|
jembatan yang melintasi selat Bosphorus |
Istanbul adalah pintu masuk
hampir seluruh turis Indonesia untuk memulai perjalanan wisata di Turki. Bahkan
sebagian program ibadah umroh menyertakan wisata ke Istanbul ke dalam salah
satu programnya dan umumnya mengunjungi Grand Bazaar, museum Aya Sofia alias
Hagia Sophia, mesjid biru alias Grand Mosque, Topkapi Palace dan Bosphorus
cruise.
Ada yang mencengangkan saat tiba
di Kemal Attaturk Airport dan menunggu tour leader membeli visa on arrival.
Sepengetahuan saya, berbagai negara maju di dunia umumnya memperoleh kemudahan
masuk ke suatu Negara alias mendapatkan free entry visa yang mengijinkan mereka
melakukan kunjungan antara 30–90 hari. Namun di Turki, berbagai negara maju
seperti USA, United Kingdom, Canada, Australia, Negara–Negara Timur Tengah dan
beberapa Negara yang tergabung dalam Schengen countries, yaitu Spain, Portugal,
Belgium dan Hungary masih diwajibkan mendapatkan visa (on arrival) dulu.
Indonesia ……? So pasti wajib punya visa. Rasanya baru di Asia Tenggara dan Hong
Kong saja penduduk Indonesia bisa masuk secara bebas. Itupun hanya diberi waktu
antara 7 – 14 hari saja. Konon kabarnya, Indonesia akan memperoleh free entry
visa ke Negara yang tergabung dalam Schengen countries. Cuma, andai hal ini
benar–benar terjadi, rasanya pemerintah Indonesia mesti hati – hati, karena
cadangan devisa Indonesia bisa tergerus oleh “kekalapan” para pengejar branded
items berbelanja di Eropa….
|
Interior of Hagia Sophia |
Wah…, ngelantur jauh ya…, ayo ah
balik ke topik semula!
Nah…, jadi begitu ketemu Burhan
sang local tour guide, maka kami langsung digiring menuju dermaga untuk
mengikuti Bosphorus cruise.
Hari masih sangat terang, saat
kami naik ke kapal yang sepertinya khusus dipesan untuk rombongan dari Golden
Rama yang sekarang berjumlah 31 orang ditambah dengan Burhan dan Mustafa sang
supir.
Kapalnya bersih. Yang berminat
mengambil foto bangunan di sepanjang selat Bosphorus yang membelah Istanbul
menjadi dua, bisa mengambil tempat di atas. Sementara yang masih kaget dengan
perubahan cuaca dari Abu Dhabi serta kurang berkenan dengan angin dingin bisa
ambil tempat di dek sambil nyruput kopi atau chay alias teh. Cukup 1 TL alias
Turkish Lira, maka teh kental yang panas dan disajikan dalam gelas yang unik
bisa menemani perjalanan cruise tersebut.
Grand Bazaar … pasar utama di
tengah kota Istanbul yang konon sudah beroperasi sejak jaman dinasti Ottoman,
menjadi pemuas mata para pencinta barang kerajinan lokal. Burhan sudah
wanti–wanti bahwa harga di Bazaar lebih mahal dari harga kerajinan di kota –
kota lainnya, sementara kualitas barangnya kurang terjamin.
|
Basilica St John |
Belanja di Bazaar dan ternyata di
seluruh pelosok Turki, harus nekad dan berani melakukan tawar menawar. Cara
berdagangnya mirip dengan orang Arab… Enggan melepaskan pembeli yang sudah
“terperangkap” dalam jeratnya. Nah kalau sudah begitu, maka jangan sungkan
untuk menawar, bahkan dengan angka yang tidak masuk akal sekalipun. Saya sempat
mendapat sebuah Pashmina yang sebelumnya ditawarkan dengan harga 75TL menjadi
hanya 15TL saja.
Penjelasan Burhan langsung menurunkan
minat saya menambah koleksi souvenir berbagai Negara, jadi kami berempat hanya
duduk di café minum chay dan kopte alias Turkish coffee sambil makan kestane.
Kestane dalam bahasa Turki, atau
kastanya, chestnut atau di Perancis dikenal sebagai marron adalah biji–bijian
yang dibakar di atas penggorengan/api. Cemilan khas Negara 4 musim dan hanya
dijual pada musim dingin saja. Ini pula yang menjadi nostalgia masa–masa
tinggal di Poitiers dan Stains yang kemudian senantiasa menemani dalam setiap
perjalanan musim dingin …
Setelah selat Bosphorus dan the
Grand Bazaar dijelajahi, lanjut kemana perjalanan kita ya?
Oh iya…. Canakkale ….
Sebelum berangkat ke Canakkale, kami mengunjungi Blue Mosque,
Hippodrome, Hagia Sophia dan Topkapi Palace dulu, lalu makan siang di Tamara
Restaurant, baru berangkat menuju Canakkale dengan bus.
|
Interior Mesjid Biru - Istanbul |
Apa yang ada di Canakkale? Sudah
diceritakan sebelumnya kan? Nah….., setelah melihat kota Troy dengan legenda
kuda Troya nya, kami kemudian menyusuri berbagai peninggalan berupa kota–kota
kuno antara lain Ephesus yang ternyata dibangun hingga sembilan kali, karena
seringkali dihancurkan baik karena peperangan maupun bencana, namun yang masih
tertata dan bisa dinikmati dengan baik adalah bangunan–bangunan di Ephesus pada
era ke 3.
Apa yang kita lihat di Turki?
Turki sebagaimana kota – kota di
wilayah mediteranian seperti Italy Selatan, Yunani, wilayah Timur Tengah, sarat
dengan peninggalan dari jaman ribuan tahun sebelum Masehi. Selain Ephesus kita
juga melihat kota Hierapolis yang dibangun di atas cotton castle yang terkenal
di Pamukkale.
|
Topkapi Palace |
Pamukkale,
berarti "benteng kapas" dalam bahasa Turki, adalah sebuah situs alam
di Provinsi Denizli di barat daya Turki. Kota ini berisi air panas dan batuan travertine, dan berbentuk teras yang
terjadi akibat mineral karbonat yang ditinggalkan oleh air yang mengalir.
Travertine sendiri di Indonesia lebih
dikenal sebagai salah satu jenis marmer yang sifatnya porous sehingga untuk menampilkan permukaan yang halus seringkali
diisi oleh semacam resin yang transparent. Saat ini travertine, baik yang porous maupun yang filled in sedang laku digunakan sebagai finishing dinding bangunan.
Selain cotton castle (Pamukkale), yang
digunakan sebagai nama kotanya, Pamukkale juga terkenal dengan peninggalan kota
kuno dari jaman Yunani–Romawi dan Bizantium, yaitu Hierapolis. Kota ini dibangun
di atas "benteng" putih (cotton
castle). Secara total, luas Hierapolis adalah sekitar 2.700 meter (8.860
kaki) panjang dan lebar 600 m (1.970 kaki) dengan ketinggian sekitar 160 m (525
ft) dari Denzili, kota terdekat yang berjarak 20km dari Hierapolis. Dengan
demikian cotton castle yang dari
kejauhan terlihat seperti gunung salju ini dapat dilihat dari kejauhan termasuk
dalam tata lampu yang menyinarinya saat malam hari.
Kappadokya yang
unik.
|
toilet jaman Ephesus city ke 3 |
Cappadoce alias
Kappadokya di wilayah Antalya (Anatolia–pada era Yunani) mungkin layak disebut
sebagai ikon pariwisata Turki. Permukaan tanah di senagian besar wilayah
Kappadokya sangat unik. Konon kabarnya, film–film holywood genre science fiction atau yang membutuhkan
lokasi dengan struktur alam bernuansa “antah berantah” seringkali mengambil setting di Kappadokya.
Berbagai tempat
wisata yang layak memang kunjung dan memang menjadi rekomendasi turistik antara
lain adalah Kaymakli, Göreme, Pigeon Valley dan …… Hot Air balloon riding….
