarna merah atau biru. Itu sebab, ada anekdot; kalau kita lapor polisi kehilangan ayam, keluar dari situ kita malah kehilangan sapi. Ini menunjukkan bahwa biaya pelaporan kepada aparat penegak hukum lebih tinggi daripada nilai masalahnya sendiri. Berangkat dari hal tersebut, saat menghadapi masalah yang berkaitan dengan ketidakpastian serah terima apartemen yang kubeli (sudah lunas), aku hanya bisa bersabar dan berdoa sambil mencoba pasrah.
Titik terang muncul, saat teman kantorku dari bagian legal ditugaskan mendampingi salah satu anak perusahaan yang digugat melalui BPSK. Dari bincang-bincang setiap usai sidang, mulai terungkap keberadaan BPSK, tentang fungsi, mekanisme kerja serta elemen pendukung keberadaannya yaitu adanya Undang-undang tentang Perlindungan terhadap Konsumen. Aku menceritakan masalah yang kuhadapi dan temanku mulai menginisiasi masalah tersebut kepada majelis hakim BPSK hingga akhirnya secara resmi gugatanku didaftarkan. BPSK memang khusus menangani gugatan yang berkaitan dengan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha.
16 Januari 2008 adalah jadwal sidang 1 yang diagendakan oleh BPSK. Konon seperti yang selalu terjadi dalam sidang-sidang BPSK, pelaku usaha sebagai tergugat berusaha menghindar. Hal itu bisa disebabkan karena ketidaktahuan mereka tentang keberadaan dan mekanisme persidangan ala BPSK atau bisa jadi memang kesengajaan sebagai pihak yang merasa "kuat" untuk mengabaikan gugatan konsumen.
Begitulah, waktu demi waktu ... sidang demi sidang harus dilalui. Kebanyakan dari jadwal sidang selalu tidak dihadiri oleh pelaku usaha. Kalaupun mereka datang, maka yang hadir adalah staff yang sama sekali tidak memiliki wewenang mengambil keputusan sehingga sidang menjadi berlarut-larut.
Aku mungkin memang beruntung bahwa selama ini aku selalu memegang komitmen. Dalam gugatan yang kuajukan, dapat dibuktikan bahwa tidak ada celah sama sekali yang bisa digunakan oleh pelaku usaha untuk mengelak dari tuntutanku. Itu pula yang mengakibatkan seluruh unsur Majelis Sidang BPSK yang terdiri dari unsur konsumen, unsur pemerintah dan unsur pelaku usaha, tidak ragu-ragu mendukung.
Alhamdulillah, setelah melalui beberapa kali sidang berikut dengan penundaannya. Setelah melewati waktu 5 bulan, semuanya berhasil terselesaikan dengan baik.Walau tidak sepenuhnya sesuai dengan tuntutan awal (memang tujuan utama gugatan bukan semata-mata mencari keuntungan atas sengketa tersebut), minimal apa yang diusulkan oleh majelis sidang sebagai Win - win solution telah terpenuhi dengan baik. Perkara yang ditangani BPSK dilaksanakan tanpa biaya apapun juga. Betul-betul gratis.
Aku menerima hakku kembali. Menerima utuh uang yang telah kubayarkan (Jangan berhitung kerugian bunga akibat tertahannya dana tersebut selama +/- 2 tahun .... sudah dipastikan rugi). Tapi ini adalah satu-satunya gugatan di antara ratusan gugatan terhadap pelaku usaha tersebut dimana konsumen (aku) memperoleh seluruh dana yang pernah kusetorkan ditambah dengan kompensasi kerugian. Gugatan lain, tidak membuahkan hasil.
Konsumen lainnya terpaksa meneruskan pembelian apartemen tersebut dengan membayar eskalasi harga. Atau, kalaupun mereka menuntut pngembalian uang yang telah disetorkan, maka pengembalian itu baru dijadwalkan pada bulan Juni 2009. Itupun tidak utuh. Uang yang dikembalikan hanya sebesar 90% (dipotong PPN 10%) ditambah dengan kompensasi sebesar 5%. Alhasil.... alih-alih mendapat kompensasi, konsumen malah merugi sebesar 5% dan ini tidak terhitung kerugian akibat keterlambatan penyerahan apartemen yang semula dijadwalkan pada bulan Juni 2006.
Ah, seandainya aparat penegak hukum di Indonesia seperti aparat di BPSK, tentu pemeo berperkara ibarat kehilangan ayam, usai sidang malah rugi satu ekor sapi tidak akan terdengar lagi.
Salam hormat dan peghargaan yang tinggi bagi seluruh aparat BPSK. Semoga Allah memberikan pahala dan rejeki kepada anda semua dari jalan dan cara yang tidak terduga sebagai balasan dari dedikasi anda semua.
Titik terang muncul, saat teman kantorku dari bagian legal ditugaskan mendampingi salah satu anak perusahaan yang digugat melalui BPSK. Dari bincang-bincang setiap usai sidang, mulai terungkap keberadaan BPSK, tentang fungsi, mekanisme kerja serta elemen pendukung keberadaannya yaitu adanya Undang-undang tentang Perlindungan terhadap Konsumen. Aku menceritakan masalah yang kuhadapi dan temanku mulai menginisiasi masalah tersebut kepada majelis hakim BPSK hingga akhirnya secara resmi gugatanku didaftarkan. BPSK memang khusus menangani gugatan yang berkaitan dengan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha.
16 Januari 2008 adalah jadwal sidang 1 yang diagendakan oleh BPSK. Konon seperti yang selalu terjadi dalam sidang-sidang BPSK, pelaku usaha sebagai tergugat berusaha menghindar. Hal itu bisa disebabkan karena ketidaktahuan mereka tentang keberadaan dan mekanisme persidangan ala BPSK atau bisa jadi memang kesengajaan sebagai pihak yang merasa "kuat" untuk mengabaikan gugatan konsumen.
Begitulah, waktu demi waktu ... sidang demi sidang harus dilalui. Kebanyakan dari jadwal sidang selalu tidak dihadiri oleh pelaku usaha. Kalaupun mereka datang, maka yang hadir adalah staff yang sama sekali tidak memiliki wewenang mengambil keputusan sehingga sidang menjadi berlarut-larut.
Aku mungkin memang beruntung bahwa selama ini aku selalu memegang komitmen. Dalam gugatan yang kuajukan, dapat dibuktikan bahwa tidak ada celah sama sekali yang bisa digunakan oleh pelaku usaha untuk mengelak dari tuntutanku. Itu pula yang mengakibatkan seluruh unsur Majelis Sidang BPSK yang terdiri dari unsur konsumen, unsur pemerintah dan unsur pelaku usaha, tidak ragu-ragu mendukung.
Alhamdulillah, setelah melalui beberapa kali sidang berikut dengan penundaannya. Setelah melewati waktu 5 bulan, semuanya berhasil terselesaikan dengan baik.Walau tidak sepenuhnya sesuai dengan tuntutan awal (memang tujuan utama gugatan bukan semata-mata mencari keuntungan atas sengketa tersebut), minimal apa yang diusulkan oleh majelis sidang sebagai Win - win solution telah terpenuhi dengan baik. Perkara yang ditangani BPSK dilaksanakan tanpa biaya apapun juga. Betul-betul gratis.
Aku menerima hakku kembali. Menerima utuh uang yang telah kubayarkan (Jangan berhitung kerugian bunga akibat tertahannya dana tersebut selama +/- 2 tahun .... sudah dipastikan rugi). Tapi ini adalah satu-satunya gugatan di antara ratusan gugatan terhadap pelaku usaha tersebut dimana konsumen (aku) memperoleh seluruh dana yang pernah kusetorkan ditambah dengan kompensasi kerugian. Gugatan lain, tidak membuahkan hasil.
Konsumen lainnya terpaksa meneruskan pembelian apartemen tersebut dengan membayar eskalasi harga. Atau, kalaupun mereka menuntut pngembalian uang yang telah disetorkan, maka pengembalian itu baru dijadwalkan pada bulan Juni 2009. Itupun tidak utuh. Uang yang dikembalikan hanya sebesar 90% (dipotong PPN 10%) ditambah dengan kompensasi sebesar 5%. Alhasil.... alih-alih mendapat kompensasi, konsumen malah merugi sebesar 5% dan ini tidak terhitung kerugian akibat keterlambatan penyerahan apartemen yang semula dijadwalkan pada bulan Juni 2006.
Ah, seandainya aparat penegak hukum di Indonesia seperti aparat di BPSK, tentu pemeo berperkara ibarat kehilangan ayam, usai sidang malah rugi satu ekor sapi tidak akan terdengar lagi.
Salam hormat dan peghargaan yang tinggi bagi seluruh aparat BPSK. Semoga Allah memberikan pahala dan rejeki kepada anda semua dari jalan dan cara yang tidak terduga sebagai balasan dari dedikasi anda semua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar