Jauh sebelum gonjang–ganjing ekonomi Amerika Serikat yang disebabkan oleh bangkrutnya lembaga keuangan Lehman brothers dan mengakibatkan krisis ekonomi global, jajaran Departemen keuangan sudah lebih dulu panik dan glagepan mencari cara untuk meningkatkan jumlah pundi-pundi Negara yang bolong-bolong disabot para koruptor.
Maka Dirjen Pajak menerapkan berbagai cara untuk meningkatkan pendapatan pajak padahal, pembobol keuangan Negara ada juga di sarangnya sendiri. Mereka yang berlagak sedang memeriksa kejujuran para wajib pajak lalu kemudian beralih rupa menjadi pengemplang duit pajak yang akan disetor para wajib pajak yang ketahuan melakukan kecurangan.
Dirjen Pajak juga tidak lupa dengan program sosialisasi dan komunikasi modern melalui iklan, banner, sticker dan lain-lain. Termasuk juga melakukan program sunset policy 2008 nya untuk mensukseskan peningkatan jumlah wajib pajak yang diharapkan akan meningkatkan pendapatan pajak di kemudian hari.
Sepertinya kebijakan untuk meningkatkan pendapatan Negara yang dicanangkan oleh Dirjen Pajak itu cuma akan berakhir seperti program-program pemerintah lainnya, seperti Visit Indonesia Year 2008, program bio energy, program mobil nasional dan lain-lain. Ekstrimnya, program pemerintah itu "lebih besar pasak daripada tiangnya". Lebih besar pengeluaran untuk membiayai sosialisasi, rapat-rapat, seminar dan lain-lain daripada hasil yang diperoleh dari program-program tersebut. Kalaupun ada point positif dari sisi pendapatan, ratio antara effort dan biayanya tidak sebanding dengan pendapatan/penerimaan yang dihasilkannya.
Salah satu elemen penting, yang sering dilupakan, dari semua program yang berkaitan dengan kehidupan bermasyarakat dan bernegara (kependudukan, pajak, pemilu dan lain-lain) adalah data penduduk. Kalau mau jujur, tidak ada satu lembaga pemerintah di Indonesia yang mampu menyajikan jumlah penduduk Indonesia secara akurat. Tidak juga BPS yang Biro pusat Statistik yang selalu melakukan pendataan penduduk.
Setiap 5 tahun sekali pemerintah apakah itu melalui KPU alias Komite Pemilihan Umum atau BPS melakukan survey dan pendataan. Jangan lupa… BPS juga melakukan survey dan data kependudukan. Kenapa harus ada dua institusi yang melakukan survey dan pendataan penduduk. Jawabnya…. karena ada PROYEK dan PROYEK berarti ada UANG besar yang bisa DIMAINKAN.
OK, kita tutup mata dengan uang proyek…. Karena tidak ada suatu kegiatanpun yang tidak membutuhkan dana. Nah… kalau salah satu instansi tersebut telah melakukan survey dan pendataan, mestinya data yang diperoleh itu dimasukkan sebagai data entry kependudukan Indonesia yang bisa diakses oleh instansi pemerintah manapun di Indonesia.
Logikanya … karena kita sudah memiliki data penduduk, semoga sudah lengkap dengan nama, tanggal lahir, alamat lengkap dan lain-lain yang dibutuhkan selayaknya sebagai data kependudukan yang sah. Jadi kalau KPU butuh data kependudukan, mestinya bisa minta ke BPS dong…. Nggak perlu lagi KPU bikin “proyek” sendiri untuk melakukan pendataan peserta pemilu/pilkada. Buang-buang duit, kan…?
Tapi… pemerintah Indonesia memang senang buang-buang duit kok. Kan negaranya kaya, gemah ripah loh jinawi. Jadi…. KPU bikin survey dan pendataan lagi…. Alasannya karena kebutuhannya berbeda. Padahal, data dasarnya tetap sama. Kalau data BPS kebanyakan, ambil sebagian aja dong!
Udah gitu, konyolnya, bisa jadi KPU minta bantuan ke BPS juga. Lalu ada biaya lagi karena walaupun sesama institusi buatan pemerintah, keperluan lintas institusi ternyata nggak bisa gratisan. Saya jadi ingat, waktu pilkada jatim beberapa waktu yang lalu, ramai diberitakan bahwa BPS meminta dana milyaran rupiah untuk pemutakhiran data peserta pemilu yang akan digunakan sebagai data peserta pilkada.
KTP-RI; sebuah pembohongan publik yang luar biasa.
Belakangan ini, pemerintah kota/kabupaten ramai-ramai mencanangkan pembuatan KTP–RI berlogo garuda. Bukan lagi logo masing-masing pemerintah daerah. Jadi KTP penduduk DKI Jakarta yang konon sudah menjadi KTP RI, tidak lagi berlogo Monas, tetapi berlogo Garuda. Begitu juga KTP–KTP daerah lain yang sudah menyebutkan dirinya KTP–RI, sudah berlogokan Garuda.
Tapi, yakinkah anda bahwa KTP tersebut betul-betul KTP nasional? Saya kok nggak yakin, ya. Logikanya; yang pertama; kalau KTP–RI itu KTP nasional, maka pembuatan KTP–RI harus menjadi proyek nasional (walaupun dilaksanakan secara bertahap ) yang berada di bawah kendali Departemen Dalam Negeri. Bukan merupakan proyek pemerintah daerah masing–masing kota/kabupaten.
Kedua, dengan adanya KTP–RI, maka secara simultan kepada setiap penduduk pemegang KTP–RI akan memiliki IDENTITY NUMBER alias ID number sebagai tanda pengenal diri yang wajib digunakan dalam segala macam keperluan hajat hidupnya sebagai penduduk Indonesia, antara lain dalam pengurusan SIM, BPKB, STNK, NPWP, PBB, imigrasi/passport, bahkan sampai kepada pendataan sebagai nasabah bank, pasien RS, asuransi (astek-jamsostek) dan banyak lagi.
ID number ini disimpan dalam bank data milik Negara.Dengan adanya SINGLE ID NUMBER tersebut, maka seluruh elemen pemerintahan atau lembaga yang memerlukan, tinggal mencocokkan ID number yang tertera dalam copy yang menyertai semua formulir isian setiap kegiatan berbangsa dan bernegara. Maka, tidak ada lagi yang bisa bersembunyi dengan ID palsu atau ID ganda.
Ketiga; seperti yang sudah dikatakan, dengan adanya KTP-RI mestinya tidak ditemukan lagi KTP ganda. Tidak ada lagi celah untuk pembuatan KTP ganda, seperti yang saat ini masih saja sering ditemukan. Kan konyol sekali, saya melihat dengan mata kepala sendiri seorang kawan memiliki 3 buah KTP–RI berlogo garuda atas namanya yang diterbitkan dari kabupaten/kota yang berbeda… Lha… opo meneh, KTP–RI? Bercandanya pembuat KTP–RI ini, keterlaluan banget….!
Ada apa dibalik keengganan memberlakukan single ID number?
Pemerintah Indonesia, minimal orang-orang pintar di pemerintahan terutama mereka yang pernah belajar di luar negeri tentu sangat mengerti bahwa pemberlakuan single ID number itu sangat penting untuk melakukan pembenahan dan transparansi penyelenggaraan negara. Cuma repotnya kemauan politik dan kepentingan orang perorang dan kelompok untuk berkongkalikong jauh lebih besar daripada semangat untuk melaksanakan transparansi di segala bidang.
Akibatnya berbagai alasan dan kendala untuk melaksanakan proyek single ID number dikemukakan para penyelenggara kebijakan publik.Dari mulai alasan bahwa wilayah Indonesia yang terlalu luas … Jangkauan dan ketercapaian pelosok wilayah pedalaman yang sulit. Sumber daya manusia yang belum memadai. Seribu satu alasan dikemukakan. Pendeknya, banyak sekali alasan dikemukakan sehingga program single ID number tidak pernah didijalankan. Atau kalaupun dibahas, masih di wilayah bawah meja. Masing-masing pihak saling memahami kepentingan tersebunyi untuk tidak menjalankan program ini.
Padahal, kalau ada kemauan politik, kan tinggal dibuat tahapan program jangka pendek, menengah dan panjang. Tahap awalnya kota-kota yang menduduki posisi penting dalam perekonomian Indonesia. Penduduk yang terdata diberi Single ID number yang harus terkoneksi ke seluruh kegiatan perikehidupan.
Lalu dibuatkan UU yang mewajibkan seluruh aspek kehidupan masyarakat harus menggunakan single ID number tersebut. Dengan demikian penduduk kota tersebut yang nota bene lebih “makmur” disbanding penduduk kota lainnya tidak bisa lagi berkongkalikong menyembunyikan identitas diri guna menghindari kewajiban pajak, misalnya.
Program ini kemudian dilanjutkan untuk penduduk di seluruh ibukota propinsi, lalu seluruh kotamadya/ibukota kabupaten. Itu aja dulu yang penting. Nanti juga secara berangsur-angsur semua akan terdata dengan baik. Jadi… kelak di kemudian hari, tidak perlu ada survey kependudukan setiap saat. Kalau sudah begini setiap ada kelahiran yang berarti penerbitan Akta lahir ataupun kematian yang juga berarti terbitnya surat kematian, secara otomatis akan menerbitkan ID baru atau menghapuskan ID lama
(eh… tapi kalau single ID number ini dilaksanakan, lama kelamaan, jadi sepi order proyek pendataan penduduk dong ya….????)
salam
Maka Dirjen Pajak menerapkan berbagai cara untuk meningkatkan pendapatan pajak padahal, pembobol keuangan Negara ada juga di sarangnya sendiri. Mereka yang berlagak sedang memeriksa kejujuran para wajib pajak lalu kemudian beralih rupa menjadi pengemplang duit pajak yang akan disetor para wajib pajak yang ketahuan melakukan kecurangan.
Dirjen Pajak juga tidak lupa dengan program sosialisasi dan komunikasi modern melalui iklan, banner, sticker dan lain-lain. Termasuk juga melakukan program sunset policy 2008 nya untuk mensukseskan peningkatan jumlah wajib pajak yang diharapkan akan meningkatkan pendapatan pajak di kemudian hari.
Sepertinya kebijakan untuk meningkatkan pendapatan Negara yang dicanangkan oleh Dirjen Pajak itu cuma akan berakhir seperti program-program pemerintah lainnya, seperti Visit Indonesia Year 2008, program bio energy, program mobil nasional dan lain-lain. Ekstrimnya, program pemerintah itu "lebih besar pasak daripada tiangnya". Lebih besar pengeluaran untuk membiayai sosialisasi, rapat-rapat, seminar dan lain-lain daripada hasil yang diperoleh dari program-program tersebut. Kalaupun ada point positif dari sisi pendapatan, ratio antara effort dan biayanya tidak sebanding dengan pendapatan/penerimaan yang dihasilkannya.
Salah satu elemen penting, yang sering dilupakan, dari semua program yang berkaitan dengan kehidupan bermasyarakat dan bernegara (kependudukan, pajak, pemilu dan lain-lain) adalah data penduduk. Kalau mau jujur, tidak ada satu lembaga pemerintah di Indonesia yang mampu menyajikan jumlah penduduk Indonesia secara akurat. Tidak juga BPS yang Biro pusat Statistik yang selalu melakukan pendataan penduduk.
Setiap 5 tahun sekali pemerintah apakah itu melalui KPU alias Komite Pemilihan Umum atau BPS melakukan survey dan pendataan. Jangan lupa… BPS juga melakukan survey dan data kependudukan. Kenapa harus ada dua institusi yang melakukan survey dan pendataan penduduk. Jawabnya…. karena ada PROYEK dan PROYEK berarti ada UANG besar yang bisa DIMAINKAN.
OK, kita tutup mata dengan uang proyek…. Karena tidak ada suatu kegiatanpun yang tidak membutuhkan dana. Nah… kalau salah satu instansi tersebut telah melakukan survey dan pendataan, mestinya data yang diperoleh itu dimasukkan sebagai data entry kependudukan Indonesia yang bisa diakses oleh instansi pemerintah manapun di Indonesia.
Logikanya … karena kita sudah memiliki data penduduk, semoga sudah lengkap dengan nama, tanggal lahir, alamat lengkap dan lain-lain yang dibutuhkan selayaknya sebagai data kependudukan yang sah. Jadi kalau KPU butuh data kependudukan, mestinya bisa minta ke BPS dong…. Nggak perlu lagi KPU bikin “proyek” sendiri untuk melakukan pendataan peserta pemilu/pilkada. Buang-buang duit, kan…?
Tapi… pemerintah Indonesia memang senang buang-buang duit kok. Kan negaranya kaya, gemah ripah loh jinawi. Jadi…. KPU bikin survey dan pendataan lagi…. Alasannya karena kebutuhannya berbeda. Padahal, data dasarnya tetap sama. Kalau data BPS kebanyakan, ambil sebagian aja dong!
Udah gitu, konyolnya, bisa jadi KPU minta bantuan ke BPS juga. Lalu ada biaya lagi karena walaupun sesama institusi buatan pemerintah, keperluan lintas institusi ternyata nggak bisa gratisan. Saya jadi ingat, waktu pilkada jatim beberapa waktu yang lalu, ramai diberitakan bahwa BPS meminta dana milyaran rupiah untuk pemutakhiran data peserta pemilu yang akan digunakan sebagai data peserta pilkada.
KTP-RI; sebuah pembohongan publik yang luar biasa.
Belakangan ini, pemerintah kota/kabupaten ramai-ramai mencanangkan pembuatan KTP–RI berlogo garuda. Bukan lagi logo masing-masing pemerintah daerah. Jadi KTP penduduk DKI Jakarta yang konon sudah menjadi KTP RI, tidak lagi berlogo Monas, tetapi berlogo Garuda. Begitu juga KTP–KTP daerah lain yang sudah menyebutkan dirinya KTP–RI, sudah berlogokan Garuda.
Tapi, yakinkah anda bahwa KTP tersebut betul-betul KTP nasional? Saya kok nggak yakin, ya. Logikanya; yang pertama; kalau KTP–RI itu KTP nasional, maka pembuatan KTP–RI harus menjadi proyek nasional (walaupun dilaksanakan secara bertahap ) yang berada di bawah kendali Departemen Dalam Negeri. Bukan merupakan proyek pemerintah daerah masing–masing kota/kabupaten.
Kedua, dengan adanya KTP–RI, maka secara simultan kepada setiap penduduk pemegang KTP–RI akan memiliki IDENTITY NUMBER alias ID number sebagai tanda pengenal diri yang wajib digunakan dalam segala macam keperluan hajat hidupnya sebagai penduduk Indonesia, antara lain dalam pengurusan SIM, BPKB, STNK, NPWP, PBB, imigrasi/passport, bahkan sampai kepada pendataan sebagai nasabah bank, pasien RS, asuransi (astek-jamsostek) dan banyak lagi.
ID number ini disimpan dalam bank data milik Negara.Dengan adanya SINGLE ID NUMBER tersebut, maka seluruh elemen pemerintahan atau lembaga yang memerlukan, tinggal mencocokkan ID number yang tertera dalam copy yang menyertai semua formulir isian setiap kegiatan berbangsa dan bernegara. Maka, tidak ada lagi yang bisa bersembunyi dengan ID palsu atau ID ganda.
Ketiga; seperti yang sudah dikatakan, dengan adanya KTP-RI mestinya tidak ditemukan lagi KTP ganda. Tidak ada lagi celah untuk pembuatan KTP ganda, seperti yang saat ini masih saja sering ditemukan. Kan konyol sekali, saya melihat dengan mata kepala sendiri seorang kawan memiliki 3 buah KTP–RI berlogo garuda atas namanya yang diterbitkan dari kabupaten/kota yang berbeda… Lha… opo meneh, KTP–RI? Bercandanya pembuat KTP–RI ini, keterlaluan banget….!
Ada apa dibalik keengganan memberlakukan single ID number?
Pemerintah Indonesia, minimal orang-orang pintar di pemerintahan terutama mereka yang pernah belajar di luar negeri tentu sangat mengerti bahwa pemberlakuan single ID number itu sangat penting untuk melakukan pembenahan dan transparansi penyelenggaraan negara. Cuma repotnya kemauan politik dan kepentingan orang perorang dan kelompok untuk berkongkalikong jauh lebih besar daripada semangat untuk melaksanakan transparansi di segala bidang.
Akibatnya berbagai alasan dan kendala untuk melaksanakan proyek single ID number dikemukakan para penyelenggara kebijakan publik.Dari mulai alasan bahwa wilayah Indonesia yang terlalu luas … Jangkauan dan ketercapaian pelosok wilayah pedalaman yang sulit. Sumber daya manusia yang belum memadai. Seribu satu alasan dikemukakan. Pendeknya, banyak sekali alasan dikemukakan sehingga program single ID number tidak pernah didijalankan. Atau kalaupun dibahas, masih di wilayah bawah meja. Masing-masing pihak saling memahami kepentingan tersebunyi untuk tidak menjalankan program ini.
Padahal, kalau ada kemauan politik, kan tinggal dibuat tahapan program jangka pendek, menengah dan panjang. Tahap awalnya kota-kota yang menduduki posisi penting dalam perekonomian Indonesia. Penduduk yang terdata diberi Single ID number yang harus terkoneksi ke seluruh kegiatan perikehidupan.
Lalu dibuatkan UU yang mewajibkan seluruh aspek kehidupan masyarakat harus menggunakan single ID number tersebut. Dengan demikian penduduk kota tersebut yang nota bene lebih “makmur” disbanding penduduk kota lainnya tidak bisa lagi berkongkalikong menyembunyikan identitas diri guna menghindari kewajiban pajak, misalnya.
Program ini kemudian dilanjutkan untuk penduduk di seluruh ibukota propinsi, lalu seluruh kotamadya/ibukota kabupaten. Itu aja dulu yang penting. Nanti juga secara berangsur-angsur semua akan terdata dengan baik. Jadi… kelak di kemudian hari, tidak perlu ada survey kependudukan setiap saat. Kalau sudah begini setiap ada kelahiran yang berarti penerbitan Akta lahir ataupun kematian yang juga berarti terbitnya surat kematian, secara otomatis akan menerbitkan ID baru atau menghapuskan ID lama
(eh… tapi kalau single ID number ini dilaksanakan, lama kelamaan, jadi sepi order proyek pendataan penduduk dong ya….????)
salam
iya..ya..blm berani Ind menerapkan single ID,dimana-mana bnyk yg doble2x gak ktp,proyek2x...mubazir euy..
BalasHapusproyek pendataan penduduk mungkin akan sepi kalau single ID diberlakukan, tapi masih bisa bikin proyek lain. Orang indonesia kan kreatif bikin proyek macem-macem :)
BalasHapuskonsep single ID mantap banget... tapi kan sarana dan prasarana untuk menerapkannya belum bisa menyentuh seluruhnya... di jakarta aja jaringan data byar pet... apa lagi di pelosok pulau rote sana.... kali mereka belon tau kalo data bisa dikirim lewat kabel......
BalasHapuside bagus... tapi kita kudu sadar negara kita ini adalah negara kepulauan yang belum semuanya tersentuh teknologi.
kan kalo banyak proyek, banyak duit buat bancakan... hehehe... buruk sangka ya... duh maaf lahir batin lagi deh, buat yang terkena sindiran.
BalasHapusHehehe... jadi proyek masih tetap penting buat kelangsungan hajat hidup masyarakat ya... Tapi, yang penting asal jangan proyek2 mubazir...
BalasHapusYang terpenting adalah kemauan politis nya dulu, lalu bisa dibuat pentahapan sambil menyiapkan semua perangkat dan SDMnya secara perlahan-lahan. Bisa jadi proyeknya baru akan tuntas dalam 20 tahun atau bahkan lebih, tapi ada blue print dan tujuan kesana... Kalau nggak dimulai dari sekarang... mau sampai kapan kita menunggu....?
BalasHapusbukannya kita udah nunggu dari 18 tahun yang lalu ?
BalasHapusYa... menunggu Godot... karena sebetulnya para pembuat kebijakan publik itu sudah tahu pentingnya single ID, cuma ada kepentingan yang harus diselamatkan terlebih dahulu sebelum program single ID dijalankan. Dan mereka belum siap menyelamatkannya. Makanya di ulur terus
BalasHapushahahaha... dan lebih konyol lagi kita di paksa untuk punya multi ID.
BalasHapuscontoh, punya ktp dki, pindah ke surabaya. di surabaya kudu bikin ktp lagi agar bisa buka rekening bank. lah kalo ktp dki di pindah ke surabaya, terus nanti kalo balik ke DKI lagi bikin ktp emang gampil ?
Iya nih sebel melulu kalo ngomongin pemerintah. Proyek2nya banyak mubazirnya. Kalo dibuat perusahaan swasta mgkn udah koit kali krn merugi terus.
BalasHapusEh... ternyata elo termasuk pemegang KTP ganda ya...? Pantes nyolot.... wakakak.....
BalasHapusnuduh.......
BalasHapustriple :P
lha....? Tulisanmu itu yg multi interpretasi... hehehe...
BalasHapusLogikanya, kalo sudah single id dan transparansi, KTP itu otomatis hrs diganti oleh pemerintah. Kita cukup lapor ke tempat yang akan ditinggalkan bahwa kita akan pindah. Terus di tempat baru kita lapor kedatangan. Dan selama tidak diterbitkan akta kematian, single id tetap berlaku dan tempat baru wajib menerbitkan KTP baru 3 bulan kemudian.
Lho... kok ngatur ya...? udah ah nggak usah diperpanjang lagi
Mungkin karena merasa nggak akan bangkrut, makanya oknum pejabat publik itu nggak pernah sadar bahwa proyek2 yang dibuatnya itu mubazir
BalasHapussebanrnya setiap kepala di indonesia ini sudah ada idnya... lazimnya di sebut dengan noppen. alias nomor kependudukan. noppen ini lain dengan nomor katepe. nah dengan adanya noppen ini, katepe seharusnya berlaku nasional dech.... tapi ya begitu dech... udah ah... jumatan dulu.....
BalasHapusInilah hebatnya Indonesia, semuanya sudah ada di depan mata, tinggal di sambung-sambung, tapi tetap aja nggak bisa nyambung karena masing2 punya interes sendiri...
BalasHapuscari GB gak ada ............. Met Ulang Tahun yahhh besokkkk.....
BalasHapussemoga suksessssss dan selalu dalam lindungan Nya .... amin..
:)
single id policy di Indonesia bener2 cuma impian untuk sekarang karena birokrasi yang kebanyakan elit predatorisnya, ga transparan, tidak ada jaminan bagi warga miskin untuk bisa akses secara gratis, serta minim teknologi.. this topic very important even i learn this topic when i learn social demography last semester,,
BalasHapusxoxo
iya, sedih memang menerima kenyataan bahwa elit negeri ini "tidak mampu" menangkap atau bahkan pura-pura nggak tahu esensi single ID
BalasHapus