Sabtu, 07 Januari 2012

Joy Sailing on Indonesian Navy Warship


Judul tulisannya, gagah banget ya? Pasti jarang sekali orang yang mendapatkan kesempatan berlayar dengan kapal perang Indonesia, kecuali dalam keadaan perang atau dalam keadaan darurat. Ina, sekretaris di kantor, yang bapaknya almarhum anggota TNI – AL saja, tidak pernah merasakan naik kapal perang. Itu sebabnya, saat suami mengirim sms menanyakan apakah saya berminat untuk ikut serta dalam Joy Sailing, maka spontan saya jawab “ya”. Tinggal membujuk anak agar mau mengubah acara week end, dari belanja peralatan jahit untuk “pekerjaan tangannya” menjadi ikut bapak ke acara joy sailing.

Kalau suami ditanya; bagaimana caranya sehingga acara reuni alumni sekolahnya (SMP 1 dan SMA 3 Jakarta) bisa diselenggarakan di atas kapal perang RI? Jawabnya singkat; itu urusan emak-emak! Maksudnya … bekas teman-teman sekolahnya yang perempuanlah yang sibuk atur sana-atur sini, bujuk sana bujuk sini sehingga luluhlah hati salah satu alumnus di dua sekolah tersebut, yang saat ini menjadi Panglima Komando Lintas Laut Militer, sehingga beliau bersedia menyelenggarakan acara reuni di kapal perang RI. Nah acara reuni itu, sebetulnya sudah terselenggara pada bulan Februari 2006 yang lalu.

Rupanya, kesan pertama penyelenggaraan acara tersebut cukup baik. Nah .. apa-apa yang baik, biasanya akan diperluas (dimanfaatkan lagi …??? Tergantung persepsi masing-masing). Entah jurus apa yang dikeluarkan oleh “emak-emak” itu sekarang. Yang pasti – tiba giliran acara kumpul-kumpul dengan keluarga alumni SD Cilacap – SMP 1 serta SMA 3, diadakan dalam bentuk Joy Sailing di perairan Teluk Jakarta. Itu sebabnya, acara yang terselenggara pada hari minggu 13 agustus 2006 yang baru lalu, saya sebut saja Joy Sailing on Indonesian Navy Warship.
*****

Pagi itu, kami tiba di dermaga Markas Komando Lintas Laut Militer – Tanjung Priok pada jam 07.15 pagi. Ternyata, sudah banyak yang datang. Rupanya, selain alumni SMP 1, SMA 3 dan keluarga masing-masing, Joy Sailing ini juga diikuti oleh keluarga besar Markas Komando Lintas Laut Militer. Suasana di dermaga sangat ramai. Tua, muda, anak-anak bahkan bayipun akan turut berlayar. Saat kami tiba, mereka sudah mulai naik kapal yang luar biasa besar ... (maklum, jarang melihat kapal laut dari dekat. Jadi tak terbayang betapa besarnya). Di lambung kapal tertulis KRI Tanjung Nusanive – 973 (hayo ... ada yang tahu dimana letak Tangjung Nusanive? – pelajaran geografi nih...!!!). inilah kapal yang digunakan untuk Joy Sailing.

Persiapan pelayaran ini cukup rapi, sambil naik ke atas kapal, mereka dibagikan kupon untuk mengambil makan siang. Hanya sayangnya, tangga naik kapal yang terpasang hanya satu, sehingga peserta harus antri cukup lama. Satu jam kemudian, setelah seluruh anggota Kolinlamil dan keluarga naik kapal, tiba giliran kami “yang ceritanya” menjadi tamu Panglima Komando Lintas Laut Militer (Pangkolinlamil) dipersilakan naik dan ditempatkan di ruang makan, di dek 6. Ruang makan ini cukup luas dan ditata rapi lengkap dengan bunga mawar di atas meja.

Letak dermaga Markas Kolinlamil, kelihatannya, berada tidak jauh dari dermaga kapal cargo/bongkar-muat. Kalau dari jalan bebas hambatan dalam kota, menuju arah Tanjung Priok, lurus saja. Keluar dari jalan bebas hambatan sekitar 500m, ada traffic light lalu belok kiri.

Sekitar jam 09.00, kapal mulai terasa bergerak, ditarik (apa ya istilahnya) oleh dua kapal tunda di kedua anjungannya agar memperoleh posisi yang tepat untuk segera berlayar di perairan terbuka. Cukup banyak kapal yang bersandar di pelabuhan. Namun demikian tidak terlihat kesibukan bongkar muat yang berarti. Sayang sekali, perairan di sekitar dermaga sudah terkena polusi. Air laut tidak lagi biru tetapi keruh dan disana-sini terdapat sampah. Bungkus minuman (tetra-pack dan botol plastik) maupun kantong plastik.

Lepas dari perairan dermaga menuju perairan teluk Jakarta, air mulai berangsur jernih kebiruan. Gelombang laut hampir tak terasa. Langit sangat cerah sehingga banyak terlihat kapal nelayan berlayar .... terombang-ambing riak laut. Teramat kecil dibandingkan dengan luas perairan. Alangkah jauh bedanya dengan dimensi KRI. Tak terbayangkan bagaimana nasib perahu nelayan bila terjadi gelombang badai, kalau di tengah riak laut yang terlihat tenang saja, perahu nelayan sudah terlihat terombang-ambing tak berdaya.

Di dalam ruangan, makanan kecil seperti kacang, pisang dan ubi rebus maupun kacang (telur) dan pastel garing, tersaji tak henti-hentinya lengkap dengan teh dan kopi hangat atau aqua. Peserta, termasuk istri panglima, bernyanyi dan goyang (salsa, rock n roll) bergantian atau hanya sekedar ngobrol saja. Beberapa orang berkeliling kapal, melihat-lihat suasana.

Beberapa prajurit sibuk mengurusi minuman untuk peserta. Mereka menggunakan kaus oblong dan celana loreng. Mau tahu apa yang tertulis di bagian dada kausnya ....? HANTU LAUT ..... Sungguh lho ... dua kata itulah yang tertulis di kausnya. Sayang, saya tidak sempat menanyakan ada apa dengan si Hantu Laut, hingga kaus para prajurit ditulis seperti itu.

Berbeda dengan ruang makan tempat undangan panglima berkumpul, suasana dek sangat ramai dan agak kotor. Peserta bergeletakan disana-sini. Harap maklum .... peserta joy sailing ini memang banyak. Mereka, terutama yang membawa anak kecil, tentu mencari tempat yang nyaman untuk beristirahat, melepas lelah sambil menikmati ayunan gelombang laut. Apalagi, walaupun langit cerah dan laut terlihat tenang, namun riak gelombang cukup membuat badan sedikit oleng. Mungkin suasana seperti ini yang terjadi bila awak KRI membantu pemerintah untuk mengangkut para transmigran, korban pertikaian suku Madura dan Dayak atau saat mengevakuasi TKI yang terusir dari Malaysia, dan mengantarkan mereka dari Nunukan ke kampung halamannya, beberapa waktu yang lalu.

Masuk ruang kemudi, beberapa pelaut dengan seragam abu-abu muda/tua mengamati melalui radar dan merekam serta mencatat perjalanan di atas peta perjalanan kapal. Kiranya, ini merupakan standard operating procedure yang lazim. Di ujung kiri ruang kemudi, panglima dan konco-konconya sedang ngobrol.

Makan siang yang tersaji lumayan enak. Menunya a la sundanese dengan hidangan penutup es teler. Bukan makanan a la sea food. Makan siang di tengah laut, cukup asyik apalagi sambil diiringi musik dan penyanyi cabutan. Dari yang bersuara bariton asyik sampai yang cempreng fals .... yang penting senang. Suamiku …? Jangan ditanya lagi….!!! Walaupun, katanya sudah 3 hari batuk tak kunjung sembuh, begitu bertemu mike dan musik, lenyap segala batuk dan keluh kesahnya. Makanpun tak disentuhnya, dengan alasan … malas antri. (mungkin, dia salah pilih profesi! Baru sadar sesudah menjelang uzur …. Weleh …, kemana aja, dulu???)

Usai makan dan shalat dhuhur diadakan beberapa permainan untuk pengisi waktu dan presentasi tentang Kolinlamil. Memang sangat disayangkan bila presentasi hanya dilakukan melalui VCD. Kalau saja, anak-anak diajak berkeliling kapal, melihat-lihat suasana kapal dan diterangkan cara kerjanya. Mungkin pelayaran ini bisa menumbuhkan kecintaan anak-anak pada kehidupan laut. Kehidupan yang beratus-ratus tahun lalu dijalani oleh nenek moyang kita. (next time better – hopefully!).
*****

Usia memang tidak menghalangi orang untuk bersenang-senang. Tapi entah mengapa, ternyata para ibu lebih gesit dan mendominasi acara. Apalagi saat mengisi lantai “goyang”. Bapak-bapak terlihat terkantuk-kantuk. Mungkin waktunya tidur siang ... (terbawa-bawa acara rutin bbs alias bobo-bobo siang .... sex after lunch?? Ouf sorry ... deh!).

Jam 14.00 KRI Tanjung Nusanive memasuki kembali perairan dermaga, dipandu oleh kapal Pelindo II. Ternyata, saat pulang kapal tidak dapat merapat di dermaga keberangkatan tadi dan terpaksa merapat di terminal peti kemas, karena dermaga Kolinlamil sudah penuh. Di dermaga sudah terlihat jajaran mobil berwarna abu-abu ... Mobil milik TNI-AL, menunggu para pejabatnya yang mengiringi “panglima berlayar dengan konco-konconya”.

Entah berapa jauh jarak antara dermaga tersebut dengan dermaga Kolinlamil. Berada di kawasan Tanjung Priok, saya betul-betul lost of orientation. Seandainya kami dilepas di areal ini ... sudah bisa dipastikan ...”keder banget” Maklum, wilayah Tanjung Priok, betul-betul bagian wilayah Jakarta yang amat sangat jarang terjamah... Kesannya sejak jaman dulu, menyeramkan ....!

Keluarga prajurit yang ikut serta pelayaran, diminta menunggu bus yang akan membawa mereka ke dermaga asal, karena memang belum terlihat bus jemputan. Lewat 45 menit setelah kapal merapat, kami dipersilakan turun. Saya pikir ... keluarga Markas Kolinlamil sudah turun semua dan terangkut ke dermaga asal (tempat pemberangkatan). Ternyata, mereka diminta untuk memberikan “jalan” kepada “tamu panglima” untuk turun dan diantar ke tempat asal terlebih dahulu. Beberapa kursi dalam bus yang kosong, sempat diisi oleh beberapa anggota keluarga mereka. Namun begitu melihat bahwa isi bus adalah “tamu”, mereka langsung turun dari bus.

Mendapat perlakuan istimewa sebagai tamu panglima ternyata menyisakan rasa sesak di dada. Apalagi, saat diantar ke dermaga awal terlihat para prajurit dan keluarganya yang kelelahan terpaksa berjalan kaki di terik matahari sore, sambil menenangkan anak-anak yang rewel. Duh ... semoga tidak ada seorangpun dari mereka yang “menyumpah serapahi” tamu yang mendapat perlakuan istimewa ini. Yang hanya karena berstatus “tamu panglima” telah mendapat perlakuan sangat istimewa “di rumah” mereka dan keadaan ini, mungkin secara tidak sengaja telah melukai perasaan orang lain. Kalau ada satu orang saja yang melakukan “sumpah-serapah” itu, walaupun hanya dalam hati, niscaya Joy Sailing ini tidak membawa berkah bagi kami, para “tamu terhormat”. Wallahu’ alam.
*****

Walau bagaimanapun juga, Joy Sailing ini memberikan pengalaman batin yang tak ternilai bagi saya. Terima kasih untuk bapak Mayjen Adi Prabawa – Panglima Komando Lintas Laut Militer dan ibu serta seluruh awak kapal dan panitya Joy Sailing dari Markas Komando Lintas Laut Militer untuk kesempatan yang sangat berharga ini.

Selasa, 15 agustus 2006 jam 19.45.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BUKAN KARANGAN BUNGA🌺🌺

 Dapat kiriman tulisan yang bagus, untuk refleksi diri DICARI Teman yg bisa  Mensholatkan kita...   Ketika KITA WAFAT... BUKAN KARANGAN BUNG...