Seperti tahun-tahun sebelumnya sejak pengguna telpon genggam membludak; yaitu dengan banyaknya jumlah provider yang kemudian terjadi persaingan antar provider dalam menggaet pengguna telpon genggam, maka era komunikasi tulisan melalui pos mulai berkurang. Apalagi saat munculnya CDMA yang katanya murah meriah walaupun sambungannya nggak mulus-mulus banget, maka peredaran telpon genggam tidak lagi bisa ditahan-tahan. Dimana-mana, penting nggak penting, semua orang merasa "wajib" punya HP.
Nah lebaran ini, saya menerima tidak kurang dari 100 sms yang isinya puisi-puisi indah yang entah memang karangan asli si pengirim atau contekan dari sms yang mereka terima lalu diedit dan forwarded ke teman-teman lainnya, mirip surat berantai... Pokoknya semua orang mendadak jadi penyair....
Tapi bukan soal sms atau isinya yang romatis puitis itu .... Saya cuma merasa "gerah" aja dengan fenomena SMS selama masa lebaran dan hari-hari perayaan agama lainnya.
Bayangkan saja, kalau ada sekitar 20% penduduk Indonesia atau 20%x220.000.000 orang atau 44juta pelanggan HP dari seluruh provider dan 50% nya saja mengirim minimal 15 SMS, maka akan ada 50% x 44.000.000 x 15 sms = 330.000.000 sms. Kalau 1 sms berharga Rp.150,- maka selama satu minggu saja, uang yang diraup oleh para provider HP dan masuk ke kantongnya adalah sebesar 330.000.000 x Rp.150,- = Rp.49.500.000.000,- .
Jumlah ini belum lagi terhitung sms yang beredar menjelang masuknya bulan Ramadhan yang lalu. Dan... saya yakin semua pengguna HP akan mengalami hal yang sama. Belum lagi bila kita menggunakan fasilitas MMS yang biayanya lebih besar
Padahal kenyataannya, SMS yang beredar pasti lebih dari jumlah itu. Coba bayangkan, kalau saya harus membalas 100 SMS yang masuk ditambah dengan beberapa lagi sms yang harus saya kirim, katakanlah kira-kira sejumlah 50 buah lagi, maka saya harus rela tagihan rekening telpon bulan depan ditambahi beban sebesar 150 x Rp.150,- = Rp.22.500,-.
Jumlah itu, memang relatif tidak besar dibandingkan dengan nilai perhatian, komunikasi dan silaturahim yang diharapkan dapat terjalin karena kirim-kiriman SMS itu. Saya cuma nggak rela aja, bahwa pundi-pundi TEMASEK yang sekarang menjadi pemilik mayoritas saham Telkomsel dan Indosat menggelembung lebih banyak lagi karena sms yang beredar selama masa Lebaran yang baru lalu. Andaikan Telkomsel, Indosat masih milik Indonesia, mungkin saya tidak akan menghitung sedemikian detil...
Jadi, melalui email dan blog ini, saya mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri 1429 H. Taqoballahu minna wa minkum ... Semoga kita menjadi orang-orang yang mampu secara tulus ikhlas memaafkan mereka yang secara sengaja maupun tidak telah mendzalimi kita selama ini. Amiiinnn........
Nah lebaran ini, saya menerima tidak kurang dari 100 sms yang isinya puisi-puisi indah yang entah memang karangan asli si pengirim atau contekan dari sms yang mereka terima lalu diedit dan forwarded ke teman-teman lainnya, mirip surat berantai... Pokoknya semua orang mendadak jadi penyair....
Tapi bukan soal sms atau isinya yang romatis puitis itu .... Saya cuma merasa "gerah" aja dengan fenomena SMS selama masa lebaran dan hari-hari perayaan agama lainnya.
Bayangkan saja, kalau ada sekitar 20% penduduk Indonesia atau 20%x220.000.000 orang atau 44juta pelanggan HP dari seluruh provider dan 50% nya saja mengirim minimal 15 SMS, maka akan ada 50% x 44.000.000 x 15 sms = 330.000.000 sms. Kalau 1 sms berharga Rp.150,- maka selama satu minggu saja, uang yang diraup oleh para provider HP dan masuk ke kantongnya adalah sebesar 330.000.000 x Rp.150,- = Rp.49.500.000.000,- .
Jumlah ini belum lagi terhitung sms yang beredar menjelang masuknya bulan Ramadhan yang lalu. Dan... saya yakin semua pengguna HP akan mengalami hal yang sama. Belum lagi bila kita menggunakan fasilitas MMS yang biayanya lebih besar
Padahal kenyataannya, SMS yang beredar pasti lebih dari jumlah itu. Coba bayangkan, kalau saya harus membalas 100 SMS yang masuk ditambah dengan beberapa lagi sms yang harus saya kirim, katakanlah kira-kira sejumlah 50 buah lagi, maka saya harus rela tagihan rekening telpon bulan depan ditambahi beban sebesar 150 x Rp.150,- = Rp.22.500,-.
Jumlah itu, memang relatif tidak besar dibandingkan dengan nilai perhatian, komunikasi dan silaturahim yang diharapkan dapat terjalin karena kirim-kiriman SMS itu. Saya cuma nggak rela aja, bahwa pundi-pundi TEMASEK yang sekarang menjadi pemilik mayoritas saham Telkomsel dan Indosat menggelembung lebih banyak lagi karena sms yang beredar selama masa Lebaran yang baru lalu. Andaikan Telkomsel, Indosat masih milik Indonesia, mungkin saya tidak akan menghitung sedemikian detil...
Jadi, melalui email dan blog ini, saya mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri 1429 H. Taqoballahu minna wa minkum ... Semoga kita menjadi orang-orang yang mampu secara tulus ikhlas memaafkan mereka yang secara sengaja maupun tidak telah mendzalimi kita selama ini. Amiiinnn........
mohon maaf lahir batin ya buu
BalasHapusSama-sama, Maafkan saya kalo tulisan2 yang saya buat ada yang menyinggung perasaan pembacanya.
BalasHapusSama. Sy jg sebel ma Temasek. Bisnis mereka yg menggurita di mana2 bahkan keluar Singapur. Gmn bs makmur kalo duit kita dicaplok Singapur. Sebel krn sy gak bs apa2.
BalasHapusKAlo dipikir lagi, yang salah kita (orang Indonesia) juga, terutama para para koruptor dan orang kaya. KArena mereka menyimpan uangnya di bank-bank Singapore
BalasHapusMaaf lahir batin juga, Bu.
BalasHapusApa perlu ada gerakan 'batasi sms dan penggunaan telepon genggam?' selama operator masih dikuasai asing?
eid mubarak bu Lina..
BalasHapusMungkin iya juga, kan menurut penelitian kesehatan, penggunaan hp yg berlebihan bisa merusak otak karena signal elektro magnetis. Tapi kalo sms sih nggak kali ya.. Paling tidak, kita gunakan telpon/sms secara reasonable, tidak berlebihan
BalasHapusSama-sama... gimana lebaran di USA?
BalasHapus