Thu Apr 18, 2013 5:12 am (PDT) . Posted by:
"Mohammad Ihsan" mohammad.ihsan
Kunci Jawaban UN 20 Paket Soal
Memperhatikan kunci jawaban yang beredar di kalangan siswa
SMA di Surabaya membuat saya geleng-geleng kepala. Betapa tidak, kunci jawaban tersebut
nampak dipersiapkan sangat profesional. Jauh dari kesan palsu atau sekedar
ulah orang iseng seperti salah satu komentar yang ditulis atas catatan
saya di Kompasiana sebelumnya: Kecurangan Ujian Nasional Itu Nyata
Sebelum ini kita disuguhi berbagai pernyataan Mendikbud M.
Nuh yang menjelaskan bahwa UN tahun ini dibuat sedemikian rupa
sehingga kemungkinan bocor sangat kecil. Soal-soal UN dibuat dalam 20
paket, sehingga di dalam satu ruangan masing-masing siswa akan mengerjakan
soal yang berbeda, sehingga kecurangan contekan juga hampir mustahil. Bahkan
meski UN tertunda di 11 propinsi, Mendikbud mengklaim soal UN tidak akan bocor
(Suara Pembaruan, 15 April 2013). Soal UN bocor akan mudah dilacak, karena
memiliki barcode (Antara, 31 Maret 2013).
Semua retorika Mendikbud bisa sejenak menenangkan kita yang
menginginkan UN berlangsung jujur dan kredibel. Tapi ketenangan itu mendadak
buyar ketika guru-guru di berbagai daerah melaporkan kecurangan UN
dengan berbagai modusnya.
Benarkah UN masih bisa bocor? Bukankah naskah
soal dilengkapi barcode sehingga siswa yang curang pasti sulit
mengenalinya?
Saya sendiri awalnya menyangsikan bagaimana soal UN bisa
bocor setelah 2 pengamanan yang dibuat (barcode dan paket sebanyak 20 soal)
diterapkan dalam UN tahun ini. Ternyata, di mana-mana maling selangkah
lebih lihai ketimbang polisi … Dan itu nyata terlihat dalam kunci jawaban
yang beredar di kalangan siswa.
Bagaimana Cara Mengenali Barcode?
Sebelum mengerjakan, siswa harus lebih dulu mencocokkan
apakah kunci jawaban yang dipegang sudah sesuai dengan soal yang
dikerjakan. Dan jika melihat barcode tentu sulit. Maka cara yang dipakai adalah
dengan tidak mempedulikan barcode tersebut, melainkan memakai trik lain.
Dari berbagai bentuk kunci jawaban yang beredar, setidaknya
ada 2 cara mengenali soal tanpa melihat barcode, yaitu:
- Mencocokkan redaksi awal 2 contoh soal Ini bisa dilihat pada kunci jawaban pada gambar di atas. Misalnya, tertulis: BIG 1. Soal 16. Nadia will… Soal No. 20. Rafael Nadal… Siswa tinggal mencocokkan apakah di soal tersebut untuk soal no 16 diawali dengan redaksi “Nadia will…” dan pada soal nomor 20 diawali dengan kalimat “Rafael Nadal…”. Jika iya, maka berarti kunci jawaban sudah cocok dengan soal. Siswa tinggal menyalin saja kunci jawaban yang tertera di situ. Kalau belum cocok, ya cari saja pada kunci jawaban lainnya, kan siswa memegang kunci jawaban untuk semua paket soal.
- Memperhatikan kode yang tertulis di pinggir sampul soal. Coba perhatikan kunci jawaban UN mapel Kimia yang beredar di SMA di Palembang di bawah ini. Kunci jawaban dengan kode angka di pinggir sampul soal. Di bagian atas tertulis kode SA** (2 angka sengaja disamarkan), ternyata itu adalah kode yang sama persis dengan yang tertera di sampul soal. Semua soal yang ada menggunakan kode diawali SA, misalnya SA73, SA70, dan seterusnya. Siswa yang curang pasti sudah di-briefing untuk mencocokkan kunci jawabannya dengan soal yang sedang dikerjakannya.
Apakah kunci jawaban ini asli?
Jangan-jangan buatan orang iseng yang asal menebak-nebak
sembari mendapatkan keuntungan dari penjualan kunci jawaban? Ya, kalau
ini palsu, siswa pasti sudah berontak, sebab mereka mendapatkannya
tidak gratis alias harus merogoh kantong Rp 50-100 ribu.
Kunci jawaban ini sungguh asli. Hal ini mudah dideteksi
dari 2 butir soal yang dituliskan sebagai pengenal atau tulisan di kode
sampulnya. Si pembocor pastilah orang yang amat sangat “hebat”, sebab
mereka bisa mengakses semua soal. Langsung 20 paket soal sekaligus.
Masihkah Mendikbud terus beretorika bahwa tidak ada
kebocoran UN? Bukti apa lagi yang ditunggu agar pemerintah sampai pada
kesimpulan bahwa UN memang tidak valid karena pelaksanaannya penuh kecurangan?
Saatnya Reposisi UN. Sekarang Juga.
Tahun ini, meski Kemdikbud sudah berinovasi dengan barcode
dan 20 paket soal, ternyata bocor juga. Saya sampai pada kesimpulan, mau dibuat
paket lebih banyak lagi, UN tetap akan bocor, bocor, curang, dan curang…
Semua ini karena siswa tidak memiliki pilihan lain, kecuali harus dapat nilai
bagus agar bisa lulus sekolah. Nilai UN jeblok alamat siswa gagal lulus.
Sudah saatnya Kemdikbud mengembalikan fungsi UN tidak
lagi sebagai penentu kelulusan, melainkan hanya sebagai alat pemetaan mutu
pendidikan. Urusan lulus nggak lulus biar menjadi domain guru dan sekolah.
Karena nggak menentukan kelulusan, insya Alloh siswa nggak akan ngoyo
mencari bocoran dan berbuat curang, toh berapapun nilai UN, kelulusan
ditentukan sekolahnya.
Jadi, saran untuk Mendikbud, stop UN yang penuh
rekayasa ini. Tahun depan, tak perlu lagi ada UN. Atau, jika pun UN
dipertahankan, ubah fungsinya hanya untuk pemetaan mutu pendidikan saja.
[ihsan@igi.or.id]
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar