Selasa, 13 Agustus 2013

Ketika Allah berkehendak

Siang itu, kira-kira sekitar jam 15.00, ketika lamat-lamat kudengar suara adik lelaki saya bicara. Siang itu saya memang sengaja tidur di kamar anak gadis saya, sambil membaca seri ke 4 buku karangan Thomas Harris. Pembantu rumah masih istirahat di kampungnya.

"Tolong bukakan pintu untuk oom", pinta saya kepada anak gadis yang sedang browsing di kamarnya. Teringat bahwa pintu masuk ke rumah sudah saya kunci sebelum masuk kamar tadi. Tentu dia tidak bisa masuk rumah dan mengetuk pintu kamar saya yang letaknya bersebelahan dengan kamar anak saya.
"Sudah dibuka bapak", begitu sahutnya.
Saya kemudian bangun. Teringat bahwa saya menjanjikannya untuk memberi seperenam bagian opera cake untuknya.

Sambil berjalan menuju ruang makan, terdengar kehebohan di dapur. Asap menyeruak kelabu masuk ke ruang makan. Kaget, saya segera masuk ke dapur .... penuh asap, pengap namun tidak terlihat ada api sedikitpun. Di lantai dapur terlihat onggokan panci dan potongan segi empat yang hitam legam. Entah apa bentuk awalnya. Adik saya masih sibuk membuka lebar-lebar pintu dan jendela yang berhubungan dengan dapur. Berusaha menghilangkan asap yang memenuhi seluruh ruang dapur, gudang dan kamar PRT yang lokasinya saling berhubungan.

"Gila ..... tahu enggak, tadi aku lihat api berkobar besar... sudah menjilat-jilat ke atas! Untung dapur nggak terkunci. Mana tabung pemadam kebakaran kosong, lagi! Jadi aku ambil aja handuk2, kusiram pake air! Kita beruntung ....., api bisa padam!", begitu cerocosnya melihat saya masuk dapur.

Selain asap yang masih memenuhi dapur, gudang dan kamar PRT yang memang letaknya bersebelahan, praktis tak ada tanda-tanda bekas terbakar. Termasuk juga kitchen cabinet yang terbuat dari kayu, luput dari terjangan api. Mungkin masih terlindung oleh cooker hood.

Saya bingung, bengong .... nggak tahu lagi mesti bilang apa... Jam sudah menunjukkan kira2 jam 15.05.
"Aku tadi lagi di rumah sakit, habis antar Yuli. Trus kok perasaanku terasa enggak enak. Jadi langsung aja kutinggal dia dan cepat-cepat kesini. Aku kaget lihat api di dapur, gede banget...., sampe nggak sempat matiin mobil. Panik .... untung ada banyak handuk. Jadi api aku matiin pake handuk basah", lanjut cerita adikku.
"Kenapa sih....?", tanya suami kebingungan
"Nggak usah diomongin lagi", sahut saya, agak nervous, seraya meminta adik saya membuang semua bekas-bekas barang yang terbakar termasuk panci.

Masih dalam kondisi antara sadar dan tidak, saya hanya bisa mengucapkan ....
Alhamdulillah ....
Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Pelindung .....

Andai tak digerakkanNya hati dan perasaan adik lelaki saya itu, entah apa yang sudah terjadi dengan rumah peninggalan ibu saya ini. Mungkin sudah tinggal puing-puing hitam legam dan debu. Saya tidak bisa menafikan campur tangan Allah SWT, walau tidak melihat dengan sendiri seberapa besar api. Tapi .... melihat betapa sendok kayu sepanjang 30 cm hanya tinggal 10 cm serta talenan kayu sudah gosong menghitam dan sudah tinggal setengah ukuran semula, tentu seperti apa yang diceritakan adik saya, bahwa api memang sudah berkobar besar dan menjilat kesana-kemari. Ngeri membayangkannya, apalagi ... di bawah kompor, ada tabung gas.

Saya teringat, sekitar jam 13.00, adik lelaki saya datang ke rumah meminjam mobil suami untuk mengantar adik perempuan yang lain ke rumah sakit. Saat itu saya menawarkannya untuk membawa pulang sayur labu siam untuk makan siang di rumah, karena istrinyapun baru saja kembali dari dokter sehingga mungkin mereka belum sempat masak. Untuk itulah saya menghangatkan sayur tersebut.
"Ya ..., nanti aku ambil sesudah dari RS, sekalian ambil opera cake nya", begitu sahutnya

Entah mengapa, usai menutup pintu pagar, saya langsung menutup dapur, lalu membawa buku dan masuk ke kamar anak gadis saya. Sedikitpun tak teringat bahwa saya sedang dan masih memanaskan sayur di dapur. Bila dihitung waktu, saat adik saya meninggalkan rumah hingga saat saya terbangun, maka ada jeda 2 jam. Jadi selama itulah kompor menyala tanpa seorangpun melihat dan menyadarinya.

Tentu saja tidak ada satu orangpun yang tahu ... Suami sedang tidur di kamarnya, anak saya sejak pagi asyik browsing di kamar. Lha ... saya yang menyalakan kompor saja sama sekali tidak ingat. Bagaimana lagi dengan orang lain?  Pantas saja kalau isi panci kering-kerontang dan panci menjadi luar biasa panasnya sehingga mampu membakar sendok kayu serta talenan kayu yang menutupinya

Sungguh ...... saya shocked berat dengan kejadian ini. Ini adalah kejadian ke 3, lupa mematikan kompor gas dan seharusnya tidak boleh terjadi lagi kebodohan ini. Saya tidak boleh lagi berdalih faktor umur menyebabkan saya menjadi pelupa, tetapi harus lebih berhati-hati. Tidak boleh lagi meninggalkan kompor menyala untuk melakukan hal lain sambil menunggu mendidihnya air atau masakan.  Multitasking tidak boleh dilakukan saat memasak, kecuali area kerjanya masih di dapur juga.

Sungguhpun kita percaya bahwa Allah SWT Maha Pelindung umatNya, tapi sebaiknya kitapun berusaha untuk selalu berhati-hati. Wa Allahu alam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BUKAN KARANGAN BUNGA🌺🌺

 Dapat kiriman tulisan yang bagus, untuk refleksi diri DICARI Teman yg bisa  Mensholatkan kita...   Ketika KITA WAFAT... BUKAN KARANGAN BUNG...