Awal April yang lalu, kami mulai merancang acara libur akhir tahun ajaran sekolah. Kebetulan tahun ini Lulu mengikuti ujian akhir SD. Pendaftaran sekolahnyapun sudah terselesaikan sehingga praktis tidak ada yang perlu diurus lagi, kecuali formalitas ijasah dll. Pada awalnya, kami merencanakan untuk pergi ke Malaysia dan Thailand saja, tapi entah apa sebabnya, tiba-tiba saja terbersit ide untuk berlibur ke Eropa. Apalagi setelah dihitung–hitung, anggaran untuk pergi berlibur ke Eropa mencukupi asal saja tidak berlebihan dan tentunya tidak dengan maksud belanja. Hal lain yang mendasari rencana ke Eropa, karena Lulu sering complain, kakaknya pernah melakukan perjalanan ke Eropa. Biasa ….. anak manja, selalu mau enaknya. Nggak pernah mau mikir kalau biaya perjalanan ke luar negeri tidaklah murah.
Setelah disepakati, saya mulai memperhatikan iklan-iklan tour di Koran dan mencari harga yang reasonable, sesuai dengan budget. Setelah melihat–lihat penawaran, saya juga mulai browsing website travel agent terkait untuk melihat program perjalanan yang ditawarkan dan detail harga. Sayangnya, saat saya melihat satu program yang bagus dan “suitable” ternyata saat nama travel agent tersebut di “Google”, yang muncul malah complain–complain para peserta. “Terpaksa” saya menghubungi teman baik saya yang kerja di Vaya Tour dan meminta bantuannya mencarikan tour yang “murah–meriah–bagus”. Ini kombinasi permintaan tour program yang agak berlebihan, sebetulnya tapi saya yakin, dalam persaingan ketat masa resesi global seperti sekarang, seluruh travel agent di Indonesia akan membuat program seperti itu.
Beberapa teman yang tahu saya memilih Vaya Tour, langsung berkomentar …”Bagus sih …. Tapi mahal…!!! Begitu katanya. Saya selalu berpendapat, Bagus memang tidak perlu selalu mahal, dan itu sangat relatif. Tapi… kalau memang biaya yang dikeluarkan memang sepadan dengan pelayanan dan fasilitasnya dan kemudian para peserta puas, maka harga “mahal” menjadi sangat relatif.Singkat kata, jadilah kami mengambil program Vantastic Europe Popular Tour – sebuah program tour dari konsorsium Vaya dan Anta Tour selama 13 hari dihitung sejak tanggal keberangkatan hingga tanggal kedatangan dengan mengunjungi Perancis – Belgia – Belanda – Jerman – Swiss dan berakhir di Italy. 6 negara sekaligus dikunjungi dalam waktu sesingkat itu. Persis seperti komentar Novy Ewert, salah satu teman yang tinggal di Hamburg…”Waduh Lin… itu sih cuma numpang sarapan dan (maaf) pipis aja….”. Tapi konon, seperti kata sang tour leader, … program seperti itulah yang laku dijual. Peserta pemula, maksudnya… mereka yang baru pertama kali menginjakkan kaki ke Eropa hanya perlu mengunjungi ikon pariwisata di setiap Negara dan di sebanyak–banyaknya Negara.
Tanggal 27 Juni 2009 jam 20.30 kami sudah diminta untuk berkumpul di Terminal 2D Cengkareng. Muliawan alias Wawan, sang tour leader sudah siap dengan berkas program tour, lengkap dengan daftar peserta dan hotel tempat kami akan menginap. Melihat betapa siap dan sigapnya staff dari Vaya/Anta tour melayani dan menyelesaikan semua urusan, mulai dari bagasi, cabin carriage dan urusan fiscal, kami sudah merasa terkesan dan yakin bahwa perjalanan akan berlangsung baik. Tinggal saja menjaga kerjasama dan tenggang rasa antar peserta.
Pesawat take off jam 22.25 menuju Singapore untuk transit di CIAS (Changi International Airport Singapore) selama 1 jam. Di tengah penerbangan, salah satu peserta yang kebetulan baru keluar dari rumah sakit, suhu badannya mulai meninggi dan begitu mendarat di CIAS, mereka, peserta keluarga dengan 4 orang memutuskan ibu dan anak lelakinya yang sakit membatalkan perjalanan dan kembali ke Indonesia. Ujian pertama bagi tour leader dimulai … dan kelihatannya berjalan dengan baik. Ibu dan anak kemudian menginap 1 malam di Singapore untuk paginya dirujuk ke rumah sakit dan kembali ke Indonesia setelah dokter mengijinkannya.Usai transit di CIAS yang diisi dengan berburu Free Internet Connection, perjalanan dilanjutkan ke Doha/Qatar. Maklumlah, karena kami menggunakan Qatar Airways yang fasilitas penerbangannya OK banget. Jadi harus mendarat di Negara tersebut setelah melakukan penerbangan selama 9,5 jam, melakukan stop over alias ganti penerbangan ke Paris di DIA alias Doha International Airport.
Minggu 28 Juni 2009 jam 13.55 waktu setempat atau jam 18.55 WIB pesawat mendarat di Roissy Charles de Gaulle. Airport “kuno” karena sudah berumur lebih dari 30 tahun tetapi tetap terasa modern. Urusan mencari supir bus yang telah dikontrak oleh Anta Tour sedikit terhambat. Yang pertama, mungkin karena meeting point nya agak missed. Yang kedua, ternyata ada beberapa peserta yang terpencar dan tidak mampu mengikuti peserta lain yang berada di depannya. Maklumlah, perjalan hampir 20 jam memang sangat melelahkan bagi seluruh peserta.
Ada rasa haru menginjakkan kembali kaki ke Perancis setelah kunjungan terakhir hampir 13 tahun yang lalu, apalagi saat melihat “sign board” SAINT DENIS dalam perjalanan ke Paris. Di kota inilah anak pertama saya lahir di tahun 1983.Matahari di musim panas baru akan tenggelam menjelang jam 22.00, maka TL (tour leader) mengusulkan agar sebelum check in ke hotel di Velizy yang terletak di pinggir kota Paris (tapi masih di region Parisienne), peserta menikmati terlebih dahulu river cruise di sungai Seine yang membelah kota Paris. Maka, jadilah kami menyusuri keindahan Paris dengan Bateau Mouche, lalu makan malam dan masuk hotel menjelang tengah malam.
Senin 29 Juni 2009, city tour dimulai ke l’arc de triomphe, salah satu ikon pariwisata kota Paris di ujung avenue du Champs Elysees yang terkenal. Sepanjang avenue du Champs Elysees biasanya, dari l’arc du triomphe hingga place de la concorde (di depan jardin de Tuilleries/Musee du Louvre) berlangsung parade militer dalam rangka memperingati 14 Juillet yaitu peringatan pembebasan Perancis dari system pemerintahan monarki ke pemerintahan republik oleh Napoleon Bonaparte.
Sebetulnya dari atap l'Arc de Triomphe, kita bisa juga menikmati pemandangan kota Paris. Sayang tidak menjadi bagian dari program tour. Dulu kami senang sekali duduk di kaki l'arc de Triomphe bukan saja untuk memandangi lalu lintas Paris tapi lebih dikarenakan di koridor underpass yang menghubungkan avenue du Champs Elysees dengan l'arc de triomphe selalu ada para pemusik (street performer) yang memainkan lagu-lagu klasik dengan sangat indah terutama dengan pantulan akustik underpass tersebut.
Di Place de la Condorde, di ujung lain avenue du Champs Elysees telah terlihat persiapan panggung–panggung upacara tersebut. Arc de triomphe adalah meeting point dengan Nicole – local guide yang lumayan fasih berbahasa Indonesia.
Dari l’arc de triomphe, peserta di ajak keliling kota, mengunjungi melewati ecole militaire, disini peserta dipersilakan turun untuk berfoto dengan latar belana si centil la tour Eiffel, lalu ke Basilika Notre Dame de Paris yang sangat indah dan makan siang disebuah resto dekat jardin de Tuilleries lalu mengunjungi Musee du Louvre. Kunjungan ke Musee du Louvre ecek–ecek.Mengapa saya sebut ecek-ecek? Karena peserta cuma diberi kesempatan berfoto di depan gedungnya serta di basement tempat pyramida terbalik. Bukan untuk menikmati koleksi muse du Louvre, salah satunya la Joconde alias Monalisa, yang saya yakin tidak akan habis diamati selama 1 minggu.
Usai dari Musee du Louvre, peserta diajak naik Eiffel. Menara yang dibangun dan dirancang oleh Gustaff Eiffel ini menjadi ikon kota Paris. Bentuknya mencerminkan kegenitan Paris sebagai kota mode dunia. Kami diajak hingga lantai dua menara sehingga dapat menikmati pemandangan ke berbagai penjuru kota Paris.
Usai menyapa si centil menara Eiffel, peserta di ajak belanja ke Gallery la Fayette. Acara yang ditunggu sebagian peserta untuk berburu barang sales/soldes a la francaise. Kami sendiri hanya berjalan ke sekitar Gallery la Fayette, yaitu mengunjungi le Printemps, juga salah satu Dept store yang luput membuka cabangnya di Jakarta, ke C&A yang dulu kala di tempat itu digunakan oleh Mark & Spencer, dept store asal Inggris.
Lelah berbelanja, kami lalu makan malam di Bien–bien, thai resto yang berlokasi di rue bergere agar peserta bisa mencicipi makanan berbasis nasi setelah siang hari sebagian peserta agak meringis terpaksa makan fast food a la francais. Usai makan, sebagian peserta meneruskan acara menonton cabaret Lido di avenue du Champs Elysees dan sebagian lagi langsung diantar ke Holiday inn – Velizy oleh Aldo – si Italiano, supir kami yang tinggi besar dan ganteng.
Setelah disepakati, saya mulai memperhatikan iklan-iklan tour di Koran dan mencari harga yang reasonable, sesuai dengan budget. Setelah melihat–lihat penawaran, saya juga mulai browsing website travel agent terkait untuk melihat program perjalanan yang ditawarkan dan detail harga. Sayangnya, saat saya melihat satu program yang bagus dan “suitable” ternyata saat nama travel agent tersebut di “Google”, yang muncul malah complain–complain para peserta. “Terpaksa” saya menghubungi teman baik saya yang kerja di Vaya Tour dan meminta bantuannya mencarikan tour yang “murah–meriah–bagus”. Ini kombinasi permintaan tour program yang agak berlebihan, sebetulnya tapi saya yakin, dalam persaingan ketat masa resesi global seperti sekarang, seluruh travel agent di Indonesia akan membuat program seperti itu.
Beberapa teman yang tahu saya memilih Vaya Tour, langsung berkomentar …”Bagus sih …. Tapi mahal…!!! Begitu katanya. Saya selalu berpendapat, Bagus memang tidak perlu selalu mahal, dan itu sangat relatif. Tapi… kalau memang biaya yang dikeluarkan memang sepadan dengan pelayanan dan fasilitasnya dan kemudian para peserta puas, maka harga “mahal” menjadi sangat relatif.Singkat kata, jadilah kami mengambil program Vantastic Europe Popular Tour – sebuah program tour dari konsorsium Vaya dan Anta Tour selama 13 hari dihitung sejak tanggal keberangkatan hingga tanggal kedatangan dengan mengunjungi Perancis – Belgia – Belanda – Jerman – Swiss dan berakhir di Italy. 6 negara sekaligus dikunjungi dalam waktu sesingkat itu. Persis seperti komentar Novy Ewert, salah satu teman yang tinggal di Hamburg…”Waduh Lin… itu sih cuma numpang sarapan dan (maaf) pipis aja….”. Tapi konon, seperti kata sang tour leader, … program seperti itulah yang laku dijual. Peserta pemula, maksudnya… mereka yang baru pertama kali menginjakkan kaki ke Eropa hanya perlu mengunjungi ikon pariwisata di setiap Negara dan di sebanyak–banyaknya Negara.
Tanggal 27 Juni 2009 jam 20.30 kami sudah diminta untuk berkumpul di Terminal 2D Cengkareng. Muliawan alias Wawan, sang tour leader sudah siap dengan berkas program tour, lengkap dengan daftar peserta dan hotel tempat kami akan menginap. Melihat betapa siap dan sigapnya staff dari Vaya/Anta tour melayani dan menyelesaikan semua urusan, mulai dari bagasi, cabin carriage dan urusan fiscal, kami sudah merasa terkesan dan yakin bahwa perjalanan akan berlangsung baik. Tinggal saja menjaga kerjasama dan tenggang rasa antar peserta.
Pesawat take off jam 22.25 menuju Singapore untuk transit di CIAS (Changi International Airport Singapore) selama 1 jam. Di tengah penerbangan, salah satu peserta yang kebetulan baru keluar dari rumah sakit, suhu badannya mulai meninggi dan begitu mendarat di CIAS, mereka, peserta keluarga dengan 4 orang memutuskan ibu dan anak lelakinya yang sakit membatalkan perjalanan dan kembali ke Indonesia. Ujian pertama bagi tour leader dimulai … dan kelihatannya berjalan dengan baik. Ibu dan anak kemudian menginap 1 malam di Singapore untuk paginya dirujuk ke rumah sakit dan kembali ke Indonesia setelah dokter mengijinkannya.Usai transit di CIAS yang diisi dengan berburu Free Internet Connection, perjalanan dilanjutkan ke Doha/Qatar. Maklumlah, karena kami menggunakan Qatar Airways yang fasilitas penerbangannya OK banget. Jadi harus mendarat di Negara tersebut setelah melakukan penerbangan selama 9,5 jam, melakukan stop over alias ganti penerbangan ke Paris di DIA alias Doha International Airport.
Roissy Charles de Gaulle l'aeroport de Paris |
Minggu 28 Juni 2009 jam 13.55 waktu setempat atau jam 18.55 WIB pesawat mendarat di Roissy Charles de Gaulle. Airport “kuno” karena sudah berumur lebih dari 30 tahun tetapi tetap terasa modern. Urusan mencari supir bus yang telah dikontrak oleh Anta Tour sedikit terhambat. Yang pertama, mungkin karena meeting point nya agak missed. Yang kedua, ternyata ada beberapa peserta yang terpencar dan tidak mampu mengikuti peserta lain yang berada di depannya. Maklumlah, perjalan hampir 20 jam memang sangat melelahkan bagi seluruh peserta.
Ada rasa haru menginjakkan kembali kaki ke Perancis setelah kunjungan terakhir hampir 13 tahun yang lalu, apalagi saat melihat “sign board” SAINT DENIS dalam perjalanan ke Paris. Di kota inilah anak pertama saya lahir di tahun 1983.Matahari di musim panas baru akan tenggelam menjelang jam 22.00, maka TL (tour leader) mengusulkan agar sebelum check in ke hotel di Velizy yang terletak di pinggir kota Paris (tapi masih di region Parisienne), peserta menikmati terlebih dahulu river cruise di sungai Seine yang membelah kota Paris. Maka, jadilah kami menyusuri keindahan Paris dengan Bateau Mouche, lalu makan malam dan masuk hotel menjelang tengah malam.
Senin 29 Juni 2009, city tour dimulai ke l’arc de triomphe, salah satu ikon pariwisata kota Paris di ujung avenue du Champs Elysees yang terkenal. Sepanjang avenue du Champs Elysees biasanya, dari l’arc du triomphe hingga place de la concorde (di depan jardin de Tuilleries/Musee du Louvre) berlangsung parade militer dalam rangka memperingati 14 Juillet yaitu peringatan pembebasan Perancis dari system pemerintahan monarki ke pemerintahan republik oleh Napoleon Bonaparte.
Sebetulnya dari atap l'Arc de Triomphe, kita bisa juga menikmati pemandangan kota Paris. Sayang tidak menjadi bagian dari program tour. Dulu kami senang sekali duduk di kaki l'arc de Triomphe bukan saja untuk memandangi lalu lintas Paris tapi lebih dikarenakan di koridor underpass yang menghubungkan avenue du Champs Elysees dengan l'arc de triomphe selalu ada para pemusik (street performer) yang memainkan lagu-lagu klasik dengan sangat indah terutama dengan pantulan akustik underpass tersebut.
Di Place de la Condorde, di ujung lain avenue du Champs Elysees telah terlihat persiapan panggung–panggung upacara tersebut. Arc de triomphe adalah meeting point dengan Nicole – local guide yang lumayan fasih berbahasa Indonesia.
Dari l’arc de triomphe, peserta di ajak keliling kota, mengunjungi melewati ecole militaire, disini peserta dipersilakan turun untuk berfoto dengan latar belana si centil la tour Eiffel, lalu ke Basilika Notre Dame de Paris yang sangat indah dan makan siang disebuah resto dekat jardin de Tuilleries lalu mengunjungi Musee du Louvre. Kunjungan ke Musee du Louvre ecek–ecek.Mengapa saya sebut ecek-ecek? Karena peserta cuma diberi kesempatan berfoto di depan gedungnya serta di basement tempat pyramida terbalik. Bukan untuk menikmati koleksi muse du Louvre, salah satunya la Joconde alias Monalisa, yang saya yakin tidak akan habis diamati selama 1 minggu.
Paris ....? c'est la tour d'Eiffel |
Usai dari Musee du Louvre, peserta diajak naik Eiffel. Menara yang dibangun dan dirancang oleh Gustaff Eiffel ini menjadi ikon kota Paris. Bentuknya mencerminkan kegenitan Paris sebagai kota mode dunia. Kami diajak hingga lantai dua menara sehingga dapat menikmati pemandangan ke berbagai penjuru kota Paris.
Usai menyapa si centil menara Eiffel, peserta di ajak belanja ke Gallery la Fayette. Acara yang ditunggu sebagian peserta untuk berburu barang sales/soldes a la francaise. Kami sendiri hanya berjalan ke sekitar Gallery la Fayette, yaitu mengunjungi le Printemps, juga salah satu Dept store yang luput membuka cabangnya di Jakarta, ke C&A yang dulu kala di tempat itu digunakan oleh Mark & Spencer, dept store asal Inggris.
Lelah berbelanja, kami lalu makan malam di Bien–bien, thai resto yang berlokasi di rue bergere agar peserta bisa mencicipi makanan berbasis nasi setelah siang hari sebagian peserta agak meringis terpaksa makan fast food a la francais. Usai makan, sebagian peserta meneruskan acara menonton cabaret Lido di avenue du Champs Elysees dan sebagian lagi langsung diantar ke Holiday inn – Velizy oleh Aldo – si Italiano, supir kami yang tinggi besar dan ganteng.
sesuai tulisan paling atas....
BalasHapusno comments....
wakakak.... gak konsisten!!!
BalasHapusMbak, jalan-jalan pake tour apa ngga terburu-buru bangun paginya hehe...Enaknya sih udah jelas mau kemana-mananya ya. Soalnya aku ke Eropa jalan sendiri ngga pake tour. Tapi sayang belum sempat ke Paris. Gagal melulu euy, pdhal suami bolak balik kesana dalam waktu lama (dinas). Belum milik...
BalasHapusBetul sekali... Perjalanannya jadi melelahkan dan tidak bisa menikmati dengan santai obyek2 wisata. Tapi konon, tour model begini yang laku dan cocok buat "pemula"
BalasHapusBuat sy sendiri, ini adalah perjalanan ke Eropa pertama dgn travel agent. Biasanya, semi back packer... modal tiket pp aja. Hotel dan perjalanan KA antar negaranya, go show.
Semula sy berharap tour jadi perjalanan nostalgia, tp akhirnya tidak tercapai krn jadwalnya ketat sekali.... Tapi nggak apalah, krn buat anak sy ini perjalanan pertamanya ke Eropa