Planetarium dan Fasilitas pendidikan kita.
(tulisan ini pertama kali di upload pada tanggal 6 Juni 2005 di multiply)
Anak saya yang berumur 7 tahun senang sekali membaca ensiklopedi a la mickey mouse. Gambarnya lucu, penjelasannya singkat. Baru-baru ini, dia membeli seri angkasa luar dan mulai bertanya-tanya tentang alam raya ini, tentang planet, bintang dan matahari. Pertanyaannya lama-lama sukar dijawab dalam bahasa yang mudah dimengerti oleh anak. Selain karena saya maupun suami kurang menguasainya, kami juga kesulitan mencari kata-kata yang mudah dimengerti anak seusia itu. Kesulitan tersebut membuat saya berencana mengajaknya ke Planetarium di Taman Ismail Marzuki - Cikini. Saya ingat, bahwa pada hari Sabtu dan minggu, planetarium membuka pertunjukan pada siang hari.
Dengan gembira, saya mengajak anak untuk mulai mencari nomor telpon Planetarium tersebut ke 108, dan kemudian menelpon Planetarium - Tim. Anak saya tentu masa gembira bukan kepalang, membayangkan diajak ke Planetarium menyaksikan simulasi alam raya. Sayang, kegembiraan itu pupus dalam sekejap dan berganti dengan tangis kecewa.
Informasi Planetarium menjelaskan bahwa Planetarium hanya buka hari Selasa s/d jum'at jam 16.30 dengan biaya Rp.3.500/orang dewasa dan Rp.1.750,-/anak. Sangat murah dibandingkan dengan pengetahuan yang diperoleh. Sayangnya, pertunjukan hanya dilakukan 1 kali/hari, karena peralatan dikhawatirkan rusak karena panas bila digunakan 2 kali pertunjukan/hari. Sedangkan pertunjukan hari Sabtu dan Minggu yang biasanya dilakukan sebanyak 4x, ditiadakan sampai batas waktu yang tidak bisa ditentukan. Hal ini dikarenakan proyektor sedang diperbaiki di Jerman sejak bulan Desember 2004 yang lalu.
Saya terhenyak karenanya.
Saya dapat membayangkan, alangkah sedih, kecewa dan geramnya, bang Ali Sadikin, Gubernur DKI Jaya yang mengupayakan terbangunnya Planetarium tersebut, seandainya beliau mengetahui keadaan ini. Jakarta yang metropolitan ini ternyata tidak sanggup memelihara apa yang sudah dibangun. Jangankan menambah fasilitas umum... memelihara yang sudah ada saja pemda DKI tidak mampu.
Mau tidak mau, ingatan saya melayang pada saat DKI Jaya di bawah kepemimpinan bang Ali. Lepas dari segala kontroversial dari segala kebijakannya, belialah satu-satunya gubernur yang membangun begitu banyak fasilitas sosial/umum bagi rakyatnya. Sebut saja, mulai dari program perbaikan kampung - MHT, pembangunan Gelanggang Remaja - lengkap dengan Kolam renangnya di setiap wilayah DKI, Taman Ismail Marzuki - Cikini, Kebun Binatang Ragunan, Gelanggang Mahasiswa Kuningan, rehabilitasi pasar-pasar kumuh menjadi pasar modern, penataan taman-taman/ruang publik ... dan saya yakin banyak lagi yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Beliau juga yang sudah membuat RUTR DKI s/d 1985 dimana sudah termuat rencana pembangunan MRT (mass rapid transit).
Sekarang, lihatlah wajah Jakarta kita yang tercinta. Pembangunan Jakarta memang begitu pesat, Shopping Mall, Plasa, ITC, Gedung Perkantoran, apartemen mewah bertaburan di segala penjuru kota.Tapi tengoklah fasilitas umum/sosial kota kita ..... tengoklah lapangan olah raga tempat anak-anak bermain... semua lenyap. Gelanggang Remaja memang masih ada..... tapi tengoklah apa yang sudah terjadi disana.... kumuh, dekil tak terawat. Ada yang makin terawat.... Gelanggang Mahasiswa Kuningan.... tapi komplek itu telah beralih pengelolaannya. Nuansa dan roh kegiatan kemahasiswaan yang dulu sangat kental dengan komplek tersebut telah hilang tak berbekas berganti dengan nuasa kemewahan yang absurd ditengah kemiskinan bangsa ini.
Kita menjadi borjuis ditengah kemiskinan. Pembangunan negeri ini sama sekali tidak mempedulikan kepentingan rakyat banyak. Kegiatan-kegiatan anak-anak, remaja dan mahasiswa yang secara alamiah penuh dinamika dan keceriaan telah berganti. Anak, remaja dan mahasiswa didorong untuk berburu materi. Kalaupun masih ada kegiatan mereka, maka selalu ada "umpan" materi yang menyertainya.
Lihatlah, betapa Indonesian Idol, KDI, AFI dan sejenisnya menarik ribuan anak-anak dan remaja kita dibandingkan dengan kegiatan-kegiatan olah raga. Saya sendiri lupa.... apakah Pekan Olah Raga Mahasiswa atau Pekan Olah Raga anak-anak (setingkat SD/SMP) masih tetap diselenggarakan.
Mungkin ini menjawab, mengapa anak-anak sekarang lebih gemar tawuran dibandingkan berolah raga. Pengusaha dengan ber "kong-kalikong dengan Pemda" telah merengut lahan tempat anak-anak bergerak, mengekspresikan jiwa mudanya. Gelanggang Remaja/Mahasiswa bukan lagi tempat yang nyaman untuk dikunjungi ..... taman kota telah lenyap. Bahkan Kebun binatangpun bukan lagi menjadi tempat rekreasi yang enak untuk dikunjungi. Jangan lagi bicara mengenai Planetarium yang memerlukan alat-alat yang cukup canggih untuk mengoperasikannya.
Ternyata, kita bukan hanya tidak bisa memeliharanya. Membangunnya pun kita tidak mampu ... atau mungkin tidak mau. Karena setelah hampir 30 tahun bang Ali lengser dari jabatnnya.... fasilitas umum/sosial/pendidikan tersebut tidak juga bertambah.... bahkan yang adapun tidak lagi tersentuh oleh pemeliharaan.
Tidak salah, kalau anak-anak gemar tawuran ....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar