Kenapa INDONESIA harus selalu impor terus berbagai komoditi? Dari mulai hal yang remeh temeh seperti garam ....... hingga tentunya produk canggih berteknologi tinggi seperti pesawat terbang. Padahal .... baik garam hingga kapal terbang sekalipun bisa diproduksi di dalam negeri. Tentu sesuai dengan kebutuhan dan kelasnya.
Negara asing melihat bahwa Indonesia itu sangat "seksi" untuk dikerubuti baik dari sumder daya alamnya yang sangat melimpah maupun jumlah penduduknya. Apa yang tidak ada di Indonesia? Untaian sekitar 17.000 pulau di khatulistiwa mengandung berbagai sumber daya alam. Mulai dari sumber daya alam yang berasal dari fosil yang terbenam di ratusan meter di bawah permukaan bumi hingga sumber daya alam yang berada di permukaan bumi. Dari yang berada di daratan hingga yang berada di lautan.
Perilaku masyarakatnya secara tradisionalpun "suka pamer" sehingga begitu mudah "diracuni" dengan gaya hidup "sok modern" agar tidak dianggap ketinggalan jaman. Padahal .... tidak semua orang pantas juga menyandang barang-barang bermerek. Yang berselera "norak" akan tambah terlihat noraknya saat menyandang barang bermerek.
Dengan segala kelebihan tersebut, kenapa kita tidak berusaha untuk swasembada di seluruh lini kehidupan?
Yang membutuhkan impor barang asing (bermerek) kan cuma segelintir masyarakat mampu di perkotaan. Sebagian besar rakyat sih gak butuh-butuh banget dengan barang impor.
Percaya deh .... sebetulnya nggak ada satu negara asingpun yang berani meng "embargo" Indonesia karena begitu besarnya sumber saya alam Indonesia dan sekalilagi .... jumlah penduduk dan gaya hidup rakyatnya yang dianggap sebagai pasar potensial.
Pinter2nya asinglah, membungkus ketakutannya dengan pola "ancaman" sehingga pemerintah dan rakyat selalu ketakutan dan punya ketergantungan yang tinggi kepada asing.
RINDU pada PEMIMPIN yang berani bilang GO TO HELL WITH YOUR AIDS, apalagi aids yang berbungkus "investasi" padahal merampok kekayaan alam Indonesia
Yang paling layak dicintai adalah cinta itu sendiri dan.. Yang paling layak dimusuhi adalah permusuhan itu sendiri #BadiuzzamanSaidNursi
Selasa, 29 April 2014
Selasa, 08 April 2014
Clothes Cleaner
One young man went to apply for a managerial position in a big company. He passed the initial interview, and now would meet the director for the final interview.
The director discovered from his CV that the youth's academic achievements were excellent. He asked, "Did you obtain any scholarships in school?" the youth answered "no".
" Was it your father who paid for your school fees?"
"My father passed away when I was one year old, it was my mother who paid for my school fees.” he replied.
" Where did your mother work?"
"My mother worked as clothes cleaner.”
The director requested the youth to show his hands. The youth showed a pair of hands that were smooth and perfect.
" Have you ever helped your mother wash the clothes before?"
"Never, my mother always wanted me to study and read more books. Besides, my mother can wash clothes faster than me.
The youth felt that his chance of landing the job was high.
When he went back home, he asked his mother to let him clean her hands. His mother felt strange, happy but with mixed feelings, she showed her hands to her son.
The youth cleaned his mother's hands slowly. His tear fell as he did that. It was the first time he noticed that his mother's hands were so wrinkled, and there were so many bruises in her hands. Some bruises were so painful that his mother winced when he touched it.
This was the first time the youth realized that it was this pair of hands that washed the clothes everyday to enable him to pay the school fees. The bruises in the mother's hands were the price that the mother had to pay for his education, his school activities and his future.
After cleaning his mother hands, the youth quietly washed all the remaining clothes for his mother.
That night, mother and son talked for a very long time.
Next morning, the youth went to the director's office.
The Director noticed the tears in the youth's eyes, when he asked: "Can you tell me what have you done and learned yesterday in your house?"
The youth answered," I cleaned my mother's hand, and also finished cleaning all the remaining clothes'
“I know now what appreciation is. Without my mother, I would not be who I am today. By helping my mother, only now do I realize how difficult and tough it is to get something done on your own. And I have come to appreciate the importance and value of helping one’s family.
The director said, "This is what I am looking for in a manager. I want to recruit a person who can appreciate the help of others, a person who knows the sufferings of others to get things done, and a person who would not put money as his only goal in life.”
“You are hired.”
This young person worked very hard, and received the respect of his subordinates. Every employee worked diligently and worked as a team. The company's performance improved tremendously.
Selasa, 01 April 2014
I LOVE YOU son .......
Saya memiliki
sepasang anak; lelaki dan perempuan. Namun saya lebih sering mengatakan bahwa
saya memiliki 2 (dua) orang anak tunggal. Tentu banyak yang bertanya, mengapa
demikian.
usia 1 tahun |
Anak saya yang
pertama, lahir pada jaman kami masih hidup dalam keprihatinan. Jauh dari sanak
saudara, terpencil dalam belantara lautan kosmopolitan. Saat itu, kami tinggal di
kota dan bahkan di apartemen berlantai 15 dimana berbagai bangsa, bahasa dengan
berbagai warna kulit bertempat tinggal. Parahnya …. kota kecil tempat tinggal kami
juga lebih dikenal sebagai kantung pemukiman immigrant berkulit hitam walaupun
penduduk lokal (warganegara setempat) juga tak kurang banyaknya. Kota kecil yang berjarak hanya beberapa kilometer di utara Paris ini sebetulnya jauh lebih bersih daripada kawasan tempat tinggal kami sekarang.
Le Clos Saint Lazare …. itu nama lingkungan apartemen atau lebih tepat disebut HLM (habitation a loyer modere–setara dengan rusunawa alias rumah susun sewa sederhana di Indonesia), cukup bersih dan tertata baik, kecuali kalau kita sudah masuk ke dalam bangunannya. Kesenjangan sosial ekonomi dan gaya hidup antara penduduk asli dengan para imigran kelas bawah (buruh) pasti berdampak pada cara kita memandang dan menerapkan kebersihan. Suara musik yang menggelegar tidak pandang waktu dari unit penghuni berkulit hitam, membuang sampah rumah tangga tidak pada tempatnya membuat koridor yang menghubungkan lift lobby ke unit–unit apartemen berbau busuk. Tapi …. Itulah bangunan tempat tinggal kami kala itu. Tempat dimana apartemen yang disediakan organisasi yang mengurus para penerima beasiswa dari pemerintah negeri tersebut berada.
Le Clos Saint Lazare …. itu nama lingkungan apartemen atau lebih tepat disebut HLM (habitation a loyer modere–setara dengan rusunawa alias rumah susun sewa sederhana di Indonesia), cukup bersih dan tertata baik, kecuali kalau kita sudah masuk ke dalam bangunannya. Kesenjangan sosial ekonomi dan gaya hidup antara penduduk asli dengan para imigran kelas bawah (buruh) pasti berdampak pada cara kita memandang dan menerapkan kebersihan. Suara musik yang menggelegar tidak pandang waktu dari unit penghuni berkulit hitam, membuang sampah rumah tangga tidak pada tempatnya membuat koridor yang menghubungkan lift lobby ke unit–unit apartemen berbau busuk. Tapi …. Itulah bangunan tempat tinggal kami kala itu. Tempat dimana apartemen yang disediakan organisasi yang mengurus para penerima beasiswa dari pemerintah negeri tersebut berada.
Semula, kami pikir,
kekumuhan itu terjadi karena bangunan tempat kami tinggal adalah bangunan umum. Maksudnya, penduduk apartemen tidak semata-mata dari kalangan keluarga mahasiswa, tetapi juga dihuni dan disewa oleh masyarakat umum, golongan berpenghasilan rendah. Ternyata …. Kondisi unit apartemen yang khusus disediakan untuk mahasiswa dan
keluarganya yang sebagian besar adalah mahasiswa asingpun tidak jauh berbeda. Kesimpulannya … kesenjangan ekonomi dari negara asal mahasiswa para penghuninya menjadi salah satu sebab.
Kembali pada
kelahiran anak pertama saya itu, selain memang banyak kenangan baik suka maupun
duka yang menyertainya, namun sebetulnya banyak sekali hikmah dan berkah dibaliknya
yang sekarang menjadi kenangan yang tidak akan pernah terlupakan…. Yang
menyiratkan ketegaran perjuangan anak manusia.
Kelahiran itu juga terjadi
pada masa bom masih kerap meledak di ibukota Negara tempat kami tinggal. Hampir
setiap minggu …. Saat Libanon baru mulai bergejolak. Saat perjuangan suku Kurdi masih menghangat. Di sana ..... l’hopital Saint Denis, 8
April 1983 jam 23.45, jauh dari keluarga besar ......
***
Sementara anak kedua
lahir 15 tahun kemudian, saat kehidupan kami sudah sedikit lebih mapan. Sama–sama lahir
di kota kecil yang berada di pinggiran ibukota Negara. Hanya …. mungkin gengsinya
yang berbeda. Si kakak lahir di pinggiran ibukota Negara Perancis sementara si
adik lahir di kota pinggiran ibukota Negara Indonesia. Itu sebab si adik selalu
menggerutu atas perbedaan kota kelahirannya. Apa boleh buatlah …. Allah SWT mentakdirkan demikian bagi kelahiran
dua anak kami.
***
Nah ….. kali ini
saya ingin cerita tentang masa kecil si sulung. Pada saat umurnya menginjak
bulan ke 15, kami kembali ke Jakarta. Buat saya, itulah kali pertama
menginjakkan kaki kembali ke bumi Pertiwi setelah meninggalkannya 4 tahun
sebelumnya. Kalau dulu saya berangkat sendiri, maka kali ini kembali ke rumah,
boyongan bertiga.
Sebagai cucu pertama
di keluarga saya, si sulung tentu dimanja seisi rumah. Kala itu, di keluarga, baru saya saja
yang menikah Belum selesai kuliah pula ...... Praktis seluruh perhatian ke dua orangtua dan adik–adik saya tercurah
pada si mungil yang lucu itu. Wajah mungilnya memang menggemaskan dan sebagai
anak kecil yang biasanya selalu “gratilan” … alias tidak bisa melihat benda
tergeletak di atas meja, maka si sulung ini termasuk anak yang apik. Dia kurang
tertarik untuk “merusak” benda - benda di atas meja, tetapi lebih “terpelajar”. Lebih suka mengganggu
bapaknya yang sedang bekerja di depan monitor komputer. Jadilah dia akan selalu meminta duduk di
pangkuan si bapak untuk menekan-nekan key–pad. Tentu saja si bapak memperkenalkan
huruf–huruf dan angka yang tertera. Perkembangan nalarnya jauh lebih cepat
daripada umurnya.
Setiap kami keluar
rumah, sambil lalu, kami juga memperkenalkan setiap benda yang ada di sepanjang
perjalanan. Apakah itu jenis dan merek mobil, huruf – huruf pada baliho begitu
juga dengan patung penghias kota.
Jadi ... belum masuk sekolah, dia sudah mengenal huruf walaupun belum hafal seluruh abjad.
Suatu kali, saat berjalan-jalan, kami
lewat kawasan Kwitang ... Kami memperkenalkan Patung pak Tani yang ada di depan
hotel Aryaduta. Sebetulnya, patung itu bukanlah patung petani, tetapi patung
angkatan ke 5. Pada era pra 1965, ada wacana untuk mempersenjatai rakyat
sebagai bagian dari angkatan bersenjata, Karena pada waktu itu Indonesia sudah
memiliki 4 angkatan, yaitu Angkatan Darat–Laut–Udara dan Kepolisian, maka
rakyat yang dipersenjatai itu disebut angkatan ke 5. Rakyat diwujudkan dalam
bentuk lelaki dengan caping bambu yang menjadi cirri khas petani. Itu pula sebabnya
patung angkatan ke 5 tersebut lebih dikenal sebagai patung pak Tani.
saat usia 3 tahun |
Nah … kembali pada
topik ….
“Nah di depan itu…… patung
pak tani…!”
Si sulung mengangguk–anggukkan kepalanya… tanda mengerti. kami lalu mengambil jalan Cut Mutia dan jalan HOS Cokroaminoto.
Sambil pulang menuju
tempat kediaman kami saat itu, Rawamangun, kami melewati depan gedung
Bappenas dimana, saat itu masih ada patung seorang ibu dengan 4 orang anak–anaknya
di setiap sudut. Si sulung langsung berteriak senang....
"Mama ... mama
... itu ada bu Atung dan anak Atung ya....?"
Saya bingung
sebentar ...
“Oh ….. itu patung
ibu Kartini …. (eh apa betul itu nama patungnya ya?)” sahut saya membetulkan.
“Bukan mama …… itu
bu Atung dan anak Atung …….!!!”, sahutnya lagi …
“Iya ….. iya …. Bu
Atung dan anak Atung ….” Jawab saya sambil menahan tawa ...
Antara lucu, gemas
tapi sekaligus kagum dengan kejelian nalarnya
Rupanya si anak
mengasosiasikan patung (pak tani), patung dengan wujud lelaki tua menjadi pak
Atung ... sehingga patung perempuan dengan pakaian khas ibu Indonesia berkain
kebaya disebut bu Atung dan patung ke empat anak–anak yang mengelilingi patung
ibu menjadi anak–anak Atung...
Ganti si anak yang
bingung melihat ibunya tertawa, dan tetap tidak bisa menerima penjelasan bahwa
patung adalah nama benda. Bukan sebutan atau panggilan seorang bapak bernama
Atung sehingga layak dipanggil pak Atung.
***
Kejadian ini memang sudah
lama sekali .. Saya ceritakan kembali untuk menghormati dan mengingat kembali si
sulung yang kini tinggal jauh dan akan berulang tahun ke 31 tanggal 8 April
2014 yang akan datang.
You are always in my
heart, son …. I love you…….
Langganan:
Postingan (Atom)
BUKAN KARANGAN BUNGA🌺🌺
Dapat kiriman tulisan yang bagus, untuk refleksi diri DICARI Teman yg bisa Mensholatkan kita... Ketika KITA WAFAT... BUKAN KARANGAN BUNG...
-
3/5 Berusaha dan terus berusaha. Hari itu, adalah hari ke 14 menstruasi ... Masih sederas hari pertama dan tidak ada tanda-tanda mereda...
-
Sebelum tulisan ini dilanjutkan, saya perlu meminta maaf terlebih dulu pada mereka yang berprofesi sebagai supir pribadi. Sungguh, tidak ...
-
Hari ini, Sabtu 18 Agustus 2007, majelis rumpi dibuka kembali. Mestinya classe conversation dimulai Sabtu tanggal 11. tapi karena hari sa...