Hadooohhhh.... melankoli banget deh....
Kebayang deh, kalau teman-temanku di kantor pasti ngakak abis kalau lihat hari-hari ini mataku bisa tiba-tiba berkaca-kaca. Mau dibilang norak ... atau apalah, aku nggak terlalu peduli. Memang begitu nyatanya ....
Lagi sedih banget...
Hampir 13 tahun yang lalu, saat anak pertamaku masuk program internasional di salah satu ptn, aku memang sudah siap melepas dia pergi. Bukan karena tidak ingin kumpul dengan anggota keluarga yang utuh dan lengkap. Anakku itu, sejak duduk di bangku SMP sudah terlalu sering mengkritisi banyak hal yang terjadi di Indonesia, terutama sistem pendidikannya. Keinginan untuk sekolah di luar, sudah seringkali dilontarkan, sehingga masuk program internasional yang hanya mewajibkan minimal 1 tahun kuliah di universitas mitra di luar Indonesia merupakan win-win solution bagi kami.
jadi, begitulah... di usianya yang ke 19, di tahun ke 3 masa kuliahnya, anakku terbang melanjutkan kuliah di negeri tetangga. Sendiri .... terlalu mandiri untuk menerima tawaran kalau-kalau ingin ditemani pada minggu pertamanya di negeri orang.
" Memang, kalau mama/papa ikut untuk 1 minggu, bisa bantu apa?", begitu tanyanya ..
Duh ... tu anak....! Gak tahu perasaan orangtua..., Walau enggak bisa bantu apa-apa, minimal kami bisa menemaninya melewati "masa sulit", adaptasi awal di negeri orang. Apalagi, permohonan visanya sempat terhambat karena ditemukan flek di paru-paru, yang ternyata bekas memar tabrakan saat main bola, olah raga kesukaannya sejak di SMP.
Tapi ... ya sudahlah. Kalau yang bersangkutan tidak ingin ditemani.... Maka pergilah dia sendiri ke negeri orang.
Banyak teman yang menyayangkan "kenekatan" kami melepas si anak pergi tanpa ditemani, namun kami (lebih tepat suamiku) selalu punya prinsip "bumi Allah itu sangat luas ... dan setiap orang pada prinsipnya punya hak untuk tinggal dimanapun yang diingininya"
Secara universal, prinsip itu, tentu saja benar. Manusialah yang membagi-bagikan bumi ini menjadi negara-negara yang berbeda-beda ... memberi sekat-sekat berdasarkan bangsa, warna kulit, bahasa dan lain-lain sehingga manusia menjadi terkotak-kotak sedemikian rupa.
Begitulah ... tanpa terasa hampir 11 tahun berlalu, dia tinggal jauh dari orangtuanya dan selama itu baru 3 kali dia pulang menjenguk keluarganya. Yang terakhir kali adalah pada pertengahan Desember 2012 yang baru lalu.
Selama 6 minggu kami kembali berkumpul utuh dan sempat menikmati libur akhir tahun bersama selama 2 minggu perjalanan dengan penuh suka dan duka. Walau dia masih tetap dengan sikap yang acuh tak acuh terhadap sekelilingnya.
Mungkin ini pembawaan selama 15 tahun menjadi anak tunggal ... atau genetik dari bapaknya..., namun kehadirannya di tengah kami memberi warna lain. Kelengkapan sebuah keluarga ... Orang tua dengan sepasang anak walau mereka berdua punya jarak umur yang cukup jauh .... Jadi komunikasi ke dua anak itu agak kurang nyambung... apalagi jenis kelaminnya berbeda.
Sabtu 26 Januari 2013, kami mengantarnya kembali ke bandara... mengantarnya kembali melanglang buana ... meniti takdirnya entah sampai kapan...
dan ... kehilangan itu terasa kembali ....
........... separuh jiwaku melayang jauh
Kebayang deh, kalau teman-temanku di kantor pasti ngakak abis kalau lihat hari-hari ini mataku bisa tiba-tiba berkaca-kaca. Mau dibilang norak ... atau apalah, aku nggak terlalu peduli. Memang begitu nyatanya ....
Lagi sedih banget...
Desember 2012 - Dubai |
jadi, begitulah... di usianya yang ke 19, di tahun ke 3 masa kuliahnya, anakku terbang melanjutkan kuliah di negeri tetangga. Sendiri .... terlalu mandiri untuk menerima tawaran kalau-kalau ingin ditemani pada minggu pertamanya di negeri orang.
" Memang, kalau mama/papa ikut untuk 1 minggu, bisa bantu apa?", begitu tanyanya ..
Duh ... tu anak....! Gak tahu perasaan orangtua..., Walau enggak bisa bantu apa-apa, minimal kami bisa menemaninya melewati "masa sulit", adaptasi awal di negeri orang. Apalagi, permohonan visanya sempat terhambat karena ditemukan flek di paru-paru, yang ternyata bekas memar tabrakan saat main bola, olah raga kesukaannya sejak di SMP.
Tapi ... ya sudahlah. Kalau yang bersangkutan tidak ingin ditemani.... Maka pergilah dia sendiri ke negeri orang.
Banyak teman yang menyayangkan "kenekatan" kami melepas si anak pergi tanpa ditemani, namun kami (lebih tepat suamiku) selalu punya prinsip "bumi Allah itu sangat luas ... dan setiap orang pada prinsipnya punya hak untuk tinggal dimanapun yang diingininya"
Desember 2012 - Istanbul |
Begitulah ... tanpa terasa hampir 11 tahun berlalu, dia tinggal jauh dari orangtuanya dan selama itu baru 3 kali dia pulang menjenguk keluarganya. Yang terakhir kali adalah pada pertengahan Desember 2012 yang baru lalu.
Selama 6 minggu kami kembali berkumpul utuh dan sempat menikmati libur akhir tahun bersama selama 2 minggu perjalanan dengan penuh suka dan duka. Walau dia masih tetap dengan sikap yang acuh tak acuh terhadap sekelilingnya.
Mungkin ini pembawaan selama 15 tahun menjadi anak tunggal ... atau genetik dari bapaknya..., namun kehadirannya di tengah kami memberi warna lain. Kelengkapan sebuah keluarga ... Orang tua dengan sepasang anak walau mereka berdua punya jarak umur yang cukup jauh .... Jadi komunikasi ke dua anak itu agak kurang nyambung... apalagi jenis kelaminnya berbeda.
Sabtu 26 Januari 2013, kami mengantarnya kembali ke bandara... mengantarnya kembali melanglang buana ... meniti takdirnya entah sampai kapan...
dan ... kehilangan itu terasa kembali ....
........... separuh jiwaku melayang jauh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar