“Mbak, …. Aku hamil ….!!!”, ucapnya lirih. Hampir tak terdengar karena ditingkahi oleh keriuhan café pada akhir minggu.
Jujur, aku terhenyak mendengar berita itu langsung dari bibir mungilnya. Tapi apa yang mau dikata? Pergaulan antar jenis yang bebas merdeka di kota-kota besar di seluruh dunia memang memungkinkan terjadinya kehamilan pranikah. Di negara maju, pasangan tanpa menikah (concubinage) malah diakui secara resmi.
“Kenapa sampai terjadi?”
“Entahlah …!”
“Kamu nggak pake preservatif saat berhubungan?”
“Nggaklah, mbak! Rasanya saat itu bukan masa suburku. Atau … mungkin aku salah hitung.”
Salah hitung masa subur atau tidak menggunakan preservative, ini masalah yang biasa terjadi di Indonesia dalam setiap kasus kehamilan di luar nikah. Berbeda dengan di negara maju, anak perempuan yang sudah mendapat menstruasi, tentu sudah diberi pengetahuan seksual baik oleh orang tua maupun sekolah. Termasuk tentang pencegahan kehamilan. Di Indonesia, masyarakat masih mentabukan pengajaran pengetahuan seksual di sekolah-sekolah, walaupun di tingkat SMA sekalipun.
Jadi, walaupun orientasi kehidupan pergaulan orang muda di kota-kota besar sudah memiliki kecenderungan gaya hidup barat, namun para pelakunya tidak secara sadar mengamankan dirinya dari kehamilan dengan alat pencegah kehamilan. Padahal, sudah menjadi rahasia umum bahwa pencegah kehamilan berupa pil maupun kondom sangat mudah diperoleh dan dijual bebas di “grand surface”. Keluhan sahabatku itu mengingatkan peristiwa di bulan Oktober, hampir 20 tahun yang lalu, di rumah ibuku, di bilangan Rawamangun.
*****
Malam itu, Ibuku masih menginap di MMC, menemani bapak yang sedang di rawat karena stroke. Kami sedang beristirahat di kamar, setelah makan malam, sambil menemani anak menjelang tidur. Saat si mbok mengetuk pintu kamar dengan panik.
“Non, tolong si mbok …. Anakku perutnya kembung ...!”
“Kenapa, mbok...?”
“Nggak tahu. Habis maghrib dia teriak-teriak terus, sakit perut…. Terus, mbok liat, perutnya kok kembung seperti orang hamil…!”
“Hamil ......?”
Aku keluar kamar, mengikuti si mbok ke kamarnya yang berada di bagian lain sayap rumah, yang persis berseberangan dengan kamar tidurku.
“Kenapa, kamu?”
“Nggak tahu non ... tadi, mau maghrib saya ketiduran. Terus mimpi, ada nenek-nenek ngasih ikan emas besar, jadi saya terbangun. Kok perut saya mendadak kembung dan sakit. Kesambet, kali …..”, sahutnya sambil meringis menahan sakit. Dasar orang Jawa (maaf…) …. Ada apa-apa, jawabnya “kesambet”!
Sungguh mati, walaupun sudah punya anak berumur hampir 4 tahun, saat itu aku sama sekali tidak berpikir bahwa anak gadis si mbok sedang hamil tua. Bahkan sudah menjelang melahirkan. Maklum saja, selain kami sekeluarga tidak ada pembantu lelaki di rumah setelah tukang kebun meminta ijin berhenti bekerja selepas lebaran lalu. Aku tentu tidak mungkin berprasangka bahwa salah satu lelaki yang ada di rumah, yaitu bapak, suami dan adik lelakiku telah menghamili anak si mbok. Apalagi dia tidur sekamar dengan si mbok, ibu kandungnya. Sementara ibuku bukan perempuan bekerja. Jadi selalu berada di rumah hampir sepanjang hari.
“Ayo ke rumah sakit! Kamu siap-siap! Mbok, nggak usah ikut… Jaga rumah dan temani anakku saja! Biar saya sama bapak yang ngantar!”
Aku segera kembali ke kamar, meminta suami menemani ke RS Persahabatan. Tiba di sana, dengan naïf, kusampaikan apa yang kudengar darinya kepada perawat di UGD. Mendengar ceritaku, mungkin dia berpikir .... ada perempuan kelihatan terpelajar, tapi kok bloon banget. Percaya “bongkokan” sama omongan pembantu rumahnya... Tapi, saat itu aku memang sama sekali nggak berprasangka buruk terhadap siapapun.
“Bu ...ini sih hamil tua, bu ...! Udah mau melahirkan...! Sini deh kita periksa urine!”, kata sang perawat setelah meraba sejenak perutnya.
“Lalu ....?”
“Masih lama bu ...., baru pembukaan dua! Jadi bawa pulang aja dulu, nanti kalau mulasnya sudah sering, baru kembali lagi ke RS!”
Usai membayar biaya RS, kami segera kembali ke rumah dalam diam. Perasaanku campur aduk, antara marah, kesal, bingung campur kasihan. Bingung, karena selama ini dia tidak pernah jauh dari si mbok, ibu kandungnya. Lalu, siapa yang sudah menghamilinya?. Aku betul-betul bingung dan juga sebal.
“Anakmu hamil ... sudah hampir melahirkan!” jawabku kepada si mbok, saat dia menanyakan apa yang terjadi pada anaknya.
“Nggak mungkin, non .......!”
“Terserah, si mbok mau percaya atau nggak! Yang pasti begitu hasil pemeriksaan RS. Tanyakan ... siapa lelaki yang menghamili! Biar jelas siapa yang harus bertanggung jawab”, jawabku agak ketus. Aku segera kembali ke kamar. Ngantuk. Sudah tengah malam. Apalagi besok pagi harus masuk kantor.
Belum sampai satu jam, si mbok kembali lagi mengetuk pintu kamar.
“Non … dia …. dia, nangis kesakitan ...!”
Aku terpaksa keluar kamar lagi ... sambil mengantuk, terpaksa meladeni si mbok.
“Siapa yang menghamilinya, mbok?”
“Nggak tahu non, dia bilang, dia nggak pernah berbuat ....”
Gila tu anak ...., sudah mau melahirkan begini, masih aja bohong!
“Neng, dengar ya .... Saya baru mau ngantar kamu ke RS sesudah kamu mengaku, dengan siapa kamu berhubungan badan!”
“Nggak pernah, non ... Sumpah!”
“Ya sudah ... kalo kamu nggak mau ngaku, jadi kamu bukan hamil ... Saya nggak perlu ngantar lagi ke RS, kan?. Saya ngantuk nih .... jangan ganggu dong!” sahutku.
“Sungguh non ... saya kan selama ini datang bulan terus. Mana bisa hamil...?”
Eh ... pinter juga tu anak ..., tapi rasanya aku pernah baca buku, ada kasus tertentu dimana perempuan hamil tetapi tetap mendapat menstruasi. Mungkin anak ini juga termasuk salah satu pengecualian itu?!
“Mbok .... saya mau tidur! Sudah tengah malam ..., ngantuk, nih! Anakmu, nggak mau ngaku ... Karena di dunia Cuma ada satu perempuan yang bisa hamil tanpa lelaki dan sementara dia bilang nggak pernah melakukan. Jadi saya anggap, dia nggak hamil! Ingat ya mbok .... saya cuma mau ke RS, kalau dia mengaku! ”
Mendengar ancaman saya dan tidak tahan oleh rasa sakit, akhirnya dia mengaku ....
“Tukang kebun ..... non! Tapi, sumpah deh ... Cuma sekali aja!”
Waduh ......., bagaimana mungkin ....? Anak kecil itu yang menghamilinya ....? Anak lelaki yang umurnya 5 tahun di bawah umurnya (dia saat itu berumur 20 tahun)? Bagaimana mungkin?.
“Mbok .... gimana sih ...? Kemana aja si mbok seharian ... kok bisa kecolongan begini?”
“Nggak tahu non ..... “, sahut si mbok, ketakutan.
“Dimana kejadiannya ....?”
“Di kamar ini, non ...”
“Nah mbok .... dengar tuh ... Kok bisa-bisanya, si mbok yang setiap waktu di dapur yang letaknya di depan kamar, bisa kecolongan ....?”
Tukang kebun itu. Entah sudah berada dimana dia? … Tidak ada seorangpun yang tahu keberadaannya setelah dia berhenti bekerja kira-kira 6 bulan sebelumnya. Tidak juga dimana letak persis kampungnya. Dia sendiri bungkam seribu bahasa. Jangan-jangan, tukang kebun itu berhenti bekerja karena tahu dia hamil.
Dini hari itu, sekitar jam 03.00 dia melahirkan bayi lelaki di RS Alvernia, yang letaknya berpunggungan dengan kamar tidurku dengan ditunggui si mbok juga.
Usai menyelesaikan pembayaran, kukatakan pada si mbok agar membawa anaknya pulang ke kampung saja untuk merawat bayinya di sana. Tidak mungkin mengijinkannya tetap tinggal di rumah. Bapakku masih dalam status recovery dari stroke yang dideritanya. Apalagi, kecuali aku dan suami, tidak ada anggota keluarga lain yang mengetahui peristiwa ini. Aku sungguh tidak mau terjadi kehebohan di rumah.
*****
Kehamilan di luar nikah memang selalu menimbulkan bencana di keluarga. Rasa menyesal, malu, panik selalu menyertai perasaan si pelaku. Mungkin, hanya cara menyelesaikannya saja yang berbeda. Ada yang membiarkannya hingga si anak lahir atau menggugurkannya.
Kita perlu memikirkan bagaimana cara mencegahnya. Ada batas tertentu dimana norma/ajaran agama tidak dapat lagi mencegah hubungan seksual pranikah. Mungkin sudah saatnya sex education diajarkan di sekolah-sekolah setingkat SMA agar para remaja mengerti. Sex Education yang dimaksud tentu bukan sekedar dalam hal pencegahan kehamilannya, tetapi terutama dalam hal resiko yang harus dihadapi oleh para pelakunya dan anak yang akan dilahirkannya, ditinjau dari berbagai sudut. Agama maupun logical thinking.
Wallahu’ alam
Lebak Bulus, minggu 6 Agustus 2006
Yang paling layak dicintai adalah cinta itu sendiri dan.. Yang paling layak dimusuhi adalah permusuhan itu sendiri #BadiuzzamanSaidNursi
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
BUKAN KARANGAN BUNGA🌺🌺
Dapat kiriman tulisan yang bagus, untuk refleksi diri DICARI Teman yg bisa Mensholatkan kita... Ketika KITA WAFAT... BUKAN KARANGAN BUNG...
-
3/5 Berusaha dan terus berusaha. Hari itu, adalah hari ke 14 menstruasi ... Masih sederas hari pertama dan tidak ada tanda-tanda mereda...
-
Sebelum tulisan ini dilanjutkan, saya perlu meminta maaf terlebih dulu pada mereka yang berprofesi sebagai supir pribadi. Sungguh, tidak ...
-
Hari ini, Sabtu 18 Agustus 2007, majelis rumpi dibuka kembali. Mestinya classe conversation dimulai Sabtu tanggal 11. tapi karena hari sa...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar