Jumat, 03 Agustus 2012

RITUAL BULAN RAMADHAN

sudah 2 minggu umat Islam menjalankan ibadah shaum. Menahan lapar dan haus di siang hari. Di malam hari, usai berbuka pada waktu maghrib, masih kegiatan ibadah dilanjutkan dengan shalat tarawih 11 atau 21 rakaat. Begitulah rutinitas yang harus dijalankan hingga akhir Ramadhan yang, untuk golongan Muhamadiyah, akan berakhir pada hari Sabtu tanggal 18 Agustus yang akan datang. Pimpinan Pusat Muhamadiyah, jauh-jauh hari, memang telah mengumumkan bahwa mereka menetapkan Hari Raya Idul Fitri akan jatuh pada hari Minggu 19 Agustus 2012 yang akan datang. Sementara pemerintah Indonesia belum menetapkan kapan hari raya Idul Fitri. Seperti biasanya, pemerintah baru akan mengumumkan hasil sidang isbat mengenai penentuan jatuhnya hari raya Idul Fitri,  setelah adanya rukyatul hilal terlebih dahulu.

Ada yang khas selama bulan Ramadhan ini. Jam kantor umumnya akan berakhir 1 jam lebih cepat sehingga jalan raya akan mulai padat sekitar 15 menit kemudian. Hal lain yang khas adalah... waktu tempuh perjalanan pulang menjadi lebih panjang. Berbeda dengan bulan lainnya, dimana seringkali pekerja kantor meneruskan jam kerjanya minimal hingga usai menunaikan shalat maghrib, maka pada bulan Ramadhan, orang justru berlomba tiba di rumah sebelum maghrib. Buat saya sendiri, bulan Ramadhan akan menyebabkan waktu tempuh perjalanan pulang dari kantor ke rumah menjadi dua kali lipat.

Hal lain yang khas adalah, munculnya pedagang dadakan dengan modal meja dan kursi yang menjajakan penganan wajib untuk berbuka puasa, yaitu aneka kolak yang sudah dikemas dalam gelas-gelas plastik. Padahal sudah seringkali dibahas dalam bincang-bincang kesehatan, bahwa asupan manis pada saat berbuka yang berasal dari gula, justru sangat tidak baik bagi pencernaan. Yang dianjurkan adalah asupan makanan dengan "kandungan gula" tinggi yang berasal dari buah-buahan. Terutama dan sesuai dengan kebiasaan Rasulullah SAW adalah menyantap 3 butir kurma yang akan segera meningkatkan kadar gula darah. Kandungan gula yang berasal dari pemanis buatan (kolak dan sejenisnya) justru sukar dicerna.

Nah.... berbicara lebih lanjut tentang ritual berbuka puasa, selain "wajib" ada kolak .... konon juga selalu dihidangkan air sirop, yang kadang dilengkapi dengan blewah, cincau, selasih atau bahan-bahan lainnya. Dengan adanya makanan/minuman tambahan itulah, maka wajar saja bila pengeluaran rumah tangga selama bulan Ramadhan menjadi membengkak.

Disamping membengkaknya pengeluaran rumah tangga, yang tidak kalah hebohnya adalah ritual buka puasa bersama .... Andai saja buka puasa bersama itu dalam artian masyarakat yang berkelebihan menyantuni kaum dhuafa agar mereka bisa mencicipi makanan yang lebih nikmat, walau hanya 1 kali setahun. Maka hal ini tentu lebih dianjurkan bagi siapapun yang memiliki kelebihan harta.

Ternyata, ritual buka puasa bersama menjangkiti hampir semua orang, semua kantor. Sepertinya, Ramadhan tidak lengkap bila tidak ada acara buka puasa bersama. Maka ... hampir setiap kantor akan meluangkan waktu untuk menyelenggarakan acara buka puasa bersama ... Belum lagi kelompok-kelompok alumni sekolah, SD, SMP, SMA hingga universitas. Ditambah lagi dengan organisasi sosial yang diikuti, perkumpulan arisan ...., segala macam. Sepertinya, kita menjadi merasa berkewajiban menyelenggarakan acara buka puasa bersama,

Alhasil .... tinggallah anak2 di rumah, berbuka hanya ditemani pembantu rumah. Masih beruntung bila anak-anak bisa ditemani kakek+neneknya. Minimal masih ada anggota keluarga dekat yang menemani.

Ramadhan yang seharusnya menjadi waktu dan kesempatan untuk beribadah serta mempererat hubungan orangtua-anak yang di hari biasa dipenuhi kesibukan masing-masing, menjadi sirna. Kesempatan buka puasa dan tarawih bersama keluargapun tak sempat lagi dijalani. Padahal itulah kesempatan intens yang seharusnya bisa dilaksanakan setiap keluarga setelah selama 11 bulan lainnya orangtua maupun anak sibuk dengan kegiatannya masing-masing.

Makan bersama di kantor, tentu sering dilakukan, bahkan di bulan Ramadhan sekalipun. Terutama bila rapat penting terpaksa dilanjutkan hingga malam hari. Makan dan pertemuan kelompok arisan, reuni dan acara makan lainnyapun kerap dilakukan di 11 bulan lainnya. Jadi andaipun  kegiatan tersebut absen selama bulan Ramadhan, tentu tidaklah mengapa.

Tetapi... begitulah! Kita kemudian menjadi berlebihan dalam menjalani ritual bulan Ramadhan. Bukan berlebihan dalam menjalankan ibadah. Tetapi ternyata, berlebihan dalam hal kegiatan duniawinya ...

Tarawih sering terlupa karena kita sudah lelah tatkala tiba di rumah, usai berbuka di restoran atau Mall dimana tidak dimungkinkan terlaksananya shalat Tarawih. Acara buka puasa bersama di kantorpun, belum tentu dilanjutkan dengan shalat tarawih .... Pada akhir minggu, acarapun bertambah dengan ritual tawaf dari department Store yang satu ke dep store yang lain ... dari Mall satu ke Mall yang lain .... Mencari baju baru, perlengkapan rumah tangga yang baru guna memeriahkan hari Raya Idul Fitri. Padahal ...... percayalah...., tanpa harus membeli baju baru atau perlengkapan rumah yang baru sekalipun, apa yang mereka miliki di dalam lemari di rumahpun pasti masih cukup pantas dan sangat layak untuk digunakan, tanpa seorangpun tahu bahwa yang dipakainya bukanlah baju baru.

Maka ............, jangan heran kalau kelak Ibadah Shaum kemudian menjadi lebih condong kepada seremonial tahunan daripada ajang mendekatkan diri kepada sang Khalik .... Sebagaimana masyarakat di Eropa yang sudah kehilangan makna perayaan Natal, bukan tidak mungkin bila suatu saat Hari Raya Idul Fitri akan kehilangan makna ibadahnya dan berganti hanya sebagai ritual seremonial tahunan untuk pulang kampung dan berpesta pora.

Naudzubillahi min dzalik .... Semoga Allah SWT tidak bosan-bosannya mengingatkan umat manusia yang lalai ini.....



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BUKAN KARANGAN BUNGA🌺🌺

 Dapat kiriman tulisan yang bagus, untuk refleksi diri DICARI Teman yg bisa  Mensholatkan kita...   Ketika KITA WAFAT... BUKAN KARANGAN BUNG...