Göreme Open Air
Museum
Göreme adalah
distrik Provinsi Nevşehir di Turki. Setelah letusan Gunung Erciyes sekitar
2.000 tahun yang lalu, abu dan lava membentuk batuan lunak di wilayah
Cappadocia, meliputi wilayah sekitar 20.000 km2. Batuan lembut itu terkikis
oleh angin dan air, meninggalkan batu topi keras di atas pilar, dan saat ini
berbentuk seperti cerobong asap.
|
pemandangan Kappadokya dari udara |
Orang Göreme,
yang tinggal di jantung wilayah Kappadokya, menyadari bahwa batuan lunak tersebut
dapat dengan mudah diukir menjadi bentuk rumah, gereja–gereja, biara–biara. Ini
lingkungan tempat tinggal kaum Kristen yang menyimpan contoh seni–budaya era
Bizantium dari periode pasca-iconoclastic. Selama periode iconoclastic
(725-842) dekorasi tempat suci di wilayah ini dibuat sangat minimum. Biasanya symbol–symbol
seperti penggambaran salib . Setelah periode ini, gereja-gereja baru digali ke
dalam batu dan mereka kaya dihiasi dengan lukisan dinding warna-warni mengenai
Jesus/Maria, masih dalam bentuk yang sangat sederhana.
Apa yang menjadi
ikon pariwisata di Kappadokya selain Göreme
open air museum ? Yang banyak dinikmati orang adalah Hot Air Balloon. Wisata
dengan naik balon udara, melayang–layang selama 1 jam di atas kota, mengikuti kemana arah angin
berhembus sambil menikmati “tekstur” permukaan “tanah” yang aneh. Cukup dengan
biaya US$ 220/orang. Mahal ya ….? Relatiflah …tergantung dari sudut mana kita
memandangnya …, walau jujur, biaya itu cukup mahal buat dompet–dompet yang
penghasilannya diperoleh dalam mata uang rupiah.
|
Pigeon Valley |
Selain hot air
balloon yang memaksa peserta bangun lebih pagi dari biasanya sementara udara
masih berkisaran antara 00–50C , Kappadokya juga memiliki
berbagai situs kuno yang sangat menarik antara lain Kaymakli yang merupakan
kota bawah tanah yang terluas di Turki,
Kaymakli Underground City
Berada di dalam benteng Kaymakli
di Wilayah Anatolia Tengah Turki dan pertama kali dibuka untuk wisatawan pada
tahun 1964. Desa ini berada sekitar 19 km dari Nevşehir, di jalan Nevşehir–Niğde.
Nama kuno Enegup. Rumah–rumah di desa tersebut di bangun membentuk sekitar
hampir seratus terowongan dari kota bawah tanah. Terowongan masih digunakan
sekarang sebagai area penyimpanan, kandang, dan gudang.
Kota bawah tanah di Kaymakli memilik
terowongan yang rendah, sempit, dan terjal. Dari empat lantai terbuka untuk
turis, masing–masing ruang diatur di sekitar poros ventilasi. Hal ini membuat
desain setiap kamar atau ruang terbuka tergantung pada ketersediaan ventilasi. Saat
ini hanya sebagian kecil dari kompleks terbuka untuk umum.
|
Goreme Open Air Museum |
Selain Kaymakli, ada juga Pigeon Valley,
masih merupakan “permainan” bangunan di dalam kubah bekas lava lunak. Kali ini
rumah dalam kubah lava lunak ini diperuntukkan bagi burung dara. Masyarakat
kemudian memanfaatkan kotoran burung dara yang memenuhi rumah sebagai pupuk
alami.
Inti dari wisata wilayah Kappadokya
adalah menawarkan keunikan lahan wilayahnya yang terbentuk dari kubah lava
lunak yang sudah berusia ribuan tahun.
Usai menikmati keunikan
Kappadokya, kita juga diajak mengunjungi Mevlana Museum di Konya dalam
perjalanan menuju Ankara.
Tahun nggak, apa maksudnya
Mevlana? Burhan sang tour guide bilang bahwa Mevlana adalah gelar setara dengan
Lord. Di Indonesia diterjemahkan sebagai “Maulana”. Yang dimaksud adalah …. Ayo
siapa coba….?
Sudah tahu ….? Ini
penjelasannya…! Ssstttt …. Jangan bilang–bilang ya… aku nyadap dari Wikipedia
nih…!
|
hot air balloon riding |
Mevlana Museum adalah komplek
museum yang terdiri dari makam Jalal ad-Din Muhammad Rumi alias Jalaluddin Rumi,
seorang tokoh mistik Sufi dan berbagai barang peninggalannya berikut
penggambaran 3 dimensi suasana “sekolah sufisme” yang didirikan oleh keluarga
Mevlana tersebut. Itu sebabnya keluarga itu juga dikenal dengan sebutan Mevlana
Rumi (Lord of Romain, alias Maulana dari Romawi) pemilik pondok darwis (tekke)
dari urutan Mevlevi. Pondok datwis ini terkenal karena dalam tata cara
peribadatannya kepada Allah SWT/dzikirnya lebih dikenal dilakukan dengan cara
“menari/darwis berputar-putar (whirling).
Setelah Mustafa Kemal Attaturk
mengambil alih pemerintahan dari kekaisaran Ottoman dan mengubah Turki menjadi
Republik sekuler, maka pada tanggal 6 April 1926 terbit keputusan yang
menegaskan bahwa makam dan pondok darwis (Dergah) milik keluarga Mevlana Rumi dijadikan
museum.
|
cotton castle |
Museum ini mulai dibuka pada
tanggal 2 Maret 1927dan pada tahun 1954 dinamai "Mevlana Museum".
Mevlana Museum berisikan makam Jalaludin Rumi dan para muridnya, penganut sufi
serta berbagai koleksi lainnya.
Perjalanan dilanjutkan ke Ankara.
Apa yang bisa kita temukan di
Ankara selain Mausoleum Mustafa Kemal Attaturk? Entahlah … kami hanya diajak
mengunjungi Mausoleum atau makamnya Mustafa Kemal Attaturk saja dan makan siang
di Rasgele Balikci yang sangat
unik tata ruangnya untuk kemudian dilanjutkan hingga Bolu. Kota terakhir dalam
kunjungan ke Turki karena keesokan harinya, dari Bolu kami langsung diantar ke
Airport.
Apa yang kudapat dalam perjalanan
selama 8 hari mengelilingi sebagian wilayah Turki bagian Asia?
Yang terutama, perjalanan ini
membuka wawasan dan pemahamanku sekaligus juga menjungkirbalikkan isi otakku
tentang Turkey and Turkish. Turki
adalah negeri maju yang sangat layak disetarakan dengan Negara–Negara di Eropa.
Itu sebabnya Turki begitu “ngotot” untuk masuk dan diakui sebagai bagian dari
Negara yang tergabung dalam Masyarakat Ekonomi Eropa dengan mata uang tunggal
Euro. Keinginan ini, hingga saat ini belum juga dipenuhi oleh parlemen MEE.
Entahlah apa Turki masih berminat menjadi anggota MEE setelah adanya krisis
yang dimulai dari Yunani dan ikut beramai–ramai menanggung beban defisit Negara
MEE.
|
gedung Mevlana Museum |
Ada berbagai KPI alias Key
Performance Indicator yang menyebabkan Turki layak disetarakan dan dianggap
sebagai Negara maju. Ini bukan hanya karena sejarah peradabannya yang sudah
berumur ribuan tahun sebelum Masehi tetapi jejak kemajuan peradaban maju itu
masih dan tetap ada.
Ditinjau dari bidang pertanian,
di sepanjang perjalanan dari kota ke kota, melewati tanah – tanah yang terlihat
seolah gersang, berjajar pepohonan apel, apricot dan lainnya yang sedang
“meditasi” karena dedaunannya telah berguguran menjelang musim dingin.
Tinggallah jajaran pohon zaitun dan jeruk Mandarin yang sarat buah berwarna
orange. Sangat rapi dan menunjukkan betapa perkebunan itu ditangani secara
serius dengan memanfaatkan teknologi. Di pedesaan tersebut tidak terlihat
gubuk–gubuk reyot, kecuali rumah–rumah berlantai 2 atau apartemen. Bahkan
banyak di antaranya terlihat gelap tak berpenghuni. Burhan menyatakan bahwa
sebagian besar rumah yang kosong itu memang hanya dihuni pada musim panas saja.
|
traditional pottery |
Seperti yang pernah saya
ceritakan, pariwisata di Turki sepertinya ditangani oleh sebuah institusi
pariwisata yang professional. Seluruh karcis masuk kecuali Mevlana Museum dan
apa ya…. lupa nih…., memiliki bentuk, ukuran dan design yang sama. Perbedaanya
hanya tulisan yang menyatakan nama dan lokasi situs wisata terkait saja.
Kebersihannya sangat terjamin, begitu juga …. dan ini yang sangat penting…
TOILET nya. Bersih, berlimpah air, tidak macet, lengkap dengan kertas toilet,
sabun di wastafel serta automatic paper dispenser untuk lap tangah usai cuci tangan.
Kalaupun bisa disetarakan di Indonesia, toilet di Terminal 2 bolehlah …..!
Toilet ini ada yang kloset
jongkok maupun kloset duduk tapi keduanya sama terawat. Ada yang diberi tariff
sebesar 1TL, sekitar Rp.5.600,- tetapi banyak juga yang gratis. Urusan toilet,
walaupun hanya sekedar tempat buang hajat, ternyata tidak sederhana. Hal ini
menunjukkan perilaku serta tingkat
kehidupan sosial/ekonomi masyarakat. Toilet yang berada di rest area di
sepanjang toll ways, di situs wisata maupun di resto sama bersih dan
kelengkapannya. Yang berbeda hanya jumlahnya. Ada yang terdiri dari beberapa
kabin, namun ada yang hanya memilik 1 hingga 3 kabin saja.
KPI lainnya adalah bus pariwisata
yang nyaman dengan mengadopsi regulasi yang berlaku umum di Eropa. Supir tidak
boleh bekerja lebih dari 12 jam/hari serta harus istirahat yang diistilahkan sebagai toilet stop setiap
2 jam mengendarai bus secara non stop. Ketatnya pengadopsian European
Regulation ini terasa sekali saat minya power steering bocor beberapa kilometer
menjelang Konya. Perusahaan mengirim bus pengganti untuk mengantar kami menuju
Ankara, sementara dilakukan perbaikan.
|
sarcophagus of Kemal Attaturk |
Pendeknya, sarana dan prasarana
di Turki sangat prima. Seluruh jalan antar kota terdiri dari 2 jalur terpisah
sebagaimana jalan tol di Indonesia. Jadi …. Kalau ditanya apa yang berbeda
antara Turki dengan Eropa ….,? Menurut saya hanya ada satu ….. Jalan di Eropa
sangat mulus, sehingga kita bisa tidur nyenyak di dalam bus. Sementara jalan di
Turki, walau standard lebar dan keselamatannya mendekati dan mengadopsi
regulasi Eropa, tetapi masih terasa tidak mulus… masih terasa gruduk… gruduk …
hehe…
Turki mampu mengembangkan diri
menjadi Negara industri, the real industrial country dengan segala
keunggulannya. Karpet dan tekstil berkualitas tinggi, hasil pertanian, handicraft
dan bahkan mereka mampu membuat kulit kambing menjadi setipis dan sehalus
sutera …. Bukan main…!!! Itulah Turki yang sudah mengubah persepsi saya…. Turki
bukan negaranya Turkey yang ayam kalkun lagi.
Sekarang tinggal memupuk mimpi,
kapan Indonesia bisa mengejar segala ketertinggalan ini…? Kita pasti mampu,
karena kita memiliki segalanya… tinggal tunggu waktu, semoga rakyat Indonesia
mampu memilih pemimpin yang amanah, tidak munafik … Percayalah…!!! Walaupun masih
samar–samar, akan datang masanya. Jadi, tidak perlu sedih …