Sabtu, 07 Januari 2012

Rumah untuk Rakyat... Benarkah?


Sejak awal tahun 2000an saya “dipaksa” memperhatikan masalah perumahan/permukiman melalui permintaan bigboss untuk menuangkankan ide-idenya dalam bentuk makalah. Hal ini biasanya terjadi saat beliau diundang untuk berbicara dalam berbagai panel diskusi, seminar bahkan saat electoral campaign tahun 2004 yang lalu. sayangnya, lama kelamaan, setiap kali beliau meminta disiapkan makalah mengenai masalah perumahan/permukiman di Indonesia terutama bagi golongan masyarakat golongan berpenghasilan rendah, ada perasaan skeptis untuk menggarapnya. Bukan karena masalah perumahan tersebut tidak penting, justru sebaliknya! Hanya saja, semakin dalam dan semakin mengetahui masalah ini, saya merasa terenyuh dan berburuk sangka bahwa perhatian pemerintah untuk membangun perumahan bagi golongan masyarakat tersebut hanya sebatas retorika belaka. Jauh dari kenyataan. Istilahnya dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar …. jauh panggang dari api.

Coba bayangkan … saat pertama kali menyusun makalah tersebut, saya sudah menemui kesulitan mencari data yang valid. Mencari di situs BPS? Sudah dilakukan. Hasilnya, tidak seperti yang diharapkan dan lagipula data yang tersaji, menurut saya sama sekali tidak updated. Ke situs Kementrian Negara Perumahan Rakyat? Wah … saya belum pernah coba lagi … Sebal karena saat saya masuk ke situs tersebut untuk pertama kali, banyak bagian dari situsnya masih under-construction. Ke situs Departemen Pekerjaan Umum? Hihihi.... sama saja. Nggak updated. Tapi bisa dimaklumi ... mungkin departemen ini bingung, karena bidang perumahan/permukiman ini keluar-masuk terus. Kadang attached di Departemen teknis (baca Departemen Pekerjaan Umum) yang konon termasuk departemen ”basah” ini. Kadang dikeluarkan menjadi bagian dari Kementrian Negara karena dianggap hanya menyusun berbagai kebijakan saja. Pantas saja kalau Departemen Pekerjaan Umum (yang juga seringkali berganti nama) agak malas meng–update data yang berkaitan dengan perumahan/permukiman. Biasalah .... mana pernah ada ”data record” yang benar di negara ini? BPS saja tidak mendata dengan baik perkembangan pembangunan perumahan, apalagi instansi lain. Atau mungkin lembaga swasta punya data yang lebih baik? Entahlah ... Dulu ada PDBI (singkatan dari Pusat Data Bisnis Indonesia?!)nya Christianto Wibisono yang datanya cukup akurat dan bisa digunakan. Sayang sejak huru-hara 1998 keluarga Christianto Wibisono lantas hijrah ke USA, dan PDBI tidak terdengar gaungnya lagi.

Situs lainnya yang bisa dimasuki untuk mencari data perumahan sederhana yang sudah terbangun adalah BTN. Tapi ini khusus menyajikan data pencairan KPR bersubsidi saja. Tapi, kira-kira, klop-lah kalau hanya melihat dari satu sisi saja, yaitu pembangunan perumahan sederhana yang menggunakan fasilitas KPR Bersubsidi. Tapi, sekarang ini, KPR bersubsidi tidak hanya disalurkan melalui BTN saja. Kalau tidak salah ada beberapa bank lain yang ditunjuk walau pada prakteknya, tidak berjalan lancar. Maklum … BTN ini sudah menjadi trade mark KPR bersubsidi. Coba deh perhatikan, saat kita berbicara mengenai KPR untuk rumah sederhana type 21, maka secara otomatis dikatakan KPR-BTN. Tapi bagaimanapun juga, data dari situs BTN itu sudah lumayan. Daripada nulis makalah tanpa data. Data yang ada di situs resmi BTN bisa dijadikan referensi. Tapi …. ngomong2, ada yang ngerti nggak ya binatang macam apa si KPR bersubsidi itu? (eh sekarang type 36 – 54 apalagi 70 sudah nggak ada lagi lho!!)

Membantu menuliskan makalah tersebut … membuat saya bertambah pengetahuan bahwa pada tahun 2000 saja, di Indonesia masih terdapat +14,5 juta unit rumah yang kualitasnya tidak layak huni. Selain itu, Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah (nama Departemen Pekerjaan Umum saat itu), mencatat bahwa sampai dengan akhir tahun 2003, jumlah keluarga yang belum memiliki rumah (backlog) adalah sebanyak sekitar 6 juta keluarga. Jadi sejumlah itulah (6 juta unit rumah) backlog sampai dengan tahun 2003. Sementara itu, pertumbuhan kebutuhan rumah bagi keluarga baru di Indonesia mencapai 800.000 unit per tahun. Jumlah kebutuhan rumah tersebut adalah kebutuhan riel masyarakat yang masuk dalam kategori masyarakat berpendapatan rendah yaitu yang pendapatannya kurang dari Rp. 1,5 juta per bulan. Jadi masyarakat yang memiliki akses untuk mendapat KPR regular alias berpendapatan di atas 1,5 juta per bulan tidak termasuk kategori penduduk yang perumahan/permukimannya harus diperhatikan pemerintah lho!

Terus ... gimana cara membangunnya supaya rakyat bisa memiliki rumah yang layak huni? Konon katanya ..... (lagi-lagi, jangan tanya statistiknya ya... wong BPS aja nggak punya datanya kok!!!), sebagian dibangun masyarakat secara swadaya, terus sebagian lagi karena rakyat merenovasi sendiri rumah yang sudah lapuk itu .... sebagian dibangun dengan bantuan dana Asabri, Jamsostek, taperum dan bagian terakhir dibangun dengan fasilitas KPR bersubsidi itu tadi. Yang anggarannya harus melalui persetujuan DPR dalam bentuk Anggaran subsidi bunga KPR dan disalurkan melalui BTN.

Nah ... kalau saja backlog ditambah dengan 75% saja rumah yang tidak layak huni, maka di tahun 2003 itu ada + 13,25 juta unit rumah yang harus dibangun. Gila .... banyak amat ya...? Tapi .... siapa tahu di akhir tahun 2006 yang lalu, backlognya sudah jauh berkurang.... Bener, nggak sih kalo pemerintah berhasil dan mampu mengurangi jumlah backlog?

Karena backlog ini sangat terkait dengan golongan masyarakat berpenghasilan di bawah 1,5 juta/bulan dan membutuhkan KPR bersubsidi, maka kita harus melihat berapa besar anggaran subsidi bunga KPR yang disediakan oleh pemerintah? Ternyata .... setiap tahun, pemerintah maksimal hanya bisa menganggarkan subsidi bunga KPR untuk 150.000 unit RSh (singkatan dari Rumah Sederhana Sehat – kalo nggak salah). RSh ini istilah baru, pengganti istilah RSS, yaitu jenis rumah “sangat sederhana” type 21m2.. Sayangnya, realisasi pencairan anggaran subsidi bunga itupun tidak pernah tercapai. Tahun 2005 yang lalu, pencairan KPR bersubsidi, kalau tidak salah hanya mencapai + 60.000 unit saja atau 40% dari target! Alasannya macam-macam. Ada tenggang waktu antara pengesahan APBN dengan realisasi APBN tersebut sehingga BTN tidak bisa menyalurkan KPR bersubsidi sesuai target. Lalu, ada lagi alasan bahwa buying power masyarakat pasca krisis 1998 sudah sangat babak belur apalagi ditambah dengan kenaikan harga BBM yang luar biasa tingginya di bulan Oktober 2005 lalu. Jadi, bisa diartikan; jangankan mengurangi backlog, memenuhi pertumbuhan kebutuhan rumah per tahun yang 800.000 unit saja, tidak sanggup dipenuhi. Maka, bisa dipastikan bahwa backlog akan bertambah dan bertambah setiap tahun.

Menjelang pemilu tahun 2004 yang lalu, ibu kita, Megawati Sukarnoputri buru-buru mencanangkan “GERAKAN PEMBANGUNAN SEJUTA RUMAH”. Hebat ya presiden kita yang perempuan itu. Saya lantas berhitung-hitung; Kalau program pembangunan sejuta rumah tersebut dijalankan secara penuh maka, pertumbuhan kebutuhan rumah sebesar 800 ribu unit per tahun itu bisa dipenuhi, tuntas. Katakanlah, 400.000 unit rumah dipenuhi dari programnya ibu kita, dan sisanya dipenuhi dari pembangunan mandiri. Ini angan-angan yang optimistik. Sehingga masih ada sisa 600.000 unit dari program 1 juta rumah itu yang bisa digunakan untuk mengurangi backlog. Jadi kalau program ini konsisten dan sustainable alias dilaksanakan oleh siapapun yang memegang tampuk pemerintahan sesudahnya (ingat lho .... ini program pemerintah, bukan programnya ibu as chairman of PDIP, kecuali kalau doi memang menggulirkan program itu sebagai pemanis untuk presidential campaign – waktu itu), maka insya Allah dalam waktu + 10 tahun backlog akan habis tuntas. Berarti ...... tidak ada lagi manusia Indonesia Merdeka, yang hidup di gubuk derita berukuran 3x4m2 dan dihuni oleh 12 orang (swear ... ini pernah saya temui di wilayah Penjaringan dan Jembatan Besi – Jakarta Utara saat survey perkotaan jadoel. Semoga sekarang sudah nggak ada lagi ... kan udah reformasi...!!!). Lho .... kok ternyata lama juga ya... Butuh 10 tahun buat menuntaskan backlog .... Aduhai!!!

Belum selesai hitung-hitungan itu, eh ... datang info yang membuat angan-angan itu terjerembab lagi. Saat boss lagi senggang dan punya waktu ngobrol, biasanya jum’at sambil makan siang bersama, saya mengkonfirmasikan program tersebut. Dia tertawa kecil .... Ternyata .... saat si ibu mencanangkan Pembangunan 1 juta Rumah, target perumahan dengan KPR bersubsidi yang diajukan pemerintah dan sudah disetujui anggaran subsidi bunganya oleh DPR hanya untuk 150 ribu unit. Jadi ..., kan ada distorsi antara ucapan presiden dengan APBN 2004 (yang sudah disahkan) yang diajukan oleh para pembantunya (menteri terkait). Weleh ..... rupanya 1 juta rumah itu untuk selama 5 tahun pada masa jabatan presidensialnya yang akan datang (kalau terpilih lagi). Yah ...... nasib deh!!! Ternyata program pembangunan sejuta rumah itu gebrakan om-do (omong doang) a la presidential campaign.

Nah ... setelah tante Mega gagal melenggang, program perumahan/pemukiman yang diurus melalui kementrian negara perumahan rakyat yang dipimpin oleh orangnya PKS ini ternyata belum beranjak dari retorika dan realitas anggaran seperti masa-masa yang lalu. Walhasil ....pertumbuhan kebutuhan 800.000 unit RSh bagi masyarakat berpendapatan di bawah 1,5 juta per bulan tidak akan pernah tercapai. Anggaran subsidi bunga KPR tidak bisa mencapai lebih dari 150 ribu unit dan realisasinya, dalam waktu dekat sulit mencapai angka 100 ribu unit per tahun.

Jadi sejak tahun 2003 rata-rata ada pertambahan backlog sebesar +700 ribu unit atau sampai akhir 2005 yang lalu backlog sudah mencapai 7,4 juta unit. Itu belum ditambah dengan jumlah rumah yang tidak layak huni, rumah-rumah korban tsunami, longsor, banjir bandang dan gempa yang belum terpenuhi dengan baik.

Terus, apa programnya pak mentri dari PKS ini? Beda tipislah ...Tapi isunya sedikit berubah ... Biar enggak dibilang nyontek program. Jadi pprogram perumahan/permukimannya diganti menjadi program percepatan pembangunan RUSUNAMI. Hayo .... ada yang tahu apa itu rusunami??? Yang satu ini gak ada kaitannya dengan tsunami lho. Rusunami ini singkatan dari rumah susun sederhana milik (yang dijual kepada end user) untuk melengkapi rusunawa (rumah susun sederhana-sewa) yang sudah dibangun di kota-kota besar Indonesia. Luas unitnya...? Dijamin nggak akan lebih besar dari 36m2. Paling juga antara 21m2 - 27 m2. dan sang Menteri dengan gagah berani sesumbar akan membangun 1000 .... bayangkan seribu tower alias seribu menara rumah susun. Coba hitung deh... misalnya 1 menara terdiri dari 8 lantai dan satu lantai terdiri dari 30 unit @ 22 m2 (luas netto), maka satu menara akan terdiri dari (8-1) x 30 unit atau 210 unit. Kalau ada seribu menara berarti 210.000 unit. Cukup pantas untuk menjadi suatu program perumahan sederhana. Paling tidak ada 25% pertumbuhan kebutuhan rumah pertahun yang terpenuhi, walau belum bisa menyerap backlog, Dimana membangunnya? Di kota-kota besar di seluruh Indonesia yang masyarakatnya relatif sudah bisa menerima untuk bertempat tinggal di ”sarang burung”. Akankah ini bisa terpenuhi....? Wallahu alam, mengingat harga rumah susun jauh lebih mahan dibandingkan dengan landed house. Sementara itu pembangunan landed house sudah harus dihentikan bila kita tidak ingin pulau Jawa yang dihuni oleh hampir 50% penduduk Indonesia, menjadi pulau-kota atau pulau rumah

Ketahuan kan .... ganti pemerintah, ganti kebijakan. Nggak ada program yang sustainable. Belum selesai program yang satu, muncul program baru agar tidak dituduh nyontek. Padahal... belum tentu program dari pemerintah lama itu semuanya jelek dan harus dibuang atau diganti. Kalau begini cara menyelesaikan masalah, pantas saja semua masalah nggak pernah selesai tuntas....!!! Akhirnya, khusus untuk kasus perumahan rakyat, backlog bertambah ..... bertambah .... bertambah ..... dan terus bertambah. Lalu, ... kapan Indonesia makmur ya... supaya nggak ada lagi orang yang tinggal di gubuk derita...

Lebak bulus 5september 2006 jam 22.35
Reedited 27 Februari 2007

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BUKAN KARANGAN BUNGA🌺🌺

 Dapat kiriman tulisan yang bagus, untuk refleksi diri DICARI Teman yg bisa  Mensholatkan kita...   Ketika KITA WAFAT... BUKAN KARANGAN BUNG...