Senin, 16 Juni 2014

PERBEDAAN SUDUT PANDANG dalam DEBAT sesi ke 2

Kedua calon presiden RI periode 2014 - 2019
Debat sesi ke 2 calon presiden RI yang diselenggarakan pada hari Minggu 15 Juni 2014, baru saja usai.  Belum sampai 24 jam sejak berakhirnya debat yang menampilkan "head to head" ke 2 calon presiden RI yang diselenggarakan di hotel mewah Grand Melia di kawasan Jl. HR Rasuna Said - Kuningan, Jakarta Selatan, komentar "pedas" dari para pendukungnya yang saling memojokkan sudah berseliweran, bahkan ketika debat masih berlangsung. 

Tema debat kali ini adalah tentang visi & misi para calon presiden di bidang ekonomi dan kesejahteraan rakyat.

Takut salah mendefinisikannya, saya "terpaksa" mem browse arti visi dan misi versi google translation dan berikut hasilnya :
Definitions of vision
noun
the faculty or state of being able to see.
"she had defective vision"
synonyms: eyesightsightobservation(visual) perceptioneyesviewperspective
an experience of seeing someone or something in a dream or trance, or as a supernatural apparition.
"the idea came to him in a vision"
synonyms: apparitionhallucinationillusionmiragespecterphantomghostwraith,manifestationphantasmshade
verb
imagine.
"The ‘mock ‘attempts of suicide may be a similar form of fantasy, where the loved ones are visioned as standing around the hospital bed and they are finally able to realize how unbearable the pain of life was for us.’"
Definitions of mission
noun
an important assignment carried out for political, religious, or commercial purposes, typically involving travel.
"a trade mission to Mexico"
synonyms: assignmentcommissionexpeditionjourneytripundertakingoperationtask,joblaborworkdutychargetrust
the vocation or calling of a religious organization, esp. a Christian one, to go out into the world and spread its faith.
"the Christian mission"
synonyms: vocationcallinggoalaimquestpurposefunctionlife's work
a strongly felt aim, ambition, or calling.
"his main mission in life has been to cut unemployment"
dan dalam kamus John M Echols & Hassan Shadily tertulis sbb :
Definitions of vision
noun
Penglihatan, 
"he has good vision"
Daya lihat,
"he is a man of vision"
Impian, Bayangan (of a great future)
Definitions of mission
noun
Tugas.
"what's your mission in life?"
Perutusan, Utusan.
"Foreign mission"
Misi (gereja).
Jadi kalau mengikuti definisi kata VISI - VISION, sepertinya ada kesalahan persepsi pada Joko Widodo dalam menjabarkannya. 


Mengapresiasi program saingannya
Visi berdasarkan arti kata, memang berarti "angan-angan", impian yang ingin diraih. Bukan pelaksanaan atau cara-cara mencapai tujuan yang lebih menekankan pada implementasi impian tersebut. Jadi dalam hal ini, paparan Prabowo Subianto lebih tepat. Berangan-angan untuk melakukan sesuatu demi Indonesia yang dicita-citakan menjadi Macan Asia. Soal bagaimana cara melaksanakannya .... bagaimana nanti saja ... Begitu kira-kira.

Namun apakah paparan Joko WIdodo salah? 
Terbiasa "kerja" sejak muda, Joko Widodo mungkin lupa bahwa sebagian masyarakat Indonesia masih berada pada level "pemimpi". Jadi seharusnya paparan visinya juga harus berisi mimpi. Bukan implementasi ... Apalagi dengan mengacu pada apa yang sudah dilaksanakannya. Publik akan langsung mengkotakkan Jokowi pada level domestik. Karena visi memang harus berisi mimpi besar .... Biar di awang-awang, yang penting membuai pendengar/pembacanya. Karena visi alias impian itu sangat tidak terbatas. Boleh mimpi apa saja .... dan lupakan bagaimana cara mencapainya. Jadi "kesalahan" Jokowi, kalau bisa disebut sebagai kesalahan, adalah karena Jokowi terlalu fokus pada kerja, pada saat masyarakat Indonesia masih ingin diajak mimpi. Bahasa rakyatnya "masih seneng digombalin"  seperti remaja sedang jatuh cinta.

Lihat saja acara televisi. Hampir semua program televisi menawarkan mimpi dan imajinasi. Bahwa pejabat tinggi harus gagah dan ganteng. Begitu juga jabatan Direktur atau orang yang yang dianggap hebat, harus selalu gagah, ganteng, kaya, naik mobil mewah, rumah besar dengan halaman luas bak istana. Pakaian wah ..... makanan yang tersaji di meja makan berlimpah ruah .... Itulah mimpi sebagian besar masyarakat Indonesia. 

Dalam kehidupan sehari-hari juga tidak jauh berbeda. Impian-impian itu direalisasikan melalui gaya hidup hedonistis dan "memaksakan" diri. Prinsip "menghalalkan segara cara dalam mengumpulkan kekayaan" atau "biar miskin asal gaya" merasuk dalam perilaku sebagian besar masyarakat Indonesia. Jadi .... tentu saja "bayangan dan ajakan" kerja keras yang diusung Jokowi akan dilecehkan .... Wong lagi mimpi dan berangan-angan, kok dibangunkan untuk kerja dan disuguhkan dengan berbagai realita yang pahit tentang "kewajiban kerja keras?
***

Melihat debat ke 2 calon presiden Indonesia periode 2014 - 2019, sekali lagi mengingatkan perbedaan latar belakang tingkat sosial, ekonomi dan budaya yang mengiringi ke dua calon presiden RI ini.


Prabowo dg anak & mantan istrinya
Prabowo Subianto  adalah keturunan priyayi. Kakeknya RM Margono Djojohadikusumo adalah salah seorang pendiri Bank Negara Indonesia yang ulang tahun pendiriannya hingga sekarang diperingati setiap tanggal 5 Juli. Dia lahir dari ayah bernama Soemitro yang menjadi salah satu peletak dasar perekonomian Indonesia pada masa pemerintahan Soeharto, setelah lama "luntang-lantung" di luar negeri karena bersebrangan dengan Soekarno. 

Ibunya Dora Marie Sigar berasal dari Menado dan tentu beragama Kristen. Selain adiknya Hashim Djojohadikusumo yang dikenal sebagai penyokong Prabowo, salah seorang kakak perempuannya adalah istri dari J. Sudradjat Djiwandono, mantan gubernur Bank Indonesia pada era pemerintahan Soeharto

Dengan perbedaan agama kedua orangtuanya serta keragaman agama di keluarganya, kalau kita mampu berkepala dingin dalam menanggapi pendapat orang, maka kehidupan keberagamaan Prabowo Subianto tentu relatif sekular. Pola hidup sekular sangat normal dalam kehidupan manusia "modern", apalagi manakala ke dua orangtua tidak seiman.

Orangtua yang berbeda keyakinan biasanya akan membebaskan anak-anaknya memilih agama yang dianut ibunya, saat anak-anak masih kecil. Saat anak memang lekat dengan didikan ibu. Beranjak besar, orangtua dengan mudah membiarkan si anak menganut agama yang diyakininya.

Salahkah ......? Tentu tidak. Karena kalau kita bicara soal keyakinan, salah atau benar, bukan manusia yang menilai. Itu adalah hak prerogatif Allah SWT. Oleh karena itu, jangan menilai manusia dari agama yang dianutnya. Tapi nilailah dari bagaimana dia berperilaku dan berhubungan dengan sesama manusia karena seringkali terjadi orang yang kental dalam ibadah, namun munafik. Perilakunya tidak menggambarkan ajaran agamanya. Padahal perilaku seharusnya menjadi aplikasi dari kandungan kitab suci agama yang dianutnya.

Lama hidup di luar negeri dengan latar belakang socio-economic-cultural kelas atas, sudah pasti Prabowo tidak akan pernah canggung dalam pergaulan tingkat internasional. Apalagi, kemudian dia menikahi anak perempuan penguasa negeri ini. Lengkap sudah kehidupan "high level" yang disandangnya. Mungkin itu juga yang membuatnya tidak gampang diatur/tunduk pada atasannya baik selama kuliah di Akabri maupun saat memegang berbagai jabatan militer. 


keluarga Jokowi
Berbeda dengan Prabowo, Joko Widodo datang dari masyarakat kelas pekerja. Meniti karir dan usaha dengan susah payah. Empatinya terhadap kehidupan nyata yang ada di masyarakat tentu sangat besar karena begitulah dia tumbuh dan besar. 

Jokowi adalah kita ... memang tagline kampanye yang sangat pas dan mengena. Kehidupannya yang keras membuat kerja dan kerja menjadi fokus kesehariannya. Jokowi sepertinya "lupa" bermimpi. Kalau orang lain bermimpi alias berangan-angan dulu lalu baru bekerja untuk menggapai angan-angan dan mimpinya. Maka Jokowi seperti pada umumnya masyarakat golongan bawah, tidak sempat bermimpi karena yang dimengerti dan dihayatinya yaitu hidup adalah kerja ... Itulah yang tergambar dalam paparannya. Kerja dan kerja ...

Saat ini, Jokowi bisa jadi sedang mengalami "gegar budaya". Kekagetan luar biasa akan perputaran nasibnya yang sedemikian berubah dengan sangat cepat. Mungkin persis seperti pusaran angin puting beliung. Dari seorang pengusaha mebel lokal - masuk politik dan terpilih menjadi walikota di sebuah kota kecil di Jawa Tengah. Dia kemudian terpilih untuk ke dua kalinya dengan % hasil pemilihan yang sangat tinggi. Bukan tidak mungkin keberhasilan Jokowi di Soloinilah yang  "mengundang niat" Prabowo untuk "memanfaatkannya" pada pemilihan presiden pada tahun 2014. 

Untuk memenuhi strateginya itu, menurut pandangan saya lho ...., boleh diprotes kok!, Jokowi kemudian "ditarik atau didorong" naik ke tingkat jabatan yang lebih tinggi. Bukan sekedar jabatan yang tingkatnya lebih tinggi (gubernur di suatu provinsi) saja tetapi menjadi gubernur di daerah khusus ibukota. Tepat di pusat kekuasaan Republik Indonesia. 

Disinilah, pada saat pencalonannya sebagai gubernur DKI Jakarta, dimulai segala hujatan ke hadapan Jokowi. Apalagi pasangan wakilnya berasal dari kalangan minoritas. Sudah Kristen ... Cina pula. Begitu cercaan masyarakat Jakarta/khususnya etnis Betawi. 


Dukungan Prabowo bagi pasangan Jokowi - Ahok
Jokowi memang memenangi pemilihan gubernur DKI Jakarta. Gaya kepemimpinan yang sangat berbeda mulai terlihat. Berbagai perubahan segera terlihat nyata. Penataan waduk Pluit dan waduk Ria-Rio, perbaikan jalan, pemberian kartu Jakarta sehat - Jakarta Pintar, program Kampung Deret yang kabarnya didukung dana World Bank, pembenahan kawasan Tanah Abang dan banyak lagi. 

Keberhasilan dan gaya kepemimpinannya yang out of the box menohok banyak pihak. Ada yang suka dan ada pula yang tidak. Intinya .... yang tidak suka biasanya karena kenyamanannya terganggu. Sangat sederhana sebetulnya. Kita memang sangat alergi terhadap perubahan terutama bila perubahan itu menyinggung zona kenyamanan kita.

Memang belum semua program perbaikan yang dicanangkan melalui tagline Jakarta Baru berjalan. Kemacetan dan banjir tentu tidak mudah terselesaikan dalam 1 atau 2 tahun saja karena "perusakannya" sudah berjalan selama puluhan tahun. Kita tidak hidup dalam era dongeng Sangkuriang atau Bandung Bondowoso yang mampu menyelesaikan pekerjaan hanya dalam 1 malam saja.  Selain itu, penataan dan perbaikan dalam bidang apapun, tidak bisa dilaksanakan hanya oleh pemerintah saja. Harus diikuti oleh kesadaran seluruh stake holder untuk mendukung dan melaksanakannya. Kalau tidak, program sebaik apapun juga dan siapapun pemimpinnya, tidak akan pernah terlaksana. Kecuali kalau kita mau kembali kepada sistem pemerintahan diktator. 


dukungan untuk mantan suami
Jokowi kemudian menjadi media darling karena cara kerjanya yang out of the box. Dukungan untuk men"capres"kan Jokowi kemudian mengalir muncul. Setelah bursa transaksi koalisi pra pendaftaran calon presiden selesai, Indonesia kemudian hanya memunculkan 2 pasangan calon presiden dan calon wakil presiden. Ironinya yang menjadi saingan Jokowi dalam pemilihan presiden Indonesia periode 2014 - 2019 adalah Prabowo Subianto. Orang yang mendorong dan mengusungnya pada pemilihan gubernur DKI Jakarta. Sementara itu, jabatan sebagai presiden Indonesia sudah diimpikan Prabowo Subianto dalam hampir 3 kali periode pemilihan. Bukan tidak mungkin Prabowo Subianto sebelumnya berharap pasangan Gubernur - wakil gubernur DKI Jakarta Jokowi - Ahok akan mendukungnya habis-habisan dalam pemilihan presiden RI periode 2014 - 2019.

Namun Allah berkehendak lain.
Rakyat Indonesia disediakan pilihan yang sangat bertolak belakang.
Orang yang semula saling mendukung, kini berhadapan dan bersaing meraih kepercayaan rakyat untuk memimpin negeri ini selama 5 tahun yang akan datang.

Pilihan pertama adalah seorang dari trah bangsawan ... 
Seorang ksatria yang sudah terbiasa hidup di kalangan atas  dan darinya diharapkan angan-angan/mimpi membawa Indonesia berdiri sejajar dalam tataran pergaulan internasional dapat terwujud. Menjadi macan Asia.

Pilihan kedua adalah seorang pekerja keras dari kalangan rakyat biasa yang darinya, dengan kesungguhan hati dan kerja keras, diharapkan bisa membawa kehidupan yang lebih baik. Rakyat sejahtera lahir dan batin ...
Karena Jokowi adalah kita ...

Sungguh pilihan yang dilematis ....
Tetap berangan-angan dan mungkin kita akan dengar lagi retorika a la bung Karno 
"Amerika kita strika dan Ingris kita linggis"
(diketahui Prabowo Subianto tidak bisa memperoleh visa masuk ke USA)

Atau siapkah kita bekerja keras, seperti Cina mempersiapkan keterbukaannya pada awal tahun 1980 an sehingga menjadi raksana ekonomi 30 tahun kemudian?

Sementara kita tahu  ....
2015 sudah diambang pintu ....
Tinggal berbilang bulan .... 
dan
Kita tidak bisa menghindar lagi dari serbuan asing ...

Selamat merenung dan memilih di Pilpres 2014



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BUKAN KARANGAN BUNGA🌺🌺

 Dapat kiriman tulisan yang bagus, untuk refleksi diri DICARI Teman yg bisa  Mensholatkan kita...   Ketika KITA WAFAT... BUKAN KARANGAN BUNG...